PENGARUH MOTIVASI TERHADAP TINDAKAN DOKTER DALAM MELAKSANAKAN UNDANG-UNDANG PRAKTIK KEDOKTERAN
NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG HAK-HAK PASIEN DI RSUD Dr. H. KUMPULAN PANE KOTA TEBING TINGGI
TESIS
Oleh :
ASNI HAYESSY 097032064/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
THE INFLUENCE OF MOTIVATION ON DOCTOR’S ACTION IN IMPLEMENTING THE ACT OF MEDICAL PRACTICE NO. 29/2004
ABOUT PATIENTS RIGHTS AT Dr. H. KUMPULAN PANE GENERAL HOSPITAL IN TEBING TINGGI
THESIS
BY
ASNI HAYESSY 097032064/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
PENGARUH MOTIVASI TERHADAP TINDAKAN DOKTER DALAM MELAKSANAKAN UNDANG-UNDANG PRAKTIK KEDOKTERAN
NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG HAK-HAK PASIEN DI RSUD Dr. H. KUMPULAN PANE KOTA TEBING TINGGI
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
OLEH
ASNI HAYESSY 097032064/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
Judul Tesis : PENGARUH MOTIVASI TERHADAP TINDAKAN DOKTER DALAM
MELAKSANAKAN UNDANG-UNDANG
PRAKTIK KEDOKTERAN NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG HAK-HAK PASIEN DI RSUD Dr. H. KUMPULAN PANE KOTA TEBING TINGGI Nama Mahasiswa : Asni Hayessy
Nomor Induk Mahasiswa : 097032064
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit
Menyetujui Komisi Pembimbing :
(Prof. dr. Amri Amir, Sp.F, DFM, S.H Ketua
) (Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes Anggota
)
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 16 Januari 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Amri Amir, Sp.F, DFM, S.H Anggota : Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes
PERNYATAAN
PENGARUH MOTIVASI TERHADAP TINDAKAN DOKTER DALAM MELAKSANAKAN UNDANG-UNDANG PRAKTIK KEDOKTERAN
NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG HAK-HAK PASIEN DI RSUD Dr. H. KUMPULAN PANE KOTA TEBING TINGGI
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Januari 2012
ABSTRAK
Survei pendahuluan yang dilakukan di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi pada bulan Desember 2010, diperoleh sebanyak 55% pasien mengatakan belum mendapat penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis yang dilakukan oleh dokter.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh motivasi terhadap tindakan dokter dalam melaksanakan Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 tahun 2004 tentang hak-hak pasien di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi. Jenis penelitian explanatory survey. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan bulan November 2011. Populasi adalah seluruh tenaga dokter (dokter spesialis dan dokter umum) yang bertugas di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi yaitu sebanyak 52 orang, dan dijadikan sampel sebanyak 35 orang. Data motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik diperoleh dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner kepada dokter, sementara data tindakan dokter melalui wawancara langsung dengan pasien. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis dengan uji regresi berganda pada α=0.05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik berpengaruh signifikan terhadap tindakan dokter dalam melaksanakan Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 tahun 2004 tentang hak-hak pasien. Variabel motivasi ekstrinsik memberikan pengaruh paling besar.
Disarankan bagi Pimpinan RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi supaya mengembangkan kualitas pelayanan terkait Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004 tentang hak-hak pasien melalui peningkatan motivasi dokter dengan cara melengkapi fasilitas rumah sakit yang mendukung untuk melayani pasien, serta membuat prosedur kerja dan tertib administrasi dengan baik.
ABSTRACT
The preliminary survey which was conducted at Dr. H. Kumpulan Pane General Hospital in Tebing Tinggi on December 2010, it was found that 55% patients stated that their did not get the explanation about medical action from the doctors clearly.
The purpose of this explanatory survey was to analyze the influence of motivation on doctor’s action in implementing the act of Medical Practice No. 29/2004 about patients rights at Tebing Tinggi Dr. H. Kumpulan Pane General Hospital. This study was done on October – November 2011. The population of this study was all of the 52 doctors (specialists and Medical Practitioners) working for Dr. H. Kumpulan Pane General Hospital, and 35 of them were selected to be the samples for this study. The data of intrinsict and extrinsict motivations were obtained by interviews the doctor, mean while the action of doctor by interviews to the patients the data were analyzed through multiple regression test at α=0.05.
The result of this study revealed that statistically intrinsict and extrinsict motivations had significant influence on doctor’s action in implementing the act of Medical Practice No. 29/2004 about patients rights. The variable of extrinsict motivation had the biggest influence.
The management of Tebing Tinggi Dr. H. Kumpulan Pane General Hospital suggested to develop and improve the quality of service related to the act of Medical Practice No. 29/2004 about patients rights through the improvement of doctor’s motivation by equipping the hospital with supporting facilities to serve the patients and good work procedure and administrative order.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT engan izin-Nya
pula penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Motivasi terhadap
Tindakan Dokter dalam Melaksanakan Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004 tentang Hak-Hak Pasien di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi”.
Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan
pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi
Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan, dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan
pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si sebagai Ketua Program Studi, serta seluruh
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
5. Prof. dr. Amri Amir, Sp.F, DFM, S.H selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Siti
Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan
meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga
penulisan tesis selesai.
6. Dr. Juanita, S.E., M.Kes dan dr. Fauzi, S.K.M sebagai komisi penguji atau
pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi
kesempurnaan penulisan tesis ini.
7. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat
berarti selama penulis mengikuti pendidikan.
8. Kepala Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi yang telah memberikan izin belajar
kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
9. Kepala RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi yang telah membantu
10.Kepada staf Puskesmas Berohol Kota Tebing Tinggi yang selalu memberi
dukungan kepada penulis, sehingga menambah semangat bagi penulis dalam
menyelesaikan studi ini
11.Teristimewa buat suami tercinta Khaidir Amri, S.E dan buah hati tersayang
Bintang Perdana yang penuh pengertian dan kesabaran, dan senantiasa berdoa’a
sehingga memotivasi penulis selama mengikuti pendidikan.
12.Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Angkatan 2009 yang telah membantu penulis selama pendidikan dan
proses penyusunan tesis serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu yang telah membanu penulis selama penyusunan tesis ini.
Akhirnya Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk
itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
tesis ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, Januari 2012 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Asni Hayessy lahir di Kuala Enok (Indragiri Hilir, Riau) tanggal 05 Mei 1973,
anak ke-6 dari 12 bersaudara. Anak dari Ayahanda H. ST. Rustam (alm) dan Ibunda
Hj. Rosmaniar yang saat ini bertempat tinggal di Jln. Prof. dr. Hamka No. 62
Kampung Bicara Kota Tebing Tinggi.
Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1979-1985 di SD Inpres Pancar
Gaya Padang, tahun 1985-1988 di SMP Negeri 25 Padang, tahun 1988-1992 di SMA
Swasta dr. H. Abdul Hamid Padang, tahun 1992-2002 di Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Medan, dan tahun 2009-sekarang
mengikuti Pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi
Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
Penulis menikah pada tahun 2001 dengan Khaidir Amri, S.E dan mempunyai
seorang putra Bintang Perdana usia 8 tahun. Penulis pernah bekerja di Rumah Sakit
Bhayangkara Padang Sumatera Barat dan di Lantas Polda Sumatera Barat pada tahun
2001, bekerja di Rumah Sakit Bhayangkara Kota Tebing Tinggi pada tahun
2001-2002, bekerja sebagai dokter PTT di Puskesmas Jln. SM. Raja Kota Tebing Tinggi
pada tahun 2003-2006, menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan penempatan
awal di RSUD dr. H. Kumpulan Pane pada tahun 2007-2008, dan menjadi Kepala
DAFTAR ISI
2.1.1 Pengertian dan Konsep Dasar Motivasi ... 11
2.1.2 Manfaat Motivasi ... 15
2.1.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi ... 15
2.2 Dokter ... 16
2.2.1 Pengertian Dokter ... 16
2.2.2 Hak Dokter dalam Tindakan Medis ... 17
2.2.3 Kewajiban Dokter dalam Tindakan Medis ... 19
2.3 Pasien ... 20
2.3.1 Pengertian Pasien ... 20
2.3.2 Hak Pasien dalam Perspektif Hak Azasi Manusia ... 20
2.3.3 Hak Dokter dalam Tindakan Medis ... 21
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 31
4.4.1 Hubungan Motivasi Intrinsik dengan Tindakan Dokter ... 59
4.4.2 Hubungan Motivasi Ekstrinsik dengan Tindakan Dokter ... 60
4.5 Analisis Multivariat ... 61
4.5.1 Uji Asumsi Klasik ... 61
4.5.2 Pengujian Hipotesis ... 65
BAB 5. PEMBAHASAN ... 69
5.1 Pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Tindakan Dokter dalam melaksanakan Undang-undang Praktik Kedokteran nomor 29 tahun 2004 ... 69
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
2.1 Tabulasi Anatomi Undang-Undang Praktik Kedokteran 2004 ... 24
3.1 Metode Pengukuran Variabel Independen dan Dependen ... 36
4.1 Distribusi Karakteritik Responden di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi Tahun 2011 ... 46
4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Prestasi di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi Tahun 2011 ... 47
4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pengakuan Orang Lain di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi Tahun 2011 ... 48
4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tanggung Jawab di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi Tahun 2011 ... 49
4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan Kerja di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi Tahun 2011 ... 50
4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Motivasi Intrinsik di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi Tahun 2011 ... 51
4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Kerja di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi Tahun 2011 ... 52
4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Prosedur Kerja di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi Tahun 2011 ... 53
4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Supervisi Tehnis di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi Tahun 2011 ... 54
4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Motivasi Ekstrinsik di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi Tahun 2011 ... 54
4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Memberi Kebebasan Meminta Pendapat Dokter Lain di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi Tahun 2011 ... 56
4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Memberi Pelayanan Sesuai Kebutuhan Medis di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi Tahun 2011 .. 57
4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Memberi Kebebasan Menolak Tindakan Medis di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi Tahun 2011 ... 58
4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Mendapat Isi Rekam Medik di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi Tahun 2011 ... 58
4.16 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Tindakan di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi Tahun 2011 ... 59
4.17 Hubungan Motivasi Intrinsik dengan Tindakan Dokter dalam Melaksanakan Undang-undang Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004 tentang Pemenuhan Hak-Hak Pasien ... 60
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 29
4.1 Grafik Normal P-P Plot ... 62
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 81
2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 89
3. Hasil Uji Korelasi Pearson (Pearson’s Product Moment). ... 94
ABSTRAK
Survei pendahuluan yang dilakukan di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi pada bulan Desember 2010, diperoleh sebanyak 55% pasien mengatakan belum mendapat penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis yang dilakukan oleh dokter.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh motivasi terhadap tindakan dokter dalam melaksanakan Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 tahun 2004 tentang hak-hak pasien di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi. Jenis penelitian explanatory survey. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan bulan November 2011. Populasi adalah seluruh tenaga dokter (dokter spesialis dan dokter umum) yang bertugas di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi yaitu sebanyak 52 orang, dan dijadikan sampel sebanyak 35 orang. Data motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik diperoleh dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner kepada dokter, sementara data tindakan dokter melalui wawancara langsung dengan pasien. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis dengan uji regresi berganda pada α=0.05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik berpengaruh signifikan terhadap tindakan dokter dalam melaksanakan Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 tahun 2004 tentang hak-hak pasien. Variabel motivasi ekstrinsik memberikan pengaruh paling besar.
Disarankan bagi Pimpinan RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi supaya mengembangkan kualitas pelayanan terkait Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004 tentang hak-hak pasien melalui peningkatan motivasi dokter dengan cara melengkapi fasilitas rumah sakit yang mendukung untuk melayani pasien, serta membuat prosedur kerja dan tertib administrasi dengan baik.
ABSTRACT
The preliminary survey which was conducted at Dr. H. Kumpulan Pane General Hospital in Tebing Tinggi on December 2010, it was found that 55% patients stated that their did not get the explanation about medical action from the doctors clearly.
The purpose of this explanatory survey was to analyze the influence of motivation on doctor’s action in implementing the act of Medical Practice No. 29/2004 about patients rights at Tebing Tinggi Dr. H. Kumpulan Pane General Hospital. This study was done on October – November 2011. The population of this study was all of the 52 doctors (specialists and Medical Practitioners) working for Dr. H. Kumpulan Pane General Hospital, and 35 of them were selected to be the samples for this study. The data of intrinsict and extrinsict motivations were obtained by interviews the doctor, mean while the action of doctor by interviews to the patients the data were analyzed through multiple regression test at α=0.05.
The result of this study revealed that statistically intrinsict and extrinsict motivations had significant influence on doctor’s action in implementing the act of Medical Practice No. 29/2004 about patients rights. The variable of extrinsict motivation had the biggest influence.
The management of Tebing Tinggi Dr. H. Kumpulan Pane General Hospital suggested to develop and improve the quality of service related to the act of Medical Practice No. 29/2004 about patients rights through the improvement of doctor’s motivation by equipping the hospital with supporting facilities to serve the patients and good work procedure and administrative order.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan hidup yang sangat penting dalam
menunjang aktifitas sehari-hari. Manusia melakukan berbagai upaya demi
mewujudkan hidup yang sehat. Pasal 47 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan menyebutkan bahwa upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk
kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan.
Jasa pelayanan kesehatan menyandang misi fungsi sosial, yang mana misi
fungsi sosial ini tetap harus diutamakan, mengingat pelayanan kesehatan sangat erat
kaitannya dengan rasa kemanusiaan yang secara jelas dijamin oleh Undang-Undang,
karena itu setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang baik
dan memadai.
Dokter dianggap sebagai pribadi yang akan dapat menolong karena
kemampuannya secara ilmiah, sehingga peranan dokter dalam melakukan tindakan
medis dianggap mempunyai kedudukan dan peranan yang lebih tinggi daripada
pasien. Hubungan kedua belah pihak tersebut dimulai pada saat pertama kali pasien
datang ke kamar praktik dokter dengan membawa keluhan sakit pada dirinya. Setelah
mendengar keluhan sakit dari pasien maka timbul inisiatif dokter untuk melakukan
Dokter bertanggung jawab secara profesional di bidang medis, berupa
pemberian bantuan atau pertolongan. Sementara pasien bertanggung jawab atas
kebenaran informasi yang ia berikan kepada dokter. Dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan, pasien hanya mengikuti kata dokter sehingga pasien berada pada posisi
yang lemah. Sehingga hubungan dokter dengan pasien tidaklah seimbang, karena
semua perkataan dan perintah dokter akan diikuti oleh pasien sedangkan hak pasien
kadang terabaikan (Soerjono, 1999).
Tindakan dokter secara umum menyangkut kewajiban untuk mencapai tujuan
tertentu yang didasarkan pada standar profesi medis (inspanings verbintennis).
Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar
profesional dan menghormati hak pasien. Kewajiban dokter untuk memberikan
informed consent kepada pasien sebenarnya tidak terlepas dari kewajiban dokter
untuk memperoleh atau mendapatkan informasi yang benar dari pasien (Soerjono,
1999).
Kalangan penyandang profesi medik/kesehatan melakukan tindakan/
perbuatan terhadap pasien berupa upaya yang belum tentu keberhasilannya, karena
transaksi terapeutik hakikatnya merupakan transaksi antara dokter dengan pasien,
untuk mencari terapi yang paling tepat oleh dokter dalam upaya menyembuhkan
penyakit pasien. Pasien juga tidak pernah mempunyai pikiran bahwa apa pun
sudah didasarkan pada persetujuan pasien, yang dalam kepustakaan disebut sebagai
informed consent atau persetujuan tindakan medik (Koeswadji, 2002).
