PENGARUH SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT TERHADAP
TINDAKAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS KECAMATAN RUMBAI PESISIR
KOTA PEKANBARU
TESIS
Oleh
HASAN BASRI LUDIN
067012010/AKK
S
E K O L A H
P A
S C
A S A R JA NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT TERHADAP
TINDAKAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS KECAMATAN RUMBAI PESISIR
KOTA PEKANBARU
T E S I S
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
HASAN BASRI LUDIN
067012010/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT TERHADAP TINDAKAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN RUMBAI PESISIR KOTA PEKANBARU
Nama Mahasiswa : Hasan Basri Ludin
Nomor Pokok : 067012010
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Drs. Subhilhar,MA,PhD) (Drs. Zulkifli Lubis, MA)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, MSc)
Telah diuji
Pada Tanggal : 10 Pebruari 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Drs. Subhilhar, MA, PhD
Anggota : 1. Drs. Zulkifli Lubis, MA
2. Dr. Fikarwin Zuska
PERNYATAAN
PENGARUH SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT TERHADAP
TINDAKAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS KECAMATAN RUMBAI PESISIR
KOTA PEKANBARU
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Pebruari 2009
ABSTRAK
Pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu bentuk perilaku kesehatan yang ada di masyarakat. ASI eksklusif adalah pemberian ASI pada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan tanpa tambahan makanan lainnya. Cakupan ASI eksklusif di Indonesia masih rendah, termasuk di Provinsi Riau yaitu 31,96%, demikian juga di wilayah kerja Puskesmas Rumbai Pesisir yaitu sebesar 21,2%. Faktor sosial budaya masyarakat merupakan salah satu penghambat dalam pemberian ASI eksklusif.
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh faktor sosial budaya terhadap tindakan pemberian ASI eksklusif, dilakukan penelitian survei dengan pendekatan
explanatory research, sampel sebanyak 78 orang ibu menyusui, sampel diambil secara proportional random sampling. Pengumpulan data dengan wawancara. Analisis data menggunakan uji regresi berganda pada =0,05.
Hasil penelitian menunjukkan variabel pengetahuan dominan pada kategori sedang (67.9%), dan secara statistik berpengaruh terhadap tindakan pemberian ASI Eksklusif (p=0,000). Variabel nilai/norma tentang tindakan pemberian ASI Eksklusif dominan pada kategori sedang (66,7%), dan secara statistik berpengaruh terhadap tindakan pemberian ASI Eksklusif (p=0,000). Variabel keyakinan/kepercayaan tentang tindakan pemberian ASI Eksklusif dominan pada kategori sedang (74.4%), dan secara statistik berpengaruh terhadap pemberian ASI Eksklusif (p=0,028). Faktor atau variabel yang paling berpengaruh (dominan) terhadap tindakan pemberian ASI Eksklusif adalah variabel pengetahuan ( =0,241). Dengan demikian aspek yang paling besar berperan adalah variabel pengetahuan di samping variabel nilai/norma dan keyakinan/kepercayaan dalam tindakan pemberian ASI eksklusif.
Diharapkan peningkatan pemberian ASI Eksklusif dengan melakukan
sosialisasi informasi ilmu pengetahuan dan manfaat ASI eksklusif bagi para ibu yang memiliki bayi. Perlu pendidikan kesehatan pada keluarga (masyarakat) melalui penggunaan media dan melalui selebaran atau poster. Praktek-praktek promosi pemberian susu botol kepada bayi usia <6 bulan dikontrol seketat mungkin agar tidak menyesatkan masyarakat. Serta kinerja tenaga kesehatan hendaknya ditingkatkan dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pemberian ASI Eksklusif.
ABSTRACT
Exlusive breastfeeding is one of healthy activity which exist in society. Exlusive brestfeeding is feeding breast milk to baby since the birth until 6 months without any other food. The coverage of Exlusive breastfeeding in Indonesia is still in low level, including in Riau Province is 31,96%, and also in working area of Rumbai pesisir’s Community Health Centre is 21,2%. Sociocultural of society is one of obstacle factor in Exlusive breastfeeding.
This research is for analyze influence factor of sociocultural on the action of Exlusive breastfeeding. Survey research has done by using Explanatory research, for 78 breastfeeding mothers, sample has taken as Proportional random sampling. Data analysis uses Multy regression test on =0,05.
The result of study shows the variable of knowledge is dominant at the middle category (67,9%) and influence statistically on breastfeeding action (p=0,000). Value/norm variable on breastfeeding action is dominant at the middle category (66,7%), and influence statistically on Exlusive breastfeeding action (p=0,000). Belief variable on breastfeeding action is dominant at the middle category (74,4%), and influence statistically on Exlusive breastfeeding (p=0,028). The most influence dominantly factor or variable on breastfeeding action is knowledge variable ( =0,241). Thus, the most influential aspect is knowledge variable beside value/norm and belief variables in breastfeeding action.
Improvement is expected by doing socialization of knowledge information and benefit of Exlusive breastfeeding for mothers who have babies. It is necessary to teach health education for society by using media and brochures or posters. The promotion practices of formulated milk is controlled strictly to mislead not in society. The performance of health employees must be improved to increase knowledge on Exlusive breastfeeding for society.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, wr, wb
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga dengan izin dan ridhoNya penulis dapat menyelesaikan tesis
ini dengan judul “Pengaruh Sosial Budaya Masyarakat terhadap Tindakan
Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai
Pesisir Kota Pekanbaru”.
Penulisan ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
Dengan rasa cinta dan kasih dari lubuk hati yang paling dalam, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
Ayahanda Ludin (alm) serta Ibunda Hj. Chadidjah yang telah mendidik,
mengasuh dan membesarkan penulis hingga seperti sekarang ini.
Istri tercinta Hj. Adrianis, serta anak-anak tersayang: Sandra Riani Hasan,
SKom, M.Hum, Gentra Riendra Hasan, ST, dan putra bungsu Trio Enggano Hasan,
yang dengan sabar berkorban, gigih memberikan dukungan.
Dengan segala ketulusan dan keikhlasan hati penulis mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A(K), sebagai Rektor
Universitas Sumatera Utara.
Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, sebagai Direktur Sekolah
Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, sebagai Ketua Program Studi Administrasi
dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Ibu Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, MSi, selaku Sekretaris Program Studi
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara, yang banyak memberikan motivasi dan arahan hingga selesainya tesis ini.
Bapak Prof. Drs. Subhilhar, MA, PhD, selaku Ketua Komisi Pembimbing
yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan
meluangkan waktu dalam membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan
tesis selesai.
Bapak Drs. Zulkifli Lubis, MA, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
dengan penuh perhatian dan kesabaran, meluangkan banyak waktu untuk
membimbing, mengarahkan mulai dari proposal hingga selesai penulisan tesis ini.
Bapak Dr. Fikarwin Zuska dan Bapak Drs. Tukiman, MKM, masing-masing
sebagai Komisi Penguji Tesis yang telah banyak memberikan masukan untuk
kesempurnaan penulisan ini.
Ibu Sofiah Saimin, SKM, M.Kes selaku Direktur Poltekes Riau yang telah
banyak memberikan dorongan dan peluang kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan Pascasarjana.
Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dan Kepala Puskesmas
Kecamatan Rumbai Pesisir beserta staf yang telah mengizinkan wilayah kerjanya
dijadikan sebagai lokasi penelitian dan telah banyak membantu penulis selama
melakukan penelitian tersebut.
Tak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sama terhadap
dan Kebijakan Kesehatan yang telah banyak menyumbangkan ilmu pengetahuannya
kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.
Kepada rekan-rekan seangkatan dan seperjuangan penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang mendalam atas rasa kebersamaan, keakraban dan saling
memotivasi untuk menyelesaikan perkuliahan tepat pada waktunya.
Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu (besar tak
disebutkan gelar, kecilpun tak disebutkan nama) yang telah turut membantu hingga
selesainya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya,
semoga Allah SWT akan membalas dengan pahala yang setimpal.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan
kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan dari
para pembaca yang budiman untuk kesempurnaan penulisan ini
Medan, Pebruari 2009 Wassalamualaikum
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Hasan Basri Ludin, lahir pada tanggal 15 Mei 1949 di Baserah, beragama
Islam, anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda Ludin (alm) dan
Ibunda Hj. Chadidjah.
Pendidikan formal penulis: Sekolah Rakyat Negeri I Baserah tamat tahun
1963, Sekolah Menengah Pertama Negeri I Baserah tamat tahun 1966, Sekolah
Pengatur Rawat RSUP Padang tamat tahun 1970, Akademi Keperawatan Padjajaran
Bandung tamat tahun 1976, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau
tamat tahun 1985, tahun 2006 mengikuti pendidikan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara Medan Program Studi Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan.
Mulai bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil tahun 1970 tugas di Ambon
hingga 1971, tahun 1972 bertugas di RSUP Padang, tahun 1972-1973 sebagai
Perawat di RSU Pekanbaru, tahun 1973-1976 tugas belajar di Akper Padjadjaran
Bandung, tahun 1976-1977 staf Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, tahun 1978-1990
guru Sekolah Perawat Kesehatan (SPK Depkes) Pekanbaru, tahun 1991-1997 Kepala
SPK Depkes Tanjung Pinang, tahun 1997-1998 Direktur Akper Depkes Tanjung
Pinang, tahun 1998-2001 Kasie Sertifikasi Kesehatan dan Gizi pada Dinas Kesehatan
Provinsi Riau, tahun 2001-2002 Kepala Balai Pelatihan Kesehatan Provinsi Riau,
tahun 2002-2005 Kepala Subdin Prasarana Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi
Riau, tahun 2006 sampai sekarang Dosen Politeknik Kesehatan Riau dan Ketua
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Tengku Maharatu Pekanbaru.
Pada tanggal 28 September 1976, penulis menikah dengan R. Adrianis, anak
pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Raja Atan dan Ibu Raja Amah,
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Hipotesis Penelitian... 8
1.5. Manfaat Penelitian ... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Sosial Budaya ... 9
2.1.1. Pengetahuan ... 12
2.1.2. Nilai dan Norma ... 14
2.1.3. Keyakinan atau Kepercayaan ... 15
2.2. Air Susu Ibu (ASI) ... 17
2.2.1. Pengertian ASI ... 17
2.2.2. Cara Pemberian ASI... 18
2.2.3. Manfaat ASI ... 20
2.3. Tindakan Pemberian ASI ... 22
2.4. Landasan Teori ... 24
2.5. Kerangka Konsep Penelitian ... 26
BAB 3 METODE PENELITIAN ... 27
3.1. Jenis Penelitian... 27
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 27
3.3. Populasi dan Sampel ... 27
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 29
3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 30
3.6. Metode Pengukuran ... 30
BAB 4 HASIL PENELITIAN... 33
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 33
4.2. Karakteristik Responden ... 34
4.3. Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif ... 36
4.4. Nilai atau Norma tentang ASI ... 38
4.5. Keyakinan atau Kepercayaan tentang Tindakan Pemberian ASI Eksklusif ... 40
4.6. Tindakan Pemberian ASI Eksklusif ... 42
4.7. Tabel Silang (Crosstab) ... 44
4.7.1. Tabel Silang Pengetahuan terhadap Tindakan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Tahun 2008 ... 44
4.7.2. Tabel Silang Nilai/Norma dengan Tindakan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Tahun 2008 ... 44
4.7.3. Tabel Silang Keyakinan/Kepercayaan terhadap Tindakan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Tahun 2008... 45
4.8. Hasil Uji Statistik Pengaruh Sosial Budaya Masyarakat terhadap Tindakan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru... 46
BAB 5 PEMBAHASAN... 48
5.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Tindakan Pemberian ASI Eksklusif... 48
5.2. Pengaruh Nilai/Norma terhadap Tindakan Pemberian ASI Eksklusif... 50
5.3. Pengaruh Keyakinan/Kepercayaan terhadap Tindakan Pemberian ASI ... 53
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 60
6.1. Kesimpulan ... 60
6.2. Saran ... 61
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1. Jumlah Bayi > 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Rumbai Pesisir
Berdasarkan Kelurahan Bulan Januari – Maret 2008 ... 28
3.2. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian... 32
4.1. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Wilayah Kerja
Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Tahun 2008 ... 34
4.2. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan Wilayah Kerja Puskesmas
Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Tahun 2008 ... 34
4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik di Wilayah Kerja
Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Tahun 2008 ... 35
4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Tahun 2008 ... 36
4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang Tindakan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas
Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Tahun 2008 ... 37
4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Nilai atau Norma tentang Tindakan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan
Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Tahun 2008 ... 38
4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Nilai/Norma tentang Tindakan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas
Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Tahun 2008 ... 39
4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Keyakinan atau Kepercayaan tentang Tindakan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas
Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Tahun 2008 ... 40
4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Keyakinan atau Kepercayaan tentang Tindakan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas
4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Tahun 2008 ... 42
4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Tindakan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota
Pekanbaru Tahun 2008... 43
4.12 Tabel Silang Pengetahuan terhadap Tindakan Pemberian ASI Eksklusif
di Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Tahun 2008.... 44
4.13 Tabel Silang Nilai/Norma terhadap Tindakan Pemberian ASI Eksklusif
di Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Tahun 2008 ... 45
4.14 Tabel Silang Keyakinan/Kepercayaan terhadap Tindakan Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru
Tahun 2008 ... 45
4.15 Hasil Uji Regresi Ganda Pengaruh Sosial Budaya Masyarakat terhadap Tindakan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Cakupan Program ASI Eksklusif di Kota Pekanbaru ... 66
2. Kuesioner Penelitian ... 67
3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas... 72
4 Distribusi Frekuensi ... 77
5. Hasil Tabulasi Silang ... 86
6. Hasil Uji Regresi ... 89
7. Surat Izin Penelitian ... 91
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peran faktor sosial budaya terhadap kesehatan masyarakat dalam membentuk,
mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu
kelompok sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan. Demikian juga
dalam pemberian ASI eksklusif kepada bayi yang dianjurkan sampai umur 6 bulan
(Sudarno, 2002).
Menurut Kalangie (1994), kebudayaan merupakan konsep dasar yang dapat
menjelaskan kaitannya dengan gejala-gejala sosial, seperti interaksi sosial dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam berbagai pranata kesehatan maupun non
kesehatan, seperti melaksanakan perawatan medis di rumah sakit atau pada pranata
kemitraan tertentu, atau di rumah tangga sendiri. Kaitan-kaitan tersebut dinyatakan
sebagai gejala sosial budaya. Sehubungan dengan hal tersebut, gagasan-gagasan
budaya dapat menjelaskan makna hubungan timbal balik antara gejala sosial dari
penyakit dan perawatan kesehatan dengan gejala-gejala sosial biologis dan biomedis.
Sehubungan dengan itu penggunaan konsep budaya dalam perilaku
masyarakat terkait dengan pengetahuan, kepercayaan, nilai atau norma dalam
lingkungan sosialnya, berkenaan dengan etiologi, terapi, pencegahan penyakit (fisik,
psikis dan sosial). Dapat saja seseorang memperlihatkan perilaku psikologis
perawatan kesehatan yang dilakukan dalam satu atau banyak sistem (organisasi)
kesehatan (Kalangie, 1994).
