PENGARUH KETIMPANGAN GENDER
TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP RUMAH TANGGA
BURUH TANI MISKIN DI DESA CIKARAWANG
MUHAMMAD SEPTIADI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Ketimpangan Gender terhadap Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani Miskin di Desa Cikarawang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
MUHAMMAD SEPTIADI. Pengaruh Ketimpangan Gender terhadap Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani Miskin di Desa Cikarawang. Dibimbing oleh WINATI WIGNA.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran ketimpangan gender terhadap strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin. Penelitian ini juga menganalisis pengaruh ketimpangan gender terhadap strategi bertahan hidup, pengaruh ketimpangan gender terhadap tingkat kemiskinan dan pengaruh tingkat kemiskinan terhadap strategi bertahan hidup. Subjek yang akan diteliti adalah rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dan didukung oleh data kualitatif. Sampel penelitian adalah setiap individu yang dianggap sebagai kepala rumah tangga dan bekerja sebagai buruh tani di Desa Cikarawang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketimpangan gender berpengaruh signifikan terhadap strategi bertahan hidup, ketimpangan gender berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan, dan tingkat kemiskinan berpengaruh signifikan terhadap strategi bertahan hidup. Kata kunci: gender, ketimpangan, strategi, kemiskinan, bertahan hidup, rumah tangga, buruh tani
ABSTRACT
MUHAMMAD SEPTIADI. The Effect of Gender Inequality in Household Survival Strategies of Poor Agricultural Labourer in Cikarawang. Supervised by WINATI WIGNA.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
PENGARUH KETIMPANGAN GENDER
TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP RUMAH TANGGA
BURUH TANI MISKIN DI DESA CIKARAWANG
MUHAMMAD SEPTIADI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Pengaruh Ketimpangan Gender terhadap Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani Miskin di Desa Cikarawang
Nama : Muhammad Septiadi
NIM : I34090070
Disetujui oleh
Dra Winati Wigna, MDS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “Pengaruh Ketimpangan Gender terhadap Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani Miskin di Desa Cikarawang” sebagai syarat kelulusan pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Penulisan tugas akhir skripsi ini didahului dengan melakukan penelitian lapang yang dilaksanakan sejak bulan September 2012. Skripsi ini bertujuan menelaah peran gender pada implementasi perilaku strategis dalam menghadapi krisis ekonomi (survival strategies) pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang dan faktor apa saja yang berpengaruh pada penerapan perilaku strategis (survival strategies) tersebut serta pengaruhnya terhadap kehidupan rumah tangga buruh tani. Pada rumah tangga buruh tani miskin, terdapat kecenderungan anggota rumah tangga untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian guna mengatasi krisis ekonomi dan mempertahankan level subsistensi rumah tangga. Gender sebagai konstruksi sosial budaya masyarakat memegang peranan penting dalam penerapan perilaku strategis, hal ini tercermin dari keterlibatan perempuan dan laki-laki secara bersama dalam proses menentukan kombinasi perilaku strategis yang akan diterapkan.
Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang mendalam kepada masyarakat Desa Cikarawang khususnya para responden yaitu buruh tani beserta anggota rumah tangga dan aparat desa yang telah membantu terlaksananya penelitian ini. Penulis juga mengucapakan rasa terima kasih dan hormat yang mendalam kepada Dra. Winati Wigna, MDS. selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak masukan, dukungan, dan selalu sabar membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Junaidi, Ibunda Ruaidah, Adinda Dwi Santri Anita dan Adinda Yustika Amanda yang telah memberikan banyak dukungan beserta doanya untuk penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman satu bimbingan skripsi, Femy Amalia yang telah memberikan banyak dukungan dan menjadi teman diskusi penulis. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat penulis (Rizki Utami, Indri Mayang Sari, Chairani, Riani Wijayanti, Nesya Ridzkika), teman-teman penulis selama menempuh pendidikan di IPB, teman-teman B.21-B.22 (Raina, Naadhilah, dll), teman-teman IKAMUSI (Tri, Lisa, Ami, Memel, Misy, Ina, Arin, Reny, Niwayan, Kiki, Dila, Andri, Bebet, Nico, Agung, Ryan, dll), KPM 46 (Denissa, Tami, Tiara P, Agustin, Ratu Sarah, Lidya, Adis, Lulu, Ajeng, Gilang, Dika, Dini, Nina, Firda, Rahma, Linda, Tyas, Rafi, Elbie, Fadil, Anissa), dan teman-teman Akselerasi KPM 46 yang telah memberikan banyak masukan dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.
Semoga tugas akhir skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 4
Konsep Gender 4
Konsep Rumah Tangga Buruh Tani 7
Konsep Kemiskinan 7
Sumber Daya Nafkah Rumah Tangga 12
Strategi Bertahan hidup (Survival Strategies) 13
Kerangka Pemikiran 15
Hipotesis Penelitian 17
Definisi Operasional 18
PENDEKATAN LAPANG 21
Metode Penelitian 21
Lokasi dan Waktu Penelitian 21
Teknik Pengumpulan Data 21
Teknik Pengolahan dan Analisa data 22
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24
Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam 24
Infrastruktur Desa 24
Potensi Sumber daya Manusia 25
Potensi Kelembagaan Sosial, Budaya dan Politik 27
Gambaran Umum Responden 27
PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT
KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI 29
Hubungan antara Ketimpangan Gender dengan Tingkat Kemiskinan
Rumah Tangga Buruh Tani 34
Pengaruh Ketimpangan Gender terhadap Tingkat Kemiskinan Rumah
Tangga Buruh Tani 34
PENGARUH TINGKAT KEMISKINAN TERHADAP STRATEGI
BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI 37
Strategi Bertahan Hidup 37
Hubungan antara Tingkat Kemiskinan dengan Strategi Bertahan Hidup
Rumah Tangga Buruh Tani 44
Pengaruh Tingkat Kemiskinan terhadap Strategi Bertahan Hidup Rumah
Tangga Buruh Tani 45
PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI
BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI 48
Ketimpangan Gender 48
Hubungan antara Ketimpangan Gender dengan Strategi Bertahan Hidup
Rumah Tangga Buruh Tani 55
Pengaruh Ketimpangan Gender terhadap Strategi Bertahan Hidup Rumah
Tangga Buruh Tani 56
SIMPULAN DAN SARAN 58
Simpulan 58
Saran 58
DAFTAR PUSTAKA 60
DAFTAR TABEL
1 Perbedaan jenis kelamin (seks) dan gendera 4 2 Luas dan persentase lahan di Desa Cikarawang menurut jenisnya, 2012a 25
3 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang menurut kelompok
umur dan jenis kelamin, 2012a 25
4 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang menurut tingkat
pendidikan, 2012a 26
5 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang menurut jenis
pekerjaan, 2012a 26
6 Jumlah dan persentase responden menurut kelompok umur di Desa
Cikarawang, 2012 28
7 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan di Desa
Cikarawang, 2012 28
8 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kemiskinan di Desa
Cikarawang, 2012 30
9 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah penghasilan di Desa
Cikarawang, 2012 30
10 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah beban tanggungan di
Desa Cikarawang, 2012 31
11 Jumlah dan persentase responden menurut akumulasi pengeluaran
pangan di Desa Cikarawang, 2012 32
12 Jumlah dan persentase responden menurut status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal di Desa Cikarawang, 2012 33
13 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kemiskinan dan ketimpangan gender di Desa Cikarawang, 2012 34 14 Hasil uji statistik analisis regresi linear berganda pengaruh ketimpangan
gender (akses dan kontrol) terhadap tingkat kemiskinan 35 15 Jumlah dan persentase responden menurut strategi bertahan hidup di
Desa Cikarawang, 2012 38
16 Jumlah dan persentase responden menurut bentuk-bentuk strategi bertahan hidup di Desa Cikarawang, 2012 38 17 Jumlah dan persentase responden menurut strategi modal sosial di Desa
Cikarawang, 2012 39
18 Jumlah dan persentase responden menurut strategi alokasi sumber daya
manusia di Desa Cikarawang, 2012 40
19 Jumlah dan persentase responden menurut strategi basis produksi di
Desa Cikarawang, 2012 41
20 Jumlah dan persentase responden menurut strategi spasial di Desa
Cikarawang, 2012 42
21 Jumlah dan persentase responden menurut strategi finansial di Desa
Cikarawang, 2012 43
22 Jumlah dan persentase responden menurut strategi bertahan hidup dan tingkat kemiskinan di Desa Cikarawang, 2012 44
24 Jumlah dan persentase responden menurut ketimpangan gender di Desa
Cikarawang, 2012 49
25 Jumlah dan persentase responden menurut ketimpangan akses di Desa
Cikarawang, 2012 49
26 Jumlah dan persentase responden menurut ketimpangan kontrol di Desa
Cikarawang, 2012 50
27 Jumlah dan persentase responden menurut akses, kontrol pada sumber
daya nafkah di Desa Cikarawang, 2012 51
28 Jumlah dan persentase responden menurut strategi bertahan hidup dan ketimpangan gender di Desa Cikarawang, 2012 55
29 Hasil uji statistik analisis regresi linear berganda pengaruh ketimpangan gender (akses dan kontrol) terhadap strategi bertahan hidup 56
DAFTAR GAMBAR
1 Lingkaran penyebab kemiskinan 11
2 Pentagon lima sumber daya nafkah dalam rumah tangga 13
3 Kerangka pemikiran 17
DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta lokasi penelitian (Desa Cikarawang) 63
2 Pengolahan data (Uji Statistik) 64
3 Kerangka sampling 67
4 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2012-2013 69
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah kemiskinan di Indonesia merupakan persoalan yang hingga saat ini menyita perhatian banyak pihak. World Bank (1990) menetapkan suatu kelompok masyarakat dikategorikan miskin apabila pendapatan per harinya sama dengan US$2 atau kurang dari angka tersebut. Menurut data BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 29.13 juta jiwa dan hampir 65 persen merupakan penduduk yang bertempat tinggal di pedesaan. Lebih lanjut menurut laporan World Bank yang dikemukakan oleh Sylva dan Bysouth (1992) mayoritas penduduk miskin tinggal di pedesaan dan hidup dari pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk miskin yang tinggal di pedesaan dan bekerja pada sektor pertanian memiliki sejumlah pendapatan yang berada di bawah standar kelayakan hidup.
