• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LAYANAN KONSELING INDIVIDUAL MELALUI TEKNIK KURSI KOSONG TERHADAP PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF SISWA KORBAN

BULLYING KELAS X DI SMK AL-WASHLIYAH 3 MEDAN TAHUN AJARAN

2014/2015

Dra. Hj. Titik Supraptini, M.Pd11

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan “Untuk mengetahui pengaruh layanan konseling individual

melalui teknik kursi kosong terhadap peningkatan perilaku asertif siswa korban bullying kelas X SMK Al-Washliyah 3 Medan Tahun Ajaran 2014/2015. Penelitian ini dilaksanakan bulan Januari 2015 sampai dengan April 2015. Tempat penelitian dilaksanakan di SMK Al- Washliyah 3 Medan Jalan Garu II No. 93 Medan, Harjosari I, Medan Amplas.

Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan desain penelitian pre-test dan post-test group. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X di SMK Al-Washliyah 3 Medan Tahun Ajaran 2014/2015 yang berjumlah 4 orang siswa korban bullyingyang mempunyai perilaku asertif yang rendah yang ditentukan secara purposive sampling (penarikan sampel secara sengaja). Instrumen yang digunakan adalah angket untuk menjaring data tentang perilaku asertif siswa korban bullying yang sebelumnya diuji cobakan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas angket. Dari 32 item angket yang disebarkan, diketahui ada 27 item yang valid dan 5 item yang tidak valid, yaitu 4, 12, 13, 25 dan 28. Instrumen yang diberikan sebelum dan sesudah layanan konseling individual melalui teknik kursi kosong. Teknik analisis data menggunakan uji wilcoxon.

Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata pre-test = 54 dan Standard Deviasi (SD) = 1,414, sedangkan nilai rata-rata post-test = 79,5 dan Standard Deviasi (SD) = 3,872 dengan demikian pemberian layanan konseling individual melalui teknik kursi kosong terhadap perilaku asertif siswa korban bullying dapat mengubah perilaku asertif siswa korban bullying yang rendah menjadi lebih tinggi lagi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa layanan konseling individual melalui teknik kursi kosong mempunyai pengaruh terhadap peningkatan perilaku asertif siswa korban bullyingdi SMK Al-Washliyah 3 Medan Tahun Ajaran 2014/2015. Hal ini diuji dengan menggunakan uji wilcoxon yang diperoleh dari perhitungan dengan hasil zhitung<

ztabel = -2,403 < 0, artinya hipotesis yang diajukan berbunyi “Ada pengaruh yang signifikan

dari layanan konseling individual melalui teknik kursi kosong terhadap peningkatan perilaku asertif siswa korban bullying kelas X di SMK Al-Washliyah 3 Medan Tahun Ajaran 2014/2015, dapat diterima.

Kata Kunci: Perilaku asertif Siswa Korban Bullying, Konseling Individual Teknik Kursi

Kosong.

Pendahuluan

11

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan zaman yang semakin pesat pada saat sekarang ini, telah membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, terutama dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang efektif dan efisien pada satuan pendidikan akan terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh semua komponen yang memiliki peran dalam mengantarkan peserta didik untuk tercapainya tujuan yang diharapkan. Akan tetapi, beberapa tahun terakhir ini dalam kenyataan yang terlihat, tujuan dari pendidikan itu sendiri belum sepenuhnya tercapai. Hal ini dikarenakan banyaknya timbul fenomena-fenomena yang dapat merusak moral peserta didik salah satunya adalah fenomena bullying. Menurut Wiyani (2012:11), Profesor dan Olweus (1970-an) dari University of Bergendi Skandinavia merupakan salah satu peneliti dari bullying ini.