Memang tidak semua praktek/perilaku masyarakat yang pada awalnya
bertujuan untuk menjaga kesehatan dirinya merupakan praktek yang sesuai dengan
ketentuan medis/kesehatan. Apalagi kalau persepsi tentang kesehatan ataupun
penyebab sakit sudah berbeda sekali dengan konsep medis, tentunya upaya
mengatasinya juga berbeda disesuaikan dengan keyakinan ataupun
kepercayaan-kepercayaan yang sudah dianut secara turun-temurun sehingga lebih banyak
menimbulkan dampak-dampak yang merugikan bagi kesehatan. Untuk merubah
perilaku ini sangat membutuhkan waktu dan cara yang strategis. Dengan alasan ini
pula dalam hal penempatan petugas kesehatan di mana selain memberi pelayanan
kesehatan pada masyarakat juga berfungsi sebagai agen perubah (change agent) maka
pengetahuan dan kemampuan berkomunikasi dari petugas kesehatan sangat
diperlukan di samping kemampuan dan ketrampilan memberi pelayanan kesehatan
(Setiadi, dkk, 2008).
Masyarakat Indonesia yang majemuk terdiri dari berbagai suku atau puak, dan
memiliki sosial budaya yang beraneka ragam, hal ini berpengaruh besar terhadap pola
perilaku masyarakatnya. Perilaku yang dilatar belakangi sosial budaya tersebut ada
yang positif dan ada pula yang negatif dipandang dari sudut kesehatan, yang negatif
tersebut merugikan program pembangunan kesehatan masyarakat. Salah satu program
pembangunan kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan
masyarakat yang memiliki daya ungkit yang cukup berarti untuk generasi mendatang
yang dimulai sejak dini adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif terhadap bayi
usia 0-6 bulan.
ASI eksklusif adalah air susu ibu yang diberikan kepada bayi sejak lahir sampai
berumur 6 bulan tanpa diberikan makanan lain. ASI ini memiliki berbagai
keunggulan dan manfaat seperti: aspek gizi, aspek immunologik, aspek psikologis,
aspek kecerdasan, aspek neurologis, ekonomis dan aspek penundaan kehamilan
(Danuatmaja, 2003).
Pemberian ASI eksklusif pertama kali dicanangkan pada tahun 1985, yaitu pemberian
ASI kepada bayi selama 0-4 bulan, kemudian melalui Kepmenkes No. 450 tahun
2004, pemberian ASI eksklusif ditingkatkan sampai bayi berusia enam bulan.
Keunggulan dan manfaat pemberian ASI eksklusif selama enam bulan, mulai dari
pertumbuhan fisik yang sempurna, perkembangan kecerdasan yang pesat, hingga
kematangan emosional seorang anak (Perinasia, 1994).
Hasil pencapaian program pemberian ASI eksklusif secara nasional tahun 2007
sebesar 24,0% (SDKI, 2007), angka ini masih sangat jauh dari target nasional sebesar
80%. Di Provinsi Riau tahun 2007 terdapat jumlah bayi sebanyak 116.829 orang,
namun yang diberi ASI eksklusif hanya sebanyak 37.336 orang (31,96%), angka
pencapaian ini masih jauh dari target nasional sebesar 80% (Profil Kesehatan Provinsi
Riau, 2007).
Demikian juga dengan data di Kota Pekanbaru, di mana dari 21.328 orang
pencapaian ini lebih rendah dari rata-rata pencapaian program ASI eksklusif
di Provinsi Riau (Profil Kesehatan Kota Pekanbaru, 2007).
Pencapaian program pemberian ASI eksklusif di Kota Pekanbaru yang terdiri
dari 12 kecamatan adalah: Kecamatan Sukajadi 24,85%, Tampan 23,22%, Lima
Puluh 24,34%, Sail 22,90%, Tenayan Raya 23,55%, Bukit Raya 24,59, Pekanbaru
Kota 25,61%, Senapelan 25,52%, Rumbai 22,94%, Rumbai Pesisir 21,16%,
Marpoyan Damai 22,84% serta Payung Sekaki 22,69%. Dari seluruh kecamatan
di Kota Pekanbaru wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir yang paling
rendah pencapaian program ASI eksklusif yaitu sebesar 21,2%.
Keterkaitan aspek sosial budaya dengan pemberian ASI dapat dilihat dari
penelitian Susilawati (2005) tentang determinasi sosial budaya pada pemberian ASI
eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan dan Padang Bulan Selayang II
Kota Medan. Hasil penelitian menyimpulkan ada hubungan bermakna antara
pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif, serta ada hubungan antara sosial
budaya dengan pemberian ASI eksklusif.
Selanjutnya penelitian Sumarmi (2004), menyatakan bahwa salah satu faktor
yang berhubungan dengan pola pemberian ASI yaitu faktor sosial budaya, dalam
penelitian ini difokuskan pada aspek pengetahuan, nilai atau norma, serta keyakinan
atau kepercayaan.
Hasil penelitian Direktorat Gizi Masyarakat Depkes R.I (2001), menunjukkan bahwa
bulan, 4-6 point lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8,3 point lebih tinggi pada usia
8,5 tahun, bila dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI.
Hambatan paling utama dalam pemberian ASI eksklusif adalah faktor sosial
budaya, di mana ibu-ibu yang mempunyai bayi masih dibatasi oleh kebiasaan,
adat-istiadat maupun kepercayaan yang telah menjadi tata aturan kehidupan dalam suatu
wilayah, di mana faktor sosial budaya tersebut mempunyai kecenderungan
mengarahkan perilaku ibu untuk tidak mampu memberikan ASI eksklusif.
Di samping itu pengetahuan ibu-ibu tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif juga
masih rendah.
Fenomena permasalahan sosial budaya di wilayah kerja Puskesmas
Kecamatan Rumbai Pesisir pada sebagian besar ibu-ibu yang tidak memberikan ASI
eksklusif kepada bayinya terkait dengan kebiasaan ibu-ibu pemberian makanan selain
ASI dengan alasan tertentu, yaitu kepercayaan tentang makanan yang menyebabkan
sakit.
Foster dan Anderson (1986), menyatakan sebagai suatu gejala budaya,
makanan bukan semata-mata produk organik dengan kualitas-kualitas biokimia, yang
dapat dipakai oleh organisme yang hidup, termasuk manusia untuk mempertahankan
hidup. Lebih tepat, bagi anggota masyarakat, makanan dibentuk secara budaya; bagi
sesuatu yang akan dimakan, ia memerlukan pengesahan budaya, dan keaslian sebagai
suatu gejala budaya. Dalam hal di atas termasuk pemberian ASI secara eksklusif yang
alami dan asli, bukannya pemberian susu formula yang merupakan produk organik
Dari kutipan di atas tentunya termasuk ASI yang merupakan makanan utama
dan terbaik untuk bayi. Dengan demikian secara tersirat Foster dan Anderson
mendukung pemberian ASI yang alamiah dan asli serta mengandung nilai budaya dan
bertentangan dengan pemberian susu formula yang merupakan produk organik. Para
ahli antropologi (Foster dan Anderson, 1986) memandang kebiasaan makanan
sebagai sesuatu yang kompleks. Masalah kesukaan dan ketidaksukaan, kearifan
masyarakat, kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan dan tahayul-tahayul
yang berkaitan dengan produksi, persiapan dan konsumsi makanan. Kebiasaan makan
telah terbukti merupakan hal yang sulit untuk dirubah diantara semua kebiasaan. Apa
yang kita sukai dan tidak sukai, kepercayaan-kepercayaan kita terhadap apa yang
dapat dimakan dan yang tidak dapat dimakan dan keyakinan-keyakinan kita dalam
hal yang berhubungan dengan keadaan kesehatan dan peninggalan ritual, telah
ditanamkan sejak usia muda. Hanya dengan susah payah orang dapat melepaskan diri
dari ikatan-ikatan kebiasaan makan sejak usia muda. Karena kebiasaan makan, seperti
semua kebiasaan hanya dapat dimengerti dalam konteks budaya yang menyeluruh,
maka program pendidikan gizi yang efektif termasuk pemberian ASI secara eksklusif
yang mungkin menuju kepada perbaikan kebiasan makanan harus didasarkan atas
pengertian tentang makanan sebagai suatu pranata sosial yang memenuhi banyak
fungsi.
