3 Rata-rata Hasil Pengukuran Tinggi Anakan Akasia (Acacia mangium
Willd) dengan 4 (empat) Perlakuan……….. 30 4 Pertambahan Tinggi Anakan Akasia (Acacia mangium Willd) dengan
Media Tumbuh yang Berbeda……….…. 31 5 Analisis Keragaman Pengaruh Media Pertumbuhan Terhadap
Pertambahan Tinggi Anakan Akasia (Acacia mangium Willd) ….…….. 32 6 Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Pengaruh Perlakuan Media Tumbuh
Terhadap Pertambahan Tinggi………... 32
DAFTAR GAMBAR
No Tubuh Utama Halaman
1 Rata-rata Pertumbuhan Tinggi Anakan Akasia (Acacia mangium willd) Dengan Media yang Berbeda ………. 30
I. PENDAHULUAN
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah unsur
hara. Jenis-jenis tanaman yang mempunyai sifat cepat tumbuh akan
membutuhkan banyak unsur hara dan media yang baik. Acacia mangium Willd
termasuk salah satu jenis tanaman yang mempunyai sifat cepat tumbuh. Salah
satu cara untuk menambah unsur hara dengan memberikan kompos. Selain itu,
media yang digunakan diharapkan dapat menunjang pertumbuhan semai.
Kompos sangat potensial untuk dijadikan pupuk organik yang dapat
digunakan sebagai alternatif pengganti pupuk kimia. Hasil pengomposan
berbahan baku sampah dinyatakan aman untuk digunakan ketika sampah organik
telah dikomposkan dengan sempurna, jika secara kimia adalah terjadinya
perubahan kandungan hara (C/N 10-20) dan tingkat fitotoksisitas rendah
(Djuarnani, dkk., 2006).
Kompos ibarat multi- vitamin untuk tanah pertanian. Karena dapat
meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat,
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik
tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan
kandungan air tanah. Penambahan kompos akan meningkatkan aktivitas mikroba
tanah yang bermanfaat bagi tanaman, diantaranya membantu tanaman untuk
menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat
merangsang pertumbuhan tanaman serta dapat membantu tanaman menghadapi
Tanaman yang diberi perlakuan dengan kompos cenderung lebih baik
kualitasnya dari pada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misalnya hasil
panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Penentuan jenis kayu yang akan dibudidayakan merupakan langkah awal
yang penting karena akan berpengaruh besar bahkan bersifat menentukan terhadap
segi teknis dan ekonomis untuk jangka waktu yang panjang. Kriteria jenis kayu
tersebut meliputi antara lain kayu yang bernilai tinggi dengan prospek pemasaran
yang baik, kesesuaian tempat tumbuh, kualitas kayu dan bentuk batang yang
sesuai dengan persyaratan bahan baku untuk jenis industri yang bersangkutan
(Anonim, 1980).
Salah satu jenis yang memiliki kriteria tersebut di atas dalam jangka
pemilihan bahan baku adalah Acacia mangium Willd
Acacia mangium willd termasuk jenis Legum yang tumbuh cepat, tidak
memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi dan tidak begitu terpengaruh oleh
jenis tanahnya. Kayunya bernilai ekonomi karena merupakan bahan yang baik
untuk finir serta perabot rumah yang menarik seperti: lemari, kusen pintu, dan
jendela serta baik untuk bahan bakar. Tanaman A. mangium Willd yang berumur
tujuh dan delapan tahun menghasilkan kayu yang dapat dibuat untuk papan
partikel yang baik. Faktor yang lain yang mendorong pengembangan jenis ini
adalah sifat pertumbuhan yang cepat. Pada lahan yang baik, umur 9 tahun telah
mencapai tinggi 23 meter dengan rata-rata kenaikan diameter 2 – 3 meter dengan
hasil produksi 415 m3/ha atau rata-rata 46 m3/ha/tahun. Pada areal yang
rata-rata 27 cm serta hasil produksi rata-rata 20m3/ha/tahun. Kayu A. mangium
Willd termasuk dalam kelas kuat III-IV, berat 0,56 – 0,60 dengan nilai kalori
rata-rata antara 4800 – 4900 k.cal/kg (Anonim, 1994)
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dalam penelitian ini diuji
penggunaan kompos sebagai media tumbuh dengan mencampur tanah subsoil
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh campuran subsoil
dengan kompos terhadap pertambahan tinggi anakan A. mangium Willd di
Persemaian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah dapat memberikan
gambaran tentang pengaruh kombinasi subsoil dengan kompos terhadap
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pertumbuhan dan Perkembangan Tegakan
Pengertian pertumbuhan pohon adalah suatu perkembangan yang
menunjukkan pertambahan dari suatu sistem organ hidup yang terdapat didalam
pohon selama hidupnya (Soekotjo, 1976).