Hubungan dokter dengan pasien ditinjau dari sudut hukum merupakan suatu
perjanjian yang obyeknya berupa pelayanan medis atau upaya penyembuhan, yang
dikenal dengan perjanjian terapeutik. Sehingga setiap pasien mempunyai kebebasan
untuk menentukan apa yang boleh dilakukan terhadap dirinya atau tubuhnya, tetapi
juga ia terlebih dahulu berhak mengetahui hak-hak mengenai penyakitnya dan
tindakan-tindakan atau terapi apa yang dilakukan dokter serta segala risiko yang
mungkin timbul kemudian. Atas kesepakan bersama dalam suatu perjanjian yang
mendasarkan atas suatu persetujuan untuk melakukan hal-hal tertentu akan berakibat
munculnya hak dan kewajiban (Koeswadji, 2002).
Dari berbagai penelitian yang dilakukan, ternyata bahwa masalah
penyampaian informasi oleh dokter kepada pasien memengaruhi kualitas pelayanan
kesehatan dan juga pelaksanaan pengobatan, terutama dampak pada pasien, karena
dalam pemberian pemenuhan informasi pada penerima jasa pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan oleh pasien adalah pemberitahuan akan penemuan hasil diagnosa dokter
setelah selesai pemeriksaan dan juga membutuhkan kebenaran informasi yang
didasarkan atas kejujuran dan ketulusan dokter untuk menolong pasien (Komalawati,
1999).
Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
spesialis dalam melaksanakan praktik kedokteran atau kedokteran gigi wajib
memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien (Permenkes No. 512 /Menkes/Per/X/2005).
Oleh karena itu setiap dokter wajib menyelenggarakan kendali mutu, dimana dalam
rangka pelaksanaan kegiatan tersebut dapat diselenggarakan audit medis. Pengertian
audit medis adalah upaya evaluasi secara professional terhadap mutu pelayanan
medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam medis yang
dilaksanakan oleh profesi medis. Hal tersebut dilakukan karena penyelenggaraan
pelayanan kesehatan di rumah sakit sering dikeluhkan oleh masyarakat yang merasa
tidak puas atas pelayanan kesehatan yang mereka terima, baik dari dokter maupun
rumah sakit (Resnani, 2002).
Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 52,
memuat hak-hak pasien yang berupa: 1) mendapatkan penjelasan secara lengkap
tentang tindakan medis, yang mencangkup diagnosis dan tata cara tindakan medis,
tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternatif tindakan lain dan risikonya, risiko
dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan; 2) meminta pendapat dokter; 3) mendapat pelayanan sesuai dengan
kebutuhan medis; 4) menolak tindakan medis; dan 5) mendapat isi rekam medik.
Hasil penelitian Sinulingga (2004), menyimpulkan bahwa pasien mengharapkan:
petugas penerima pasien yang ramah, terampil dan memberikan informasi yang jelas,
tunggu tidak terlalu lama, perhatian, berpengalaman, tanggap, mau mendengarkan
keluhan dan dapat memberikan penjelasan tentang penyakit yang diderita pasien,
dimana semua itu merupakan bagian dari hak-hak pasien yang harus dipenuhi.
Tidak terpenuhinya hak-hak pasien atas pelayanan kesehatan merupakan salah
satu indikator tidak tercapainya kepuasan pasien atas pelayanan yang sudah
diterimanya tersebut (Tengker, 1995). Hasil dari penelitian Moenir dan Sanusi
(2002), diperoleh bahwa sekitar 33,58% kepuasan pasien dipengaruhi oleh persepsi
atas mutu pelayanan. Hasil penelitian Resnani (2002) juga menunjukkan adanya
pengaruh positif komunikasi dokter terhadap kepuasan pasien rawat jalan sebesar
68,2%.
Kondisi pelayanan kesehatan di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing
Tinggi saat ini belum memenuhi harapan masyarakat. Hal ini ditandai dengan Bed
Occupancy Rate (BOR) pada tahun 2010 sebesar 60%. Berdasarkan survei awal di
RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing penulis menemukan bahwa masih banyak
pasien dan keluarga tidak puas atas pelayanan dokter di rumah sakit. Hal tersebut
dapat diketahui dari hasil wawancara dengan 20 orang pasien rawat inap pada bulan
Juli 2011, didapati: 1) sebesar 55% pasien mengatakan belum mendapat penjelasan
secara lengkap tentang tindakan medis; 2) sebesar 17% pasien meminta pendapat
dokter atau dokter gigi lain; 3) sebesar 7% pasien menolak tindakan medis; dan 4)
76% pasien mendapatkan isi rekam medis. Selain itu, dari 100 berkas rekam medis
resume pasien pulang dari unit rawat inap; 2) sebesar 12% terpenuhi diagnosa akhir
ketika pasien boleh keluar/pulang atau meninggal; 3) penandatanganan informed
consent oleh dokter dan pasien di setiap kasus tindakan medis invasive maupun non
invasive; 4) sebesar 25% terpenuhi diagnosa awal ketika pasien masuk; dan 5)
sebesar 40% berkas rekam medis tidak diisi secara lengkap setiap hari oleh dokter.
Belum terpenuhinya hak-hak pasien dari pihak rumah sakit dapat terjadi
karena beberapa alasan, salah satunya adalah motivasi tenaga medis terutama dokter.
Ishak dan Hendri (2003), menyatakan bahwa sesuatu yang dikerjakan karena ada
motivasi yang mendorong. Hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul
berharga bagi orang yang termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras.
Pernyataan tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan McClelland yang
dikutip Hasibuan (2005), bahwa keberhasilan karyawan disebabkan karena
mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi dalam dirinya. Menurut Herzburg dalam
Masithoh (1998) mengembangkan teori hierarki kebutuhan Maslow menjadi dua
faktor tentang motivasi. Dua faktor itu dinamakan motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan faktor pendorong seseorang untuk
berprestasi yang bersumber dari dalam diri seseorang tersebut (kondisi intrinsik),
yang meliputi: 1) prestasi yang diraih; 2) pengakuan orang lain; 3) tanggung jawab;
4) peluang untuk maju; 5) kepuasan kerja itu sendiri; dan 6) kemungkinan
pengembangan karir. Sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan faktor yang berkaitan
manusia, pemeliharaan ketentraman dan kesehatan, yang meliputi: 1) kompensasi;
2) keamanan dan keselaman kerja; 3) kondisi kerja; 4) status, 5) prosedur perusahaan;
dan 6) mutu dari supervisi teknis dari hubungan interpersonal diantara teman sejawat,
dengan atasan, dan dengan bawahan.
Berdasarkan hasil survei dan fenomena tersebut di atas, maka penting
dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui apakah ada pengaruh motivasi terhadap
tindakan dokter dalam melaksanakan Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29
tahun 2004 tentang pemenuhan hak-hak pasien di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota
Tebing Tinggi.
1.2 Permasalahan
Dari uraian pada latar belakang di atas yang menjadi permasalahan sebagai
berikut: bagaimana pengaruh motivasi terhadap tindakan dokter dalam melaksanakan
Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 tahun 2004 tentang hak-hak pasien di
RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh motivasi terhadap tindakan dokter dalam
melaksanakan Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 tahun 2004 tentang
1.4 Hipotesis
Motivasi berpengaruh terhadap tindakan dokter dalam melaksanakan
Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 tahun 2004 tentang hak-hak pasien di RSUD
Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi.
Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi pihak Pimpinan RSUD Dr. H.
Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi dalam pengambilan keputusan dan kebijakan
untuk mengembangkan kualitas pelayanan terkait Undang-Undang Praktik
Kedokteran Nomor 20 Tahun 2004 tentang hak-hak pasien.