Pertanian yang sedianya merupakan salah satu sektor andalan perekonomian Indonesia ternyata tidak mampu mengatasi permasalahan kemiskinan ini. Kemampuan sektor pertanian dalam menghasilkan devisa terbesar bagi negara dan kemampuan menyerap banyak tenaga kerja tidak diimbangi dengan pertambahan luas tanah garapan untuk usaha pertanian, sehingga terjadi kenaikan jumlah buruh tani yang sangat cepat dan memberikan tekanan-tekanan yang semakin besar bagi masalah pengangguran.
Problem buruh tani Indonesia di masa modernisasi ini menjadi semakin kompleks. Di satu sisi kebutuhan dan konsumsi akan pangan meningkat tapi di sisi lain, petani tidak dapat memanfaatkan peningkatan konsumsi pangan tersebut. Penerapan sistem pertanian modern pada proses-proses produksi membutuhkan biaya yang tinggi, terlebih lagi hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan harga hasil produksi yang layak di pasar primer pada tingkat petani. Penyebab utamanya adalah keadaan posisi tawar petani yang kurang baik sehingga tidak mampu mengubah kehidupan mereka menjadi lebih sejahtera.
Tantangan-tantangan yang dihadapi buruh tani mendorong mereka untuk menerapkan perilaku strategis yang khusus dan dimaksudkan untuk menghadapi krisis pada rumah tangga mereka. Perilaku strategis adalah tindakan aktif yang terwujud dalam kegiatan khusus yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu dan memerlukan sumber daya (Rappaport 1971; Bennet 1976). Perilaku strategis rumah tangga miskin di pedesaan dalam menghadapi krisis dapat dibedakan ke dalam lima cara: mengatur pola konsumsi pangan, baik kuantitas semakin sedikit maupun kualitas semakin rendah; memanfaatkan jaringan sosial informal; memberdayakan anggota rumah tangga dalam bekerja; diversifikasi sumber pendapatan untuk mengatasi kesulitan ekonomi ataupun krisis yang dihadapi rumah tangga; menggunakan alternatif subsistensi (Scott 1990; Clark 1986).
2
perbedaan jenis kelamin itu sendiri. Begitupun Mead (1949)1 menggambarkan secara ringkas peranan kedua jenis kelamin antara perempuan dan laki-laki dalam pemenuhan bahan makanan. Peranan perempuan dalam pembagian kerja pada rumah tangga selama ini kurang diperhitungkan. Mereka hanya diandalkan pada kegiatan-kegiatan domestik saja dan terkadang tidak dilibatkan dalam proses-proses pengambilan keputusan rumah tangga. Strategi-strategi buruh tani tidak terbatas hanya pada pembagian peran dan kerja pada rumah tangga saja, tetapi mereka juga melakukan usaha-usaha diversifikasi aktivitas ekonomi pada sektor non-pertanian. Para buruh tani di desa melakukan “migrasi temporer”, ketika musim paceklik mereka pergi ke kota, mencari uang dan menabung yang nantinya uang tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dan penelitian-penelitian sebelumnya, maka peranan gender merupakan hal yang sangat menarik untuk dikaji karena berpengaruh dalam menentukan strategi bertahan hidup yang ditempuh rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang.
Desa Cikarawang2 merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27 km2. Sebagian besar wilayah Desa Cikarawang merupakan areal persawahan dan perkebunan. Areal persawahan di Desa Cikarawang meliputi lahan seluas 1.95 km2 atau lebih kurang 70 persen. Areal persawahan ini ditanami dengan tanaman padi dan palawija. Data monografi Desa Cikarawang pada tahun 2009 menunjukkan bahwa terdapat 20.1 persen penduduk yang bekerja sebagai petani dan buruh tani. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penduduk perempuan di desa ini memiliki peranan yang lebih sedikit dalam pekerjaan publik dibandingkan dengan penduduk laki-laki di semua sektor mata pencaharian khususnya pertanian.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan terdapat hubungan yang sangat erat antara pengaruh ketimpangan gender dalam menentukan strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin, maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang dapat diangkat dalam topik penelitian mengenai pengaruh ketimpangan gender dalam strategi bertahan hidup rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang, yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh ketimpangan gender terhadap tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang?
2. Bagaimana pengaruh tingkat kemiskinan terhadap strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang? 3. Bagaimana pengaruh ketimpangan gender terhadap strategi bertahan
hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang?
1
Diambil dari bukuMale and Female (1949). Mead, Margareth. New York: William Morrow and Company, Inc.
2
3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian yang telah dikemukakan, disusunlah beberapa tujuan penelitian guna menjawab rumusan masalah dan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Menganalisis pengaruh ketimpangan gender terhadap tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang
2. Menganalisis pengaruh tingkat kemiskinan terhadap strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang
3. Menganalisis pengaruh ketimpangan gender terhadap strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh ketimpangan gender dalam penerapan strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang. Penelitian ini juga berguna untuk:
1. Menambah wawasan serta ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam mengkaji secara ilmiah mengenai pengaruh gender dalam penerapan strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin Desa Cikarawang.
2. Menambah literatur bagi kalangan akademisi dalam mengkaji pengaruh gender dalam penerapan strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Gender
Perbedaan Gender dan Jenis Kelamin
Menurut Handayani dan Sugiarti (2008), gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum tertentu baik laki-laki maupun perempuan sebagai hasil dari konstruksi sosial dan budaya. Perbedaan sifat pada kaum laki-laki dan perempuan tersebut menimbulkan perbedaan fungsi, peran, dan kedudukan dalam berbagai bidang kehidupan. Perbedaan gender yang dikonstruksikan secara turun temurun menjadikan perempuan memiliki fungsi, peran, dan kedudukan yang berbeda dengan laki-laki. Hal ini berkaitan dengan faktor-faktor sosial, geografis dan kebudayaan pada masyarakat. Perbedaan gender ini berhubungan dengan sifat fisik yang dimiliki oleh masing-masing. Pada laki-laki yang mempunyai ciri-ciri fisik seperti memiliki penis, suara besar, berkumis, dada datar, otot yang besar, jakun, sehingga diidentikan sebagai sosok yang kuat, agresif dan rasional. Pada perempuan yang mempunyai ciri-ciri fisik seperti memiliki rahim, suara yang bening, dada yang menonjol, pinggul yang lebih lebar sehingga diidentikan sebagai sosok yang lemah, kurang agresif, subjektif dan lebih emosional.