Menurut Baker (1950), yang dimaksud dengan pertumbuhan pohon adalah
pertambahan tumbuh membesar dan terbentuknya jaringan-jaringan baru.
Selanjutnya dijelaskan pula bahwa pertumbuhan pohon meliputi pertumbuhan
bawah dan pertumbuhan atas.
Dalam bidang kehutanan, pertumbuhan pohon sangatlah penting untuk
dipelajari sebagai suatu pedoman atau cara untuk mengetahui pertambahan riap,
sehingga dapat diketahui hasil tegakan (volume). Riap merupakan pertambahan
tumbuh pohon dalam jangka waktu tertentu, dimana pertumbuhan dan riap ini
merupakan dua istilah yang dikenal dari sudut pandang Autekologi (ekologi suatu
jenis pohon) (Soekotjo, 1976).
Pertumbuhan dan perkembangan dari masing- masing pohon atau tegakan
berbeda, seperti tinggi dan diameter dan bidang dasar tidak sama dalam
pertumbuhan pohon (Soekotjo, 1976).
Menurut Dipodiningrat (1985), kerapatan tegakan memperlambat
pertumbuhan diameter, tetapi dapat merangsang pertumbuhan tinggi. Hal ini
1. Pertumbuhan Tinggi
Tinggi adalah jarak terpendek antara satu titik dengan titik proyeksinya
pada bidang horizontal atau bidang datar. Sedangkan yang dimaksud dengan
panjang adalah jarak yang menghubungkan antara dua titik yang diukur menurut
atau tidak menurut garis lurus (Endang, 1990 ).
Ada dua cara yang perlu diperhatikan dalam konteks pengukuran tinggi
yaitu tinggi dan panjang (Suharlan dan Soediono, 1973), untuk dapat
membedakannya, maka dicoba memberikan pengertian secara definisi sebagai
berikut:
a. Tinggi adalah jarak terpendek antara satu titik dengan peroyeksinya, bidang
datar dan horizontal.
b. Panjang adalah jarak antara dua titik yang di ukur menurut atau tidak menurut
garis lurus.
Beberapa alat ukur tinggi pohon menurut Pariadi (1979), di bedakan atas
dua golongan yaitu :
a. Alat yang memerlukan pengukuran jarak antara lain abney level, forest service
hysometer, fausmen, weise, spigel relascope biterlinch dan lain- lain.
b. Alat yang tidak memerlukan jarak yang antara lain christen hypsometer,
walking stick dan lain- lain.
Menurut Suharlan dan Sudiono (1973), kesalahan dalam pengukuran
tinggi pohon berdasarkan sumber penyebabnya dapat dibedakan menjadi empat
a. Kesalahan alat, sumber utamanya yaitu pembagian skala alat, tingkat
ketelitian alat dan kedudukan alat pada waktu mengukur
b. Kesalahan sipengukur dalam menggunakan alat pada waktu mengukur.
c. Faktor lingkungan, misalnya pada kondisi fisik lapangan, topografi, cuaca dan
lain- lain.
d. Kesalahan karena keadaan pohonnya, misal tajuk pohon terlalu lebar serta
pohon dalam keadaan miring.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Soekotjo (1976), menyatakan bahwa tempat tumbuh hanya berbeda
dengan alam vegetasi, yang dihasilkan namun berbeda juga dalam faktor iklim,
tanah dan faktor lainnya. Semua faktor ini menyebabkan perbedaan-perbedaan di
dalam vegetasi yang tumbuh pada bermacam- macam tempat tumbuh.