Kata bullying berasal dari bahasa Inggris, yaitu kata bull yang berarti banteng yang senang menyeruduk kesana kemari. Istilah ini akhirnya diambil untuk menguraikan suatu tindakan destruktif. Berbeda dengan Negara lain seperti Norwegia, Finlandia, dan Denmark yang menyebut bullying dengan istilah mobbing atau mobbning. Istilah aslinya berasal dari bahasa Inggris, yaitu mob yang menekankan bahwa biasanya mob adalah kelompok orang yang anonim dan berjumlah banyak serta terlibat kekerasan. (dalam Wiyani 2012:11)

Dalam bahasa Indonesia (dalam Wiyani, 2012:12), secara etimologi kata bully berarti penggertak, orang yang mengganggu orang lemah. Istilah bullying dalam bahasa Indonesia bisa menggunakan menyekat (berasal dari kata sekat) dan pelakunya (bully) disebut penyakat. Menyakat berarti mengganggu, mengusik, dan merintangi orang lain.

Berdasarkan hasil penelitian Heddy Shri Ahimsa Putra (dalam Wiyani, 2012:17) di enam kota besar di Indonesia yaitu Medan, Semarang, Surabaya, Ujung Pandang, dan Kupang, kekerasan yang paling banyak dialami oleh anak adalah kekerasan fisik dalam banyak bentuk dan variasinya, kemudian disusul kekerasan mental dan seksual. Lokasi kekerasan yang dialami anak sebagian besar di rumah, kemudian di sekolah, dan selanjutnya di tempat umum.

Menurut Hironimus Sugi (dalam Wiyani, 2012:17) dan Plan Internasional menyimpulkan, kasus kekerasan terhadap anak-anak di sekolah menduduki peringkat kedua setelah kekerasan pada anak-anak dalam keluarga. Padahal, jika siswa kerap menjadi korban kekerasan, mereka dapat memiliki watak keras di masa depan. Hal ini secara kolektif akan berdampak buruk terhadap kehidupan bangsa.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian di atas maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Siswa dengan tingkat ekonominya rendah

5309 2. Siswa tidak mampu menolak atau menyatakan ketidaksetujuan atas perlakuan yang

diterimanya,

3. Siswa terlihat takut dan kurang percaya diri menghadapi pelaku bully,

4. Siswa tidak berani jujur atas perlakuan negatif yang didapatkan dantemannya baik secara langsung ataupun melalui media sosial/elektronik,

5. Siswa hanya diam saat dihina atau dicaci maki oleh temannya, 6. Siswa tidak berani mengatakan “tidak” kepada pelaku bullying,

7. Siswa tidak mempunyai kemampuan untuk mempertahankan hak-hak pribadinya,

8. Siswa kurang mampu menunjukkan perasaan untuk melawan tindakan bullying yang diterimanya.

9. Siswa sering kali di jadikan target ejekan dan kejahilan temannya, 10.Siswa tidak melawan saat di di tolak dengan sengaja oleh temannya, 11.Siswa di paksa memberikan contekan di saat ada ulangan,

12.Siswa hanya menunduk ketika di marah-marahi dengan suara keras(di bentak-bentak) oleh temannya,

13.Siswa di pandang sinis oleh temannya.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka penelitian ini hanya membatasi pada aspek “pengaruh layanan konseling individual melalui teknik kursi kosong terhadap peningkatan perilaku asertif siswa korban bullying Kelas X SMK Al-Washliyah 3 Medan Tahun Ajaran 2014/2015”. Hal ini dimaksudkan agar permasalahan yang hendak diteliti lebih terfokus dan minimnya waktu yang dimiliki oleh peneliti.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka dapat dikemukakan, rumusan masalahnya adalah “pengaruh layanan konseling individual melalui teknik kursi kosong terhadap peningkatan perilaku asertif siswa korban bullying Kelas X SMK Al-Washliyah 3 Medan Tahun Ajaran 2014/2015?”

E. Tujuan Penelitian

Ada pun tujuan dari penelitian ini adalah “untuk mengetahui pengaruh layanan konseling individual melalui teknik kursi kosong terhadap peningkatan perilaku asertifsiswa korban

bullying Kelas X SMK A1-Washliyah 3 Medan Tahun Ajaran 2014/2015.”

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan, dan referensi mengenai bullying terutama dalam menangani korbannya, dan dapat memberikan sumbangan bagi seluruh guru bidang studi dan khususnya bagi guru agar dapat memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan dapat memberikan gambaran mengenai peningkatan perilaku asertif korban bullying serta menjadi acuan untuk penelitian berikutnya.

