LINGKUNGAN PRODUKSI DARI GALUR HASIL SELEKSI PEDIGRI DI DUA LINGKUNGAN SELEKS
5.3 Hasil dan Pembahasan 1 Analisis Ragam dari Galur-galur Generasi F
5.3.2 Pengaruh Lingkungan Seleksi terhadap Komponen Hasil
Umur berbunga galur yang ditanam pada kondisi suboptimum lebih cepat, baik dari galur yang diseleksi pada kondisi suboptimum maupun optimum (Tabel 5.4). Rata-rata jumlah anakan produktif dari kedua populasi yang dipilih dalam suboptimum lebih tinggi pada lingkungan produksi optimum daripada suboptimum, masing-masing sebesar 10.1 dan 8.8 anakan. Hal yang sama terjadi pada galur yang dipilih pada kondisi optimum. Galur yang ditanam pada kondisi optimum nyata lebih tinggi dari galur yang ditanam pada kondisi suboptimum. Jumlah anakan produktif tidak berbeda nyata antara galur yang berasal dari lingkungan seleksi suboptimum dan optimum yang
52
Tabel 5.4. Keragaan galur-galur yang berasal dari lingkungan seleksi suboptimum dan optimum N menggunakan metode pedigri ditanam pada kondisi suboptimum dan optimum N.
Lingk. Seleksi Lingk. Produksi Rata- rata Std Error Std Deviasi Ragam KK (%) Nilai Min. Nilai Maks. Umur berbunga N- N- 79.2 0.5 4.7 22.0 5.93 70.2 91.0 N+ 82.2 0.4 4.1 16.5 4.94 75.7 92.9 N+ N- 79.6 0.3 3.1 9.4 3.85 70.2 88.0 N+ 83.6 0.5 4.4 19.6 5.29 74.7 92.9 Tinggi tanaman N- N- 101.6 1.5 13.9 195.9 13.78 66.8 145.4 N+ 107.9 2.1 19.8 392.9 18.36 80.6 145.2 N+ N- 102.4 1.2 11.5 131.4 11.19 77.6 126.0 N+ 110.2 1.3 12.2 148.1 11.04 88.2 142.7 Jumlah anakan produktif
N- N- 8.8 0.3 2.7 7.4 31.16 2.8 16.2 N+ 10.0 0.3 2.4 5.9 24.31 4.4 15.2 N+ N- 7.7 0.3 2.9 8.6 38.00 1.0 14.3 N+ 9.9 0.3 2.4 5.9 24.53 2.0 15.4 Panjang malai N- N- 25.2 0.2 2.0 4.1 8.03 20.0 29.1 N+ 25.4 0.2 1.9 3.8 7.68 18.7 30.9 N+ N- 25.5 0.2 1.9 3.4 7.26 19.9 30.6 N+ 25.9 0.2 2.0 3.9 7.70 21.5 31.2 Bobot malai N- N- 3.5 0.11 0.9 0.7 24.43 1.0 5.40 N+ 3.7 0.10 0.8 0.7 22.12 1.9 6.00 N+ N- 3.8 0.07 0.7 0.5 18.26 2.4 5.77 N+ 4.0 0.11 0.9 0.8 22.09 1.9 6.26
Jumlah gabah isi
N- N- 114.5 3.20 29.49 869.7 25.75 47.6 175.7 N+ 117.4 3.31 30.70 942.7 26.16 28.6 221.4 N+ N- 119.4 2.32 21.47 461.1 17.99 60.0 169.6 N+ 120.2 3.50 31.26 977.5 26.02 69.1 201.1 Bobot 100 butir N- N- 2.7 0.04 0.3770 0.14 13.76 1.09 4.82 N+ 2.7 0.03 0.2625 0.07 9.76 2.04 3.39 N+ N- 2.8 0.05 0.4392 0.19 15.64 1.90 5.41 N+ 2.8 0.04 0.3568 0.13 12.88 1.97 4.32 Hasil N- N- 3943 233 2151 4627680 54.55 269 8750 N+ 4159 132 1221 1490873 29.36 1902 8223 N+ N- 3642 142 1320 1741361 36.23 592 7825 N+ 4869 131 1190 1416585 24.45 2662 8458
53 ditanam pada kondisi optimum yang hanya berkisar antara 9-10 anakan. Jumlah anakan produktif yang terkecil berasal dari galur yang diseleksi pada kondisi optimum dan ditanam di suboptimum (7.7 anakan).