Tumbuhan untuk dapat tumbuh secara optimal memerlukan hal-hal yang
menunjang, menurut Danaatmadja (1989), hal yang menunjang tersebut ya itu:
a. Faktor genetik (internal)
Faktor genetik ini adalah gen atau sifat bawaan yang diturunkan dari induknya
seperti kecepatan tumbuh, bentuk tajuk, banyaknya cabang dan lain- lain, di sini
termaksud juga kematangan biji atau buah, sebagai sifat bawaan hal ini bersifat
internal.
b. Faktor lingkungan (eksternal)
Tumbuhan-tumbuhan tumbuh teratur di bawah pengaruh lingkungan hidup
yang terutama ditentukan oleh faktor iklim, tempat tumbuh dan bentuk serta
Menurut Susanti (1996), faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan antara lain :
1. Air, adalah faktor penting yang sangat diperlukan dalam tumbuhan, kehadiran
air di sini sangat penting untuk aktifitas enzim serta penguraiannya, traslokasi
serta kebutuhan lainnya.
2. Udara juga merupakan faktor luar yang penting untuk pernafasan atau
transpirasi pada pertumbuhan organ anakan mahoni.
3. Tempat tumbuh
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan menurut Soetrisno (1996),
menyatakan adalah sebagai berik ut :
a. Faktor klimatis
Cahaya matahari, kelembaban dan temperatur merupakan elemen-elemen dari
faktor klimatis. Cahaya sangat berperan dalam menentukan pertumbuhan
suatu tumbuhan demikian pula dengan kelembaban serta temperatur. Faktor
klimatis ini sangat menentukan iklim suatu daerah yang berperan penting
dalam pertumbuhan terutama proses metabolisme yang terjadi pada
tumbuhan.
b. Faktor fisiografis
Menggambarkan bentuk permukaan tanah dan sejarah bentuk geologi
(Ketinggian tempat, kelerengan dan aspek konfigurasi bumi). Faktor-faktor
c. Faktor edafis
Faktor edafis menggambarkan sifat fisik tanah, kimia tanah dan biologi tanah.
Tanah merupakan campuran yang heterogen dan beragam dari partikel
mineral anorganik, hasil rombakan bahwa organik dan berbagai jenis mikro
organisme, bersama-sama dengan udara dan air yang di dalamnya terlarut
berbagai garam- garam anorganik dan senyawa anorganik. Tanah juga
merupakan tempat tumbuh dengan sendirinya dan berkembang biak.
d. Faktor biotis
Manusia, hewan dan tumbuhan (lingkungan biotik) merupakan
elemen-elemen yang berpengaruh terhadap pertumbuhan. Kegiatan penebangan,
pembakaran hutan serta aktifitas lainnya seperti pengelolaan tanah,
pencemaran udara dan air, yang merupakan aspek-aspek biotik yang
berpengaruh terhadap penyerbukan, penyebaran biji dan buah juga persaingan
antara parasit dan simbiosis dengan tumbuhan lainnya. Hal ini akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan.
C. Pertumbuhan dan Perkembangan Akar
Sifat sistim perakaran suatu tumbuhan dan penyebarannya baik secara
vertikal maupun secara horizontal dipengaruhi oleh faktor – faktor luar,
kelembaban tanah, udara dan suhu tanah, serta sifat fisik tanah (Tjitrosomo.
1984).
Coster (1979), menyatakan lingkungan mempunyai pengaruh yang lebih
mendalam pada perkembangan akar dari pada tajuk; barangkali bukan karena
variasinya dari pada udara dan bekerja lebih intensif pada akar. Akar tersebut
pada umumnya tumbuh kearah lapisan mineral dengan ketempat dengan zat asam
yang baik.