Dari uraian di atas dapat diduga bahwa perilaku ibu yang tidak memberikan
ASI eksklusif kepada bayinya dilatarbelakangi oleh faktor yang sangat kompleks
Mengingat begitu luas dan kompleksnya faktor sosial budaya tersebut, dengan
keterbatasan kemampuan dan waktu maka penulis akan memfokuskan kepada 3
aspek sosial budaya, yaitu: pengetahuan, nilai/norma dan kepercayaan/keyakinan.
Yang diduga berpengaruh terhadap rendahnya partisipasi masyarakat terhadap
pemberian ASI eksklusif.
1.2. Permasalahaan
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah
“bagaimana pengaruh faktor sosial budaya (pengetahuan, nilai/norma, keyakinan/
kepercayaan) masyarakat terhadap tindakan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja
Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru"?.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh pengetahuan masyarakat terhadap tindakan pemberian ASI
eksklusif.
2. Mengetahui pengaruh nilai/norma masyarakat terhadap tindakan pemberian ASI
eksklusif.
3. Mengetahui pengaruh keyakinan/kepercayaan masyarakat terhadap tindakan
1.4. Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh pengetahuan masyarakat terhadap tindakan pemberian ASI
eksklusif.
2. Ada pengaruh nilai/norma masyarakat terhadap tindakan pemberian ASI
eksklusif.
3. Ada pengaruh keyakinan/kepercayaan masyarakat terhadap tindakan pemberian
ASI eksklusif.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat:
1. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dalam penyusunan
strategi program kesehatan ibu dan anak, khsusunya upaya meningkatkan
kemauan dan kemampuan ibu yang mempunyai bayi 0-6 bulan dalam pemberian
ASI eksklusif.
2. Sebagai masukan bagi Puskesmas Rumbai Pesisir dalam upaya meningkatkan
cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan melalui kegiatan
penyuluhan secara terpadu dengan bekerjasama secara lintas program dan lintas
sektor.
3. Untuk memperkaya kepustakaan sebagai bahan bacaan atau studi-studi tentang
perilaku dan sosial budaya masyarakat.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sosial Budaya
Kata sosial berasal dari kata “socius” yang berarti segala sesuatu yang lahir,
tumbuh dan berkembang dalam kehidupan bersama. Sedangkan menurut KBBI
(1989) sosial adalah berkenaan dengan masyarakat dan sifat-sifat kemasyarakatan.
Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta rasa dan
karsa. Menurut Sumardjan dan Soemardi dalam Setiadi, dkk (2008), kebudayaan
adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dengan demikian kebudayaan
atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material
maupun non material.
Sosial adalah social structure yang mencakup social interaction dan social
relation (Sudarno, 2002). Social structure adalah suatu tatanan hirarki dan
hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat yang menempatkan pihak-pihak tertentu
(individu, keluarga kelompok dan kelas) di dalam posisi-posisi sosial tertentu
berdasarkan suatu sistem nilai dan norma yang berlaku pada suatu masyarakat pada
waktu tertentu. Social interaction mencakup interaksi lembaga sosial, individu dalam
tata hubungan yang dikendalikan oleh kepentingan tertentu. Sedangkan social
relation meliputi hubungan antar lembaga, individu yang bersifat umum yang
Pemeliharaan kesehatan mencakup berbagai kegiatan yang satu dengan lainnya
berkaitan dan merupakan respons-respons terhadap penyakit dan yang terorganisasi
secara sosial budaya dalam setiap masyarakat. Dengan kata lain ini dikenal dengan
sistem perawatan kesehatan. Sistem perawatan kesehatan mengintegrasikan
komponen-komponen yang berhubungan dengan kesehatan yang mencakup
pengetahuan dan kepercayaan tentang kausalitas ketidaksehatan, aturan dan alasan
pemilihan dan penilaian perawatan, kedudukan, dan peranan, kekuasaan, latar
interaksi, pranata-pranata, dan jenis-jenis sumber serta praktisi perawatan yang
tersedia (Kalangie, 1994).
Kebudayaan kesehatan masyarakat membentuk, mengatur, dan mempengaruhi
tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial dalam memenuhi
berbagai kebutuhan kesehatan baik yang berupa upaya mencegah penyakit maupun
menyembuhkan diri dari penyakit. Masalah utama sehubungan dengan hal tersebut
adalah bahwa tidak semua unsur dalam suatu sistem budaya kesehatan cukup ampuh
serta dapat memenuhi semua kebutuhan kesehatan masyarakat yang terus meningkat
akibat perubahan-perubahan budaya yang terus-menerus berlangsung. Sedangkan
pada pihak lain tidak semua makna unsur-unsur pengetahuan dan praktek biomedis
yang diperlukan masyarakat telah sepenuhnya dipahami ataupun dilaksanakan oleh
sebagian terbesar para anggota suatu komunitas masyarakat. Bahkan dari segi
perawatan dan pelayanan medis belum seluruhnya berhasil memenuhi kebutuhan dan
harapan suatu masyarakat karena adanya berbagai masalah keprofesionalan, seperti
kepentingan pribadi dan birokrasi, keterbatasan dana dan tenaga, keterbatasan
pemahaman komunikasi yang berwawasan budaya (Kalangie, 1994).
Menurut Koentjaraningrat (1990), wujud dari suatu budaya dapat
dikelompokkan dalam 3 hal, yaitu: (a) wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan peraturan, (b) wujud kebudayaan sebagai suatu
kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan
(c) wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Substansi (isi) utama kebudayaan merupakan wujud abstrak dari segala
macam ide dan gagasan manusia yang bermunculan di dalam masyarakat yang
memberi jiwa kepada masyarakat itu sendiri, baik dalam bentuk atau berupa sistem
pengetahuan, nilai, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi, dan etos kebudayaan
(Setiadi dkk, 2002).
Sistem budaya merupakan komponen dari kebudayaan yang bersifat abstrak
dan terdiri dari pikiran-pikiran, gagasan, konsep serta keyakinan dengan demikian
sistem kebudayaan merupakan bagian dari kebudayaan yang dalam bahasa Indonesia
lebih lazim disebut sebagai adat-istiadat. Dalam adat istiadat terdapat juga sistem
norma dan disitulah salah satu fungsi sistem budaya adalah menata serta menetapkan
tindakan-tindakan dan tingkah laku manusia. Dalam sistem budaya ini terbentuk
unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Sehingga tercipta tata
kelakuan manusia yang terwujud dalam unsur kebudayaan sebagai satu kesatuan
2.1.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui mengenai hal sesuatu,
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu. Dan ini terjadi setelah seorang melakuan
penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu, penginderaan melalui panca indra
manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan rasa raba.
Pengetahuan/kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (overt behaviour).
Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan yang dicakup di dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam tingkat pengetahuan ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengetahuan tentang ASI merupakan komponen penting dalam menentukan
ini pengetahuan standar yang penting dimiliki seorang ibu adalah pengertian tentang
ASI itu sendiri, cara pemberian yang baik dan benar sesuai pedoman pemberian yang
ada, serta manfaat pemberian ASI bagi bayi, ibu maupun manfaat secara umum.
2.1.2. Nilai dan Norma
Menurut Suhardjo (2000), nilai adalah yang berguna bagi kehidupan manusia
jasmani dan rohani. Nilai adalah suatu perangkat preferensi yang diakui syahnya
menurut aturan yang ada. Nilai yang dianut seseorang ditentukan oleh semua
prilakunya karena nilai tersebut menghasilkan norma-norma dan mengajarkan bahwa
norma-norma tersebut adalah benar.
