• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. PEMBAHASAN

5.2 Pengaruh Motivasi Ekstrinsik terhadap Tindakan Dokter dalam

Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian besar responden memiliki motivasi ekstrinsik kategori tinggi yaitu sebanyak 19 orang (54.3%). Hasil analisis secara parsial (uji t) diperoleh motivasi ekstrinsik memiliki t hitung (2.515) lebih besar

dari t tabel (2.038), dengan nilai sig. = 0,017 (p<0.05), sehingga dapat dikatakan

tindakan dokter dalam melaksanakan Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 tahun 2004 tentang pemenuhan hak-hak pasien di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi.

Pada umumnya dokter yang memiliki motivasi ekstrinsik kategori tinggi, seperti: merasa nyaman dan tenang dalam melakukan pekerjaan, lingkungan kerja yang baik, dan komunikasi antar tim berjalan dengan harmonis, akan memiliki tindakan yang baik pula. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori motivasi yang dikemukakan oleh Herzberg dalam Luthans (2003), untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun atasan dan bawahan.

Kondisi kerja merupakan faktor yang penting bagi dokter dalam melaksanakan tindakan medis, karena dengan kondisi kerja yang baik maka dalam melaksanakan tindakan medis dapat dilakukan dengan lebih baik pula. Dokter sebagai sumber daya manusia dalam pemberian tindakan medis merupakan unsur yang terpenting, sehingga pemeliharaan hubungan yang continue dan serasi menjadi sangat penting. Untuk itu, pihak pimpinan perlu tetap meningkatkan kondisi kerja yang ada. Selain itu, pimpinan RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi juga perlu melakukan peningkatan hubungan dengan para dokter dengan komunikasi yang efektif, karena melalui komunikasi berbagai hal yang menyangkut pekerjaan /tugas dapat diselesaikan dengan baik dan kondisi kerja akan menjadi lebih baik.

Robbins (2002), menyatakan hubungan antara atasan dan bawahan serta hubungan sesama pegawai merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam organisasi. Hubungan menyangkut jalinan komunikasi baik vertikal, horizontal dan diagonal. Pemahaman mengenai hubungan ini tergantung beberapa aspek diantaranya aspek individual yang mampu bekerjasama dan memengaruhi kinerja dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien bagi organisasi.

Dari hasil observasi peneliti terhadap isi kartu rekam medik diketahui sebagian besar dokter yang menjadi responden pada penelitian ini melakukan pengisian rekam medik tidak lengkap. Selain itu, dari hasil wawancara dengan pasien diperoleh bahwa pada umumnya dokter tidak menyarankan pasien supaya mendapatkan isi rekam medik dari rumah sakit, tidak menjelaskan kegunaan rekam medik jika diperlukan rumah sakit, dan rekam medik tidak diisi sesuai dengan tindakan yang diambilnya selama merawat pasien.

Menurut Dahlan, (2005), kelengkapan pengisian rekam medis ini sangat penting mengingat isi dari rekam medis merupakan data tentang pasien, karena pasien sendiri berhak atas informasi tentang isi rekam medis. Hal ini sesuai dengan Undang- Undang Praktik Kedokteran Republik Indonesia Pasal 52 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak: mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis, meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain, mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis, menolak tindakan medis, dan mendapatkan isi rekam medik.

Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak diminta oleh pasien. Menahan informasi tidak boleh, kecuali bila dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ini dokter dapat memberikan informasi kepada keluarga terdekat pasien. Dalam memberi informasi kepada keluarga terdekat dengan pasien, kehadiran seorang perawat / paramedik lain sebagai saksi adalah penting (Dahlan, 2005).

Selain masalah tentang rekam medik, tindakan dokter dalam memberikan penjelasan tentang tindakan medis juga tidak dilakukan. Dari hasil diketahui sebesar 31.4% dokter tidak memberikan informasi mengenai diagnosis (memberitahu penyakit apa yang diderita) dan tata cara tindakan medis, 48.6% dokter tidak memberikan penjelasan mengenai tujuan tindakan medis yang dilakukan, 65.7% dokter tidak menjelaskan alternatif tindakan lain serta risikonya, 71.4% dokter tidak menjelaskan risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan 25.7 dokter tidak memberitahu mengenai keadaan penyakit pasien sesungguhnya setelah menjalani pengobatan.

Menurut Dahlan, (2005), sebelum dokter melakukan tindakan medik, dokter berkewajiban untuk memberikan informasi tentang jenis penyakit yang diderita pasien dan tindakan medik yang akan dilakukan untuk menyelamatkan jiwa pasien serta risiko yang mungkin timbul dari tindakan medik tersebut kepada pasien dan keluarganya. Prosedur tetap dalam pengambilan tindakan medis yang bersifat tetap

Penerimaan dari pasien tersebut dituangkan dalam bentuk persetujuan pengambilan tindakan medis (informed consent). Formulir persetujuan tindakan medis ini pada umumnya telah disusun sedemikian rupa sehingga pihak dokter /rumah sakit dan pihak pasien tinggal mengisi kolom yang disediakan untuk itu setelah menjelaskan secara lisan kepada pasien atau keluarga pasien. Karena informed consent merupakan perjanjian untuk melakukan tindakan medik, maka keberadaan informed consent sangat penting bagi para pihak yang melakukan perjanjian pelayanan kesehatan, sehingga dapat diketahui bahwa keberadaan informed consent sangat penting dan diperlukan di Rumah Sakit.

Pihak pasien yang berhak memberikan penandatanganan persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh pasien atau keluarga sebagaimana diatur dalam Penjelasan UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 45 ayat (1). Pihak pasien yang berhak menandatangani persetujuan medis tersebut terdiri dari: pasien sendiri, istri, suami, anak kandung, ayah/ ibu kandung, ataupun saudara-saudara kandung.

Berdasarkan UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 45 ayat (3) menyebutkan bahwa informed consent sekurang-kurangnya mencakup: diagnosis dan tatacara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternatif tindakan lain dan risikonya, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

Dokumen terkait