Tjitrosomo, S. (1984), menyatakan pentingnya udara untuk akar tumbuhan
pada umum diremehkan. Akar – akar melakukan respirasi sebagai mana bagian –
bagian yang lain dari tumbuhan, dan oksigen sama – sama diperlukan untuk
respirasi organ – organ tersebut dan untuk respirasi batang, daun, bunga dan buah.
Akar, bersama – sama dengan kehidupan tumbuha n dan hewan dalam tanah,
menghabiskan oksigen dan meningkatkan konsentrasi karbon dioksida didalam
udara tanah. Bagaimanapun selagi proses – proses hayati berlangsung didalam
tanah, difusi terjadi ; karbon dioksida berdifusi keluar dari tanah dan oksigen
berdifusi masuk, dengan demikian memungkinkan respirasi aerobic berlangsung.
Respirasi semacam ini lazim terdapat dalam tanah yang berdrainase baik
sepanjang musim tumbuh. Selanjutnya dinyatakan pula, bahwa konsentrasi
oksigen mencapai suatu minimum pada tanah – tanah yang kurang cukup
drainasenya atau pada tanah – tanah tergenang. Tanaman tumbuh merana atau
mati pada tanah seperti itu karena keadaanya yang tidak menguntungkan bagi
respirasi akar dan bagi pertumbuhan. Aerasi yang tidak mencukupi mengurangi
pertumbuhan akar itu sendiri, membatasi penyerapan mineral dan air, dan
mempengaruhi aktivitas organism tanah. Tumbuhan dataran tinggi sangat
beragam dalam kemampuan bertahan pada keadaan persediaan oksigen yang
Selain faktor – faktor di atas juga syarat – syarat mekanik, yang diminta
oleh bagian - bagian di atas tanah dan eksposisinya terhadap dengan angin, kepada
perakaran dapat mempengaruhi pertumbuhan perakaran. Hal ini terjadi terutama
dengan memperkuat pertumbuhan eksentrik, yaitu dengan pembentukan bingkai-
bingkai akar. Karena bentuk anatomi akar – akar juga dipengaruhi. Pembentukan
unsur – unsur sklerenkim (jaringan mekanik) amat dimajukan didalam bagian –
bagian yang harus dapat menahan tekanan – tekanan mekanik yang kuat.
Persaingan diantara sesama akar (kerapatan) juga menghambat pertumbuhan dan
perkembangan perakaran, akhirnya adanya lapisan yang sukar atau tidak dapat
ditembus (karang, lapisan tebal) amat mempengaruhi bentuk perakaran (Coster,
1979).
D. Tinjauan Umum kompos
Kompos adalah bahan-bahan organik yang telah mengalami proses
pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme yang bekerja di
dalamnya (Murbandono, 2000).
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran
bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau
anaerobik , sedangkan Pengomposan adalah :proses dimana bahan organik
mengalami penguraian secara biologis, khusus nya oleh mikroba- mikroba yang
memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos pada
prinsifnya adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos
seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan
aktivator pengomposan. Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan
anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ± 80%, sehingga
pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai (Anonim, 2009)
Kompos dapat dibuat dari bahan yang mudah ditemukan di sekeliling
lingkungan kita, bahkan bahan yang kadang-kadang tidak terpakai, seperti sampah
rumah tangga, dedaunan, jerami, alang-alang, rerumputan, sekam batang jagung
dan kotoran hewan (Murbandono, 2000).
Pengomposan merupakan proses dekomposisi terkendali secara biologis
terhadap limbah padat organik dalam kondisi aerobik (terdapat oksigen) atau
anaerobik (tanpa oksigen). Bahan organik akan diubah hingga menye rupai tanah.
Kondisi terkendali tersebut mencakup rasio karbon dan nitrogen (C/N),
kelembapan, pH dan kebutuhan oksigen (Murbandono, 2000).
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam
dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses
pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk
mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan
teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi-teknologi sederhana, sedang,
maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan
didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang terjadi secara alami.
Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat
berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi
seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik
industry, serta limbah pertanian dan perkebunan (Anonim, 2009).
