• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 PEMBAHASAN

5.3. Pengaruh Keyakinan/Kepercayaan terhadap Tindakan Pemberian

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan persentase responden yang mempunyai keyakinan/kepercayaan tentang ASI dominan pada kategori sedang dengan tindakan pemberian ASI eksklusif kategori sedang dan selebihnya kurang. Hal menunjukkan faktor keyakinan/kepercayaan merupakan variabel yang mempengaruhi tindakan pemberian ASI eksklusif. Sejak seorang wanita memasuki

kehidupan berkeluarga, padanya harus sudah tertanam suatu keyakinan "Saya Harus Menyusui Bayi Saya Karena Menyusui adalah Realisasi dari Tugas yang Wajar dan Mulia Seorang Ibu” secara statistik dengan uji regresi menunjukkan pengaruh yang bermakna (p<0,05).

Hasil penelitian ini menguatkan pendapat Kalangie (1994), bahwa spritualitas dibatasi sebagai keyakinan atau hubungan dengan kekuatan yang lebih tinggi, keilahian dan kekuatan yang menciptakan kehidupan. Demikian juga halnya dalam konteks program pemberian ASI eksklusif, bahwa keyakinan atau kepercayaan terhadap ASI sebagai makanan utama dan pertama bagi bayi, akan mendukung program pemberian ASI eksklusif.

Berdasarkan hasil penelitian Direktorat Jenderal Binkesmas Depkes RI (1997), bahwa keyakinan/kepercayaan, dukungan politis dari pemerintah terhadap peningkatan penggunaan ASI termasuk ASI eksklusif sebenarnya telah memadai. Hal ini terbukti dengan telah dicanangkannya GNPP-ASI (Gerakan Nasional Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu) oleh Bapak Presiden pada Hari Ibu tanggal 22 Desember 1990 bertemakan “Dengan ASI, Kaum Ibu Mempelopori Peningkatan Kualitas Manusia Indonesia”. Oleh karenanya perlu dilakukan upaya mensukseskan peningkatan penggunaan ASI secara lebih sungguh-sungguh dan berkesinambungan. Untuk membantu pelaksanaan kegiatan peningkatan penggunaan ASI di masyarakat, diperlukan pedoman bagi petugas kesehatan, di tingkat puskesmas yang memuat secara terinci tentang kegiatan yang harus dilaksanakan dalam rangka peningkatan

pemberian ASI eksklusif, khususnya kegiatan pemantauan dan tindak lanjut yang harus dilakukan berdasarkan hasil tersebut.

Mendukung program Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan (2007), tentang akselerasi pemberian ASI eksklusif. Dalam program ini disebutkan bahwa pemberian ASI dapat membentuk perkembangan intelegensia, rohani dan emosional. Karena selama dalam dekapan ibu, bayi cukup mendapatkan kasih sayang, kehangatan dan rasa aman.

Pemberian ASI ekskluisf pada masyarakat tradisional pemberian ASI bukan merupakan permasalahan yang besar karena pada umumnya ibu memberikan bayinya ASI, namun yang menjadi permasalahan adalah pola pemberian ASI yang tidak sesuai dengan konsep medis sehingga menimbulkan dampak negatif pada kesehatan dan pertumbuhan bayi (Maas, 2004).

Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) bahwa tindakan terdiri dari berbagai aspek, yaitu (a) perception (persepsi), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil, dalam pemberian ASI eksklusif, (b) guided response (respon terpimpin), melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh, dalam hal ini masyarakat mampu mengadaptasi upaya dalam tindakan pemberian ASI eksklusif sesuai dengan pedoman yang ada, (c) mechanism (mekanisme), setelah terjadi mekanisme dan melakukan sesuatu secara otomatis dan akan menjadi kebiasaan, dalam hal ini masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru menjadikan kegiatan pemberian ASI eksklusif sebagai kebiasaan, (d) adoption (adopsi), tindakan yang

sudah berkembang dengan baik, diharapkan menjadi tradisi atau kebiasaan dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.

Kemauan masyarakat dalam melakukan pemberian ASI eksklusif merupakan partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan sesuai dengan Kepmenkes RI No. 450/MENKES/IV/2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Secara Eksklusif pada Bayi Indonesia. Program Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI) khususnya ASI eksklusif mempunyai dampak yang luas terhadap status gizi ibu dan bayi.

