• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA

BURUH TANI

Bab berikut menganalisis pengaruh antara variabel ketimpangan gender dengan strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani. Ketimpangan gender diartikan sebagai perbedaan peran dan posisi antara laki-laki dan perempuan yang dapat diidentifikasi dengan melihat ketimpangan akses dan kontrol terhadap berbagai sumber daya nafkah pada setiap anggota rumah tangga buruh tani. Strategi bertahan hidup diartikan sebagai upaya-upaya yang dilakukan individu dalam rumah tangga untuk mempertahankan kondisi perekonomian rumah tangga yang dikalisifikasikan menjadi lima bentuk strategi yaitu strategi modal sosial, strategi alokasi sumber daya manusia, strategi basis produksi, strategi spasial, dan strategi finansial. Untuk melihat hubungan dan pengaruh masing-masing variabel tersebut, data diolah dari hasil kuesioner. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan aplikasi SPSS 16.0 for windows dan Microsoft Excel 2007. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabulasi silang (crosstab), pengujian statistik, dan diberikan interpretasi terhadap data.

Ketimpangan Gender

Ketimpangan gender diartikan sebagai perbedaan peran dan posisi antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya. Ketimpangan gender dapat diidentifikasi dengan mengidentifikasi ketimpangan dalam akses dan kontrol terhadap berbagai sumber daya nafkah pada setiap anggota rumah tangga buruh tani. Akses setiap anggota rumah tangga buruh tani pada berbagai sumber daya nafkah diartikan sebagai kemampuan setiap anggota rumah tangga buruh tani untuk ikut memperoleh, memiliki maupun menggunakan sumber daya nafkah yang ada pada rumah tangga. Kontrol setiap anggota rumah tangga buruh tani pada berbagai sumber daya nafkah diartikan sebagai kemampuan setiap anggota rumah tangga buruh tani untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan terkait kendali terhadap penggunaan sumber daya nafkah pada rumah tangga. Dalam mengukur ketimpangan gender digunakan instrumen berupa pernyataan yang berkaitan dengan akses dan kontrol setiap anggota rumah tangga buruh tani pada berbagai sumber daya nafkah. Apabila terdapat perbedaan jawaban untuk setiap pernyataan yang diberikan antara responden laki-laki dan perempuan dalam satu rumah tangga maka dikategorikan sebagai rumah tangga timpang sedangkan apabila jawaban untuk setiap pernyataan yang diberikan antara responden laki-laki dan perempuan dalam satu rumah tangga adalah sama maka dikategorikan sebagai rumah tangga tidak timpang.

Tabel 24 menunjukkan bahwa terdapat 37 rumah tangga responden (82.3%) yang mengalami ketimpangan gender atau dengan kata lain terdapat perbedaan akses dan kontrol terhadap sumber daya nafkah antara anggota rumah tangga buruh tani laki-laki dan perempuan di Desa Cikarawang. Sementara itu, hanya terdapat 8 rumah tangga responden (17.7%) yang tidak mengalami

49 ketimpangan gender atau bisa dikatakan akses dan kontrol terhadap sumber daya nafkah diantara antara anggota rumah tangga buruh tani laki-laki dan perempuan di Desa Cikarawang relatif setara.

Tabel 24 Jumlah dan persentase responden menurut ketimpangan gender di Desa Cikarawang, 2012

Ketimpangan Gender Jumlah Persentase (%)

Rumah Tangga Tidak Timpang 8 17.7

Rumah Tangga Timpang 37 82.3

Total 45 100.0

Tabel 24 juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara persentase rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan gender dengan rumah tangga responden yang tidak mengalami ketimpangan gender. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang mengalami ketimpangan gender terutama dalam hal akses dan kontrol terhadap sumber daya nafkah di antara anggota rumah tangganya.