Pengertian gender berbeda dengan seks (jenis kelamin). Fakih dalam Hasanudin (2009) mengemukakan bahwa pembagian jenis kelamin (seks) ditentukan oleh organ biologis yang melekat secara permanen dan fungsinya tidak dapat dipertukarkan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan pada bagian anatomi dan genital eksternal antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan antara jenis kelamin (seks) dan gender secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perbedaan jenis kelamin (seks) dan gendera
Karakteristik Jenis Kelamin (Seks) Gender Sumber Pembeda Tuhan Manusia (Masyarakat)
Visi, misi Kebiasaan Kesetaraan
Unsur Pembeda Biologis (alat reproduksi) Sosiologis (Tingkah Laku) Sifat Kodrat, tertentu, tidak
dapat dipertukarkan
Harkat, martabat, dapat dipertukarkan
Dampak Terciptanya nilai-nilai
(kesempurnaan,
kenikmatan, kedamaian) sehingga menguntungkan kedua belah pihak
Terciptanya norma-norma atau ketentuan tentang kepantasan, seringkali merugikan salah satu pihak dan biasanya adalah perempuan
Keberlakuan Sepanjang masa, dimana saja, tidak mengenal
pembedaan kelas
Dapat berubah, musiman dan berbeda antar kelas a
5
Peranan Gender
Pendapat Moser seperti yang dikutip dalam Mugniesyah (2007) mengemukakan tiga kategori peranan gender, yaitu:
1. Peranan produktif, yaitu peranan yang dikerjakan oleh laki-laki dan perempuan untuk memperoleh upah, bayaran secara tunai atau sejenisnya. Kegiatan di dalamnya meliputi produksi pasar dengan suatu nilai tukar, produksi rumah tangga subsisten dengan suatu nilai guna dan juga suatu nilai tukar potensial. Contohnya adalah aktivitas bekerja baik pada sektor formal maupun informal.
2. Peranan reproduktif, yaitu peranan yang berhubungan dengan tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan keluarga. Contohnya adalah aktivitas melahirkan, memelihara, mengasuh anak, mengambil air, memasak, mencuci, membersihkan rumah, menjahit baju dan lain sebagainya.
3. Peranan pengelolaan masyarakat dan politik, dibedakan ke dalam dua kategori berikut:
a. Peranan pengelolaan masyarakat (kegiatan sosial) yang mencakup semua aktivitas yang dilakukan pada tingkat komunitas sebagai kepanjangan peranan reproduktif, bersifat sukarela dan tanpa upah. b. Peranan pengelolaan politik (kegiatan politik) yang mencakup
peranan yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik, biasanya dibayar dan meningkatkan kekuasaan atau status.
Perbedaan fungsi, peran dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan menyebabkan timbulnya ketimpangan gender. Mitos-mitos dan kepercayaan yang selama ini ada di masyarakat menunjukkan adanya dominasi laki-laki atas perempuan dalam rumah tangga. Dominasi kaum laki-laki ini memunculkan budaya patriarki, yaitu konsep bahwa laki-laki memegang kekuasaan atas semua peran penting yang ada pada masyarakat baik dalam pendidikan, pekerjaan, pemerintahan, agama dan lain sebagainya. Pada akhirnya ketimpangan gender tersebut menjadi suatu kebiasaan dan dianggap merupakan suatu kodrat yang diterima masyarakat secara umum.
6
Teknik Analisis Gender
Perbedaan peran gender antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat yang mengarah pada praktik ketimpangan gender dapat diidentifikasi dengan melihat keterlibatan peran antara laki-laki dan perempuan dalam aktivitas, akses dan kontrol dalam rumah tangga. Menurut Handayani dan Sugiarti (2002), teknik analisis gender dapat mengidentifikasi berbagai kesenjangan maupun isu gender yang terjadi dalam masyarakat dan lingkungannya. Analisis gender tidak hanya melihat peran dan aktivitas, akan tetapi mencakup hubungan dalam hal “siapa mengerjakan apa, siapa yang membuat keputusan, siapa yang membuat keuntungan dan siapa yang menggunakan sumber daya”.
Gender framework analysis technic atau yang lebih dikenal dengan teknik analisis Harvard merupakan salah satu teknik analisis gender dengan melihat profil gender suatu kelompok sosial melalui interrelasi antara tiga komponen, yaitu profil aktivitas, profil akses dan profil kontrol (Overholt et al. dalam Handayani dan Sugiarti 2008)
1. Profil aktivitas merujuk pada pembagian kerja (peran) gender yang meliputi peran produktif, reproduktif dan sosial-politik-keagamaan.
2. Profil akses merujuk pada peluang atau kesempatan laki-laki maupun perempuan untuk memperoleh atau menikmati sumber daya produktif. 3. Profil kontrol merujuk pada kekuasaan laki-laki maupun perempuan
untuk mengambil keputusan terkait kendali terhadap sumber daya dan manfaat.
Akses dan Kontrol
Pengertian akses menunjuk pada kesempatan atau peluang yang bisa diraih oleh individu untuk memperoleh beragam sumber daya, seperti memperoleh informasi, pendidikan, modal (kredit), teknologi dan kesempatan berusaha, bekerja dan lain-lain. Pengertian kontrol menunjuk pada aspek kekuasaan (pengaruh) yang dimiliki seseorang untuk menentukan segala sesuatu yang menyangkut berbagai kepentingan termasuk memperoleh beragam sumber daya bagi dirinya. (Nuraeni dalam Meliala 2006)
Handayani dan Sugiarti (2008) mengemukakan akses dan kontrol terhadap sumber daya dalam keluarga maupun masyarakat umumnya dapat dilihat dari profil peluang dan penguasaan terhadap sumber daya dan manfaat. Akses yang dimaksud adalah kesempatan untuk menggunakan sumber daya ataupun hasilnya tanpa memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dari hasil sumber daya tersebut atau diartikan bahwa seseorang yang mempunyai akses belum tentu selalu mempunyai kontrol. Pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga sangat berguna untuk mengidentifikasi bagaimana struktur kekuasaan dalam rumah tangga.
7 Sajogyo (1981) mengemukakan bahwa pola pengambilan keputusan atau kontrol dalam rumah tangga dapat digolongkan menjadi lima kategori:
1. Keputusan dibuat oleh perempuan seorang diri tanpa melibatkan laki-laki (isteri).
2. Keputusan dibuat bersama oleh laki-laki dan perempuan tetapi pengaruh isteri lebih besar (isteri).
3. Keputusan dibuat bersama (setara).
4. Keputusan dibuat bersama oleh laki-laki dan perempuan tetapi pengaruh suami lebih besar (suami).
5. Keputusan dibuat oleh laki-laki seorang diri tanpa melibatkan perempuan (suami).
Konsep Rumah Tangga Buruh Tani
Terdapat berbagai macam definisi mengenai konsep rumah tangga petani dan buruh tani yang ada saat ini. Menurut Nurhilailah dalam Pratiwi (2007) rumah tangga pertanian didefinisikan sebagai rumah tangga yang sekurang-kurangnya satu anggota rumah tangganya melakukan kegiatan bertani atau berkebun, menanam tanaman kayu-kayuan, beternak ikan, melakukan perburuan atau penangkapan satwa liar, mengusahakan ternak atau unggas, atau berusaha dalam jasa pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual atau untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan atas resiko sendiri.
Sajogyo (1981) mendefinisikan petani kecil sebagai rumah tangga yang mengusahakan lahan pertanian kurang dari 0.50 ha. Data Survei Pertanian tahun 2003 menyebutkan bahwa 57 persen petani kecil di Indonesia memiliki lahan seluas kurang dari 0.50 ha atau tanpa lahan. Petani kecil dapat dikelompokkan menjadi dua tipe yaitu:
1. Petani kecil dalam pengertian petani dengan luas tanah garapan kurang dari 0.50 ha, yang memanfaatkan lahan kosong di pinggiran atau tanah tepian sekitar kawasan perumahan yang terletak di wilayah tertentu, baik melalui sewa atau sekedar izin dari pemilik tanah, atau pun memanfaatkan lahan kosong tanpa izin dari pemilik tanah.
2. Buruh tani yang diupah oleh petani untuk mengusahakan lahan kosong petani pemilik lahan yang terletak di wilayah tertentu.
Berdasarkan definisi ahli dan peneliti yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa rumah tangga buruh tani adalah rumah tangga yang sekurang-kurangnya salah satu anggota rumah tangganya bekerja sebagai buruh tani, yaitu orang yang diupah oleh petani pemilik lahan untuk mengusahakan lahan pertaniannya dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan.
Konsep Kemiskinan
8
Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia dan Badan Penelitian SMERU 3 menggambarkan secara sederhana berbagai dimensi mengenai kemiskinan sebagai berikut:
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar, seperti pangan, sandang, dan papan.
2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya, seperti masalah kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi. 3. Tidak adanya jaminan masa depan karena tiadanya investasi untuk
pendidikan dan keluarga.
4. Kerentanan terhadap berbagai goncangan, baik individual maupun komunal.
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan sumber daya alam. 6. Tidak dilibatkan dalam kegiatan sosial masyarakat.
7. Tidak adanya akses terhadap lapangan pekerjaan dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial seperti anak terlantar, janda miskin, dan kelompok masyarakat marjinal lainnya.
