• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kontrol Diri Terhadap Perilaku Cyberloafing Pada

BAB II LANDASAN TEORI

C. Pengaruh Kontrol Diri Terhadap Perilaku Cyberloafing Pada

CYBERLOAFING PADA PEGAWAI PERPUSTAKAAN

Salah satu fenomena yang muncul bersamaan dengan penggunaan fasilitas internet di tempat kerja adalah perilaku cyberloafing. Perilaku cyberloafing merupakan perilaku kerja karyawan yang bersifat counterproductive dan dapat merugikan perusahan. Hal ini dikarenakan cyberloafing memungkinkan karyawan untuk membuang-buang waktu kerja. Cyberloafing merupakan tindakan karyawan yang disengaja berupa penggunaan akses internet perusahaan untuk browsing

website yang tidak berkaitan dengan pekerjaan (Lim, 2002). Tindakan ini

dilakukan selama jam kerja untuk kepentingan pribadi karyawan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku cyberloafing adalah sifat pribadi karyawan (Ozler & Polat, 2012). Salah satu sifat pribadi tersebut adalah kontrol diri. Penelitian yang dilakukan oleh Restubog, Garcia, Toledano, Amarnani, Tolentino, dan Tang (2011) menunjukkan bahwa kontrol diri berhubungan negatif dengan perilaku cyberloafing pekerja. Hal ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa perilaku

counterproductive seperti cyberloafing terjadi akibat kegagalan regulasi diri

(Yellowees & Marks, 2007).

Gottfredson dan Hirschi (1990) menyatakan bahwa kontrol diri merupakan atribut stabil manusia yang dikarakteristikkan dengan pengaturan kognisi, afeksi, dan perilaku menuju pemenuhan tujuan-tujuan tertentu individu. Dalam teori kontrol diri rendah yang mereka kembangkan, mereka mengungkapkan bahwa individu yang memiliki kontrol diri rendah dikarakteristikkan dengan enam

elemen, yaitu impulsiveness, preference for physical activity, risk-seeking

orientation, self-centeredness, preference for simple tasks, dan short-tempered.

Jika ditinjau dari elemen impulsiveness, maka pegawai yang impulsif cenderung tidak mempertimbangkan konsekuensi negatif dari perbuatan yang dilakukannya. Pegawai yang impulsif lebih mungkin melakukan perilaku menyimpang di tempat kerja, seperti cyberloafing. Selain itu, mereka lebih mudah tergoda untuk melakukan sesuatu yang bersifat menyenangkan bagi dirinya (Gottfredson & Hirschi, 1990), seperti browsing situs hiburan atau media sosial

saat bekerja. Pegawai yang impulsif berorientasi “here and now” sehingga mereka

hanya berfokus pada kenikmatan sesaat dengan melakukan aktivitas browsing internet untuk kepentingan pribadi tanpa mempedulikan dampaknya bagi tempat di mana ia bekerja.

Jika ditinjau dari elemen preference for physical activity, maka pegawai yang melakukan cyberloafing adalah pegawai yang senang melakukan aktivitas fisik dibandingkan aktivitas mental. Hal ini maksudnya adalah pegawai tidak suka melakukan aktivitas yang membutuhkan pemikiran maupun keahlian tertentu (Grasmick, Tittle, Bursik & Arneklev, 1993). Cyberloafing merupakan salah satu perilaku yang tidak membutuhkan skill tertentu, karena yang dibutuhkan hanya perangkat elektronik (seperti komputer atau laptop) dan akses internet. Sedangkan pegawai yang rendah pada elemen ini cenderung lebih suka pada aktivitas yang membutuhkan pemikiran dan keahlian tertentu.

Apabila ditinjau dari elemen risk-seeking orientation, pegawai yang berorientasi mencari resiko lebih cenderung melakukan perilaku menyimpang saat bekerja (Gottfredson & Hirschi, 1990). Perilaku menyimpang ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan cukup berbahaya bagi dirinya dan orang lain. Dalam hal ini, salah satu perilaku menyimpang itu adalah perilaku cyberloafing. Perilaku

cyberloafing juga mengandung unsur manipulatif karena pegawai tetap dapat

terlihat bekerja dengan semangat karena tidak meninggalkan meja kerja, meskipun sebenarnya mereka sedang melakukan aktivitas browsing internet untuk kepentingan pribadi (Lavoie & Pychyl, 2001). Oleh karena itu, pegawai yang memiliki elemen risk-seeking orientation rendah cenderung akan berhati-hati dalam bekerja, sehingga mereka akan mempertimbangkan segala konsekuensi dari suatu tindakan yang akan dilakukannya.