Ketimpangan Akses

Tabel 25 menunjukkan bahwa terdapat 27 rumah tangga responden (60%) yang mengalami ketimpangan akses atau dengan kata lain terdapat perbedaan kemampuan dan kesempatan antara anggota rumah tangga buruh tani laki-laki dan perempuan di Desa Cikarawang untuk memperoleh, memiliki maupun menggunakan sumber daya nafkah. Sementara itu, terdapat 18 rumah tangga responden (40%) yang tidak mengalami ketimpangan akses atau bisa dikatakan anggota rumah tangga buruh tani baik laki-laki maupun perempuan di Desa Cikarawang memiliki kemampuan dan kesempatan yang relatif setara untuk memperoleh, memiliki maupun menggunakan sumber daya nafkah.

Tabel 25 Jumlah dan persentase responden menurut ketimpangan akses di Desa Cikarawang, 2012

Ketimpangan Akses Jumlah Persentase (%)

Rumah Tangga Tidak Timpang 18 40

Rumah Tangga Timpang 27 60

Total 45 100

Tabel 25 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara persentase rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan akses dengan rumah tangga responden yang tidak mengalami ketimpangan akses. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang mengalami ketimpangan akses terhadap sumber daya nafkah di antara anggota rumah tangganya atau setiap anggota rumah tangga baik laki-laki

50

maupun perempuan memiliki perbedaan kesempatan dan kemampuan dalam memperoleh, memiliki maupun menggunakan sumber daya nafkah.

Ketimpangan Kontrol

Tabel 26 menunjukkan bahwa terdapat 38 rumah tangga responden (84.4%) yang mengalami ketimpangan kontrol atau dengan kata lain terdapat perbedaan kemampuan dan kesempatan antara anggota rumah tangga buruh tani laki-laki dan perempuan di Desa Cikarawang untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan terkait kendali terhadap sumber daya nafkah. Sementara itu, terdapat 7 rumah tangga responden (15.6%) yang tidak mengalami ketimpangan kontrol atau bisa dikatakan anggota rumah tangga buruh tani baik laki-laki maupun perempuan di Desa Cikarawang memiliki kemampuan dan kesempatan yang relatif setara untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan terkait kendali terhadap sumber daya nafkah.

Tabel 26 Jumlah dan persentase responden menurut ketimpangan kontrol di Desa Cikarawang, 2012

Ketimpangan Kontrol Jumlah Persentase (%)

Rumah Tangga Tidak Timpang 7 15.6

Rumah Tangga Timpang 38 84.4

Total 45 100.0

Tabel 26 juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara persentase rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan kontrol dengan rumah tangga responden yang tidak mengalami ketimpangan kontrol. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang mengalami ketimpangan kontrol terhadap sumber daya nafkah di antara anggota rumah tangganya atau setiap anggota rumah tangga baik laki- laki maupun perempuan memiliki perbedaan kesempatan dan kemampuan untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan terkait kendali terhadap sumber daya nafkah.

Tabel 25 dan 26 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah dan persentase rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan dari akses ke kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat ketimpangan gender pada sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang terutama pada kontrol terhadap berbagai sumber daya nafkah. Sebagian besar anggota rumah tangga responden yang mendapatkan akses relatif setara ternyata tidak mendapatkan peran kontrol yang setara pula pada berbagai sumber daya nafkah. Hasil wawancara mendalam dengan beberapa responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mengalami ketimpangan gender pada rumah tangganya adalah responden perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa anggota rumah tangga buruh tani perempuan di Desa Cikarawang mendapatkan akses dan kontrol yang lebih rendah daripada anggota rumah tangga buruh tani laki- laki. Anggota rumah tangga buruh tani perempuan di Desa Cikarawang memiliki kesempatan dan kemampuan yang lebih rendah untuk memperoleh, memiliki

51 maupun menggunakan sumber daya nafkah, bahkan mereka cenderung tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan terkait kendali terhadap sumber daya nafkah yang tersedia. Menurut penuturan beberapa responden, hal ini karena pengaruh stigma di masyarakat yang menyatakan bahwa perempuan adalah orang kedua dalam rumah tangga setelah laki-laki. Laki-laki dianggap lebih kuat dan memiliki daya fikir yang lebih objektif daripada perempuan karena tampilan fisiknya sehingga peran kontrol dalam satu rumah tangga lebih banyak dimainkan oleh laki-laki daripada perempuan. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat salah satu ahli yaitu Unger (1979) seperti yang dikutip pada Handayani dan Sugiarti (2008) yang mengemukakan bahwa adanya perbedaan anatomi biologis (fisik) di antara laki-laki dan perempuan dianggap berpengaruh pada perkembangan emosional dan kapasitas intelektual.