Jumlah anakan produktif diikuti oleh bobot malai, bobot 100 butir dan jumlah gabah isi per malai berkorelasi positif dan langsung terhadap hasil gabah (Senapati et al. 2009). Yoseftabar (2013) menyatakan bahwa 300 kg N ha-1 menunjukkan malai panjang dan jumlah gabah tinggi. Jumlah anakan dan jumlah gabah isi per malai merupakan karakter yang paling penting selama seleksi untuk peningkatan hasil. Aplikasi N mempengaruhi karakter malai seperti jumlah malai, panjang malai, dan jumlah butir per malai. Tinggi tanaman, jumlai malai m-2, dan bobot 100 butir meningkat dengan
meningkatnya dosis N (Tayefe et al. 2014). Kemampuan tanaman menyerap N mempengaruhi karakter komponen hasil dan meningkatkan hasil (Yu et al.
2013). Bobot malai populasi yang diseleksi di lingkungan suboptimum lebih ringan dari populasi yang diseleksi pada kondisi optimum, jika ditanam di lingkungan produksi suboptimum. Hal yang sama ditemui terhadap galur-galur yang diseleksi pada kondisi optimum. Bobot malai tidak berbeda nyata antara
Gambar 5.1. Rata-rata hasil galur-galur yang berasal dari lingkungan seleksi suboptimum dan optimum N ditanam pada kondisi suboptimum dan optimum N.
galur di lingkungan produksi namun berbeda nyata antar lingkungan seleksi. Hasil galur-galur yang diseleksi pada dua kondisi N dan ditanam pada kondisi N yang berbeda ditampilkan pada Gambar 5.1. Pada N yang lebih rendah, hasil galur dari seleksi di suboptimum akan lebih tinggi. Sedangkan galur yang berasal dari kondisi optimum nyata lebih tinggi jika ditanam pada kondisi optimum. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mendapatkan galur efisien N atau galur yang dapat mempertahankan hasil pada kondisi N rendah, seleksi dapat dilakukan pada kondisi suboptimum maupun optimum. Untuk mencapai hasil yang tinggi dalam lingkungan suboptimum atau input rendah penggunaan lingkungan seleksi yang rendah input N telah dilakukan pada jagung (Ceccarelli, 1996). Hach dan Nam (2006) menyatakan bahwa aplikasi pupuk nitrogen pada 60 kg N ha-1 membawa laba bersih yang lebih tinggi di musim hujan sedangkan dosis terbaik untuk padi di musim kemarau adalah 80 kg N ha-1.
54
5.3.3 Hasil dan Komponen Hasil dari 10% Galur Terbaik
Rataan hasil gabah dari 10% galur tertinggi baik dari seleksi pada kondisi suboptimum maupun optimum dan dari populasi Gampai/IR77674 maupun Progol/Asahan tidak berbeda nyata antara lingkungan produksi suboptimum dengan optimum (Gambar 5.2). Pada lingkungan produksi suboptimum dan optimum terlihat bahwa hasil gabah dari kedua populasi terlihat lebih tinggi jika masing-masing diseleksi pada lingkungan yang sesuai targetnya. Galur-galur dari kombinasi Gampai/IR77674 dan Progol/Asahan yang diseleksi pada kondisi optimum menunjukkan hasil stabil dan cenderunglebih tinggi pada N optimum yang berarti kurang responsif terhadap perubahan dosis N. Gampai Terlihat bahwa galur yang berasal dari lingkungan seleksi suboptimum hasilnya menurun jika ditanam pada kondisi optimum.