Nilai yang dianut individu mempengaruhi pengolahan informasi yang
membentuk representasi internal. Nilai bersifat permanen karena tertanam pada
individu selama masa pertumbuhannya. Latar belakang budaya, masyarakat dan
lembaga-lembaga sosial merupakan sebagian besar asal dari mana nilai-nilai tertanam
pada individu (Azwar, 1999). Jadi nilai yang dianut individu dipengaruhi oleh
persepsi orang yang penting bagi individu dalam menilai objek yang bersangkutan.
Nilai mempengaruhi individu berperilaku atau mengambil keputusan sesuai
dengan nilai tersebut. Nilai berfungsi sebagai rujukan dalam memilih dan
mengevaluasi tingkah laku dan kejadian-kejadian. Dengan demikian nilai berfungsi
sebagai pengarah tingkah laku dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Selain nilai dan sistem nilai, pembentukan representasi internal juga
orang lain tertentu (important others) tentang apa yang harus atau tidak boleh
dilakukan (Kadir, 2004). Semakin individu menganggap orang yang terdekat
berpendapat ia harus menampilkan suatu perilaku tertentu, individu akan cenderung
menampilkan perilaku tersebut, sebaliknya jika individu percaya bahwa orang yang
terdekat tidak menganggap ia harus berperilaku tertentu, maka individu cenderung
tidak akan melakukannya.
Dalam penelitian ini, nilai dan norma yang terkait dengan pemberian ASI
secara umum terkait dengan pemahaman tentang sejauhmana makna dan arti ASI
bagi kehidupan seorang bayi. Apabila seorang ibu memberi makna dan arti yang
penting terhadap ASI, serta memahami dengan baik bahwa ASI merupakan suatu
benda yang secara lahiriah diciptakan sebagai makanan pertama dan utama bagi
seorang bayi, maka hal ini akan mendukung seorang ibu dalam pemberian ASI
kepada bayinya.
2.1.3. Keyakinan atau Kepercayaan
Fishbein dan Azjen (1975), menyebutkan pengertian kepercayaan atau
keyakinan dengan kata “belief”, yang memiliki pengertian sebagai inti dari setiap
perilaku manusia. Aspek kepercayaan tersebut merupakan acuan bagi seseorang
untuk menentukan persepsi terhadap sesuatu objek.
Keyakinan atau kepercayaan merupakan sesuatu yang berhubungan dengan
kekuatan yang lebih tinggi, keilahian dan kekuatan yang menciptakan kehidupan.
hidup. perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber daya di dalam
suatu masyarakat akan menghasilkan pola hidup yang disebut kebudayaan dan
selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku.
Keyakinan dan praktek spiritual individu dihubungkan dengan semua aspek
kehidupan individu termasuk kesehatan dan penyakit (Potter & Perry dalam Kadir,
2004). Ketika tubuh sakit dan emosi berada di luar kontrol, spiritualitas dan
keyakinan seseorang mungkin menjadi satu-satunya dukungan yang tersedia.
Pemahaman kodrat dan kepercayaan terhadap anugerah Tuhan adalah modal
utama untuk berhasil menyusui. Bayi akan tumbuh sehat, cerdas, kuat, peka, luwes,
peduli dan punya nurani kalau ayah dan ibunya mampu memberikan bekal
pendidikan yang baik, menyusui adalah awal dari pendidikan anak (Perinasia, 2003).
Demikian juga dengan keyakinan dan kepercayan terhadap ASI sebagai
makanan utama bayi baru lahir sangat ditentukan oleh sejauhmana tingkat keyakinan
terhadap ASI yang dimiliki oleh setiap ibu yang memiliki bayi.
Ibu-ibu yang meyakini dan percaya bahwa ASI yang terbentuk dalam tubuh
ibu yang melahirkan seorang bayi dalam suatu proses yang secara logika ilmiah
hanya dapat diyakini dan dipercaya bahwa memang sudah diatur oleh yang Maha
Kuasa, merupakan standar keyakinan yang penting dimiliki oleh setiap ibu untuk
dapat memberikan ASI secara baik dan benar kepada bayinya.
Akumulasi dari aspek pengetahuan, nilai atau norma serta keyakinan atau
kepercayaan tentang ASI akan berkontribusi membentuk perilaku dalam bentuk
2.2. Air Susu Ibu (ASI)
Ibu yang berhasil menyusui anak sebelumnya, dengan pengetahuan dan
pengalaman cara pemberian ASI secara baik dan benar akan menunjang laktasi
berikutnya. Sebaliknya, kegagalan menyusui di masa lalu serta mitos-mitos yang
berlaku di masyarakat akan mempengaruhi pula sikap seorang ibu terhadap
penyusuan sekarang. Dalam hal ini perlu ditumbuhkan motivasi dalam dirinya secara
sukarela dan penuh rasa percaya diri mampu menyusui bayinya. Pengalaman masa
kanak-kanak, pengetahuan tentang ASI, nasihat, penyuluhan, bacaan, pandangan dan
nilai yang berlaku di masyarakat akan membentuk sikap ibu yang positif terhadap
masalah menyusui (Roesli, 2000).
2.2.1. Pengertian ASI
Pengertian harfiah dari Air Susu Ibu (ASI) diartikan sebagai susu yang
dihasilkan atau keluar dari payudara seorang wanita (ibu) yang baru melahirkan
Secara biologis setiap perempuan mampu menghasilkan ASI untuk kebutuhan
bayinya, prosentasenya sebesar 99%, hanya 1% yang tidak mampu menyusui karena
kerusakan di kelenjar susu. Tapi itupun separuh masih dapat memberikan ASI setelah
kerusakan pada kelenjar itu diobati (Suheimi, 1997).
Yang dimaksud dengan ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara
eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu
formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti
ditinjau dari berbagai segi, baik segi gizi, kesehatan, ekonomi, maupun sosio
psikologis (Danuatmaja, 2003).
2.2.2. Cara Pemberian ASI
Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya
selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, ia
harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan
sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun. Para ahli menemukan
bahwa manfaat ASI sangat meningkat bila bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan
pertama kehidupannya. Peningkatan ini sesuai dengan lamanya pemberian ASI
eksklusif serta lamanya pemberian ASI bersama-sama dengan makanan padat setelah
bayi berumur 6 bulan. Begitu pula dengan perawatan payudara yang baik, ibu tidak
perlu khawatir bentuk payudaranya akan berubah sehingga kurang menarik. Juga
dengan perawatan payudara yang baik puting susu tidak lecet sewaktu dihisap bayi
(Danuatmaja, 2003).
Hal-hal umum yang perlu diketahui dalam pemberian ASI adalah: (a) ASI
adalah minuman yang paling sesuai, bersih dan bebas kuman, bergizi dan murah
untuk bayi, (b) ASI merupakan hak setiap bayi untuk memperolehnya dan kewajiban
setiap ibu untuk memberikannya, (c) ASI mengandung antibodi yang meningkatkan
daya tahan tubuh bayi terhadap penyakit, (d) Produksi ASI akan semakin banyak
apabila bayi lebih sering menetek dan setiap kali dikosongkan. Untuk menjaga
ASI dan kosongkan ASI secara berkala, (e) Proses menyusui sangat baik untuk
perkembangan jiwa dan hubungan batin antar ibu dan anak, (f) Bagi ibu yang bekerja
dan memberikan ASI selama masa cuti, tidak disarankan untuk melatih bayi minum
dari botol terlalu dini (Depkes RI, 1997).
Menurut Roesli (2000), pemberian air susu ibu secara eksklusif (tanpa ada
pemberian makanan lain) pada bayi usia antara nol bulan sampai enam bulan, akan
mampu meningkatkan daya tahan tubuh bayi dan peningkatan daya kecerdasannya,
karena ASI memang mengandung sekitar 2.000 zat makanan dan kolostrum, sehingga
membuat anak memiliki daya tahan tubuh tinggi serta tumbuh secara sehat dan
cerdas.
Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2002-2003, didapati data jumlah pemberian ASI eksklusif pada bayi di bawah usia
dua bulan hanya mencakup 64% dari total bayi yang ada. Persentase tersebut
menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi, yakni, 46% pada bayi usia 2-3
bulan dan 14% pada bayi usia 4-5%, yang lebih memprihatinkan, 13% bayi di bawah
dua bulan telah diberi susu formula dan satu dari tiga bayi usia 2-3 bulan telah diberi
makanan tambahan.
Jika bayi usia antara 0-6 bulan telah mendapat makanan tambahan, seperti
susu formula, maka akan mengurangi zat kekebalan tubuh yang diperoleh dari ASI
ibu, sehingga menurunkan daya tahan tubuh dan kecerdasannya (Roesli, 2000).
Ibu harus memberikan ASI secara eksklusif karena ASI mengandung zat
meningkatkan daya tahan tubuh dari tertularnya penyakit dan menumbuhkan sel-sel
otak yang merangsang tingkat kecerdasan. Selain itu, penggunaan ASI secara
eksklusif mampu menghemat pengeluaran anggaran pembelian susu formula yang
saat ini harganya masih cukup mahal, mahalnya susu formula tersebut, di antaranya
karena para produsen sekarang semakin berlomba untuk menjadikan produksinya
mendekati dan menyamai khasiat ASI. Misalnya dengan penambahan unsur-unsur
yang terdapat dalam ASI, seperti DHA yang menambah kecerdasan anak, dan
lain-lainnya (Roesli, 2000).
2.2.3. Manfaat ASI
ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal, berkomposisi seimbang, dan
secara alami disesuaikan dengan kebutuhan masa pertumbuhan bayi. ASI adalah
makanan bayi yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan
melaksanakan manajemen laktasi secara baik, ASI sebagai makanan tunggal akan
mencukupi kebutuhan tumbuh bayi hingga usia enam bulan. Setelah usia enam bulan,
bayi harus mulai mendapatkan makanan padat, tetapi pemberian ASI dapat terus
dilanjutkan sampai bayi berumur dua tahun atau lebih.
Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobulin (zat kekebalan
tubuh) dari ibunya melalui ari-ari. Namun, kadar zat ini akan cepat sekali menurun
segera setelah lahir. Badan bayi sendiri baru membuat zat kekebalan cukup banyak
sehingga mencapai kadar protektif pada waktu berusia sekitar 9 sampai 12 bulan.
bayi belum mencukupi maka akan terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi
(Suraatmaja, 2000). ASI yang pertama kali keluar disebut kolostrum mengandung zat
kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari susu matang (mature). Zat kekebalan yang
terdapat pada ASI antara lain akan melindungi bayi dari penyakit diare (Roesli,
2000).
Suatu kenyataan bahwa mortalitas (angka kematian) dan morbiditas (angka
terkena penyakit) pada bayi ASI eksklusif jauh lebih rendah dibanding dengan bayi
yang tidak mendapatkan ASI. Anak yang sehat tentu akan lebih berkembang
kepandaiannya dibanding anak yang sering sakit terutama bila sakitnya berat (Roesli,
2000).
Perkembangan kecerdasan anak sangat berkaitan erat dengan pertumbuhan
otak. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan otak anak adalah nutrisi yang
diterima saat pertumbuhan otak, terutama saat pertumbuhan otak cepat. Lompatan
pertumbuhan pertama sangat penting karena pada periode inilah pertumbuhan otak
sangat pesat.
Bayi yang sering berada dalam dekapan ibunya karena menyusui, dapat
merasakan kasih sayang ibu dan mendapatkan rasa aman, tenteram dan terlindung.
Perasaan terlindung dan disayang inilah yang menjadi dasar perkembangan emosi
bayi, yang kemudian membentuk kepribadian anak menjadi baik dan penuh percaya
2.3. Tindakan Pemberian ASI
Menurut Notoatmodjo (2005) tindakan adalah gerakan/perbuatan dari tubuh
setelah mendapatkan rangsangan ataupun adaptasi dari dalam tubuh maupun luar
tubuh atau lingkungan. Tindakan seeorang terhadap stimulus tertentu akan banyak
ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.
Secara logis sikap akan dicerminkan dalam bentuk tindakan namun tidak
dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis. Suatu
sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk
terwujudnya sikap menjadi suau tindakan diperlukan faktor pendukung atau suatu
kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas dan faktor pendukung dari berbagai
pihak (Notoatmodjo, 2005).
Tindakan terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu (Notoatmodjo, 1993).
1. Persepsi (perception) diartikan mengenal dan memilih berbagai objek
sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
2. Respon terpimpin (guided response) diartikan sebagai suatu urutan yang
benar sesuai dengan contoh.
3. Mekanisme (mechanism) diartikan apabila seseorang telah dapat melakukan
sesuatu dengan benar secara optimis atau sesuatu itu merupakan kebiasaan.
4. Adaptasi (adaptation) suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi
Menurut Maas (2004), walaupun pada masyarakat tradisional pemberian ASI
bukan merupakan permasalahan yang besar karena pada umumnya ibu memberikan
bayinya ASI, namun yang menjadi permasalahan adalah pola pemberian ASI yang
tidak sesuai dengan konsep medis sehingga menimbulkan dampak negatif pada
kesehatan dan pertumbuhan bayi. Di samping pola pemberian yang salah, kualitas
ASI juga kurang. Hal ini disebabkan banyaknya pantangan terhadap makanan yang
dikonsumsi si ibu baik pada saat hamil maupun sesudah melahirkan. Sebagai contoh,
pada masyarakat Kerinci ibu yang sedang menyusui pantang untuk mengkonsumsi
bayam, ikan laut atau sayur nangka. Di beberapa daerah ada yang memantangkan ibu
yang menyusui untuk memakan telur.
Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi
budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan pola pemberian makan pada
bayi yang berbeda, dengan konsepsi kesehatan modern. Sebagai contoh, pemberian
ASI menurut konsep kesehatan modern ataupun medis dianjurkan selama 2 (dua)
tahun dan pemberian makanan tambahan berupa makanan padat sebaiknya dimulai
sesudah bayi berumur 4 tahun. Namun, pada suku Sasak di Lombok, ibu yang baru
bersalin selain memberikan nasi pakpak (nasi yang telah dikunyah oleh ibunya lebih
dahulu) kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat. Mereka percaya bahwa
apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik untuk bayi. Sementara pada
masyarakat Kerinci di Sumatera Barat, pada usia sebulan bayi sudah diberi bubur
tepung, bubur nasi, pisang dan lain-lain. Ada pula kebiasaan memberi roti, pisang,
ASI keluar. Demikian pula halnya dengan pembuangan kolostrum (ASI yang pertama
kali keluar). Di beberapa masyarakat tradisional, kolostrum ini dianggap sebagai susu
yang sudah rusak dan tak baik diberikan pada bayi karena warnanya yang
kekuning-kuningan. Selain itu, ada yang menganggap bahwa kolostrum dapat menyebabkan
diare, muntah dan masuk angin pada bayi. Sementara, kolostrum sangat berperan
dalam menambah daya kekebalan tubuh bayi (Maas, 2004).
2.4. Landasan Teori
Permasalahan pembangunan kesehatan menjadi perhatian utama sebagai
penyebab masih rendahnya derajat kesehatan adalah faktor sosial budaya. Salah satu
tujuan yang hendak dicapai dalam pembangunan kesehatan adalah memberdayakan
individu, keluarga dan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan, dan melindungi
kesehatannya sendiri dan lingkungannya menuju masyarakat yang sehat, mandiri, dan
produktif. Hal ini ditempuh melalui peningkatan pengetahuan, sikap, perilaku dan
peran aktif individu, keluarga, dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat.
Perilaku masyarakat yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah terjadinya resiko penyakit,
melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berpartisipasi aktif dalam gerakan
peningkatan kesehatan masyarakat termasuk pemberian ASI eksklusif kepada bayi
0-6 bulan.