Akses dan Kontrol pada Sumber daya Nafkah

Akses dan kontrol terhadap sumber daya nafkah pada rumah tangga buruh tani meliputi akses dan kontrol pada sumber daya manusia, sumber daya fisik, sarana atau prasarana, kelembagaan, faktor produksi seperti modal, lahan, tenaga kerja, pasar, dan teknologi. Sumber daya manusia diartikan sebagai akses dan kontrol anggota rumah tangga terhadap pusat pendidikan formal dan pelatihan. Sumber daya fisik diartikan sebagai akses dan kontrol anggota rumah tangga terhadap lahan. Sarana atau prasarana diartikan sebagai akses dan kontrol anggota rumah tangga terhadap aset fisik yang menunjang aktivitas ekonomi rumah tangga seperti sarana irigasi. Kelembagaan diartikan sebagai akses dan kontrol anggota rumah tangga terhadap kelompok atau organisasi yang ada di lingkungan rumah tangga seperti kelompok tani, PKK, pemerintah desa. Modal diartikan sebagai akses dan kontrol anggota rumah tangga terhadap sumber peminjaman modal. Lahan diartikan sebagai akses dan kontrol anggota rumah tangga terhadap lahan usaha produktif. Tenaga kerja diartikan sebagai akses dan kontrol anggota rumah tangga terhadap tenaga kerja di luar rumah tangga. Pasar diartikan sebagai akses dan kontrol anggota rumah tangga terhadap lokasi maupun informasi mengenai pasar. Teknologi diartikan sebagai akses dan kontrol anggota rumah tangga terhadap alat-alat teknologi untuk usaha pertanian. Akses dan kontrol setiap anggota rumah tangga buruh tani terhadap berbagai sumber daya nafkah di Desa Cikarawang dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27 Jumlah dan persentase responden menurut akses, kontrol pada sumber daya nafkah di Desa Cikarawang, 2012

Sumber daya nafkah

Akses Kontrol Timpang Tidak

timpang Timpang

Tidak timpang Sumber daya manusia 30 (66.7%) 15 (33.3%) 31 (68.9%) 14 (31.1%) Sumber daya fisik 32 (71.1%) 13 (28.9%) 34 (75.6%) 11 (24.4%) Sarana/Prasarana 33 (73.3%) 12 (26.7%) 34 (75.6%) 11 (24.4%) Kelembagaan 27 (60.0%) 18 (40.0%) 30 (66.7%) 15 (33.3%)

52 Modal 29 (64.4%) 16 (35.6%) 31 (68.9%) 14 (31.1%) Lahan 26 (57.8%) 19 (42.2%) 27 (60.0%) 18 (40.0%) Tenaga kerja 28 (62.2%) 17 (37.8%) 28 (62.2%) 17 (37.8%) Pasar 22 (48.9%) 23 (51.1%) 24 (53.3%) 21 (46.7%) Teknologi 25 (55.5%) 20 (44.5%) 25 (55.5%) 20 (44.5%)

Berdasarkan Tabel 27 sebagian besar rumah tangga responden mendapatkan ketimpangan akses dan kontrol pada semua sumber daya nafkah rumah tangga. Persentase ketimpangan akses dan kontrol pada sumber daya nafkah tertinggi berada pada sumber daya fisik dan sarana atau prasarana.