Konsep kemiskinan dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu konsep kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.
1. Kemiskinan absolut adalah suatu kondisi seseorang yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimum sehari-harinya termasuk kebutuhan sandang, pangan, papan dan pendidikan. Kemiskinan absolut diukur dengan standar tertentu yang berlaku sama pada setiap masyarakat (Lorenzo dan Liberati 2005)4.
2. Kemiskinan relatif adalah suatu kondisi seseorang yang mungkin telah hidup di atas garis kemiskinan tetapi masih berada di bawah taraf hidup masyarakat sekitarnya. Kemiskinan relatif diukur dari perbandingan antara tingkat pendapatan antara kelompok yang mungkin berada di atas garis kemiskinan dan kelompok yang lebih kaya (Pudjirahaju 1999)5. Sudharyanto (2009) mengemukakan bahwa faktor-faktor penyebab kemiskinan secara umum antara lain:
1. Kualitas sumber daya alam yang rendah dan rentan terhadap gangguan eksternal (geographical trap), ditandai dengan kualitas sumber daya alam yang rendah sehingga produktivitas pertanian dan pendapatan petani menjadi rendah.
2. Kebijakan pembangunan ekonomi yang belum memberikan prioritas pada wilayah miskin, ditandai dengan rendahnya intensitas kegiatan ekonomi untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada karena kebijakan pembangunan ekonomi yang belum sepenuhnya mendayagunakan sumber daya alam lokal.
3. Keterbatasan infrastruktur, ditandai dengan rendahnya kualitas infrastruktur sehingga berdampak pada rendahnya produktivitas dan
3
Diambil dari dokumen Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia dan Badan Penelitian SMERU
4
Diambil dari buku Gold Standard dan Indikator Garis Kemiskinan Rumah Tangga Petani di Subang oleh Nani Sufiani Suhanda, Leily Amalia, Dadang Sukandar dan Khairunisa (2009)
5
9 kualitas produk pertanian, akses penduduk miskin terhadap peluang kegiatan ekonomi, akses penduduk miskin terhadap berbagai pelayanan publik.
4. Terbatasnya akses terhadap aset produktif, terutama lahan pertanian ditandai dengan rendahnya persentase kepemilikan lahan dan aset modal pada petani kecil dan buruh tani.
5. Tersisihkan karena aspek gender, etnis, dan cacat, ditandai dengan adanya kelompok masyarakat tertentu yang tidak dapat mengakses kegiatan ekonomi produktif.
6. Rendahnya kapasitas sumber daya manusia (SDM), ditandai dengan rendahnya tingkat pendidikan yang berdampak pada produktivitas pertanian, akses terhadap kesempatan kerja, kredit dan berbagai pelayanan publik.
Indikator dan Garis Kemiskinan
Dalam mengukur tingkat kemiskinan suatu kelompok masyarakat diperlukan indikator-indikator tertentu yang telah teruji validitasnya. Indikator yang sering digunakan dalam mengukur suatu tingkat kemiskinan biasanya didasarkan pada (a) konsep produksi yang didasarkan pada perkiraan hasil-hasil produksi usaha tani, (b) konsep pendapatan yang didasarkan pada penerimaan masyarakat berupa upah, gaji maupun sewa, (c) konsep pengeluaran yang didasarkan pada inventarisasi pengeluaran pada rumah tangga, (d) konsep alokasi merujuk pada alokasi produk pada suatu rumah tangga berupa proporsi secara keseluruhan.
Beberapa garis kemiskinan absolut yang sering digunakan adalah:
1. Garis kemiskinan menurut World Bank6 yang ditetapkan pada tahun 1990. Suatu kelompok masyarakat dikategorikan miskin apabila pendapatan per harinya kurang dari US$50 per bulan (Daerah Pedesaan), kurang dari US$75 per bulan (Daerah Perkotaan).
2. Garis kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS)7 yang menetapkan kriteria rumah tangga miskin berdasarkan jumlah uang (rupiah) yang dibelanjakan untuk kebutuhan minimum pangan dan non-pangan per kapita per bulan. Komoditas pangan yang dipilih terdiri dari 52 jenis dan non-pangan terdiri dari 27 jenis untuk daerah perkotaan dan 26 jenis untuk daerah pedesaan
3. Garis kemiskinan Prof. Dr. Sajogyo8 yang mengkonversikan seluruh pengeluaran pangan maupun non-pangan ke dalam bentuk pengeluaran beras selama satu bulan pada masyarakat di daerah perkotaan maupun pedesaan. Sajogyo membedakan tingkat kecukupan beras untuk daerah perkotaan dan pedesaan sebagai berikut:
a. Daerah pedesaan
1) Sangat miskin sekali, apabila pengeluaran beras ekuivalen setiap individu dalam satu tahun kurang dari 180 kg.
6
Diambil dari situs web http://mamujukab.bps.go.id/index.php/blokberita/159-kemiskinan 7 Diambil dari situs web http://www.bps.go.id/getfile.php?news=901
8
10
2) Sangat miskin, apabila pengeluaran beras ekuivalen setiap individu dalam satu tahun di atas 180 kg hingga 240 kg.
3) Miskin, apabila pengeluaran beras ekuivalen setiap individu dalam satu tahun di atas 240 kg hingga 320 kg.
b. Daerah perkotaan
1) Sangat miskin sekali, apabila pengeluaran beras ekuivalen setiap individu dalam satu tahun kurang dari 270 kg.
2) Sangat miskin, apabila pengeluaran beras ekuivalen setiap individu dalam satu tahun di atas 270 kg hingga 360 kg.
3) Miskin, apabila pengeluaran beras ekuivalen setiap individu dalam satu tahun di atas 360 kg hingga 480 kg.
Ketiga garis kemiskinan tersebut muncul karena ada beberapa faktor-faktor penyebab suatu kelompok masyarakat berada dalam kondisi miskin. Susanto (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa pendekatan untuk memahami fenomena kemiskinan sebagai berikut.
Pendekatan pertama melalui 3 teori (mazhab) yaitu teori dualisme-difusionis, teori kolonialisme-internal dan teori pembangunan tidak seimbang (unbalanced development). Teori dualisme-difusionis pada dasarnya melihat adanya perbedaan antara pusat dan pinggiran (perkotaan dan pedesaan). Menurut teori ini, masyarakat pedesaan yang masih memiliki kultur tradisional dianggap sebagai penyebab terjadinya kemiskinan karena mereka cenderung berpegang erat dengan nilai-nilai lokal dan mengabaikan perubahan-perubahan pada masyarakat modern yang lebih progresif. Teori kolonialisme-internal menyatakan bahwa kesenjangan dsitribusi kekuasaan dan kepentingan pusat menyebabkan timbulnya ketidakmerataan distribusi akses pada sumber daya modal, pasar maupun informasi diduga sebagai penyebab kemiskinan. Teori pembangunan tidak seimbang (unbalanced development) melihat adanya kesenjangan penguasaan terhadap pusat-pusat kegiatan yang berujung pada kesenjangan distribusi kekayaan antar kelas masyarakat dan menimbulkan ketergantungan daerah pinggiran pada daerah pusat yang menjadi penyebab timbulnya kemiskinan.
Pendekatan kedua melihat aspek kemiskinan yang didasarkan pada sisi ekonomi, politik dan sosial budaya. Pada sisi ekonomi, untuk memahami terjadinya proses kemiskinan, kita perlu memperhatikan faktor apa saja yang diduga telah mempengaruhi kegiatan sosial ekonomi suatu masyarakat yang kemudian akan mempengaruhi kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan dasar. Pada sisi politik, kemiskinan dilihat sebagai suatu hal yang berkaitan dengan masalah distribusi kekuasaan, kepentingan dan alokasi sumber daya (akses). Pada sisi sosial budaya, kemiskinan dipandang sebagai suatu budaya atau cara yang dipakai oleh orang miskin untuk beradaptasi pada posisi mereka yang marjinal dalam masyarakat dan diturunkan dari generasi ke generasi.
11
Sumber: Susanto (2006)
Gambar 1 Lingkaran penyebab kemiskinan
Ketiga pendekatan tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua dimensi dalam melihat sebab-sebab terjadinya kemiskinan, yaitu dimensi kultural dan struktural.
Dimensi kultural yang dikemukakan oleh Oscar Lewis mengatakan bahwa kemiskinan muncul karena adanya “budaya kemiskinan” pada masyarakat tersebut. Budaya kemiskinan ini berkaitan erat dengan struktur kebudayaan, hubungan interpersonal, kebiasaan-kebiasaan, sistem-sistem nilai, dan orientasi terhadap masa depan yang diwariskan secara turun-temurun. Secara umum, terdapat empat aspek dalam budaya kemiskinan yaitu, (a) sifat kemasyarakatan kaum miskin (b) sifat keluarga dan sikap-sikap (c) nilai-nilai, dan (d) karakter individual. Keempat aspek dalam budaya kemiskinan ini berpengaruh pada pola tingkah laku dan mindset yang tertanam dalam kelompok masyarakat miskin sehingga mereka merasa nyaman dengan kehidupan mereka sebagai “orang miskin”.