Tinjauan Pustaka

A. Kerangka Teoritis

1. Perilaku Asertif Korban Bullying 1.1. Perilaku Asertif

1.1.1. Defenisi Perilaku Aseritf

Menurut Hadfield & Hasson(2013:8), perilaku asertif adalah ekspresi yang jujur dan tepat mengenai perasaan, opini, dan kebutuhan anda. Orang yang asertif mampu memberi tahu orang lain tentang hal-hal yang ia inginkan dan tidak ia inginkan.

Alberti dan Emmons (dalam Galbraith, J & Delisle, 1, 2006:93), mengemukakan, perilaku asertif adalah perilaku yang memperjuangkan persamaan dalam hubungan kemanusiaan, memungkinkan kita untuk melakukan hal-hal demi kebaikan kita sendiri, mempertahankan diri kita tanpa harus merasa kawatir, mengekpresikan perasaan dengan jujur dan nyaman, menjalankan hak-hak pribadi tanpa mengingkari hak-hak orang lain.

Jakuwboski & Lange (dalam Nursalim, M, 2013:138) mendefenisikan perilaku asertif sebagai perilaku yang dapat membela kepentingan pribadi, mengekspresikan perasaan dan pikiran baik positif maupun negatif secara jujur dan langsung tanpa mengurangi hak-hak atau kepentingan orang lain.

2. Korban Bullying

2.1. Defenisi Korban Bullying

Menurut Wiyani (2012:14), bullying ialah penilaku agresif dan negatif seseorang atau sekelompok orang secara fisik berulang kali yang menyalahgunakan ketidakseimbangan kekuatan dengan tujuan menyakiti targetnya (korban) secara mental atau secara fisik.

Olweus (dalam Geldard, K, 2012:171) mengatakan bahwa bullying adalah sebuah perilaku agresif yang disengaja, yang dilakukan oleh sekelompok orang atau seseorang secara berulang-ulang dan dari waktu ke waktu terhadap seorang korban yang tidak dapat mempertahankan dirinya dengan mudah.

Sementara, Rigby (dalam Faturochman, dkk, 20 12:65) menyimpulkan bahwa bullying merupakan tindakan yang meliputi adanya niatan untuk menyakiti orang lain, tindakan negatif, ketidakseimbangan kekuatan, tindakan berulang, ketidakadilan penggunaan kekuasaan (kekuatan), dan pelaku senang dengan tindakan penindasan yang diterima korban.

5311 Berdasarkan defenisi-defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa bullying adalah perilaku agresif dan negatif seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan secara berulang kali yang memanfaatkan kekuatan atau pengaruh yang dimiliki dengan tujuan mengintimidasi ataupun memaksa orang lain (korban) menuruti keinginannya.

2.2.Konseling Individual Melalui Teknik Kursi Kosong

2.2.1. Konseling Individual

2.2.1.1. Defenisi Konseling Individual

Nurihsan, Achmad Juntika (2007:20), mengatakan layanan konseling individual adalah layanan untuk membantu individu menyelesaikan masalah-masalah, terutama masalah sosial- pribadi yang mereka hadapi, yang bersifat terapeutik dan hanya dapat diberikan oleh pembimbing yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang bimbingan dan konseling atau psikologi yang dilakukan melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli.

2.2.1.2. Tahap-Tahap Pelaksanaan Individual

Menurut Prayitno dan Amti, E (2012:296), tahap-tahap keefektifan pengentasan masalah individu melalui konseling individual adalah sebagai berikut:

1. Dimulai ketika klien menyadari bahwa dirinya mengalami masalah

2. Klien menyadari bahwa dirinya memerlukan orang lain untuk mengentaskan masalah yang sedang dialaminya.

3. Klien benar-benar menjalankan (menerapkan) hasil-hasil yang telah dicapai melalui konseling dalam kehidupan sehari-harinya.

4. Klien mencari sumber (dalam hal ini adalah konselor) yang dapat benar-benar mampu dan bertanggung jawab dalam membantu pemecahan masalahnya.

5. Klien terlibat secara aktif dalam proses konseling individual.

Kelima tahap keefektifan konseling itu dapat digambarkan melalui diagram sebagai berikut :