Jika ditinjau dari elemen self-centeredness, pegawai yang hanya berfokus pada kebutuhan diri sendiri akan lebih mungkin melakukan cyberloafing. Pegawai ini kurang peka terhadap kebutuhan orang lain (Gottfredson & Hirschi, 1990), seperti misalnya kebutuhan pengguna layanan perpustakaan. Dampak dari penggunaan internet pribadi saat bekerja tentu akan merugikan berbagai pihak, termasuk instansi di mana ia bekerja. Pegawai yang memiliki self-centeredness tinggi juga akan kurang peka terhadap orang lain, sehingga mereka berperilaku hanya untuk keuntungan pribadi (Grasmick, Tittle, Bursik & Arneklev, 1993).

Apabila dilihat dari elemen preference for simple tasks, pegawai yang lebih mungkin melakukan cyberloafing adalah pegawai yang kurang gigih atau tekun dalam bekerja. Fokus perhatian pegawai ini mudah beralih ke aktivitas-aktivitas

menyenangkan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan. Ia sulit untuk mengontrol dirinya dan fokus menyelesaikan pekerjaannya di kantor. Pegawai yang tinggi pada elemen preference for simple tasks juga akan menghindari pekerjaan sulit yang membutuhkan banyak pemikiran (Gottfredson & Hirschi, 1990). Sebaliknya, pegawai yang memiliki elemen preference for simple tasks rendah cenderung lebih fokus pada pekerjaannya sehingga perhatiannya tidak mudah beralih ke hal-hal lain yang tidak berkaitan dengan pekerjaan.

Jika ditinjau dari elemen short-tempered, pegawai yang tinggi pada elemen ini cenderung rentan mengalami frustasi saat bekerja, sehingga mereka akan mudah mencari pelampiasan dari rasa frustasi yang dialami dengan aktivitas lain (Grasmick, Tittle, Bursik & Arneklev, 1993). Aktivitas lain tersebut biasanya tidak berkaitan dengan pekerjaan, seperti cyberloafing. Selain itu, pegawai yang tinggi pada elemen ini memiliki emosi yang mudah meledak dan temperamental. Sebaliknya, pegawai yang rendah pada elemen ini cenderung lebih tenang dan mamp mengontrol emosinya dengan baik.

Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pegawai yang memiliki kontrol diri rendah berdasarkan teori Gottfredson dan Hirschi (1990) cenderung impulsif, lebih suka melakukan aktivitas fisik yang tidak membutuhkan skill tertentu, suka melakukan aktivitas beresiko, hanya fokus pada kebutuhan diri sendiri, rentan mengalami frustasi dan temperamental, serta menghindari pekerjaan sulit yang membutuhkan pemikiran kognitif. Oleh karena itu, pegawai yang memiliki kontrol diri rendah cenderung lebih mungkin melakukan perilaku

tinggi cenderung mempertimbangkan konsekuensi dari perbuatan yang akan dilakukannya (tidak impulsif), berhati-hati dalam bekerja, lebih suka melakukan aktivitas mental, peka terhadap kebutuhan orang lain, mampu mengatur emosinya, serta gigih dan tekun dalam bekerja. Oleh sebab itu, pegawai yang memiliki kontrol diri tinggi cenderung lebih jarang melakukan perilaku menyimpang di tempat kerja, seperti cyberloafing.

Berdasarkan pemaparan dinamika kedua variabel di atas, dapat dilihat bagaimana keenam elemen dari kontrol diri rendah yang dikemukakan oleh Gottfredson dan Hirschi (1990) dapat mempengaruhi munculnya perilaku

cyberloafing. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat pengaruh dari kontrol diri

terhadap perilaku cyberloafing pada pegawai perpustakaan.

Dokumen terkait