2. Bagi Ilmu Pengetahuan
Untuk menambah informasi dan masukan bagi pembelajaran tentang pengaruh
motivasi terhadap tindakan dokter melaksanakan Undang-Undang Praktik
Kedokteran nomor 29 tahun 2004 tentang hak-hak pasien, terutama bidang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Motivasi
Motivasi dapat ditafsirkan dan diartikan berbeda oleh setiap orang sesuai
tempat dan keadaan dari para masing-masing orang itu. Pandangan para penulis
tentang motivasi sangat bervariasi menurut sudut pandang masing-masing. Warsid
(2004) menyatakan bahwa motivasi merupakan fungsi dari berbagai macam variabel
yang saling memengaruhi dan merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri
manusia atau suatu proses psikologis. Sejalan dengan hal tersebut, Siagian (2004)
menyatakan bahwa motivasi merupakan keadaan kejiwaan yang mendorong,
mengaktifkan, menggerakkan usaha dan menyalurkan perilaku sikap dan tindak
tanduk dengan kemauan keras bagi seseorang untuk berbuat sesuatu yang selalu
terkait dengan pencapaian tujuan, baik tujuan organisasi, maupun tujuan pribadi dari
masing-masing anggota.
Dhanim (2004) menyatakan bahwa motivasi merupakan kekuatan, dorongan,
kebutuhan, semangat, tekanan atau mekanisme psikologi yang mendorong seseorang
atau sekelompok orang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang
diinginkannya. Dalam arti kognitif, motivasi dianggap sebagai aktivitas individu
untuk menentukan kerangka dasar tujuan dan penentuan apa yang diinginkan. Dalam
arti afeksi, motivasi merupakan sikap dan nilai dasar yang dianut oleh seseorang atau
Dhamin (2004), mengemukakan bahwa terdapat 3 (tiga) unsur esensial yang
melekat dalam pengertian motivasi, yaitu: pertama, faktor pendorong atau
pembangkit motif, baik internal maupun eksternal; kedua, tujuan yang ingin dicapai;
dan ketiga, strategi yang diperlukan oleh individu atau kelompok untuk mencapai
tujuan tersebut. Faktor internal sebagai pendorong motif bersumber dari dalam diri
individu itu sendiri seperti kepribadian, intelegensi, kebiasaan, kesadaran, minat,
bakat, kemauan dan semangat. Sedangkan faktor eksternal berasal dari luar individu,
yaitu lingkungan, seperti: lingkungan sosial, tekanan, dan regulasi keorganisasian.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, teori motivasi yang digunakan adalah
expectancy theory yang dikemukakan oleh Ronen dan Livingstone (1975) dalam
Lyne (1995). Esensi teori ini adalah bahwa perilaku individu dipengaruhi oleh
berbagai faktor internal dan eksternal. Dalam teori ini dijelaskan bahwa motivasi
adalah proses pilihan diantara beberapa alternatif kegiatan sukarela. Menurut
pandangan Vroom, sebagian besar individu dianggap berada di bawah pengendalian
orang dan karenanya perlu dimotivasi. Ia menganjurkan untuk menerapkan prinsip
kompensasi (reward) yang berkaitan dengan perilaku dan harus dilaksanakan secara
konsisten.
Inti teori tersebut di atas menurut Siagian (2004) yang dikutip dari pemikiran
Vroom terletak pada pendapat yang mengatakan bahwa kuatnya kecenderungan
seseorang bertindak dengan cara tertentu tergantung pada besarnya harapan bahwa
tindakan tersebut akan menghasilkan sesuatu dan adanya daya tarik dari hasil tersebut
antara lain : 1) daya tarik, yaitu sampai sejauh mana seseorang merasa penting atas
hasil atau imbalan yang diperolehnya sebagai akibat dari tugas yang diselesaikan;
2) hubungan antara prestasi kerja dengan imbalan, yaitu tingkat keyakinan seseorang
tentang hubungan antara tingkat prestasi kerjanya dengan imbalan yang diterima;
3) hubungan antara usaha dan prestasi kerja, yaitu persepsi seseorang tentang
kemungkinan bahwa usaha dan prestasi seseorang tentang kemungkinan bahwa usaha
tertentu yang dilakukannya akan menghasilkan prestasi kerja.
2.1.1 Pengertian dan Konsep Dasar Motivasi
Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan dan
memelihara perilaku manusia. Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut
motivasi (motivation) atau motif, antara lain kebutuhan (need), desakan (urge),
keinginan (wish) dan dorongan (drive). Motivasi adalah lebih eksklusif dari sekedar
aplikasi berbagai peralatan atau cara tertentu untuk mendorong peningkatan keluaran
(out put). Motivasi adalah filsafat atau pandangan hidup yang dibentuk berdasarkan
kebutuhan dan keinginan seseorang.
Dhamin (2004) menemukan 2 (dua) konsep pemikiran yang mendasari
motivasi, yaitu pengharapan dan nilai. Pengharapan merupakan keyakinan bahwa
usaha seseorang akan membuahkan hasil. Nilai adalah tingkat kesenangan yang ada
dalam diri individu untuk memperoleh sejumlah keuntungan. Oleh karenanya, tugas
individual cenderung berbeda yang menyebabkan nilai (berupa insentif atau uang,
pula pada setiap kondisi. Jadi, nilai dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
diharapkan dari pekerjaan yang dilakukan.
Porter dan Miles dikutip oleh Dhamin (2004) mengemukakan bahwa terdapat
3 (tiga) variabel yang memengaruhi motivasi seseorang dalam bekerja, yaitu; 1) sifat-
sifat individual. Ini meliputi kepentingan setiap individu, sikap, kebutuhan atau
harapan yang berbeda pada setiap individu. Perbedaan-perbedaan tersebut membuat
derajat motivasi di dalam diri pekerja menjadi bervariasi satu dengan lainnya.
Seorang pekerja yang menginginkan prestasi kerja yang tinggi, misalnya cenderung
akan terdorong untuk melakukan pekerjaan yang dapat meningkatkan taraf hidupnya.
Sebaliknya, seseorang yang dimotivasi oleh uang akan cenderung memilih pekerjaan
yang imbalannya besar, 2) sifat-sifat pekerjaan. Ini meliputi tugas-tugas yang harus
dilaksanakan, termasuk tanggung jawab yang harus diemban dan kepuasan yang
muncul kemudian. Pekerjaan yang banyak membutuhkan tanggung jawab, misalnya
akan mendatangkan kepuasan tertentu dan dapat meningkatkan derajat motivasi,
3) lingkungan kerja dan situasi kerja karyawan. Seseorang individu betah pada
lingkungan kerja dan akan senantiasa berinteraksi baik sesama rekan sekerjanya atau
oleh atasannya. Penghargaan yang diberikan oleh atasan baik dalam bentuk materi
maupun non materi akan meningkatkan motivasi kerja karyawan.
Motivasi yang ada dalam diri seseorang bukan merupakan indikator yang
berdiri sendiri. Motivasi itu sendiri muncul sebagai akibat dari interaksi yang terjadi
di dalam individu. Perrek (1995) mengemukakan 6 (enam) indikator yang lazim
1. Prestasi kerja, yaitu sesuatu yang ingin dicapai oleh seorang manajer dibawah
lingkungan kerja yang sulit sekalipun. Misalnya dalam menyelesaikan tugas yang
dibatasi oleh jadwal waktu (deadline) yang ketat yang harus dipenuhi, seseorang
pekerja dapat menyelesaikan tugasnya dengan hasil yang memuaskan.
2. Pengaruh, yaitu upaya yang dilakukan untuk mempertahankan gagasan atau
argumentasi sebagai bentuk dari kuatnya pengaruh yang ingin ditanamkan kepada
orang lain. Saran-saran atau gagasan yang diterima sebagai bentuk partisipasi dari
seseorang pekerja akan menumbuhkan motivasi, apalagi jika partisipasi dari
seseorang pekerja akan menumbuhkan motivasi, dan apalagi jika gagasan atau
pemikiran tersebut dapat diikuti oleh orang lain yang dapat dipakai sebagai
metode kerja baru dan ternyata hasilnya positif dan dirasakan lebih baik.
