• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.10 Pengembangan Hipotesis

2.10.2 Pengaruh moderasi komite audit terhadap hubungan

Independen, Auditor Switching dan Tenure Audit Terhadap ARL

Penelitian-penelitian terdahulu (Puasa et al.,2014; Mohamad-Noret al., 2010; Apadore & Noor, 2013; dan Shukeri & Islam, 2012) menyatakan potensi masalah dalam proses pelaporan keuangan adalah mungkin menjadi tidak tertutupi dan terpecahkan dengan komite audit yang besar. Hal ini timbul jika ukuran komite yang besar meningkatkan sumber-sumber tersedia kepada komite audit dan memperbaiki kualitas kekeliruan. Ukuran komite audit harus cukup optimal untuk bekerja secara efisien supaya hasil akhirnya menjadi laporan asli yang penting dan menghasilkan laporan tepat waktu (Mohamad-Nor et al., 2009). Fungsi pokok dari komite audit adalah membantu dewan komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja perusahaan (Marihot & Doddy, 2007)

51

Universitas Sumatera Utara

dalam (Rahadianto, 2012). Dengan adanya komite audit dapat mengurangi sifat

opportunistic manajemen yang melakukan manajemen laba (earnings management) dengan cara mengawasi laporan keuangan dan melakukan

pengawasan pada audit internal (Nuratama, 2011). Menurut Kent & Stewart (2008) dalam Prawinandi(2013) yang melakukan penelitian di Australia menunjukkan bahwa keberadaan komite audit mempengaruhi kualitas pengungkapan dalam laporan keuangan yang disusun berdasarkan IFRS, yang mana di dalamnya termasuk mandatory disclosure. Keberadaan komite audit diduga mempengaruhi konvergensi IFRS terhadap ARL. Proses penyesuaian standar laporan keuangan ke IFRS menyebabkan lamanya proses audit terhadap laporan keuangan. Pengungkapan dalam laporan keuangan berdasarkan IFRS, akan membuat semakin lamanya proses penyusunan laporan keuangan. Di lain sisi, bila komite audit menjalankan perannya secara baik maka temuan dalam laporan keuangan menjadi semakin sedikit sehingga dapat mempersingkat pelaksaan audit, begitu juga sebaliknya.Oleh karena itu, penelitian ini mengajukan hipotesis atas pengaruh moderasi komite audit terhadap hubungan konvergensi IFRS dengan ARL sebagai berikut.

Mekanisme internal corporate governance perusahan merupakan hal yang menjadi perhatian utama pada setiap perusahaan.Perusahaan yang memiliki mekanisme corporate governance yang baik dapat menciptakan pengendalian internal dan sistem informasi yang memadai sehingga mampumenyediakan informasi laporan keuangan yang lebih berkualitas dan tepat waktu.Mekanisme internal corporate governance yang menjadi fokus pada penelitian kali ini adalah

52

Universitas Sumatera Utara

komite audit.Shukeri & Nelson (2011) menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ketepatan waktu laporan keuangan dan komite audit. Penelitian berikutnya oleh Mohamad-Nor et al. (2010) menemukan hubungan yang negatif dan signifikan antara ketepatan waktu laporan keuangan dan komite audit, yang artinya semakin banyaknya anggota komite audit akan menyebabkan ketepatan waktu laporan keuangan yang lebih pendek. Komite audit yang yang memiliki anggota dengan kompetensi dibidang akuntansi dan keuangan diharapkan akan lebih efektif. Hal ini disebabkan karena anggota yang memiliki keahlian dibidang akuntansi dan keuangan akan lebih mudah dalam mendeteksi adanya manipulasi yang dilakukan manajemen. McMullen & Raghunandan (1996) membuktikan bahwa komite audit dengan kompetensi yang baik dapat mengurangi jumlah perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dan kehadiran seorang ahli akuntansi ataupun keuangan dalam komite audit akan meminimalisir tingkat kesalahan pelaporan keuangan. Ketika anggota komite audit menemukan adanya perusahaan yang terindikasi kesulitan keuangan, maka auditor akan melakukan penundaan terhadap pelaporan keuangan, karena auditor memerlukan waktu yang lebih lama dalam proses audit dan juga auditor memerlukan data tambahan yang diperlukan untuk dapat menghasilkan opini yang sesuai dengan kondisi perusahaan tersebut (Setyahadi, 2012).Berdasarkan hal ini maka dapat dihipotesiskan sebagai berikut.