Dalam pembangunan bangsa, peningkatan kualitas manusia harus dimulai
penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI).
Pemberian ASI semaksimal mungkin merupakan kegiatan penting dalam
pemeliharaan anak dan persiapan generasi penerus di masa depan. Akhir-akhir ini
sering dibicarakan tentang peningkatan penggunaan ASI.
Perilaku kesehatan seseorang dalam hal ini pemberian ASI eksklusif sangat
berkaitan dengan aspek sosial budaya diantaranya pengetahuan, kepercayaan, nilai,
dan norma dalam lingkungan sosialnya (Kalangie, 1994).
Menurut Taylor (1871) dalam Soekanto (1990), kebudayaan adalah kompleks yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan
kebiasaan dan kemampuan-kemampuan, serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh
manusia sebagai anggota masyarakat.
Sebagai landasan teori dalam penelitian ini mengacu kepada pendapat
Kalangie (1994) maupun pendapat Taylor (1871) dalam Soekanto (1990), dengan
memfokuskan telaah tentang tindakan pemberian ASI eksklusif berkaitan dengan
pengetahuan, nilai atau norma, serta keyakinan atau kepercayaan.
2.5. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian maka kerangka konseptual dapat digambarkan.
SOSIAL BUDAYA
1. Pengetahuan 2. Nilai/norma
3. Keyakinan/kepercayaan
TINDAKAN PEMBERIAN ASI
EKSKLUSIF
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah jenis survei dengan menggunakan
pendekatan explanatory research yaitu penelitian yang menjelaskan pengaruh antara
faktor-faktor atau variabel-variabel-melalui pengujian hipotesa.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai
Pesisir Kota Pekanbaru dengan pertimbangan di kecamatan tersebut terdapat cakupan
pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan yang rendah (21,2%).
Penelitian dimulai dengan penelusuran kepustakaan, survei awal, konsultasi
judul, penyusunan proposal, seminar kolokium, pengumpulan data, pengolahan data
dan penyusunan hasil penelitian serta seminar hasil penelitian selama 6 bulan yaitu
dari bulan Mei sampai dengan November 2008.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi > 6
bulan tahun 2008 di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota
di Kelurahan Meranti Pandak sebanyak 137 orang, Kelurahan Limbungan sebanyak
104 orang dan Kelurahan Lembah Sari sebanyak 97 orang, secara rinci dapat dilihat
[image:44.612.112.526.239.357.2]pada tabel berikut ini.
Tabel 3.1. Jumlah Bayi > 6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Rumbai Pesisir Berdasarkan Kelurahan Bulan Januari – Maret 2008
No Kelurahan Jumlah
Bayi ASI Eksklusif Persen (%) Non ASI Eksklusif Persen (%)
1 Meranti Pandak 137 29 21.2 108 78.8
2 Limbungan 104 20 19.2 84 80.8
3 Lembah Sari 97 19 19.6 78 80.4
Jumlah 338 68 21.2 108 78.8
Berdasarkan Tabel 3.1. di atas diketahui jumlah bayi yang diberikan ASI
eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir sebanyak
68 orang, yaitu 29 orang di Kelurahan Meranti Pandak, 20 orang di Kelurahan
Limbungan dan 19 orang di Kelurahan Lembah Sari sedangkan untuk non ASI
Eksklusif yaitu 108 orang di Kelurahan Meranti Pandak, 84 orang di Kelurahan
Limbungan dan 78 orang di Kelurahan Lembah Sari.
Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus penentuan sampel
untuk penelitian survei (Notoatmodjo, 2003), yaitu:
1 2 +
Nd N
n =
n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi d = Presisi 10%
n= 78 sampel
Untuk mendapatkan sampel yang representatif (mewakili), maka diambil
sampel dalam dua kelompok, yaitu yang memberikan ASI eksklusif dan yang tidak
memberikan ASI eksklusif, dengan perbandingan berdasarkan persentase yang ada
di wilayah kerja Puskesmas Rumbai Pesisir, yaitu 21,2% dari 78 orang = 17 orang
untuk kelompok yang memberikan ASI eksklusif dan 78,8% dari 78 orang = 61 orang
untuk kelompok yang tidak memberikan ASI eksklusif
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode
proportional random sampling sehingga diperoleh sampel yang dapat mewakili
seluruh desa di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan
data sekunder.
1. Data primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara kepada responden,
berpedoman pada kuesioner penelitian tentang karakteristik responden, sosial budaya,
dan tindakan pemberian ASI eksklusif.
2. Data sekunder
Diperoleh dari Kantor Camat Rumbai Pesisir, dan Puskesmas Rumbai Pesisir,
tentang data geografis wilayah, demografi, sarana kesehatan, serta data-data
3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
a) Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui ibu yang mempunyai bayi
umur > 6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir yang
terkait dengan pengertian ASI eksklusif, cara pemberian, umur bayi yang
diberikan ASI eksklusif, serta manfaat diberikannya ASI eksklusif.
b) Nilai atau norma adalah segala sesuatu yang dianut oleh ibu yang mempunyai
bayi umur > 6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir yang
menjadi pengarah tingkah laku dalam mencapai tujuan yang diinginkan dalam
pemberian ASI eksklusif.
c) Keyakinan atau kepercayaan adalah kondisi spritualitas sebagai keyakinan atau
hubungan dengan kekuatan yang lebih tinggi, keilahian dan kekuatan yang
menciptakan pedoman atau acuan kehidupan yang dianut atau menjadi pegangan
ibu yang mempunyai bayi umur > 6 bulan yang terkait dengan pemberian ASI
eksklusif.
d) Tindakan pemberian ASI eksklusif adalah tindakan atau perbuatan ibu yang
mempunyai bayi umur 0-6 bulan dalam pemberian ASI eksklusif.
3.6. Metode Pengukuran
3.6.1. Variabel Independen
Variabel sosial budaya diukur dengan menggunakan beberapa sub variabel
meliputi: pengetahuan, nilai/norma, serta keyakinan/kepercayaan, dengan skala
a) Pengetahuan responden tentang ASI eksklusif menggunakan skala ordinal,
dikategorikan atas:
1. Baik apabila nilai yang diperoleh >75 dari nilai tertinggi
2. Sedang apabila nilai yang diperoleh 40-75 dari nilai tertinggi
3. Buruk apabila nilai yang diperoleh <40 dari nilai tertinggi
b) Nilai atau norma responden terhadap ASI eksklusif menggunakan skala ordinal,
dikategorikan atas:
1. Baik apabila nilai yang diperoleh >75 dari nilai tertinggi
2. Sedang apabila nilai yang diperoleh 40-75 dari nilai tertinggi
3. Kurang apabila nilai yang diperoleh <40 dari nilai tertinggi
c) Keyakinan atau kepercayaan responden terhadap ASI eksklusif menggunakan skala
ordinal, dikategorikan atas.