3. Pengendalian, yaitu tingkat pengawasan yang dilakukan oleh atasan terhadap
bawahannya. Untuk menumbuhkan motivasi dan sikap tanggung jawab yang
besar dari bawahan. Seorang atasan dapat memberikan kesempatan kepada
bawahannya untuk bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan
menumbuhkan partisipasi.
4. Ketergantungan, yaitu kebutuhan dari bawahan terhadap orang-orang yang berada
di lingkungan kerjaannya, baik terhadap sesama pekerja maupun terhadap atasan.
Adanya saran, gagasan ataupun ide dari atasan kepada bawahan yang dapat
membantunya memahami suatu masalah atau cara penyelesaian masalah akan
5. Pengambangan, yaitu upaya yang dilakukan oleh organisasi terhadap pekerja atau
oleh atasan terhadap bawahannya untuk memberikan kesempatan guna
meningkatkan potensi dirinya melalui pendidikan ataupun pelatihan.
Pengembangan ini dapat menjadi motivator yang kuat bagi karyawan. Disamping
pengembangan yang menyangkut kepastian karir pekerja. Pengertian
pengembangan yang dimaksudkan disini juga menyangkut metode kerja yang
dipakai. Adanya perubahan metode kerja yang dirasakan lebih baik karena
membantu penyelesaian tugas juga menjadi motivasi bagi pekerja.
6. Afiliasi, yaitu dorongan untuk berhubungan dengan orang-orang atas dasar sosial.
Keterbukaan orang-orang yang berada di lingkungan kerja yang memungkinkan
hubungan antara pribadi dapat berjalan dengan baik, saling membantu masalah
pribadi akan menjadi motivasi yang positif dari pekerja.
Robbins (2003) mengemukanan bahwa teori kebutuhan McClelland berfokus
pada tiga hal yaitu prestasi, kekuasaan dan afiliasi. Menurut McClelland, orang
mempunyai dorongan kuat untuk berhasil meraih prestasi pribadi. Mereka
mempunyai hasrat untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik atau lebih efisien
daripada yang telah dilakukan sebelumnya, dorongan ini adalah kebutuhan untuk
berprestasi. Kebutuhan afiliasi merupakan hasrat untuk disukai orang lain atau
diterima baik oleh orang lain. Sedangkan kebutuhan kekuasaan merupakan hasrat
2.1.2 Manfaat Motivasi
Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga
produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja
dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan
tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala
waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya. Menurut
Ishak dan Tanjung (2003) menyatakan bahwa: sesuatu yang dikerjakan karena ada
motivasi yang mendorong akan membuat orang senang mengerjakannya. Orang pun
akan merasa dihargai atau diakui, hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul
berharga bagi orang yang termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras.
Hal ini dapat dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai
target yang mereka tetapkan. Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang
bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta
semangat juangnya akan tinggi.
2.1.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi
Menurut Frederick Herzburg dalam Masithoh (1998) mengembangkan teori
hierarki kebutuhan Maslow menjadi dua faktor tentang motivasi. Dua faktor itu
dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang disebut dengan satisfier atau
instrinsic motivation dan faktor pemelihara (maintenance factor) yang disebut dengan
disatisfier atau extrinsic motivation.
(kondisi intrinsik) antara lain : 1) prestasi yang diraih (achievement), 2) pengakuan
orang lain (recognition), 3) tanggung jawab (responsibility), 4) peluang untuk maju
(advancement), 5) kepuasan kerja itu sendiri (the work it self), 6) kemungkinan
pengembangan karir (the possibility of growth). Sedangkan faktor pemeliharaan
(maintenance factor) disebut juga hygiene factor merupakan faktor yang berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai
manusia, pemeliharaan ketentraman dan kesehatan. Faktor ini juga disebut dissatisfier
(sumber ketidakpuasan) yang merupakan tempat pemenuhan kebutuhan tingkat
rendah yang dikualifikasikan ke dalam faktor ekstrinsik, meliputi: 1) kompensasi;
2) keamanan dan keselaman kerja; 3) kondisi kerja; 4) status, 5) prosedur perusahaan;
6) mutu dari supervisi teknis dari hubungan interpersonal diantara teman sejawat,
dengan atasan, dan dengan bawahan.
2.2 Dokter
2.2.1 Pengertian Dokter
Dokter adalah tenaga kesehatan yang telah dan mendapatkan pendidikan
profesi dari Fakultas Kedokteran. Dokter berkompeten atau mempunyai wewenang
untuk melakukan tindakan kedokteran di semua bidang ilmu kedokteran hingga batas
tertentu. Ia bisa melakukan pembedahan minor, mengobati penyakit apa saja dan lain
sebagainya. Pengetahuan dan keterampilannya terbatas pada bidang kedokteran, luas
namun tidak mendalam sebagaimana dokter yang mengambil spesialisasi dalam
kepada pasien-pasiennya, namun apabila terjadi penyulit yang bisa membahayakan
pasien atau dirinya sendiri, atau apabila ia menemui kasus-kasus yang ia tidak mampu
menanganinya, ia wajib merujuk pasien ke dokter spesialis yang sesuai yang mampu
menangani kasusnya. Dalam memberikan pelayanan medis, dokter terikat pada
ketentuan yang mengatur batas kewenangan sesuai dengan kemampuannya
(Permenkes No. 512 /Menkes/Per/X/2005).
Dokter spesialis adalah dokter yang memperoleh keahliannya dengan
mengikuti pendidikan spesialistik di bidang yang menjadi pilihannya, sesudah lulus
sebagai dokter dari Fakultas Kedokteran. Sesudah menjadi dokter spesialis, ia
memusatkan pengetahuannya pada satu bidang hingga kemampuannya di bidang
spesialisasi itu semakin dalam. Dengan demikian ia menjadi lebih kompeten
dibandingkan dengan dokter atau dokter spesialis bidang lainnya (Rusli, 2006).
2.2.2 Hak Dokter dalam Tindakan Medis
Berdasar Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 50, bahwa dokter
dalam melaksanakan praktek kedokteran mempunyai hak, yaitu (Permenkes No. 512
/Menkes/Per/X/2005):
a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang menjalankan tugas sesuai standar
profesi dan standar prosedur operasi.
b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasi.
Sedangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004
Tentang Praktek Kedokteran; Kode Etik Kedokteran Indonesia; Pernyataan IDI;
Lampiran SK PB IDI dan Surat edaran Dirjen Yanmed No: YM 02.04.3.5.2504 th.
1997 tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, menyebutkan dokter memiliki
hak, yaitu (Permenkes No. 512 /Menkes/Per/X/2005):
a. Mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya.
b. Berhak untuk bekerja menurut standar profesi serta berdasarkan hak otonom.
c. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, profesi dan etika.
d. Menghentikan jasa profesionalnya kepada pasien apabila hubungan pasien sudah
sedemikian buruk sehingga karjasama yang baik tidak mungkin diteruskan lagi
kecuali untuk pasien gawat darurat dan wajib menyerahkan kepada dokter lain.
e. Berhak atas privasi dan berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh
pasien dengan ucapan atau tindakan yang melecehkan atau memalukan.
f. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya.
g. Berhak atas informasi atau pemberitahuan pertama dalam menghadapi pasien
yang tidak puas terhadap pelayanannya.
h. Diperlakukan adil dan jujur baik oleh rumah sakit maupun oleh pasiennya.
i. Mendapat imbalan atas jasa profesi yang diberikan berdasarkan perjanjian dan
Hak yang dimiliki oleh dokter yang merupakan wewenang dalam melakukan
tindakan medik, adalah sebagai berikut (Kartono, 2001):
a. Hak untuk dihormati kerahasiaan dirinya
b. Hak atas informasi dari pasien sebagai landasan untuk mengobati dan merawat
c. Hak untuk menerima balas jasa dari perawatannya
d. Hak untuk menolak tindakan medik yang bertentangan dengan sumpah, kode etik,
Undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
e. Hak untuk membela diri terhadap gugatan yang ditujukan padanya.