Pengawasan dan nasihat yang dilakukan oleh dewan komisaris harus bertujuan untuk kepentingan perusahaan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan. Dalam menjalankan fungsinya melakukan pengawasan dewan komisaris

53

Universitas Sumatera Utara

membentuk komite audit sebagai perpanjangan tangan yang memiliki fungsi khusus berkaitan dengan informasi keuangan. Dalam komposisi dewan komisaris, terdapat komisaris independen.Komisaris independen meminta auditor untuk melaporkan keuangan lebih tepat waktu sehingga informasi laporan keuangan menjadi lebih berkualitas, sehingga dapat menghindari ARL yang lama.Laporan keuangan merupakan informasi yang disajikan manajemen yang kemudian dinilai oleh auditor eksternal. Dengan demikian dapat dikatakan komite audit berfungsi sebagai penghubung antara perusahaan dengan auditor eksternal.Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan komite audit memiliki perhatian khusus dalam menentukan eksternal auditor untuk melakukan pekerjaan audit. Komite audit akan melakukan seleksi dan memilih auditor eksternal yang berintegritas tinggi serta melakukan monitoring terhadap pekerjaan auditor eksternal dan auditor internal. Atas dasar inilah maka dapat dihipotesiskan sebagai berikut.

Auditor switching merupakan pergantian KAP yang dilakukan oleh

perusahaan.Pergantian tersebut dapat disebabkan oleh faktor yang berasal daari klien dan auditor. Mardiyah (2002) dalam Wijayani & Januarti (2011) terdapat dua faktor yang mempengaruhi perusahaan berganti KAP yaitu faktor klien (client-related factors), yaitu: kesulitan keuangan, manajemen yang gagal, perubahan ownership, dan IPO dan faktor auditor (auditor-related factors), yaitu

fee audit dan kualitas audit. Komite audit memiliki tugas yang erat kaitannya

dengan penelaahan terhadap risiko yang dihadapi perusahaan, dan juga ketaatan terhadap peraturan. Seperti yang dikatakan pada hipotesis sebelumnya, komite audit memiliki perhatian khusus dalam menentukan auditor eksternal untuk

54

Universitas Sumatera Utara

melakukan pekerjaan audit. Komite audit akan melakukan seleksi dan memilih auditor eksternal yang berintegritas tinggi serta melakukan monitoring terhadap pekerjaan auditor eksternal. Apabila komite audit tidak puas terhadap kinerja auditor eksternal, maka pihak komite audit atas seizin dewan komisaris bisa melakukan pergantian KAP dan merekomendasikan calon auditor independen yang akan mengaudit laporan keuangan perusahaan. Perusahaan yang melakukan