Pemberian ASI adalah intervensi yang paling efektif untuk meningkatkan kelangsungan hidup bayi dan tumbuh kembangnya secara optimal, hanya ASI yang dapat memenuhi seluruh kehidupan bayi dalam 6 bulan pertama tanpa tergantikan susu formula. Pemberian ASI eksklusif mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan berbagai penyakit yang umum menimpa anak-anak seperti diare dan radang paru, serta mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran.

Kompleksitas aspek budaya dan keterkaitannya dengan tindakan pemberian ASI eksklusif sesuai dengan pendapat Taylor (1871) dalam Soekanto (1990), yang menyatakan bahwa kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kebiasaan dan kemampuan- kemampuan, serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian dalam meningkatkan pencapaian program pemberian ASI eksklusif senantiasa perlu mengintegrasikan keseluruhan aspek budaya yang berkembang dalam masyarakat.

Berdasarkan hasil pengamatan secara mendalam yang penulis lakukan pada saat penelitian terhadap beberapa pemuka masyarakat, kader kesehatan dan laporan seksi KIA Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir diperoleh penjelasan bahwa sebagian besar ibu-ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya disebabkan:

a. Kebiasaan ibu-ibu, di samping memberikan ASI juga memberikan makanan lainnya, seperti:

i. Pisang, maksudnya agar bayi merasa kenyang, tidak rewel dan tubuhnya tidak lembek/lemah.

ii. Madu, hal ini dimaksudkan agar kelak setelah besar anak akan kelihatan manis dan cantik.

iii. Roti atau nasi campur pisang, dengan maksud agar tubuh bayi padat; di samping itu bayi akan selalu tidur dengan pulas, dan ibu lebih leluasa mengerjakan tugas-tugas rumah tangga.

b. Sesudah melahirkan air susu ibu tidak ada atau sangat sedikit; hal ini terjadi karena:

i. Selama kehamilan ibu jarang melakukan perawatan payudara, mengurut pada payudara dianggap menyebabkan susu cepat kendur/loyo.

ii. Kurang asupan makanan yang bergizi baik, karena adanya batasan makanan seperti makan telur dapat menyebabkan anak dalam kandungan akan besar, dan sulit saat melahirkan. Makan udang, ikan laut menyebabkan ibu gatal- gatal, kelompok makanan seperti telur, udang, cumi, ikan laut disebut

biringan yang dapat menyebabkan meruyan (perut ibu mulas terus-menerus berhari-hari setelah melahirkan. Kondisi ini menyebabkan sebagian ibu-ibu mengalami anemia/kurang darah.

c. Banyaknya jenis susu formula dan gencarnya promosi yang dilakukan: menyebabkan ibu-ibu cepat terpengaruh akhirnya memberikan ASI dan susu buatan secara selang-seling karena menginginkan bayinya akan tumbuh dan berkembang dengan baik, sehat dan cerdas seperti pada reklame atau propaganda di televisi, poster, pamplet dan sejenisnya. Padahal tidak semua informasi yang disampaikan dalam promosi susu formula itu sesuai dengan yang sebenarnya. d. Kurangnya promosi/penyuluhan tentang ASI eksklusif oleh petugas kesehatan

setempat; hal ini menunjukkan rendahnya dukungan petugas kesehatan terhadap Program Pemberian ASI secara eksklusif (PP-ASI).

e. Sebagian ibu-ibu mempercayai bahwa apabila saat menyusui memakan lauk pauk seperti telur, udang dan makanan laut lainnya dapat menyebabkan bayi yang disusui gatal-gatal atau bisulan.

f. Ada pendapat sebagian ibu-ibu, bahwa diberi ASI eksklusif atau tidak hasilnya sama saja (bayi tetap sehat)

Di samping itu ada perilaku ibu-ibu, untuk menghindari agar bayi tidak diganggu roh jahat atau penyakit pelesit (setan penghisap darah bayi), di bawah bantal/kasur bayi harus diletakkan benda tajam (gunting). Padahal keadaan bayi yang kurang darah tersebut sebenarnya adalah gejala bayi kurang gizi.

Tenaga kesehatan yang diharapkan sebagai sumber informasi yang benar tentang manfaat pemberian ASI eksklusif, ternyata ada diantara oknum petugas yang secara terselubung turut mempromosikan jenis produk susu formula tertentu, karena diiming-iming mendapat bonus dari produsen susu formula tersebut.

Dokumen terkait