Tabel 27 menunjukkan bahwa terdapat 32 rumah tangga responden (71.1%) yang mengalami ketimpangan akses pada sumber daya fisik atau dengan kata lain terdapat perbedaan kemampuan dan kesempatan antara anggota rumah tangga buruh tani laki-laki dan perempuan di Desa Cikarawang untuk memperoleh, memiliki maupun menggunakan sumber daya fisik. Sementara itu, terdapat 13 rumah tangga responden (28.9%) yang tidak mengalami ketimpangan akses pada sumber daya fisik atau bisa dikatakan anggota rumah tangga buruh tani baik laki-laki maupun perempuan di Desa Cikarawang memiliki kemampuan dan kesempatan yang relatif setara untuk memperoleh, memiliki maupun menggunakan sumber daya fisik. Selain itu, terdapat 34 rumah tangga responden (75.6%) yang mengalami ketimpangan kontrol pada sumber daya fisik atau dengan kata lain terdapat perbedaan kemampuan dan kesempatan antara anggota rumah tangga buruh tani laki-laki dan perempuan di Desa Cikarawang untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan terkait kendali terhadap sumber daya fisik. Sementara itu, terdapat 11 rumah tangga responden (24.4%) yang tidak mengalami ketimpangan kontrol atau bisa dikatakan anggota rumah tangga buruh tani baik laki-laki maupun perempuan di Desa Cikarawang memiliki kemampuan dan kesempatan yang relatif setara untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan terkait kendali terhadap sumber daya fisik.

Selain itu, terdapat 33 rumah tangga responden (73.3%) yang mengalami ketimpangan akses pada sarana/prasarana atau dengan kata lain terdapat perbedaan kemampuan dan kesempatan antara anggota rumah tangga buruh tani laki-laki dan perempuan di Desa Cikarawang untuk memperoleh, memiliki maupun menggunakan sarana/prasarana. Sementara itu, terdapat 12 rumah tangga responden (26.7%) yang tidak mengalami ketimpangan akses pada sarana/prasarana atau bisa dikatakan anggota rumah tangga buruh tani baik laki- laki maupun perempuan di Desa Cikarawang memiliki kemampuan dan kesempatan yang relatif setara untuk memperoleh, memiliki maupun menggunakan sarana/prasarana. Selain itu, terdapat 34 rumah tangga responden (75.6%) yang mengalami ketimpangan kontrol pada sarana/prasarana atau dengan kata lain terdapat perbedaan kemampuan dan kesempatan antara anggota rumah tangga buruh tani laki-laki dan perempuan di Desa Cikarawang untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan terkait kendali terhadap sarana/prasarana. Sementara itu, terdapat 11 rumah tangga responden (24.4%) yang tidak mengalami ketimpangan kontrol atau bisa dikatakan anggota rumah tangga

53 buruh tani baik laki-laki maupun perempuan di Desa Cikarawang memiliki kemampuan dan kesempatan yang relatif setara untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan terkait kendali terhadap sarana/prasarana.

Tabel 27 juga menunjukkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan antara persentase rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan akses dengan rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan kontrol. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang yang memperoleh akses relatif setara ternyata tidak memperoleh peran kontrol yang setara pula pada semua sumber daya nafkah khususnya sumber daya fisik dan sarana/prasarana di antara anggota rumah tangganya atau setiap anggota rumah tangga baik laki-laki maupun perempuan memiliki perbedaan kesempatan dan kemampuan untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan terkait kendali terhadap sumber daya nafkah.

Ketimpangan dalam hal akses dan kontrol terhadap sumber daya fisik berhubungan dengan lahan pertanian yang dapat dimiliki, diperoleh, digunakan dan diatur oleh setiap anggota rumah tangga buruh tani sedangkan ketimpangan dalam hal akses dan kontrol terhadap sarana/prasarana berhubungan dengan sarana/prasarana penunjang aktivitas ekonomi seperti sarana irigasi yang dapat dimiliki, diperoleh, digunakan dan diatur oleh setiap anggota rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Pada rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan akses, aset-aset fisik seperti lahan lebih banyak dikuasai oleh anggota rumah tangga laki-laki. Status kepemilikan lahan lebih banyak berada atas nama kepala rumah tangga laki-laki. Hal ini berpengaruh pada kontrol atas penggunaan lahan tersebut. Sebagian besar pengambilan keputusan terkait penggunaan lahan pada rumah tangga lebih banyak ditentukan oleh laki-laki, seperti yang dikemukakan oleh YA, 42 tahun:

“kalau tanah (rumah) ini punya sih bapak (suami) mas, jadinya saya mah gimana bapak (suami) aja. Ini juga tanah semua atas nama sih bapak (suami)”

Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa kepemilikan lahan pada sebagian besar rumah tangga buruh tani lebih banyak dipegang dan dikendalikan oleh anggota rumah tangga laki-laki. Serupa dengan pernyataan tersebut, salah satu responden juga menyatakan bahwa sekalipun lahan tersebut merupakan hasil warisan yang dibawa oleh anggota rumah tangga perempuan, tetapi kendali terhadap penggunaan lahan tersebut sebagian besar tetap berada pada anggota rumah tangga laki-laki.

Rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan akses dan kontrol pada sarana/prasarana, sarana/prasarana penunjang aktivitas ekonomi khususnya bidang pertanian seperti irigasi lebih banyak dikuasai oleh anggota rumah tangga laki-laki. Hal ini karena peran mereka yang lebih banyak terlibat secara langsung pada aktivitas usaha pertanian. Kepemilikan sarana irigasi di Desa Cikarawang lebih bersifat individual. Sebagian besar sarana irigasi yang ada di Desa Cikarawang dikuasai oleh petani pemilik lahan (golongan atas). Buruh tani biasanya menggunakan sarana irigasi yang berasal dari petani pemilik lahan dimana dia bekerja. Peran kelembagaan pengairan yang mengatur aktivitas

54

pengairan bagi lahan pertanian yang ada di Desa Cikarawang juga dirasakan belum maksimal. Ketika musim kemarau, sebagian besar petani anggota cenderung berebut untuk mengairi lahan pertanian masing-masing. Ketika saluran irigasi rusak, mereka tidak mau ikut bergotong royong maupun membayar iuran untuk perbaikan saluran irigasi. Berikut hasil wawancara dengan SA, 34 tahun terkait dengan akses dan kontrol rumah tangga buruh tani terhadap sarana irigasi.

“biasanya kalau ngairin (pengairan) sawah pakai balong di belakang punya yang punya lahan (pemilik lahan), yang ngurusin balong biasanya bapak. Kalau ngandalin (mengandalkan) balong punya gapoktan nggak akan jalan mas, sebentar-sebentar rusak. Disuruh ngebenerin, nggak ada yang mau”

Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa akses dan kontrol terhadap sarana irigasi pada sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang lebih banyak dipegang dan dikendalikan oleh anggota rumah tangga laki-laki. Sekalipun terdapat kelembagaan yang mengatur sarana irigasi, tetapi kelembagaan tersebut tidak berjalan dengan baik. Sebagian besar buruh tani menggunakan sarana irigasi milik petani dimana dia bekerja (pemilik lahan). Kegiatan pengairan lahan pertanian lebih banyak dikerjakan oleh buruh tani laki- laki sementara buruh tani perempuan lebih banyak dipekerjakan pada kegiatan pemanenan.

Berbeda dengan akses rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang terhadap pasar, Tabel 27 menunjukkan bahwa setiap anggota rumah tangga responden memperoleh akses yang relatif setara dapat dilihat dari proporsi rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan akses terhadap pasar yang relatif sama. Akses setiap anggota rumah tangga buruh tani terhadap pasar diartikan sebagai kemampuan setiap anggota rumah tangga buruh tani untuk menggunakan, menjangkau lokasi dan informasi mengenai pasar. Berikut pernyataan YA, 40 tahun mengenai akses rumah tangga buruh tani terhadap pasar.

“kalau ke pasar, saya geh bisa sendiri ngga perlu nunggu si bapak (suami) tapi kalau sih bapak suka nemenin ke pasar sekalian jualan (dagang). Kadang-kadang anak-anak juga ikutan”

Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa akses terhadap pasar pada sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang dapat dikategorikan setara. Setiap anggota rumah tangga baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan dan kemampuan yang sama untuk menjangkau lokasi maupun informasi mengenai pasar. Kecenderungan di lapangan memperlihatkan bahwa adanya kerja sama antara anggota rumah tangga buruh tani baik laki-laki maupun perempuan untuk mengakses pasar secara bersama-sama.