auditor switching akan mengalami ARL, dimana ketika perusahaan tidak

melakukan pergantian auditor maka auditor sebelumnya hanya akan melanjutkan penugasan karena sudah memahami industri dan bisnis klien, serta pengendalian internal sehingga proses audit yang dilaksanakan akan semakin cepat (Lee & Jahng, 2008). Berdasarkan hal ini maka dapat dihipotesiskan sebagai berikut. Penelitian Geiger & Raghunandan (2002) mengungkapkan bahwa kegagalan audit lebih tinggi terjadi pada tahun-tahun awal masa audit. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Carcello & Naggy (2004) yang menemukan potensi penyimpangan pelaporan keuangan lebih besar terjadi pada tenure Kantor Akuntan Publik (KAP) yang relatif pendek, yakni kurang dari 3 tahun. Semakin panjang tenure audit mengakibatkan auditor akan semakin banyak memiliki pengalaman dan pengetahuan mengenai karakteristik klien serta operasional bisnis kliennya. Namun di sisi lain, masa perikatan audit perusahaan yang cukup lama akan membuat auditor kekurangan sifat objektifitas dan keahlian skeptisme, yang akan membuat menurunnya kualitas audit (Carcello & Naggy, 2004). Komite audit memiliki fungsi mengevaluasi kinerja Kantor Akuntan Publik (KAP). Keberadaan komite audit yang merupakan implementasi dari GCG nantinya akan

55

Universitas Sumatera Utara

bertugas melakukan pengawasan pada pihak manajemen dan auditor eksternal untuk memastikan bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar dan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pembentukan komite audit diharapkan mampu memonitor hubungan auditor eksternal dengan pihak manajemen perusahaan, sehingga independensi auditor tetap terjaga. Namun, adanya tenure audit, akan membuat perusahaan mengalami ARL, dimana ketika perusahaan tidak melakukan pergantian auditor maka auditor sebelumnya hanya akan melanjutkan penugasan karena sudah memahami industri dan bisnis klien, serta pengendalian internal sehingga proses audit yang dilaksanakan akan semakin cepat dan sebaliknya (Lee & Jahng, 2008).Oleh karena itu, penelitian ini mengajukan hipotesis atas pengaruh moderasi komite audit terhadap hubungan Konvergensi IFRS, Probabilitas Kebangkrutan, Komisaris Independen, Auditor

Switching dan Tenure Audit dengan ARL sebagai berikut.

Hipotesis 2 : Komite Audit Memoderasi Hubungan Konvergensi IFRS, Probabilitas Kebangkrutan, Komisaris Independen, Auditor Switching dan Tenure Audit terhadap ARL.

1

Universitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laporan keuangan merupakan salah satu instrumen penting dalam mendukung keberlangsungan perusahaan, terutama perusahaan yang telah go

public. Seiring dengan pesatnya perkembangan perusahaan-perusahan go public, semakin tinggi pula permintaan atas audit laporan keuangan yang

menjadi sumber informasi bagi para investor yang berguna sebagai dasar memprediksi dan pengambilan keputusan dalam berinvestasi pada perusahaan. Pesatnya perkembangan perusahaan-perusahaan go public ditandai dengan semakin banyaknya perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai perusahaan yang go public. Melalui data yang diperoleh pada periode Oktober 2015, perusahaan yang tercatat di BEI berjumlah 517 perusahaan. Hal ini mengalami peningkatan dari periode yang sebelumnya pada Desember 2012 perusahaan yang terdaftar berjumlah 460 perusahaan. Dengan menjadi perusahaan publik (go public), banyak sekali manfaat yang diperoleh perusahaan, diantaranya: (1) memperoleh sumber pendanaan baru; (2) memberikan keunggulan kompetitif (competitif advantage) untuk pengembangan usaha; (3) melakukan merger atau akuisisi perusahaan lain dengan pembiayaan melalui penerbitan saham baru; (4) peningkatan kemampuan going concern; (5) meningkatkan citra perusahaan (company

2

Universitas Sumatera Utara

perusahaan tersebut diwajibkan melaporkan laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan telah diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK). BAPEPAM-LK adalah sebuah lembaga yang memberikan pengawasan terhadap pasar modal dan lembaga keuangan. Dalam peraturan BAPEPAM Nomor: X.K.2 disebutkan bahwa laporan keuangan yang harus disampaikan kepada BAPEPAM terdiri dari: (1) laporan posisi keuangan; (2) laporan laba rugi; (3) laporan perubahan ekuitas; (4) laporan arus kas; (5) laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan jika dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan jenis industrinya; (6) catatan atas laporan keuangan.