1. Baik apabila nilai yang diperoleh >75 dari nilai tertinggi
2. Sedang apabila nilai yang diperoleh 40-75 dari nilai tertinggi
3. Kurang apabila nilai yang diperoleh <40 dari nilai tertinggi
3.6.2. Variabel Dependen
Tindakan pemberian ASI eksklusif diukur dari kualitas pemberian ASI
eksklusif menggunakan skala ordinal, dikategorikan atas:
1. Baik apabila nilai yang diperoleh >75 dari nilai tertinggi
2. Sedang apabila nilai yang diperoleh 40-75 dari nilai tertinggi
Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian
No Variabel
Independen Jumlah Indikator Alat Ukur Skala
Ukur Kategori
1 2 3 4 5 6
1 Pengetahuan 10 Kuesioner Ordinal a. Baik b. Sedang c. Kurang 2 Nilai/Norma 10 Kuesioner Ordinal a. Baik
b. Sedang c. Kurang 3 Keyakinan/
Kepercayaan
10 Kuesioner Ordinal a. Baik b. Sedang c. Kurang No Variabel Dependen Jumlah Indikator Alat Ukur Skala Ukur Kategori
1 2 3 4 5 6
Tindakan pemberian ASI Eksklusif
5
Kuesioner Ordinal a. Baik b. Sedang c. Kurang
3.7. Metode Analisis Data
Data yang telah dikumpul, diedit dan dikoding secara manual. Teknik analisa
data dilakukan dengan menggunakan uji statistik regresi berganda pada tingkat
kepercayaan 95% ( =0,05), untuk menjelaskan pengaruh sosial budaya masyarakat
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru terdiri
dari 3 kelurahan yaitu kelurahan Meranti Pandak, Kelurahan Limbungan dan
Kelurahan Lembah Sari dengan batas wilayah terletak dipinggir Sungai Siak dengan
batas wilayah.
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Lembah Damai.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Siak (Kecamatan lima puluh dan
Kecamatan Senapelan).
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Tebing Tinggi Okura.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Umban Sari dan Kecamatan
Umban Sari.
Berdasarkan data dari Kantor Camat Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru tahun
2007, jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota
Pekanbaru sebanyak 33.869 jiwa yang terdiri dari 3 kelurahan, menunjukkan bahwa
penduduk yang paling banyak di Kelurahan Meranti Pandak yaitu sebanyak 13.612
jiwa, sedangkan kelurahan paling sedikit adalah Kelurahan Lembah Sari yaitu
Tabel 4.1. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Tahun 2008
Jlh. Pddk Jenis Kelamin
No Kelurahan
(Jiwa) Laki-laki Perempuan
1 Meranti Pandak 13.612 6.810 7099
2 Limbungan 10.517 5.215 5599
3 Lembah Sari 9.740 4.912 5234
Jumlah 33.869 15.937 17.932
Sumber: Kecamatan Rumbai Pesisir dalam Angka Tahun 2008
Komposisi tenaga kesehatan berdasarkan tingkat pendidikan Wilayah kerja
Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru sebagian besar adalah tenaga
perawat dan bidan, yaitu sebanyak 41 orang. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Tahun 2008
No Jenis Tenaga Jumlah Persen
1 Dokter/Dokter Gigi 4 9.8
2 Kesmas 1 2.4
3 Perawat dan Bidan 23 56.1
4 Farmasi 1 2.4
5 Gizi 2 4.9
6 Sanitasi 1 2.4
7 Analis 1 2.4
8 Lainnya 8 19.5
Jumlah 41 100.0
Sumber: Profil Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir, 2008
4.2. Karakteristik Responden
Karakteristik responden meliputi: usia ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu serta
anak keberapa dan usia bayi yang sedang disusui. Jumlah dan persentase responden
[image:50.612.111.535.403.565.2]Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui sebagian besar responden berumur antara
20-35 tahun, yaitu sebanyak 66 orang (84.6%) hal ini menunjukkan responden
dominan usia produktif. Pendidikan responden 33 orang (42,3%) tamat SLTA.
Pekerjaan responden bervariasi, namun umumnya ibu rumah tangga yaitu sebanyak
69 orang (88.5%) dan urutan anak dominan pada anak urutan ke II yaitu 26 orang
(33,3%) serta usia anak dominan pada usia >7 bulan 52 orang (66.7%) dapat dilihat
[image:51.612.113.533.324.699.2]pada tabel berikut:
Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Tahun 2008
No Karakteristik Jumlah Persen
1 Usia Ibu
< 20 Tahun 6 7.7
20-35 tahun 66 84.6
> 35 Tahun 6 7.7
Jumlah 78 100.0
2 Pendidikan Ibu
Tamat SD 10 12.8
Tamat SLTP 31 39.7
Tamat SLTA 33 42.3
Akademi/Sarjana (S.l) 4 5.1
Jumlah 78 100.0
3 Pekerjaan Ibu
IRT 69 88.5
PNS 1 1.3
Peg.Swasta 4 5.1
Wiraswasta 4 5.1
Petani 0 0
Jumlah 78 100.0
4 Urutan Anak
Pertama 23 29.5
Kedua 26 33.3
Ketiga 21 26.9
> Ketiga 8 10.3
Jumlah 78 100.0
5 Usia Anak
6-7 bulan 26 33.3
> 7 bulan 52 66.7
4.3. Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif
Aspek pengetahuan tentang ASI eksklusif yang ditanyakan dalam penelitian
ini meliputi: pengertian, waktu pemberian, manfaat serta kandungan gizi dalam ASI,
jumlah dan persentase secara rinci dapat dilihat pada uraian berikut:
Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang ASI
di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Tahun 2008
Benar Salah No Pernyataan
n % n %
1. ASI eksklusif berarti hanya pemberian Air Susu Ibu
(ASI) kepada bayi tanpa tambahan apapun. 30 38.5 48 61.5 2. Pemberian ASI eksklusif minimal selama 6 bulan. 37 47.4 41 52.6 3. Asupan gizi ibu yang cukup dapat meningkatkan
kualitas ASI yang diberikan kepada bayi 0-6 bulan. 37 47.4 41 52.6 4. Kandungan zat gizi dalam ASI tidak mencukupi
kebutuhan bayi umur 0-6 bulan. 37 47.4 41 52.6 5. Dalam ASI terdapat zat antibodi yang dapat
melindungi bayi dari penyakit. 35 44.9 43 55.1 6. ASI mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan
bayi sampai umur 6 bulan. 32 41.0 46 59.0 7. ASI boleh disimpan dalam termos, pada suhu dan
kemasan yang benar. 32 41.0 46 59.0 8. Selain agar bayi sehat, ASI eksklusif juga penting
untuk kecerdasan bayi. 37 47.4 41 52.6 9. Pemberian ASI eksklusif berguna untuk
menjarangkan kehamilan. 42 53.6 36 46.2 10. Lebih sering menyusui, maka lebih banyak ASI yang
diproduksi 29 37.2 49 62.8
Berdasarkan tabel di atas diketahui 61.5% responden menyatakan salah jika
ASI eksklusif hanya merupakan pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi tanpa
tambahan apapun, 52.6% responden menyatakan salah pemberian ASI eksklusif
[image:52.612.131.533.273.573.2]cukup dapat meningkatkan kualitas ASI yang diberikan kepada bayi 0-6 bulan, 52,6%
reponden menyatakan salah kandungan zat gizi dalam ASI tidak mencukupi
kebutuhan bayi umur 0-6 bulan 55,1% responden menyatakan salah dalam ASI
terdapat zat antibodi yang dapat melindungi bayi dari penyakit, 59,0% responden
menyatakan salah ASI mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan bayi sampai
umur 6 bulan, 59,0% responden menyatakan salah tentang ASI boleh disimpan dalam
termos, pada suhu dan kemasan yang benar, 53.6% responden menyatakan benar
selain agar bayi sehat, ASI eksklusif juga penting untuk kecerdasan bayi dan
pemberian ASI eksklusif berguna untuk menjarangkan kehamilan serta 62,8%
responden menyatakan salah tentang lebih sering menyusui, maka lebih banyak ASI
[image:53.612.109.534.471.545.2]yang diproduksi.
Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang Tindakan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Tahun 2008
No Kategori Pengetahuan tentang ASI Jumlah Persen (%)
1. Baik 25 32.1
2. Sedang 53 67.9
3. Kurang 0 0
Jumlah 78 100.0
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa kategori atau tingkat pengetahuan
responden 67,9% dominan pada kategori sedang tentang tindakan pemberian ASI
4.4. Nilai atau Norma tentang ASI
Faktor nilai atau norma tentang tindakan pemberian ASI eksklusif dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Nilai dan Norma tentang
Tindakan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Tahun 2008
Benar Salah