• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa persentase responden yang mempunyai motivasi ekstrinsik yang tinggi hanya sebanyak 16,3%, jumlah ini jauh lebih rendah dibandingkan perawat pelaksana yang motivasi ekstrinsiknya kategori sedang dan rendah. Hasil analisis menunjukkan ada hubungan antara motivasi ekstrinsik dengan kinerja perawat pelaksana dalam penanganan pasien pengguna kartu jaminan kesehatan daerah di RSUD Rantauprapat. Analisis multivariat

menunjukkan nilai koefisien regresi (B) sebesar 0,369, artinya bahwa setiap peningkatan motivasi dari luar diri perawat pelaksana akan meningkatkan 0,369 point kinerja dalam penanganan pasien pengguna kartu jaminan kesehatan daerah di RSUD Rantauprapat.

Secara keseluruhan motivasi ekstrinsik perawat pelaksana yang terdiri dari aspek : imbalan, kondisi kerja, hubungan kerja dan hubungan kerja dominan pada jawaban kadang-kadang, namun persentase aspek motivasi ekstrinsik paling tinggi adalah aspek prosedur kerja dimana sebesar 22,4% yang menyatakan prosedur asuhan keperawatan dibuat dengan memperhatikan kondisi penyakit pasien, sedangkan aspek yang paling rendah (jawaban tidak pernah) adalah pada aspek hubungan kerja pada item pertanyaan tentang pelaksanaan asuhan keperawatan dilaksanakan dengan tenaga kesehatan lain dimana jawaban tidak mencapai 40,8%.

Pembahasan secara terperinci tentang masing-masing aspek (indikator) motivasi intrinsik terhadap kinerja perawat pelaksana akan diuraikan berikut ini a. Imbalan terhadap Kinerja Perawat Pelaksana

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase responden yang di dorong oleh faktor imbalan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan kepada pasien pengguna kartu jaminan kesehatan daerah di RSUD Rantauprapat yang dijawab “ya” adalah perawat pelaksana menerima jasa medik (selain gaji) yaitu 16,3%.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lande (2004) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara imbalan dengan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di ruang rawat inap RS Elim

Rantepao Toraja. Demikian juga dengan penelitian Anhar (2002) yang menyatakan bahwa faktor dari motivasi yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerja adalah faktor imbalan/insentif.

b. Kondisi Kerja terhadap Kinerja Perawat Pelaksana

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase responden yang di dorong oleh faktor dari luar yaitu kondisi kerja dalam pelaksanaan asuhan keperawatan kepada pasien pengguna kartu jaminan kesehatan daerah di RSUD Rantauprapat yang dijawab “ya” adalah pelaksanaan asuhan keperawatan dapat terlaksana dengan fasilitas rumah sakit yang lengkap yaitu 16,3%.

Sesuai penelitian Lupiah, dkk (2009) bahwa ada hubungan yang signifikan antara kondisi kerja dengan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Kefamenanu. Kondisi kerja adalah suatu kondisi psikologis yang dialami karyawan dalam melaksanakan tugas di tempat kerjanya. Perawat akan termotivasi dalam bekerja jika ada faktor-faktor yang mendorong timbulnya semangat kerja yang menyentuh kebutuhan hidupnya contohnya kondisi kerja yang baik. Faktor dissatisfier atau faktor ekstrinsik dari Herzberg yang meliputi salah satunya adalah faktor kondisi kerja (Ilyas, 2001).

Adanya perawat yang memiliki kinerja baik dan menyatakan bahwa kondisi kerja dimana mereka bekerja cukup baik bahkan kondisi kerja yang kurang baik, hal ini dapat disebabkan oleh faktor kejenuhan di tempat mereka bekerja karena pihak rumah sakit jarang melakukan mutasi ruangan terhadap perawat yang bekerja di

ruangan yang pada akhirnya akan sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien.

Berdasarkan hasil penelitian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kondisi kerja yang baik sangat mendukung kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Kesadaran akan pentingnya lingkungan kerja yang kondusif` bagi perawat yang akan sangat berpengaruh terhadap pelayanan keperawatan, terus ditingkatkan oleh para perawat baik secara individual maupun oleh pihak rumah sakit.

c. Hubungan Kerja terhadap Kinerja Perawat Pelaksana

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase responden yang di dorong oleh faktor dari luar yaitu hubungan kerja dalam pelaksanaan asuhan keperawatan kepada pasien pengguna kartu jaminan kesehatan daerah di RSUD Rantauprapat yang dijawab “ya” adalah hubungan kerja antar perawat pelaksana sesuai dengan tupoksi keperawatan yaitu 18,4%.

Hasil penelitian diatas sejalan dengan pendapat Azwar (1996) yang menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas dengan baik perlu dilakukan hubungan interpersonal, baik itu sesama teman dalam satu kantor maupun atasan dan bawahan tanpa adanya hubungan itu akan menjadi pemicu yang dahsyat terhadap penurunan kinerja yang dapat dijadikan alasan yang tepat dan akurat untuk meningkatkan kinerja atau produktivitas kerja petugas dalam hal ini perawat pelaksana. Demikian juga sebaliknya apabila tidak ada hubungan interpersonal yang baik akan menimbulkan berbagai permasalahan penurunan kinerja petugas dalam hal ini perawat.

Gibson (1996) mengatakan bahwa hubungan interpersonal merupakan keadaan rekan kerja yang menunjukkan sikap bersahabat serta memberikan motivasi untuk melaksanakan tugas-tugas dalam suatu organisasi.

Dengan adanya hubungan interpersonal yang baik diharapkan terjadi peningkatan kinerja perawat yang nanti akan menunjang kinerja secara umum dari rumah sakit karena adanya dukungan dari teman sekerja maupun dari pimpinan rumah sakit dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

d. Prosedur Kerja terhadap Kinerja Perawat Pelaksana

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase responden yang di dorong oleh faktor dari luar yaitu prosedur kerja dalam pelaksanaan asuhan keperawatan kepada pasien pengguna kartu jaminan kesehatan daerah di RSUD Rantauprapat yang dijawab “ya” adalah prosedur asuhan keperawatan dibuat dengan memperhatikan kondisi penyakit pasien yaitu 22,4%.

Hasil penelitian diatas sejalan dengan penelitian Utami (2005) yang menyimpulkan bahwa bahwa ada hubungan yang signifikan antara iklim organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RS. PKU Muhammadiyah Karanganyar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Swansburg (2001) bahwa iklim kerja keperawatan disusun oleh manajer perawat yang pada gilirannya menentukan perilaku dari perawat klinis yang berpraktik dan iklim kerja keperawatan rumah sakit yang dirasa baik akan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan kualitas kerja dari perawat pelaksana.

BAB 6

Dokumen terkait