Prinsip pengomposan adalah menurunkan nilai rasio C/N bahan organik
menjadi sama dengan rasio C/N tanah. Rasio C/N adalah hasil perbandingan
antara karbohidrat dan nitrogen yang terkandung dalam suatu bahan. Nilai rasio
C/N tanah adalah 10-12. Bahan organik yang memiliki rasio C/N sama dengan
tanah memungkinkan bahan tersebut dapat diserap oleh tanaman (Djuarnani, dkk.,
2006).
Teknologi Pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik
maupun anaerobik dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator
pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting
Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko
Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau
menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap
aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri. Pengomposan secara aerobik
paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak
membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan
oleh mikroorganisme dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara.
Pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak
membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik (Murbandono, 2000).
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat
dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya
tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah
dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali
tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah pertamanan, sebagai bahan
penutup sampah di TPA, reklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media
tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia (Anonim, 2009).
2. Manfaat Kompos
Menurut Djuarnani, dkk. (2006), beberapa manfaat kompos yang dapat
diperoleh antara lain adalah:
? Memperbaiki produktivitas tanah
? Mengurangi pencemaran lingkungan
? Meningkatkan Kesuburan Tanah
Menurut Anonim (2009), kompos memiliki banyak ma nfaat yang ditinjau
dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
a. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
b. Mengurangi volume/ukuran limbah
c. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
a. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
b. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
a. Meningkatkan kesuburan tanah
c. Meningkatkan kapasitas serap air tanah
d. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
e. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
f. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
g. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
h. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
3. Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan
Menurut Isroi (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi proses
pengomposan antara lain adalah:
? Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1
hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan
menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40
mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein.
Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis
protein sehingga dekomposisi berjalan lambat. (Djuarnani, dkk., 2006).
? Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan
area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan
dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga
menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan
luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan
? Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen
(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu
yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk
ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan
air bahan (kelembapan). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses
anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat
ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam
tumpukan kompos.
? Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos.
Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume
total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay
Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka
pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan
terganggu.
? Kelembapan (Moisture content)
Kelembapan memegang peranan yang sangat penting dalam proses
metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay
oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan
organik tersebut larut di dalam air. Kelembapan 40 - 60 % adalah kisaran
optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembapan di bawah 40%,
kelembapan 15%. Apabila kelembapan lebih besar dari 60%, hara akan
tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun
dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
? Temperatur/suhu
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara
peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan
semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses
dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan
kompos. Temperatur yang berkisar antara 30-60ºC menunjukkan aktivitas
pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60ºC akan membunuh
sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap
bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba- mikroba
patogen tanaman dan benih-benih gulma.
? pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang
optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. pH
kotoran ternak umumnya berkisar antara 6,8 hingga 7,4. Proses pengomposan
sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu
sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal,
akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia
dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH
pada fase- fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya
? Kandungan Hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya
terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan
dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
? Kandungan Bahan Berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya
bagi kehidupan mikroba. Logam- logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr
adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam- logam berat akan
mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
? Lama pengomposan
Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang
dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau
tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan
berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos
benar-benar matang.
4. Mutu kompos
Isroi (2008), menyatakan bahwa mutu kompos dapat diketahui dengan
mengamati beberapa hal, antara lain:
a. Kompos yang bermutu adalah kompos yang telah terdekomposisi dengan
sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek merugikan bagi pertumbuhan
b. Penggunaan kompos yang belum matang akan menyebabkan terjadinya
persaingan bahan nutrien antara tanaman dengan mikroorganisme tanah
yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman
c. Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
? Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,
? Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi,
? Nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan derajat
humifikasinya,
? Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,
? Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan
? Tidak berbau.
E. Risalah Jenis Acacia Mangium Willd
Acacia mangium Willd., merupakan jenis asli yang tumbuh di Indonesia.
Didaerah asalnya di kepulauan Maluku, jenis ini tumbuh secara alamiah di daerah
dimana tumbuh tanaman Kayu Putih (Melleleuca leucadendron) ; (Sindusuwarno