Dimensi struktural lebih melihat adanya pengaruh faktor eksternal yang memberikan tekanan kepada seseorang maupun sekelompok orang dan membuatnya menjadi tidak berdaya (miskin). Pola ini dapat dilihat pada hubungan patron-klien yang eksploitatif antara petani pemilik lahan dan penggarap.
Berdasarkan survey BPS9, terdapat 14 kriteria untuk menentukan suatu keluarga atau rumah tangga tergolong miskin, yaitu:
1. Luas bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah atau bambu atau kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu atau rumbia atau kayu berkualitas
rendah atau tembok tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar atau bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur atau mata air tidak terlindung atau sungai atau air hujan.
9
Diambil dari situs web http://www.dinsos.pemda-diy.go.id/index.php?option=content&task=view&id= 118&Itemid=46
Kemiskinan Kelemahan Fisik
Kerentanan Ketidakberdayaan
12
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar atau arang atau minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging atau susu atau ayam satu kali dalam seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10.Hanya sanggup makan hanya satu atau dua kali dalam sehari.
11.Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas atau poliklinik. 12.Sumber penghasilan kepala keluarga adalah petani dengan luas lahan 500 m2,
buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp600 000 (enam ratus ribu rupiah) per bulan.
13.Pendidikan tertinggi kepala keluarga: tidak bersekolah atau tidak tamat SD atau hanya SD.
14.Tidak memiliki tabungan atau barang yang mudah dijual dengan nilai
minimal Rp500 000 (lima ratus ribu rupiah), seperti sepeda motor kredit atau non-kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
Kemiskinan Rumah Tangga Buruh Tani
Konsep kemiskinan pada rumah tangga buruh tani dapat dilihat dari keterbatasan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan terkait dengan sandang, pangan dan papan. Rusastra dan Napitupulu dalam Sudharyanto (2009) mengemukakan bahwa rumah tangga miskin di pedesaan memiliki karakteristik sebagai berikut: memiliki jumlah anak yang banyak; pekerjaan utama di sektor pertanian; pendidikan sebagian besar tidak tamat SD; sebagian besar pengeluaran rumah tangga untuk pangan; dan memiliki tingkat pelayanan kesehatan yang rendah.
Karakteristik sosial ekonomi yang dimiliki oleh rumah tangga buruh tani miskin dapat menunjukkan tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani. Tingkat kemiskinan yang dimaksud adalah penggolongan rumah tangga buruh tani ke dalam beberapa strata untuk menunjukkan “seberapa miskin” rumah tangga tersebut. Tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani ini berkorelasi secara positif dengan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan pada rumah tangga buruh tani.
Sumber Daya Nafkah Rumah Tangga
Sumber daya nafkah (livelihood capital) dapat berarti anugrah atau sokongan dari berbagai macam sumber daya seperti sumber daya alam (natural capital) yang ada untuk dapat hidup. Sumber daya nafkah juga dapat berupa kemampuan material (physical capital), kemampuan finansial (financial capital), kemampuan dari tiap anggota keluarga atau pengalaman (human capital), dan relasi atau hubungan dengan komunitas yang ada disekitarnya (social capital) (Fine dalam Muta’ali 2012).
13
Sumber: Development of international development dalam Muta’ali (2012) Gambar 2 Pentagon lima sumber daya nafkah dalam rumah tangga
Darwis (2004) mengemukakan bahwa ketika rumah tangga tidak mampu mengakses dan memperoleh manfaat dari sumber daya nafkah (livelihood assets) maka hal ini dapat menjadi faktor-faktor penyebab munculnya kemiskinan pada rumah tangga buruh tani. Faktor internal yang menyebabkan munculnya kemiskinan pada rumah tangga buruh tani adalah sebagai berikut:
1. Sumber daya manusia (karakteristik umur dan pendidikan formal, dan keterampilan individu dalam rumah tangga).
2. Sumber daya fisik (status kepemilikan lahan pertanian dan rumah tinggal). Faktor eksternal yang menyebabakan munculnya kemiskinan pada rumah tangga buruh tani adalah sebagai berikut:
1. Potensi atau keadaan wilayah, (karakteristik alam). 2. Sarana atau prasarana, (fasilitas-fasilitas).
3. Kelembagaan, (kelompok, instansi dan lembaga pemerintah desa). 4. Aksesibilitas terhadap faktor produksi, (lahan, tenaga kerja, teknologi). 5. Aksesibilitas terhadap faktor ekonomi lain, (iklim, musim).
6. Aksesibilitas terhadap sumber daya modal, (peminjaman modal). 7. Aksesibilitas terhadap pasar. (lokasi pasar).
Strategi Bertahan hidup (Survival Strategies)
14
Berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh Benjamin White (1980) seperti yang dikutip dalam Dharmawan (2001), dalam konteks rumah tangga dan komunitas, strategi penghidupan yang dilakukan dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu strategi bertahan hidup (survival strategies), mempertahankan kondisi mata pencaharian yang dimiliki dengan derajat hidup yang sangat adaptif yang biasanya dipakai pada petani kecil dan buruh tani, strategi konsolidasi (consolidation strategies), memantapkan kondisi mata pencaharian yang dimiliki dengan derajat hidup yang responsif biasanya dipakai pada petani menengah (pemilik lahan kecil), dan strategi akumulasi (accumulation strategies), melipatgandakan surplus kondisi penghidupan yang dimiliki dengan derajat hidup yang ekspansif yang biasanya dipakai pada petani kelas atas (pemilik lahan yang luas).
UNDP (2001) membagi strategi bertahan hidup rumah tangga menjadi dua strategi, yaitu strategi jangka pendek dan strategi jangka panjang. Strategi jangka panjang sering dikenal dengan sebutan strategi reproduksi (reproduction strategy) mencakup sejumlah aktivitas yang terdiri dari aktifitas ekonomi dan non ekonomi ditujukan untuk menjamin kelangsungan reproduksi jangka panjang dan kesejahteraan rumah tangga dan anggotanya. Strategi jangka pendek yang dikenal dengan sebutan survival coping strategy (strategi survival atau coping) merupakan respon jangka pendek terhadap goncangan dan krisis ekonomi yang terjadi. Strategi ini diadopsi untuk mengatasi goncangan ekonomi baik yang terduga maupun yang tidak terduga.
Scott (1990) dan Clark (1986) menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan kelompok miskin guna mempertahankan hidupnya: (a) mereka dapat mengikat sabuk lebih kencang dengan mengurangi frekuensi makan dan beralih ke makanan yang mutunya lebih rendah; (b) diversifikasi sumber pendapatan untuk mengatasi kesulitan ekonomi ataupun krisis yang dihadapi rumah tangga yang mencakup kegiatan-kegiatan seperti berjualan kecil-kecilan, bekerja sebagai tukang, buruh lepas atau berimigrasi; (c) menggunakan jaringan sosial yang berfungsi sebagai peredam kejut selama masa krisis ekonomi; (d) memberdayakan anggota rumah tangga dalam bekerja; (e) menggunakan alternatif subsistensi.
15 bantuan; bekerja lebih banyak dengan lebih sedikit makan, yang berarti meminimalkan konsumsi dan bahan-bahan pokok lainnya; dan meninggalkan tempat yang selama ini ditempati dalam arti berimigrasi.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh berbagai ahli sebelumnya, maka strategi bertahan hidup pada rumah tangga miskin dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. modal sosial yang meliputi pembentukan jaringan sosial informal (meminjam uang kepada tetangga, berhutang ke warung);
2. alokasi sumber daya manusia yang meliputi pemberdayaan tenaga kerja rumah tangga (anggota rumah tangga ikut bekerja, penambahan jam kerja);
3. basis produksi yang meliputi usaha diversifikasi sumber pendapatan (ekstensifikasi dan intensifikasi usaha pertanian);
4. spasial yang meliputi migrasi temporer (usaha non-pertanian); dan 5. finansial yang meliputi penghematan (pengurangan kuantitas maupun
kualitas bahan makanan, menjual barang dan tabungan).