2.2.3. Kewajiban Dokter dalam Tindakan Medis
Sacara khusus kewajiban dokter dalam menjalankan praktik kedokteran diatur
dalam Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 51
yang mengatur bahwa seorang dokter mempunyai kewajiban (Permenkes No. 512
/Menkes/Per/X/2005):
1. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan kebutuhan standar profesi atau
standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
2. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan;
3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia;
5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi.
2.3 Pasien
2.3.1 Pengertian Pasien
Setiap orang yang datang ke ruang praktek dokter atau ke Rumah Sakit untuk
menjalani tindak medis tertentu, lazim disebut “pasien” walaupun ia sebenarnya atau
mungkin tidak sakit dalam arti umum. Atas dasar penafsiran itu, maka dapat
dibedakan antara:
a. Pasien dalam arti yang benar-benar sakit, sehingga secara yuridis ada perjanjian
teraupetik dengan dokter / Rumah Sakit.
b. Pasien yang sebenarnya “tidak sakit”, dan datang ke dokter atau Rumah Sakit
hanya untuk:
1) Menjalankan pemeriksaan kesehatan
2) Menjadi donor darah
3) Menjadi peserta keluarga berencana dan sebagainya.
Soerjono (1999), menyebutkan, pasien adalah subyek hokum yang mandiri,
walaupun dalam keadaan sakit. Kedudukannya dalam hukum tetap sama seperti orang
sehat. Dengan demikian seorang pasien yang mempunyai hak untuk mengambil
2.3.2 Hak Pasien dalam Perspektif Hak Azasi Manusia
Hak Azasi Manusia (HAM) diberikan oleh Negara kepada setiap warganya.
Dalam dunia internasional, yang melibatkan negara-negara di dunia, dibuat suatu
aturan atau instrumen yang mengatur tentang HAM. Ketentuan mengenai
perlindungan hak-hak azasi ini ditegaskan dalam Pembukaan UUD 1945, batang
tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang
Hak Azasi Manusia, serta peraturan dan perundang-undangan lainnya. Dalam
“Declaration of Human Rights” Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB, 1948) dengan
jelas dirumuskan hak-hak azasi manusia. Dalam pelaksanaannya, terdapat berbagai
faktor yang dapat memengaruhi suatu Negara atau suatu sistem dalam melaksanakan
suatu aturan atau dalam menjalankan instrumen yang mengatur tentang Hak Azasi
Manusia. Faktor-faktor yang memengaruhi pelaksanaan HAM antara lain adalah :
1) Kebudayaan; 2) Sistem Politik suatu Negara; 3) Hukum dan kebijakan yang
diambil suatu Negara; 4) Diskriminasi; 5) Perang atau konflik yang terjadi (Hanafiah
dan Amir, 2008).
Konsep HAM sendiri sebenarnya sudah dikembangkan selalu menjadi lebih
baik selama berabad-abad. Ada 3 (tiga) generasi pengembangan HAM. Intinya bahwa
masalah HAM bukan issu baru dalam masyarakat bangsa-bangsa karena sekarangpun
di dalam generasi ketiga yaitu generasi hak pembangunan, hak kesehatan termasuk
mendapat prioritas penting untuk terus dikembangkan menjadi lebih baik (Abbas,
2.3.3 Hak Pasien dalam Tindakan Medis
Berdasar Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran
Pasal 52, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, pasien mempunyai
hak yaitu (Permenkes No. 512 /Menkes/Per/X/2005):
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
b. Meminta pendapat dokter.
c. Mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis.
d. Menolak tindakan medis.
e. Mendapat isi rekam medik.
2.4 Kebijakan Pemerintah dan Penerapan UUPK Nomor 29 Tahun 2004
Undang-Undang Praktik Kedokteran (UUPK) Nomor 29 Tahun 2004
disahkan pada tanggal 6 Oktober 2004. Undang-Undang tersebut dinyatakan baru
akan berlaku setelah satu tahun sejak diundangkan yakni Tahun 2005.
Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bertujuan untuk mengatur
praktik kedokteran agar dapat memberikan perlindungan kepada pasien rumah sakit,
mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis dan memberikan
kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.
Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 pada bagian awal mengatur tentang
persyaratan dokter untuk dapat berpraktik kedokteran, yang dimulai dengan
keharusan memiliki sertifikat kompetensi kedokteran yang diperoleh dari kolegium
Registrasi dari Konsil Kedokteran Indonesia dan kemudian memperoleh Surat Ijin
Praktik dari Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten. Dokter tersebut juga harus telah
mengucapkan sumpah dokter, sehat fisik dan mental serta menyatakan akan
mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
Selain mengatur persyaratan praktik kedokteran di atas, Undang-Undang No.
29 Tahun 2004 juga mengatur tentang organisasi Konsil Kedokteran, Standar
Pendidikan Profesi Kedokteran serta Pendidikan dan Pelatihannya dan proses
registrasi tenaga dokter. Selanjutnya Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 mengatur
tentang penyelengaraan praktik kedokteran. Pada bagian ini diatur tentang perijinan
Praktik, batas maksimal 3 tempat praktik, dan keharusan memasang papan praktik
atau mencantumkan nama di daftar dokter bila di rumah sakit. Dalam aturan tentang
pelaksanaan praktik diatur agar dokter memberitahu apabila berhalangan atau
memperoleh pengganti yang memiliki Surat ijin Praktik, keharusan memenuhi
standar pelayanan, memenuhi aturan tentang persetujuan tindakan medis, memenuhi
ketentuan tentang pembuatan rekam medis, menjaga rahasia kedokteran, serta
mengandalikan mutu dan biaya.
Undang-Undang juga mengatur hak dan kewajiban dokter dan pasien. Salah
satu hak dokter yang penting adalah memperoleh perlindungan hukum sepanjang
melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional,
sedangkan hak pasien yang terpenting adalah hak memperoleh penjelasan tentang
Pada bagian akhirnya Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 mengancam
pidana bagi mereka yang berparktik tanpa Surat Tanda Registrasi atau Surat Ijin
Praktik, mereka yang bukan dokter tetapi bersikap atau bertindak seolah-olah dokter,
dokter yang berpraktik tanpa membuat rekam medis, tidak memasang papan praktik
atau tidak memenuhi kewajiban dokter. Pidana lebih berat diancamkan kepada
mereka yang memperkerjakan dokter yang tidak memiliki Surat Tanda Registrasi dan
atau Surat Ijin Praktik
Tabel 2.1. Tabulasi Anatomi Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004
Bab Jumlah
Pasal Pokok Bahasan
I 1 Ketentuan Umum II 2 Azas dan Tujuan
III 22 Konsil Kedokteran Indonesia
IV 1 Standar Pendidikan Profesi Kedokteran dan Kedokteran Gigi V 2 Pendidikan dan Pelatihan Kedokteran dan Kedokteran Gigi VI 7 Registrasi Kedokteran dan Kedokteran Gigi
VII 19 Penyelenggaraan Praktik Kedokteran (SIP, Pelaksanaan Praktik Persetujuan Tindakan Medis, Rekam Medis, Rahasia Kedokteran Kendali Mutu dan Kendali Biaya, Hak dan Kewajiban dokter dan pasien serta pembinaan dokter
VIII 15 Disiplin Dokter dan Dokter Gigi (Displin Kedokteran Indonesia/MKDKI, pengaduan, pemeriksaan dan lainnya.
IX 4 Pembinaan dan Pengawasan X 6 Ketentuan Pidana
XI 4 Ketentuan Peralihan XII 5 Ketentuan Penutup
Sumber: Warta IDI Bestari Edisi 4 2005, Medan
Pada Bab VII dicantumkan masalah apa yang harus dilaksanakan dokter
1. Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent); Pelaksanaan Persetujuan
Tindakan Medik (PTM) di rumah sakit terutama penting di unit rawat inap.