55 Fakta-fakta mengenai adanya ketimpangan gender dalam hal akses dan kontrol antara anggota rumah tangga buruh tani baik laki-laki maupun perempuan di Desa Cikarawang serupa dengan hasil penelitian Soepriati (2006) yang menunjukkan bahwa terdapat ketimpangan gender pada rumah tangga petani terutama pada pengambilan keputusan (kontrol) terkait produksi usaha tani dan pengelolaan ekonomi rumah tangga yang lebih banyak di dominasi oleh laki-laki (suami).

Hubungan antara Ketimpangan Gender dengan Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani

Tabel 28 memperlihatkan hubungan ketimpangan gender dengan strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Ketimpangan gender diklasifikasi menjadi dua kategori yaitu rumah tangga timpang dan rumah tangga tidak timpang sedangkan strategi bertahan hidup (Tabel 15) diklasifikasi menjadi dua kategori yaitu tinggi dan rendah.

Tabel 28 Jumlah dan persentase responden menurut strategi bertahan hidup dan ketimpangan gender di Desa Cikarawang, 2012

Strategi bertahan hidup Ketimpangan gender Total Rumah tangga tidak timpang Rumah tangga timpang Rendah 6 (75%) 7 (18.9%) 13 (28.9%) Tinggi 2 (25%) 30 (81.1%) 32 (71.1%) Total 8 (100%) 37 (100%) 45 (100%)

Tabel 28 memperlihatkan bahwa ketimpangan gender berhubungan dengan strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Hal ini ditunjukkan dengan sebagian besar rumah tangga timpang masuk ke dalam strategi bertahan hidup dengan kategori tinggi yaitu sebanyak 30 rumah tangga (81.1%) sedangkan sebagian besar rumah tangga tidak timpang masuk ke dalam strategi bertahan hidup dengan kategori rendah yaitu sebanyak 6 rumah tangga (75%). Tabel 28 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan gender cenderung untuk menerapkan strategi bertahan hidup yang lebih banyak daripada rumah tangga yang tidak mengalami ketimpangan gender. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang yang mengalami ketimpangan gender cenderung untuk melakukan usaha-usaha penyesuaian untuk mempertahankan ekonomi rumah tangganya.

56

Pengaruh Ketimpangan Gender terhadap Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani

Pengujian pengaruh ketimpangan gender terhadap strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang dilakukan dengan uji statistik menggunakan analisis regresi linear berganda. Ketimpangan gender dapat diidentifikasi dari adanya ketimpangan akses dan ketimpangan kontrol pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Variabel dependen pada analisis regresi linear berganda ini adalah variabel strategi bertahan hidup sedangkan variabel independen pada analisis regresi linear berganda ini adalah variabel ketimpangan gender yang meliputi ketimpangan akses dan kontrol. Hasil pengujian analisis regresi linear berganda menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut:

Y= 6.130+1.874X1+1.443X2

Persamaan 3 Persamaan regresi antara pengaruh ketimpangan gender (akses dan kontrol) terhadap strategi bertahan hidup rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang, 2012

Keterangan:

Y: Strategi bertahan hidup X1: Ketimpangan akses

X2: Ketimpangan kontrol

Persamaan 3 digunakan untuk meramalkan besarnya nilai variabel strategi bertahan hidup dengan mengetahui nilai konstanta untuk variabel ketimpangan gender yang meliputi ketimpangan akses dan kontrol. Hasil pengujian analisis regresi linear berganda diperoleh koefisien sebesar 1.874 untuk variabel ketimpangan gender dalam akses dan 1.443 untuk variabel ketimpangan gender dalam kontrol. Dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui pengaruh ketimpangan gender dalam akses dan kontrol terhadap strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang dengan melihat nilai signifikansi dari hasil pengujian regresi linear berganda dengan nilai (α) yang ditetapkan adalah 0.05 (5%) sebagai berikut:

Ho: Ketimpangan gender (akses dan kontrol) tidak berpengaruh signifikan

Dokumen terkait