Tujuan penggunaan beragam strategi bertahan hidup ini berhubungan erat dengan adanya ketimpangan gender yang terwujud pada faktor-faktor penyebab munculnya kemiskinan pada rumah tangga buruh tani. Munculnya perilaku strategis dalam menghadapi krisis pada rumah tangga buruh tani dilatarbelakangi oleh kemiskinan yang memaksa mereka untuk keluar dari keadaan tersebut. Faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan dan karakteristik sosial ekonomi rumah tangga buruh tani merupakan hal-hal yang mendorong suatu rumah tangga melakukan survival strategies.
Kerangka Pemikiran
Adanya ketimpangan gender terutama dalam hal akses dan kontrol terhadap berbagai sumber daya nafkah pada rumah tangga buruh tani mendorong mereka berada pada kondisi miskin. Ketidakmampuan rumah tangga dalam memanfaatkan sumber daya nafkah (livelihood assets) tersebut menjadi faktor penyebab kemiskinan pada rumah tangga buruh tani. Faktor-faktor penyebab kemiskinan pada rumah tangga buruh tani diantaranya adalah sumber daya manusia, sumber daya fisik, sarana atau prasarana umum, kelembagaan, aksesibilitas terhadap faktor produksi, ekonomi, sumber daya modal, dan pasar.
16
ketidakmampuan mereka mengakses sumber daya pendidikan mengakibatkan ketidakmampuan mereka dalam memperoleh pekerjaan yang layak. Faktor sumber daya fisik meliputi status kepemilikan lahan dan rumah tinggal anggota rumah tangga, ketidakmampuan mereka dalam memperoleh pekerjaan yang layak dan sempitnya lahan pertanian yang dapat mereka garap menyebabkan sedikitnya sumber pendapatan yang dapat mereka usahakan sehingga rumah tangga berada dalam kondisi miskin.
Potensi atau keadaan wilayah diduga turut menyebabkan munculnya kemiskinan pada rumah tangga buruh tani, ketika rumah tangga berada di wilayah yang memiliki sumber daya alam terbatas maka mereka tidak dapat mengusahakan kegiatan perekonomian lain guna mencukupi kebutuhan hidup anggota rumah tangganya. Faktor sarana atau prasarana, kelembagaan meliputi sarana irigasi untuk areal persawahan dan lembaga-lembaga yang mendukung berkembangnya usaha tani. Aksesibilitas terhadap faktor produksi, ekonomi, modal dan pasar juga diduga turut berperan serta dalam mendorong rumah tangga buruh tani berada dalam keadaan miskin, seperti penggunaan teknologi yang masih tradisional, iklim dan musim yang tidak menentu, susahnya memperoleh pinjaman modal dan jauhnya lokasi pasar. Faktor-faktor di atas menyebabkan munculnya ketimpangan pendapatan yang sangat besar antara petani kaya dengan petani miskin yang kebanyakan adalah buruh tani.Faktor-faktor penyebab kemiskinan mendorong rumah tangga buruh tani berada pada tingkat kemiskinan tertentu yang dapat diidentifikasi melalui karakteristik sosial ekonomi rumah tangga miskin, seperti jumlah penghasilan, jumlah tanggungan rumah tangga, jumlah pengeluaran pangan, dan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal.
17
Gambar 3 Kerangka pemikiran Pengaruh Ketimpangan Gender dalam Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani Miskin di Desa Cikarawang
Keterangan:
: Berpengaruh : Tidak dianalisis
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran yang diajukan, maka dapat ditarik beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Diduga ketimpangan gender berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang;
2. Diduga tingkat kemiskinan rumah tangga buruh tani berpengaruh terhadap penerapan (jumlah) strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang; dan
3. Diduga ketimpangan gender berpengaruh terhadap penerapan (jumlah) strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang.
Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Buruh Tani:
• Jumlah penghasilan
• Jumlah tanggungan rumah tangga • Pengeluaran pangan
• Status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal
Strategi Bertahan Hidup
(Survival Strategies) Rumah Tangga Buruh Tani: • Modal Sosial • Alokasi SDM • Basis Produksi • Spasial • Finansial Ketimpangan Gender (Akses dan
Kontrol) dalam Memperoleh Sumber daya Nafkah pada Rumah
Tangga Buruh Tani: • Sumber daya manusia (pendidikan formal dan keterampilan)
• Sumber daya fisik (status kepemilikan lahan pertanian) • Sarana atau prasarana,
(fasilitas-fasilitas umum) • Kelembagaan, (kelompok,
instansi dan lembaga pemerintah desa)
18
Definisi Operasional
Berikut adalah definisi operasional dari berbagai variabel yang dianalisis: 1. Ketimpangan Gender adalah perbedaan peran dan posisi antara laki-laki
dan perempuan yang dapat diukur dari akses dan kontrol mereka dalam rumah tangga. Akses adalah keterlibatan responden dalam mengakses berbagai sumber daya produktif dapat diukur dari kepemilikan dan penggunaan berbagai sumber daya produktif dalam rumah tangga. Kontrol adalah kemampuan responden untuk mengambil keputusan terkait kendali terhadap sumber daya dan manfaat dapat diukur dari penentuan alokasi terhadap berbagai sumber daya produktif dalam rumah tangga. Terdapat ketimpangan gender pada berbagai sumber daya nafkah (livelihood assets) sebagai berikut:
a) Sumber daya manusia adalah hal-hal yang berkenaan dengan diri responden, dapat diukur dari jenjang pendidikan formal dan kursus keterampilan terakhir yang dapat diikuti responden.
b) Sumber daya fisik adalah hal-hal yang berkenaan dengan aspek perbendaan yang dimiliki maupun dikuasai responden, dapat diukur dari status kepemilikan lahan pertanian.
c) Sarana atau prasarana adalah aset fisik yang ada di lingkungan individu dan dapat menunjang aktivitas ekonomi rumah tangga, dapat diukur dari status kepemilikan sarana atau prasarana pertanian seperti irigasi.
d) Kelembagaan adalah kelompok maupun instansi yang ada di lingkungan individu dan dapat menunjang aktivitas ekonomi rumah tangga, dapat diukur dari kelembagaan (kelompok tani, pemerintah desa, PKK, karang taruna) yang dapat diikuti responden.
e) Aksesibilitas terhadap faktor produksi adalah hal-hal yang mendukung proses produksi pertanian, dapat diukur dari:
(i) Lahan adalah sejumlah luas lahan di luar hak milik responden tetapi dapat digarap responden.
(ii) Tenaga kerja adalah individu yang dipekerjakan responden dalam proses produksi pertanian.
(iii) Modal adalah sejumlah uang yang dapat dimanfaatkan oleh responden untuk menunjang proses produksi pertanian.
(iv) Pasar adalah tempat responden melakukan transaksi jual beli hasil produksi pertanian.
Dalam mengukur ketimpangan gender terhadap sumber daya nafkah pada rumah tangga digunakan pernyataan-pernyataan terkait akses dan kontrol anggota rumah tangga (laki-laki dan perempuan) terhadap sumber daya nafkah. Berdasarkan jawaban yang diperoleh dari setiap pernyataan maka:
1) Skor 2 apabila terdapat perbedaan jawaban antara responden laki-laki dan perempuan dalam satu rumah tangga.