Ketika pasien dirujuk untuk mendapat pelayanan unit rawat inap, pada pasien
diberikan suatu informasi mengenai rencana perawatan tersebut sesuai dengan
anjuran dokter. Bila disetujui, pasien atau pihak keluarga mendandatangani PTM
yang dikenal sebagai Informed Consent Non Invasive. Jadi dapat dipastikan
bahwa setiap kali pasien dirujuk ke bagian rawat inap, penandatanganan Informed
Consent harus dilakukan. Bila Informed Consent tidak ada, artinya pasien tidak
pernah mendapatkan haknya terhadap informasi mengapa ia dirawat di unit rawat
inap.
2. Atribut Rekam Medis di Bab VII adalah memastikan bahwa sebenarnya pasien
telah mendapat hak mendapat pelayanan medis di unit rawat inap. Pihak
keperawatan akan memperoleh pedoman pelayanan yang akurat bila saja ada
kejelasan diagnosa awal tertera di lembaran berkas RM yang ditulis oleh dokter.
3. Perihal hak pasien terhadap diagnosa akhir adalah sama halnya dengan butir 2 di
atas. Dengan adanya penulisan yang akurat tentang diagnosa akhir, pasien akan
lebih mudah mendapat pengarahan dari tim keperawatan tentang hal-hal apa saja
yang perlu dilanjutkan oleh pasien kelak setelah pulang ke rumah.
4. Kelengkapan dokumen Resume Pasien pulang juga adalah hak pasien yang
sewaktu-waktu memerlukan surat keterangan tentang kondisi kesehatan terkahir
repertum bukti tentang apa yang ia derita (visum et repertum). Visum et repertum
dapat dimodifikasi segera dari berkas resume pasien pulang.
5. Tanda tangan dokter tentang kunjungan (visite) setiap hari serta keterangan apa
saja yang diobservasi/dilakukan/diperiksa dokter adalah hak pasien supaya ada
pertanggungjawaban yang jelas termasuk tentang biaya setiap visite yang wajib
dibayar.
Semua hal-hal yang diuraikan di atas sudah menjadi ketentuan pada peraturan
pelaksanaan rekam medis oleh dokter yaitu : 1) Membubuhkan diagnosa awal ketika
pasien rawat inap masuk; 2) membubuhkan diagnosa akhir ketika pasien dinyatakan
mengakhiri masa pelayanannya di rumah sakit; 3) Dokter membuat resume tertulis
tentang kondisi pasien yang dinyatakan boleh keluar rumah sakit; 4) Membubuhkan
tanda kehadiran pada lembaran visite dokter setiap hari ketika dokter mengunjungi
pasien; dan 5) melengkapi pelaksanaan Informed Consent bersama pasien ketika
pasien mulai dirawat di unit rawat inap.
Kebijakan atau Undang-Undang yang ditetapkan pemerintah ditindak lanjuti
oleh Depertemen Kesehatan RI dan jajaran yang terkait dengan menerbitkan
peraturan-peraturan pelayanan kesehatan. Terkait langsung dengan penelitian ini
adalah Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/Per/X/2005, yang mengatur
tentang sistem pelaksanaan dokumentasi transaksi pelayanan kesehatan di Indonesia
harus dibuat berbasis sistem informasi yang autentik. Pada intinya bahwa Permenkes
memenuhi kewajiban membuat catatan di berkas rekam medis tentang 5 aspek yang
disebut menjadi variabel dependen dalam penelitian ini.
Kehadiran Undang-Undang Praktik Kedokteran No. 29 tahun 2004 dianggap
sangat memperkuat adanya atensi pemerintah seperti yang sesungguhnya telah
berlangsung pada masa sebelumnya yaitu, kewajiban para petugas pelayanan
kesehatan (dokter pada khususnya) melaksanakan kewajiban pencatatan dokumen
tentang pelaksanaan dokter memenuhi hak-hak dasar pasien terhadap pelayanan
kesehatan. Pada kenyataannya sebelum ada kebijakan menetapkan Undang-Undang
Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004, rumah sakit sudah menuruti peraturan baku
yang diberlakukan untuk semua administrasi rekam medis yang diatur oleh
Permenkes.
Kebijakan ditetapkan Undang-Undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun
2004 seterusnya berproses menjadi tantangan pada pihak rumah sakit untuk
meneruskannya ke dalam bentuk Perumusan Kebijakan di rumah sakit. Pada
pelaksanaan implementasi pihak manajemen rumah sakit perlu melakukan evaluasi
efektifitas kebijakan. Di dalam evaluasi dilakukan identifikasi permasalahan yang
mungkin timbul untuk selanjutnya ditanggulangi bila implementasinya benar-benar
terkendala (Suharto, 2005).
2.5 Landasan Teori
variabel organisasi, dan variabel psikologis. Salah satu sub variabel yang ada pada
variabel psikologis yaitu motivasi.
Siagian (2004) menyatakan bahwa motivasi adalah daya pendorong yang
mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela mengarahkan kemampuan
dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan
menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran
organisasi yang telah ditentukan.
Menurut Herzburg dalam Masithoh (1998) mengembangkan teori hierarki
kebutuhan Maslow menjadi dua faktor tentang motivasi. Dua faktor itu dinamakan
faktor motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Faktor motivasi intrinsik merupakan
faktor pendorong seseorang untuk berprestasi yang berumber dari dalam diri
seseorang tersebut (kondisi intrinsik), antara lain :
1) Prestasi yang diraih
2) Pengakuan orang lain
3) Tanggung jawab
4) Peluang untuk maju
5) Kepuasan kerja itu sendiri, dan
6) Kemungkinan pengembangan karir.
Faktor motivasi ekstrinsik merupakan faktor yang berkaitan dengan
pemeliharaan ketentraman dan kesehatan, yang dikualifikasikan ke dalam faktor
ekstrinsik, meliputi:
1) Kompensasi
2) Keamanan dan keselaman kerja
3) Kondisi kerja
4) Status
5) Prosedur perusahaan;
6) Mutu dari supervisi teknis dari hubungan interpersonal diantara teman sejawat,
dengan atasan, dan dengan bawahan.
2.6 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan dan tujuan penelitian maka dapat
digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut.
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Motivasi Intrinsik
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini berbentuk survey explanatory, yaitu jenis penelitian survey yang
bertujuan menjelaskan pengaruh motivasi terhadap tindakan dokter dalam
melaksanakan Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 tahun 2004 tentang
pemenuhan hak-hak pasien di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Kumpulan
Pane Kota Tebing Tinggi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan
bulan November 2011.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh tenaga dokter (dokter spesialis dan
dokter umum) yang bertugas di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi
yaitu sebanyak 52 orang.
Sampel merupakan bagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diuji.
Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus dari Taro Yamane dalam
(Riduwan, 2008) :
1 . 2+ =
d N
Dimana : n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d2
Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jumlah sampel (n) sebagai berikut : = presesi yang ditetapkan (d = 10%)
( )
0,1 1Besar sampel dalam penelitian ini adalah 35 orang. Teknik sampling yang
digunakan pada penelitian ini adalah simple random sampling. Menurut Riduwan
(2008), simple random sampling adalah cara pengambilan sampel dari anggota
populasi dengan menggunakan acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam
anggota populasi tersebut.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data
sekunder :
3.4.1. Data Primer
Data primer dikumpulkan dengan cara melakukan wawancara langsung
dengan menggunakan kuesioner kepada dokter tentang motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik. Sementara tindakan dokter dalam melaksanakan Undang-Undang
Praktik Kedokteran Nomor 29 tahun 2004 yaitu melalui wawancara langsung dengan
pasien. Tindakan 1 orang dokter dinilai oleh 3 orang pasien, sehingga jumlah seluruh
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder dikumpulkan dengan mengutip data laporan atau registrasi
rekam medis di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi, serta data lain
yang relevan dengan penelitian ini.