Regulasi ketepatan waktu pelaporan keuangan pada tahun 1996, BAPEPAM mengeluarkan lampiran keputusan ketua BAPEPAM Nomor.Kep 80/PM/1996, yang mewajibkan bagi setiap emiten dan perusahaan publik untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan perusahaan dan laporan auditor independennya kepada BAPEPAM selambat-lambatnya pada akhir bulan keempat (120 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan perusahaan. Namun, sejak tanggal 30 September 2003 BAPEPAM semakin memperketat peraturannya dengan dikeluarkannya lampiran surat keputusan ketua BAPEPAM Nomor. Kep-36/PM/2003 yang menyatakan bahwa laporan keuangan disertai dengan laporan akuntan dengan pendapat yang lazim harus disampaikan kepada BAPEPAM selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan. Contoh kasus perusahaan-

3

Universitas Sumatera Utara

perusahaan yang terlambat menyampaikan pelaporan keuangan adalah pada tanggal 7 Oktober 2005 BAPEPAM menjatuhkan denda masing-masing 150 juta rupiah kepada empat perusahaan (emiten) tercatat terlambat menyerahkan laporan keuangan. Keempat perusahaan yang mendapat sanksi tersebut adalah sebagai berikut: (1) PT.Great River International Tbk., (2) PT.Polysindo Eka Perkasa Tbk., (3) PT.Texmaco Jaya Tbk., dan (4) PT.Kasogi International Tbk. Regulasi ini diharapkan dapat membuat perusahaan untuk dapat menerbitkan laporan keuangan tepat waktu. Namun kenyataannya, masih banyak perusahaan yang terlambat menerbitkan laporan keuangan. Hal ini membuktikan bahwa regulasi bukanlah satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi lamanya rentang waktu penerbitan suatu laporan keuangan. Berdasarkan peraturan tersebut, dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi ketepatan waktu suatu perusahaan publik dalam mengumumkan laporan keuangan kepada publik adalah lamanya jangka waktu penyelesaian audit atas laporan keuangan akuntan karena laporan keuangan harus memperoleh opini audit terlebih dahulu sebelum dapat dipublikasikan (Bangun et al., 2012).

BAPEPAM sejak 12 Desember 2012 sudah beralih namanya menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai fungsi pengawasan pasar modal. Fenomena yang terjadi adalah bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih saja menemukan beberapa keterlambatan pelaporan keuangan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan go public. Tercatat pada periode 2 Januari 2013 sampai

4

Universitas Sumatera Utara

13 Agustus 2013 OJK telah menangani 30 kasus yang menimpa perusahaan publik atau emiten yang terdaftar di bursa efek.

Ketepatan waktu (timeliness) laporan keuangan merupakan salah satu karakteristik kualitatif dari pelaporan keuangan karena menentukan nilai relevan suatu informasi dan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemakai (users) dan penerima (beneficiaries) laporan keuangan. Informasi laporan keuangan bagaimanapun, wajib tersedia dalam periode jangka pendek suatu waktu. Begitu sebaliknya, laporan keuangan akan kehilangan nilai ekonominya (Al-Ajmi, 2008).

Ketepatan waktu pelaporan keuangan meningkatkan kegunaan informasi atau sebaliknya menurunkan nilai ekonomi informasi laporan keuangan. Hal ini serupa dengan pengakuan yang dibuat oleh American Accounting Association (AAA., 1955 & 1957), the Accounting Principles Board (1970), dan the

American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) (1973). Selain itu,

adanya audit report lagARL juga membuat para shareholder untuk membatalkan transaksi atas saham-saham (Ng & Tai, 1994) dalam (Apadore & Mohd-Noor, 2013). Sehingga, ARL menimbulkan efek negatif terhadap perusahaan. Agar ARLberkurang, informasi akuntansi yang disajikan haruslah tepat pada waktunya (timely) dan dapat dihandalkan (reliable). Kedua unsur ini sangat diperlukan sebagai katalisator untuk menciptakan kepercayaan diantara para investor (Apadore & Mohd Nor, 2013).