19 Maka berdasarkan hasil akumulasi skor yang diperoleh, penggolongan tingkat ketimpangan gender pada rumah tangga responden sebagai berikut:
a. Rumah tangga timpang apabila akumulasi skor 46-60 b. Rumah tangga tidak timpang apabila akumulasi skor 30-45
2. Tingkat kemiskinan rumah tangga buruh tani adalah kondisi seberapa miskin suatu rumah tangga buruh tani yang dapat diukur dari:
a) Jumlah penghasilan adalah akumulasi penghasilan dari kegiatan ekonomi yang dilakukan responden pada periode waktu tertentu dan berada tepat maupun dibawah garis kemiskinan. Penggolongan jumlah penghasilan responden didasarkan pada kriteria BPS maka:
1) Tinggi (skor 1) apabila Rp600 000 sampai dengan Rp1 200 000 2) Rendah (skor 2) apabila Rp1 sampai dengan Rp 599 999
b) Jumlah tanggungan rumah tangga adalah jumlah individu yang tinggal bersama responden dan belum bekerja dalam satu rumah tangga. Penggolongan jumlah tanggungan rumah tangga responden dilakukan secara emik maka:
1) Tinggi (skor 2) apabila 4-8 orang 2) Rendah (skor 1) apabila 1-3 orang
c) Pengeluaran pangan adalah akumulasi pengeluaran atau konsumsi untuk kebutuhan makan dan minum responden pada periode waktu tertentu. Penggolongan pengeluaran pangan responden didasarkan pada perbedaan dengan akumulasi pengeluaran atau konsumsi non-pangan maka:
1) Tinggi (skor 2) apabila akumulasi pengeluaran pangan > non-pangan
2) Rendah (skor 1) apabila akumulasi pengeluaran pangan ≤ non-pangan
d) Status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal adalah penguasaan responden dan keberadaan berbagai fasilitas yang mendukung kenyamanan rumah tinggal responden. Penggolongan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal responden didasarkan pada kriteria BPS maka:
1) Tinggi (skor 1) apabila status kepemilikan rumah tinggal “Milik Sendiri” dan memiliki kualitas rumah tinggal layak (adanya fasilitas air, MCK, penerangan dan listrik)
2) Rendah (skor 2) apabila status rumah tinggal “Sewa” dan tidak memiliki kualitas rumah tinggal yang tidak layak (tidak adanya fasilitas air, MCK, penerangan dan listrik)
Maka berdasarkan hasil akumulasi skor yang diperoleh, penggolongan tingkat kemiskinan responden sebagai berikut:
a. Sangat miskin, apabila akumulasi skor 6-8 b. Miskin, apabila akumulasi skor 5-4
3. Strategi Bertahan Hidup (Survival Strategies) rumah tangga buruh tani miskin adalah berbagai upaya-upaya yang dilakukan rumah tangga buruh tani untuk mempertahankan kondisi perekonomian rumah tangga, dapat diukur dari:
20
Penggolongan strategi modal sosial yang dilakukan responden sebagai berikut:
1) Tinggi (skor 2) apabila akumulasi skor 2 2) Rendah (skor 1) apabila akumulasi skor 1
b) Alokasi sumber daya manusia adalah kemampuan responden dalam memberdayakan tenaga kerja rumah tangga (anggota rumah tangga ikut bekerja, penambahan jam kerja). Penggolongan strategi alokasi sumber daya manusia yang dilakukan responden sebagai berikut:
1) Tinggi (skor 2) apabila akumulasi skor 5-6 2) Rendah (skor 1) apabila akumulasi skor 3-4
c) Basis produksi adalah kemampuan responden dalam melakukan usaha diversifikasi sumber pendapatan (ekstensifikasi dan intensifikasi usaha pertanian). Penggolongan strategi basis produksi yang dilakukan responden sebagai berikut:
1) Tinggi (skor 2) apabila akumulasi skor 14-18 2) Rendah (skor 1) apabila akumulasi skor 9-13
d) Spasial adalah kemampuan responden dalam melakukan migrasi temporer guna mendapatkan sumber pendapatan di luar tempat asalnya (usaha non-pertanian). Penggolongan strategi spasial yang dilakukan responden sebagai berikut:
1) Tinggi (skor 2) apabila akumulasi skor 4 2) Rendah (skor 1) apabila akumulasi skor 2-3
e) Finansial adalah kemampuan responden dalam mengatur keuangan seperti melakukan penghematan (pengurangan kuantitas maupun kualitas bahan makanan, menjual barang). Penggolongan strategi finansial yang dilakukan responden sebagai berikut:
1) Tinggi (skor 2) apabila akumulasi skor 7-8 2) Rendah (skor 1) apabila akumulasi skor 4-6
Maka berdasarkan hasil akumulasi skor yang diperoleh, penggolongan tingkat kemiskinan responden sebagai berikut:
a. Tinggi, apabila akumulasi skor 8-10 b. Rendah, apabila akumulasi skor 5-7
21
PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yang didukung dengan pendekatan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan pendekatan penelitian survai, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan kemudian peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun 1989). Penelitian menggunakan metode survai dapat menjelaskan hubungan kausal antara variabel melalui pengujian hipotesa yang sudah dirancang peneliti. Hubungan kausal yang dapat diuji dari hipotesa meliputi hubungan pengaruh antara ketimpangan gender dengan penerapan survival strategies pada rumah tangga buruh tani, hubungan pengaruh antara ketimpangan gender dengan tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani dan hubungan pengaruh antara tingkat kemiskinan rumah tangga buruh tani dengan penerapan survival strategies rumah tangga buruh tani. Setiap pengujian hipotesa di atas diharapkan mampu menjawab keterkaitan antara pengaruh gender dalam penerapan survival strategies yang ada pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang. Alasan lain dari pemilihan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan penelitian survai dikarenakan metode ini dapat menjelaskan tujuan dari penelitian melalui generalisasi objek penelitian untuk populasi masyarakat yang tidak sedikit. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Singarimbun dan Effendi (1989) yang menyebutkan bahwa keuntungan utama dari penggunaan metode penelitian survai yaitu memungkinkan pembuatan generalisasi untuk populasi yang besar.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian yang mengangkat judul Gender dalam Survival Strategies Rumah Tangga Buruh Tani Miskin di Desa Cikarawang ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi ditetapkan secara sengaja (purposive). Wilayah yang dipilih merupakan salah satu desa yang memiliki area persawahan yang cukup luas dan terdapat anggota rumah tangga yang bekerja sebagai buruh tani. Pemilihan lokasi ini dianggap sesuai dan dapat menjawab tujuan dari penelitian karena lokasi ini ditempati oleh penduduk yang sebagian besar berprofesi sebagai buruh tani dan berada dalam kondisi miskin. Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November 2012 (Lampiran 4).
Teknik Pengumpulan Data
22
buruh tani; 2) pengaruh tingkat kemiskinan dengan penerapan survival strategies pada rumah tangga buruh tani; 3) pengaruh ketimpangan gender dalam berbagai sumber daya nafkah dengan penerapan survival strategies pada rumah tangga buruh tani. Teknik kuesioner juga dikombinasi dengan teknik wawancara. Penggunaan teknik wawancara, selain dapat memberikan informasi-informasi tak terduga terkait penelitian yang berada di luar kuesioner juga dapat membantu responden dalam proses pengisian kuesioner.
Pendekatan kualitatif menghasilkan data primer dari hasil wawancara mendalam dengan beberapa informan yang dianggap memiliki peran penting dalam masyarakat, seperti tokoh-tokoh masyarakat di desa, petani pemilik lahan dan penggarap. Data ini juga diperoleh melalui pengamatan langsung, serta bahan tertulis. Data-data tersebut meliputi data luas area persawahan beserta produksi pertanian di wilayah tersebut. Sementara data sekunder diperoleh dari data profil desa serta data-data penunjang dari berbagai instansi yang dibutuhkan dalam proses penelitian. Berbagai kombinasi metode penelitian seperti yang telah dijelaskan sebelumnya menghasilkan dua jenis data yang akan digunakan dalam proses pengolahan data nantinya, kedua jenis data tersebut yaitu primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, kuesioner dan wawancara mendalam, sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur pustaka dan data-data dari berbagai instansi yang terkait.
Populasi sampling dari penelitian ini yaitu seluruh masyarakat atau penduduk di Desa Cikarawang baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan kerangka sampling dari populasi tersebut yaitu setiap rumah tangga di Desa Cikarawang yang minimal salah satu dari anggota rumah tangganya baik laki-laki maupun perempuan bekerja sebagai buruh tani. Unit analisis dari penelitian ini yaitu rumah tangga dan individu. Pemilihan responden ini dilakukan dengan metode pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling). Pemilihan sampel dilakukan dengan memilih salah satu dari tujuh RW di desa Cikarawang kemudian dari populasi sampling (RW) dibuat kerangka sampling yang unsurnya adalah rumah tangga yang salah satu anggotanya bekerja sebagai buruh tani. Jumlah kerangka sampling yang ada sebanyak 58 rumah tangga. Responden yang dipilih sebanyak 90 orang dengan proporsi 45 orang laki-laki dan 45 orang perempuan yang berasal dari 45 rumah tangga terpilih (dua orang untuk setiap rumah tangga, satu laki-laki dan satu perempuan), karena tidak mencukupi 90 orang dari satu RW maka dipilih dari RW lain yang mempunyai kondisi sosial ekonomi yang sama.
Teknik Pengolahan dan Analisa data
Data yang telah diperoleh melalui berbagai metode pengumpulan data, baik itu data kuantitatif maupun kualitatif, selanjutnya akan diproses guna mendapat jawaban atas tujuan dari penelitian ini. Tipe data yang digunakan yaitu data nominal, ordinal dan interval. Sementara itu, untuk pengujian tiap-tiap hipotesis menggunakan tabel frekuensi, tabulasi silang (crosstab) dan uji regresi linear berganda. Analisis data dengan uji regresi linear berganda selanjutnya akan memberikan gambaran umum mengenai pengaruh antar variabel yang diteliti.