Gambar 5.2. Hasil gabah dari 10% galur terbaik Gampai/IR77674 pada lingkungan N suboptimum (G/IR_N-) dan optimum (G/IR_N+) dan Progol/Asahan yang diseleksi pada lingkungan N suboptimum (P/A_N-) dan optimum (P/A_N+), ditanam pada lingkungan produksi suboptimum (N-) dan optimum (N+).
Rata-rata jumlah anakan produktif dan jumlah gabah isi dari 10% galur hasil tertinggi di kedua populasi lebih tinggi pada lingkungan produksi optimum (Tabel 5.5). Jumlah anakan produktif merupakan salah satu karakter penting karena berkorelasi positif dan berpengaruh langsung terhadap hasil gabah (Senapati et al. 2009). Pada suatu populasi kedelai ditemukan bahwa kemajuan seleksi pada hasil galur yang diseleksi dengan metode pedigri lebih tinggi (Miladinović et al. 2011).
Galur B14250C-174-2-3 merupakan hasil persilangan Gampai/IR77674 dengan hasil tertinggi di lingkungan produksi suboptimum dengan hasil gabah
55 Tabel 5.5. Keragaan komponen hasil dari 10% galur terbaik yang diseleksi menggunakan metode pedigri pada lingkungan produksi N suboptimum (N-) dan optimum (N+)
Lingkungan produksi
Lingkungan
seleksi Populasi JAP BSB JGI PJM BRM
N- N- Gampai/IR77674 8.6b 2.7a 128.4a 24.7a 3.6a
Progol/Asahan 8.3b 2.6a 141.3a 24.9a 4.2a N+ Gampai/IR77674 7.2b 2.8a 121.4b 24.4a 4.0a Progol/Asahan 6.3b 2.7a 123.3b 26.0a 4.2a
N+ N- Gampai/IR77674 10.9a 2.7a 133.2a 26.2a 4.2a
Progol/Asahan 10.8a 2.8a 131.4a 25.1a 4.0a N+ Gampai/IR77674 13.0a 2.8a 157.4a 26.9a 4.3a
Progol/Asahan 11.0a 2.7a 148.7a 26.4a 4.9a a JAP: jumlah anakan produktif, BSB: bobot 100 butir, JGI: jumlah gabah isi,
PJM: panjang malai, BRM: bobot malai.
8546 kg ha-1 (Tabel 5.6), hasil seleksi di lingkungan N suboptimum. Pada lingkungan produksi optimum, B14250C-150-7-2 merupakan galur dengan hasil gabah tertinggi (8394 kg ha-1), berasal dari lingkungan seleksi optimum. Terdapat tiga galur yang termasuk ke dalam 10% galur tertinggi pada lingkungan produksi suboptimum maupun optimum N, yaitu B14250C-213-3- 2, B14262C-287-1-2 dan B14262C-165-2-2. Dua galur pertama berasal dari lingkungan seleksi N suboptimum sedangkan galur B14262C-165-2-2 diseleksi pada lingkungan optimum dan memiliki hasil tinggi pada kedua lingkungan produksi. Berdasarkan nilai LSI (Least Significant Increase) terlihat bahwa galur seluruh galur pada lingkungan produksi suboptimum hasilnya nyata lebih tinggi dibandingkan seluruh varietas cek. Hal yang sama juga terlihat pada hasil galur di lingkungan optimum dari hasil seleksi di optimum. Menurut Petersen (1994) uji LSI efektif untuk membandingkan hasil antara galur dengan varietas ceknya pada rancangan percobaan augmented.
Efektivitas seleksi dapat dilihat dari nilai diferensial seleksi. Diferensial seleksi merupakan selisih antara rataan hasil galur terbaik dengan rataan umum. Diferensial seleksi galur terbaik hasil seleksi pada kondisi suboptimum dan ditanam pada kondisi suboptimum adalah 3614 kg ha-1. Nilai diferensial seleksi ini tertinggi dibandingkan nilai pada lingkungan seleksi dan produksi lainnya. Pada lingkungan produksi optimum, diferensial seleksi tertinggi berasal dari galur yang diseleksi pada kondisi optimum. Seleksi dengan metode pedigri untuk mendapatkan galur padi toleran N suboptimum efektif dilakukan pada lingkungan seleksi suboptimum.