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (2012) jika terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan laporan keuangan maka informasi yang

5

Universitas Sumatera Utara

dihasilkan akan kehilangan relevansinya. Hal ini menjelaskan pentingnya relevansi yang tidak mungkin didapatkan tanpa adanya ketepatan waktu. Akan tetapi, ketepatan waktu merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dengan ARL. Audit report lag ARL merupakan jangka waktu penyelesaian audit yang dihitung dari akhir tahun fiskal sampai dengan tanggal laporan hasil audit (Li et al., 2014). Oleh karena itu, auditor harus dapat mengestimasi waktu penyelesaian audit untuk dapat mempublikasikan secara tepat waktu. Ahmad & Kamarudin (2002) menyatakan bahwa :

“Audit report lag is the length of time from a company’s fiscal year-end to the date of auditor’s report”

ARL di beberapa penelitian juga dikenal dengan istilah audit delay (Raja Adzrin & Khairul Kamruddin, 2009) dalam Ammirul & Salleh (2014) dan Afify (2009).

Faktor yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah konvergensi IFRS (International Financial Reporting Standards) terhadap ARL. Konvergensi IFRS adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keuangan global, serta mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan. Program konvergensi PSAK ke IFRS telah dicanangkan IAI pada Desember 2007. Konvergensi IFRS di Indonesia dilakukan secara bertahap dan ditargetkan selesai pada pada tahun 2012 (BAPEPAM-LK., 2010). Pemerintah Indonesia sangat mendukung program konvergensi PSAK ke IFRS. Hal ini sejalan dengan kesepakatan antar negara-negara yang tergabung dalam G-20 yang salah satunya adalah untuk menciptakan satu set standar akuntansi yang berkualitas dan berlaku secara internasional.

6

Universitas Sumatera Utara

Program konvergensi PSAK ke IFRS juga merupakan salah satu rekomendasi dalam Report on the Observance of Standards and Codes on

Accounting and Auditing yang disusun oleh assessor World Bank yang telah

dilaksanakan sebagai bagian dari Financial Sector Assessment Program / FSASP (BAPEPAM-LK., 2010).

Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis pengaruh IFRS terhadap jangka waktu penyelesaian audit. Penelitian Margaretta & Soepriyanto (2012) yang membuktikan bahwa penerapan IFRS tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keterlambatan penyampaian laporan keuangan. Penelitian ini didukung oleh Haryani & Wiratmaja (2014). Hal ini dikarenakan perusahaan yang menerapkan IFRS, maka cenderung berpengaruh terhadap semakin tingginya tingkat keterlambatan waktu penyampaian laporan keuangan serta auditor pada perusahaan tersebut akan melakukan prosedur-prosedur audit yang sama atas laporan keuangan baik yang belum maupun yang telah menerapkan IFRS. Berbeda dengan Walker & Hay (2013), Habib & Bhuiyan (2011) dalam Amirul & Salleh (2014), Sari (2012), serta Yaacob & Che- Ahmad (2012) berhasil membuktikan bahwa IFRS berpengaruh signifikan pada keterlambatan penyampaian laporan keuangan. Hasil ini disebabkan karena kurangnya persiapan auditor dalam melakukan audit pada perusahaan yang menerapkan IFRS. Laporan keuangan yang semakin kompleks setelah adanya konvergensi IFRS, membuat auditor harus melakukan penyesuaian atau adaptasi terhadap berbagai standar yang telah berubah sehingga membutuhkan

7

Universitas Sumatera Utara

waktu yang cukup lama dalam melakukan proses audit terhadap laporan keuangan.