23
Keterangan: : fungsi
: konstanta
: koefisien regresi : error disturbance
24
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam
Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27 km2. Desa Cikarawang memiliki 3 dusun atau kampung (Kampung Cangkrang, Kampung Carang Pulang dan Dusun Cangkurawok), 7 rukun warga dan 32 rukun tetangga. Letak desa Cikarawang berada pada 193 di atas permukaan laut (dpl) dengan suhu udara antara 250C sampai dengan 300C. Wilayah Desa Cikarawang berbatasan dengan:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Cisadane 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Ciapus 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Situ Gede 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Ciaduan
Jarak pemerintahan Desa Cikarawang dari Kecamatan Dramaga sejauh 5 km, jarak dari Ibukota Kabupaten Bogor sejauh 35 km sedangkan jarak dari Ibukota Propinsi Jawa Barat sejauh 135 km.
Infrastruktur Desa
Desa Cikarawang memiliki prasarana umum yang meliputi prasarana pemerintahan desa, prasarana pengairan, alat transportasi, jalan dan jembatan, sarana perekonomian dan sosial budaya. Sarana pemerintahan desa terdiri dari satu buah balai desa, satu buah kantor desa, jalan desa dan 32 pos hansip. Sarana pengairan yang terdapat di Desa Cikarawang berupa 1270 sumur gali dan 24 sumber mata air yang berasal dari sungai. Sarana transportasi meliputi angkot, ojeg, dan sepeda. Selain itu, terdapat jalan umum yang dapat dilalui kendaraan roda empat. Sarana perekonomian di Desa Cikarawang meliputi dua buah koperasi, 98 warung kecil dan 72 toko.
Desa Cikarawang pada saat ini telah memiliki gedung pendidikan sekolah meliputi empat buah gedung sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, dua buah gedung taman kanak-kanak (TK) atau RA, satu buah perpustakaan desa. Tempat pelayanan kesehatan yang tersedia di Desa Cikarawang meliputi satu buah gedung puskesmas desa dan puskesmas pembantu, tujuh buah gedung posyandu serta satu buah pos KB. Untuk kegiatan keagamaan terdapat enam buah Masjid dan 17 buah Langgar. Desa Cikarawang juga memiliki tiga buah lapangan sepak bola dan sebuah lapangan voli sebagai prasarana olahraga.
25 Tabel 2 Luas dan persentase lahan di Desa Cikarawang menurut jenisnya, 2012a
Jenis lahan Luas (ha) Persentase (%)
Sawah 194.6 73
Pekarangan dan perumahan 37.9 14.4
Perkebunan negara 8 3
Perkebunan rakyat 18.2 6.9
Lainnya (Perkantoran, sekolah, pemakaman)
4.3 2.7
Total 263 100
a
Sumber: Data BPS Kabupaten Bogor tahun 2012
Desa Cikarawang memiliki potensi pertanian terutama komoditas padi sawah dan palawija seperti ubi jalar, jagung, ubi kayu dan kacang tanah. Musim tanam di Desa Cikarawang terbagi menjadi dua macam, yaitu penanaman di musim hujan dan musim kering. Pola tanam ini dilakukan terkait dengan pemenuhan kebutuhan air untuk irigasi di lahan pertanian. Pada musim kering, petani memanfaatkan air dari aliran Situ Gede. Tanaman padi ditanam untuk konsumsi pribadi selama satu tahun. Setelah menanam padi, petani menanam singkong, ubi maupun kacang tanah. Penanaman komoditas pertanian dilakukan dengan bebas. Penanaman singkong membutuhkan waktu sekitar sembilan bulan sedangkan ubi selama lima bulan. Hasil panen singkong yang diperoleh dapat mencapai lima kwintal per 250 m2.
Potensi Sumber daya Manusia
Pada tahun 2012, jumlah penduduk Desa Cikarawang berjumlah 8347 jiwa yang terdiri atas 4310 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 4037 jiwa berjenis kelamin perempuan. Sebaran penduduk Desa Cikarawang paling banyak terdapat pada kelompok umur 15–64 tahun yaitu sebanyak 5437 jiwa (65%). Sebaran penduduk secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang menurut kelompok umur dan jenis kelamin, 2012a
Kelompok umur (Tahun)
Laki-laki Perempuan Jumlah Persen (%)
0-14 1313 1330 2643 31.7
15-64 2863 2574 5437 65.0
>65 134 133 276 3.3
Total 4310 4037 8347 100
a
Sumber: Profil Desa Cikarawang tahun 2012
26
merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 115 orang (3.1%) merupakan lulusan Perguruan Tinggi (PTN). Sebaran penduduk Desa Cikarawang menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang menurut tingkat pendidikan, 2012a
Pendidikan Jumlah Persen (%)
Tidak tamat SD atau MI sederajat 441 12.1
SD atau MI sederajat 1002 27.6
Sumber: Profil Desa Cikarawang tahun 2012
Mata pencaharian sebagian besar penduduk di Desa Cikarawang adalah bertani. Penduduk yang bekerja pada sektor pertanian meliputi petani pemilik sekaligus penggarap sebanyak 310 orang (17%) dan buruh tani sebanyak 225 orang (12.8%). Selain di sektor pertanian, sebagian penduduk di desa Cikarawang bekerja pada bidang perdagangan, indsutri rumah tangga, bidan, buruh swasta, PNS dan montir. Sebaran penduduk Desa Cikarawang menurut mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang menurut jenis pekerjaan, 2012a
Jenis Pekerjaan Jumlah Persen (%)
Pertanian:
1. Petani pemilik sekaligus penggarap 2. Industri Rumah
Tangga 3. Bidan
4. Buruh Swasta 5. PNS
27
Potensi Kelembagaan Sosial, Budaya dan Politik
Terdapat beberapa kelembagaan sosial, ekonomi, budaya dan politik yang ada di Desa Cikarawang. Salah satu diantaranya adalah kelembagaan di bidang pertanian yaitu Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Mandiri Jaya. Gapoktan Mandiri Jaya terletak di Kampung Carang Pulang. Gapoktan Mandiri Jaya membawahi sembilan kelompok tani yang ada di Desa Cikarawang, yaitu Kelompok Tani Hurip, Kelompok Tani Setia, Kelompok Tani Subur Jaya, Kelompok Tani Mekar, Kelompok Tani Andalan, Kelompok Tani Melati, Kelompok TOGA As syifa, Kelompok Ternak Harapan Makmur, Kelompok Kelinci. Gapoktan ini dibentuk bertujuan untuk mengembangkan kemampuan anggota gapoktan dalam mengelola usaha tani agribisnis untuk menjadi lembaga perekonomian pedesaan.
Gambaran Umum Responden
Responden pada penelitian ini berjumlah 90 orang dengan proporsi 45 orang laki-laki dan 45 orang perempuan yang berasal dari 45 rumah tangga buruh tani yang dianggap sebagai kepala rumah tangga. Responden untuk setiap rumah tangga terdiri dari dua orang yaitu, satu orang laki-laki dan satu orang perempuan yang dianggap sebagai kepala rumah tangga dan dapat mewakili keadaan rumah tangga tersebut. Pemilihan satu orang responden laki-laki dan satu orang responden perempuan pada satu rumah tangga dimaksudkan untuk mewakili setiap anggota rumah tangga yang ada agar dapat diketahui peran dan posisi anggota rumah tangga berdasarkan gender masing-masing. Sub-bab berikut ini akan menunjukkan jumlah dan persentase responden penelitian menurut umur dan jenjang pendidikan terakhir yang ditempuh.
Umur
28
Tabel 6 Jumlah dan persentase responden menurut kelompok umur di Desa Cikarawang, 2012
Kelompok Umur Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
0-14 tahun 0 (0%) 0 (0%)
15-64 tahun 41 (91.1%) 35 (77.8%)
≥ 65 tahun 4 (8.9%) 10 (22.2%)
Total 45 (100%) 45 (100%)
Pendidikan
Tabel 7 menunjukkan jumlah dan persentase responden penelitian menurut tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh. Responden terbagi menjadi lima kategori tingkat pendidikan, yaitu sebanyak 24 orang (26.7%) merupakan lulusan SMA, sebanyak 44 orang (48.9%) merupakan lulusan SMP, sebanyak 19 orang (21.1%) merupakan lulusan SD, sebanyak 3 orang (3.3%) tidak menempuh jenjang pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden penelitian telah menempuh bangku pendidikan hingga tingkat SMP walaupun masih terdapat beberapa orang responden terutama perempuan yang tidak menempuh bangku pendidikan. Berikut adalah tabel yang menyajikan jumlah dan persentase responden di Desa Cikarawang menurut tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh.
Tabel 7 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan di Desa Cikarawang, 2012
Tingkat Pendidikan
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
Tidak sekolah 0 (0%) 3 (6.7%)
SD atau Sederajat 11 (24.4%) 8 (17.8%)
SMP atau Sederajat
20 (44.4%) 24 (53.3%)
SMA atau Sederajat
14 (31.2%) 10 (22.2%)
Total 45 (100%) 45 (100%)