Menurut Farag (2013) metode seleksi tidak selalu efektif digunakan pada semua persilangan tanaman gandum dimana hasil gabah per tanaman dan biomassa hanya efektif untuk dua kombinasi dari tiga populasi yang diuji. Thanh et al. (2006) menggunakan metode pedigri untuk mendapat galur kedelai yang tahan cuaca dan memiliki karakter agronomi yang baik di lokasi yang berbeda. El-Hosarya et al. (2014) menyatakan metode MBM dapat efektif menghasilkan galur hanya pada satu dari tiga populasi gandum untuk jumlah malai sedangkan metode pedigri menghasilkan galur dengan jumlah gabah
56
tinggi. Selain itu, pedigri juga merupakan metode seleksi yang efektif menghasilkan genotipe genjah dan hasil tinggi (Ali 2011). Karakter kriteria seleksi harus memiliki heritabilitas tinggi dan dikendalikan oleh gen aditif (Sarutayophat dan Nualsri 2010). Padi dan Ehlers (2008) melaporkan bahwa metode seleksi pedigri untuk hasil gabah di kacang tunggak tidak efektif dibandingkan dengan metode bulk atau Single Seed Descent (SSD). Pada kacang yardlong, Sarutayophat dan Nualsri (2010) menunjukkan bahwa seleksi pedigri dan SSD sama-sama efektif untuk perbaikan hasil.
Tabel 5.6. Hasil gabah dan indeks toleransi 10% galur terbaik dari metode pedigri yang ditanam di lingkungan produksi N suboptimum (N-) dan optimum (N+) Lingkungan seleksi Lingkungan produksi N- N+ Galur Hasil (kg ha-1) Galur Hasil (kg ha-1) N- B14250F-174-2-3 8546 B14250F-213-3-2 8068 B14250F-213-3-2 8514 B14262F-256-2-3 7906 B14262F-148-1-3 8502 B14262F-42-1-1 7301 B14262F-287-1-2 7634 B14250F-174-2-2 6834 B14262F-115-1-1 7217 B14250F-169-1-1 6602 B14262F-26-2-3 7166 B14262F-287-1-2 6154 B14250F-274-6-1 6999 B14262F-284-4-1 5680 B14250F-176-7-1 6957 B14262F-155-3-1 5654 B14250F-194-5-1 6602 B14250F-125-5-3 5225 Rata-rata 7571 6936 Diferensial seleksi 3614 2893 N+ B14262F-294-1-2 8385 B14250F-150-7-2 8394 B14250F-214-1-3 8125 B14262F-229-3-2 7909 B14250F-236-5-1 8080 B14250F-239-2-1 7894 B14262F-165-2-2 7823 B14250F-196-9-2 7671 B14250F-213-4-2 7265 B14250F-231-2-1 7604 B14250F-239-3-1 6608 B14262F-165-2-2 7094 B14250F-214-1-2 6599 B14262F-295-1-1 6939 B14262F-208-1-1 6588 B14262F-173-5-2 6860 B14262F-26-8-2 6542 B14262F-295-1-3 6612 Rata-rata 7335 7442 Diferensial seleksi 3464 2550 IR77674 + LSI 5428 5956 Asahan + LSI 5247 5322 Ciherang + LSI 4754 5076 Inpari 6 + LSI 5683 6043 Inpari 23 + LSI 6393 6149 Inpari 33 + LSI 4492 4756 a
LSI = Least Significant Increase dengan taraf α5%. LSI di N suboptimum = 830 dan LSI di N optimum = 783
57
5.4 SIMPULAN
1. Metode pedigri dengan lingkungan seleksi N suboptimum efektif untuk mendapat galur toleran pada kegiatan pemuliaan tanaman padi.
2. Metode pedigri yang dilakukan pada kondisi lingkungan seleksi yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan target dapat digunakan untuk mendapatkan galur adaptif.
58