Probabilitas kebangkrutan diduga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan keterlambatan proses penyampaian laporan keuangan dimana ketika perusahaan mengalami kesulitan keuangan, ini mengindikasikan perusahaan tersebut kemungkinan akan mengalami kebangkrutan. Sehingga auditor memerlukan waktu yang lebih banyak lagi untuk mengetahui apa yang terjadi di perusahaan tersebut dan auditor memerlukan lebih banyak data untuk dapat menghasilkan opini sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya (Setyahadi, 2012).

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Lai & MC.Cheuk (2005) yang meneliti dampak rotasi partner dan rotasi KAP pada ARL perusahaan-perusahaan di Australia dan juga penelitian yang dilakukan oleh Walker & Hay (2008) yang meneliti dampak jasa non-audit pada audit

delay di perusahaan-perusahaan New Zealand, dengan menggunakan model

prediksi Zmijewski. Dengan mengetahui kondisi perusahaan yang sebenarnya, membantu auditor dan manajemen dalam membuat keputusan audit maupun keputusan strategis menyangkut keberlangsungan perusahaan (Setyahadi, 2012).

Permasalahan good corporate governance (GCG) menambah daya tarik perhatian komunitas dunia setelah krisis besar, seperti krisis Wall Street crash di Amerika Serikat pada tahun 1929, krisis perbankan di Inggris Raya tahun 1970 serta bangkrutnya beberapa perusahaan publik seperti Enron, Worldcom,

8

Universitas Sumatera Utara

Tyco International, London & Commonwealth, Poly Peck, Xerox, dan Maxwell diakhir tahun 2001. Kebangkrutan yang dialami perusahaan publik tersebut karena kegagalan strategi maupun praktik curang dari manajemen puncak yang tidak terdeteksi dan telah berlangsung lama karena sangat lemahnya pengawasan independen oleh corporate boards. Di Indonesia sendiri, permasalahan GCG mulai muncul sejak peristiwa krisis pada akhir tahun 1997. Krisis tersebut bermula di Thailand, Philipina, Indonesia, Malaysia, dan Korea Selatan (Kingsley, 2004). Menurut Baird (2000) dalam Aryanti (2012), mengungkapkan bahwa salah satu akar penyebab krisis ekonomi di Indonesia adalah buruknya tata kelola perusahaan (corporate

governance) pada sebagian besar perusahaan BUMN dan perusahaan swasta.

Buruknya sistem tata kelola perusahaan (corporate governance), maka membuat para investor kehilangan kepercayaan karena investasi mereka tidak aman. Hal ini berimbas dengan ditariknya investasi yang telah ditanam, yang mana para calon investor juga tidak ingin untuk berinvestasi. Pascakrisis ekonomi yang ditandai dengan ditandatanganinya Letter of Intent (LOI) antara pemerintah Indonesia dengan lembaga donor (IMF) yang mensyaratkan perbaikan sistem governance dengan dikeluarkannya perangkat-perangkat

governance publik maupun korporasi. Hal ini semakin dipertegas dengan

ditetapkannya TAP MPR No. VII tahun 2001 tentang visi Indonesia masa depan dalam Bab IV ayat 9 butir a, yaitu terwujudnya penyelenggaraan negara yang profesional, transparan, akuntabel, memiliki kredibilitas, dan bebas KKN. Berbagai penelitian mengenai mekanisme corporate governance terhadap ARL

9

Universitas Sumatera Utara

telah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut berasal dari dalam maupun luar negeri. Penelitian mengenai pengaruh mekanisme corporate

governance terhadap ARL di luar negeri antara lain dilakukan di Tiongkok (Li et al, 2014; Kikhia, 2014), Malaysia (Apadore & Noor, 2013; Mohamad-Nor,

2010; Shukeri & Islam, 2012; Shukeri & Nelson, 2015), Nigeria (Ilaboya & Christian, 2014; Appah dan Emeh, 2013; Ibadin et al, 2012), Australia (Lai & Cheuk, 2005), Amerika Serikat (Lee et al, 2009; Schmidth & Wilkins, 2013).