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan reliabilitas instrumen akan dilakukan pada 30 dokter dan 30
pasien di Rumah Sakit Umum Pakam, dengan alasan memiliki karakteristik yang
sama dan relatif dekat. Pengujian validitas menggunakan koefisien korelasi pearson
(pearson’s product moment coefficient of correlation). Dasar keputusan uji validitas
dalam penelitian ini adalah dengan membandingkan p-value kurang dari alpha 0,05
maka item pernyataan dikatakan valid, sebaliknya jika p-value lebih besar dari alpha
0,05 maka item pernyataan tidak valid. Dasar pengambilan keputusan uji validitas
juga dilakukan dengan membandingkan koefisien korelasi dengan angka kritis
(r-tabel=0,361). Jika koefisien korelasi lebih besar dari r-tabel maka item pernyataan
valid, sebaliknya jika koefisien korelasi kurang dari r-tabel maka item pernyataan
tidak valid.
Uji reliabilitas diukur dengan menggunakan Alpha Cronbach untuk
mengetahui konsistensi internal antar variabel dalam instrumen. Dengan kata lain, uji
reliabilitas akan mengindikasikan apakah instrumen-instrumen yang dipergunakan
dalam penelitian ini layak dan berkaitan atau tidak. Dalam metode Alpha Cronbach
telah ditentukan bahwa jika nilai Alpha Cronbach mendekati 1, maka hal ini
jawaban responden akan cenderung sama walaupun diberikan kepada responden
tersebut dalam bentuk pertanyaan yang berbeda (konsisten), sedangkan jika berada di
atas 0.8 adalah baik, tetapi bila berada di bawah nilai 0.6 tidak baik atau tidak reliabel
(Riduwan, 2008).
Hasil pengujian instrumen yang dilakukan terhadap 30 responden diperoleh
bahwa instrumen yang dipakai untuk penelitian dinyatakan valid dan reliabel.
Instrumen motivasi intrinsik terdiri dari 15 item pertanyaan yaitu pertanyaan no.
1-15, didapatkan nilai koefisien korelasi (r) minimum 0,370, nilai r maksimum 0,764,
dan nilai alpha cronbach minimun= 0,945, maksimum=0.948. Instrumen motivasi
ekstrinsik terdiri dari 9 item pertanyaan yaitu no. 16-24, didapatkan nilai koefisien
korelasi (r) minimum 0,507, nilai r maksimum 0,764, dan nilai alpha cronbach
minumum=0,945, maksimum=0.948. Tindakan dokter terdiri dari 19 item pertanyaan
yaitu pertanyaan no. 25-44, didapatkan nilai koefisien korelasi (r) minimum 0,389, r
maksimum 0,749, dan nilai alpha cronbach minimum= 0,921, maksimum=0.930.
3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Independen
1. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah faktor pendorong dokter dalam melaksanakan
Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 tahun 2004 tentang hak-hak pasien yang
berumber dari dalam diri dokter tersebut yang meliputi: prestasi yang diraih,
a. Prestasi yang diraih adalah hasil yang dicapai dokter dalam melaksanakan
tindakan medis yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004
pasal 52.
b. Pengakuan orang lain adalah pengakuan rekan kerja terhadap keberadaan
dokter sebagai personil yang secara bersama-sama merupakan bagian dari
system dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan.
c. Tanggung jawab adalah rasa keterpanggilan dan tuntutan dalam diri dokter
untuk memberikan tindakan medis sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29
tahun 2004 pasal 52.
d. Kepuasan kerja adalah kesesuaian harapan dokter dengan kenyataan dalam
melaksanakan pekerjaan yang menimbulkan rasa puas dalam diri seorang
dokter serta memiliki kemampuan bekerja secara optimal.
2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi intrinsik adalah faktor pendorong dokter dalam melaksanakan
Undang-undang Praktik Kedokteran nomor 29 tahun 2004 tentang hak-hak pasien yang
dikualifikasikan ke dalam faktor ekstrinsik, meliputi: kondisi kerja, prosedur
kerja, dan supervisi tehnis.
a. Kondisi kerja adalah suasana tempat kerja dan dukungan semua pihak yang
memungkinkan setiap dokter dapat bekerja sesuai dengan yang telah
b. Prosedur kerja adalah kesesuaian harapan dokter dengan kenyataan terkait
dengan prosedur kerja yang ada di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing
Tinggi.
c. Supervisi tehnis adalah pengawasan dari pihak manajemen atau atasan dalam
melakukan tindakan medis.
3.5.2 Variabel Dependen
Tindakan dokter adalah perbuatan dokter dalam melakukan suatu kegiatan
yang sesuai dengan Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 tahun 2004
tentang pemenuhan hak-hak pasien yang meliputi : memberikan penjelasan tentang
tindakan medis, memberi kebebasan meminta pendapat dokter lain, memberi
pelayanan sesuai kebutuhan medis, memberi kebebasan menolak tindakan medis, dan
menyarankan supaya mendapat isi rekam medis dari rumah sakit.
3.6 Metode Pengukuran
Pengukuran variabel motivasi dan tindakan dokter dalam melaksanakan
Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 tahun 2004 tentang pemenuhan
hak-hak pasien menggunakan skala Guttman. Skala Guttman ialah skala yang digunakan
untuk jawaban yang bersifat jelas (tegas) dan konsisten. Misalnya: benar-salah;
setuju-tidak setuju; ya-tidak, dan sebagainya (Riduwan, 2008).
Pada penelitian ini skala Guttman dibuat dalam bentuk pilihan, yaitu “Ya” dan
“Tidak”, serta dalam bentuk checklist. Apabila responden menjawab “Ya” diberi
Tabel 2.1 Metode Pengukuran Variabel Independen dan Dependen
Nama
Variabel Indikator Cara Pengukuran Hasil Ukur Skala Ukur Motivasi
3.7 Metode Analisis Data
a. Analisis Univariat : Tujuan analisis ini untuk menjelaskan distribusi frekwensi
dari masing-masing variabel independen dan variabel dependen.
b. Analisis Bivariat : Tujuan analisis ini untuk menjelaskan hubungan antara
variabel independen yang diduga kuat mempunyai hubungan bermakna dengan
variabel dependen, dengan menggunakan uji korelasi pearson (pearson’s product
moment).
c. Analisis Multivariat : Tujuan analisis ini untuk melihat faktor mana yang paling
dominan pada variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen,
dengan menggunakan Uji Regresi Linier Berganda. Persamaan regresi yang
digunakan adalah sebagai berikut :
Y = a+ b1X1+b2
dimana :
X2
X1
= koefisien regresi X1
2
Dengan tingkat signifikan α=0,05 maka dilakukan tahap analisis sebagai
berikut :
= koefisien regresi X2
a. Uji F (uji serempak)
Kriteria pengujian hipotesis untuk uji F (uji serempak) untuk melihat signifikansi
secara simultan variabel terikat terhadap variabel bebas.
H0 : b1,b2
H
= 0 artinya motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik secara
bersama-sama tidak berpengaruh terhadap tindakan dokter melaksanakan UUPK nomor 29
tahun 2004 tentang pemenuhan hak-hak pasien di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane
Kota Tebing Tinggi.
1 : b1,b2
Alat uji yang digunakan untuk menerima dan menolak hipotesis adalah dengan uji
statistik F, dengan ketentuan jika nilai F
≠ 0 artinya motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik secara
bersama-sama berpengaruh terhadap tindakan dokter melaksanakan UUPK nomor 29 tahun
2004 tentang pemenuhan hak-hak pasien di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota
Tebing Tinggi.
hitung > Ftabel, H0 ditolak dan H1 diterima,
sedangkan jika Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima dan H1
Untuk menguji signifikansi faktor-faktor tersebut secara bersama-sama terhadap