Di Indonesia, berbagai penelitian mengenai mekanisme corporate

governance juga telah ditemukan. Diantaranya, oleh Margaretta & Soepriyanto

(2012); Swami & Latrini (2013); Wardhani & Raharja (2013); Haryani & Wiratmaja (2014); Widosari & Rahardja (2012). Beberapa penelitian tersebut, merupakan penelitian terhadap perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam prinsip good corporate governance (GCG) menyebutkan bahwa dewan komisaris harus memiliki sejumlah dewan yang tidak terlibat (independen) di dalam manajemen yang membuat keputusan secara independen. Keberadaan komisaris independen ini dapat menunjukkan karakteristik independensi dari dewan komisaris. Dewan komisaris dipilih dan diawasi langsung oleh para pemegang saham. Mekanisme corporate

governance dalam penelitian ini diproksikan dengan keberadaan dewan

komisaris yang independen. Menurut Juniarti & Agnes (2009) dalam Swami & Latrini (2013), komisaris independen adalah anggota dewan komisaris dari luar perusahaan dan tidak terafiliasi dengan dewan manajemen, dewan direksi lainnya atau pemegang saham yang dapat mempengaruhi independensinya.

10

Universitas Sumatera Utara

Perusahaan tentunya menginginkan auditor memberikan opini wajar tanpa pengecualian terhadap laporan keuangannya. Begitu juga dengan manajemen klien tidak menginginkan jenis opini selain opini tersebut karena kurang bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan. Hal ini karena dapat mempengaruhi harga pasar saham perusahaan dan manajer tidak akan menerima kompensasi (Chow & Rice, 1982) dalam (Bangun et al., 2012). Sama seperti perusahaan, auditor juga menginginkan memberi pendapat

unqualified opinion atas laporan keuangan (Willingham & Charmichael, 1997

dalam Bangun et al., 2012). Seiring bertambah banyak dan berkembangnya jumlah KAP, membuat persaingan sesama KAP semakin tinggi pula karena setiap KAP tersebut ingin tetap eksis dan memiliki reputasi baik dalam melaksanakan tugas pengauditan.

Peristiwa pergantian auditor berawal dari Adanya skandal Arthur Andersen LLP di tahun 2002, setidaknya membuat 6.543 perusahaan telah mengganti auditornya. Sehingga menjadi cikal bakal dilahirkannya The Sarbanes Oxley Act (SOX) tahun 2002. Salah satu hal unik dari pergantian auditor ini adalah meningkatnya jumlah perusahaan publik yang melakukan penggantian ke perusahaan audit yang lebih kecil (Grothe & Weirich, 2007).

Di Indonesia, menerapkan peraturan bahwasanya perusahaan wajib melakukan rotasi KAP maupun rotasi auditor. Peraturan ini diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 43/KMK/.01/1997. Peraturan ini disempurnakan lagi dengan dikeluarkannya peraturan Menteri Keuangan No.423/KMK.06/2002 dan masih saja mengalami perubahan keputusan

11

Universitas Sumatera Utara

Menteri Keuangan No.359/KMK.06/2003. Salah satu isi perundangan itu adalah KAP memberikan jasa audit paling lama 5 (lima) tahun buku berturut- turut dan akuntan publik paling lama 3 (tiga) tahun buku berturut-turut. Penyempuraan untuk terakhir kalinya dikeluarkan oleh Peraturan Menteri Keuangan No.17/PMK.01/2008 dimana KAP memberikan jasa audit terhadap perusahaan paling lama 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan akuntan publik paling lama 3 (tiga) tahun buku berturut-turut (pasal 3 ayat 1).

Faktor terakhir yang diteliti penulis dalam penelitian ini adalah tenure audit. Tenure audit dapat mempengaruhi independensi auditor. Jumlah tahun pemberian jasa audit ataupun waktu penugasan audit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) atau seorang akuntan publik pada perusahaan disebut tenure KAP. Terdapat banyak penelitian yang terkait mengenai tenure KAP, terutama

Dokumen terkait