• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. PEMBAHASAN

5.3 Pengaruh Motivasi Pria PUS terhadap Penggunaan Vasektomi d

Hasil penelitian tentang variabel motivasi yang menggunakan kontrasepsi vasektomi (kasus) dengan proporsi tertinggi berada pada motivasi tinggi yaitu sebesar 89,0%, sedangkan yang tidak menggunakan kontrasepsi vasektomi (kontrol) dengan proporsi tertinggi berada pada motivasi rendah sebesar 78,0%.

Hasil uji statistikdiperoleh OR 28,69 (95% CI: 13,08 - 62,89) yaitu Pria PUS yang vasektomi 28,69 kali berpeluang mempunyai motivasi tinggi dibandingkan dengan pria PUS yang tidak di vasektomi. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa motivasi pria PUS yang rendah maka pemakaian kontrasepsi vasektomi juga rendah, demikian juga sebaliknya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ekarini (2008) menemukan beberapa persepsi negatif tentang keluarga berencana yang menyebabkan motivasi yang rendah terhadap keluarga berencana. Beberapa persepsi negatif pria terhadap keluarga berencana adalah sebagai penyebab rendahnya peserta Keluarga Berencana pria karena rendahnya pengetahuan pria tentang KB, hal ini tentu saja berkaitan dengan masih rendahnya kesadaran pria ber KB dan rendahnya pemahaman tentang hak–hak dan kesehatan reproduksi. Beberapa sebab juga disebutkan yaitu tentang kurangnya pemahaman tentang kontrasepsi pria, rendahnya minat suami dalam mengakses informasi tentang kesehatan reproduksi dan kontrasepsi dan sarana pelayanan kesehatan untuk pria yang masih perlu ditingkatkan (BKKBN, 2007). Selama ini para pria menganggap bahwa Keluarga Berencana selalu identik dengan

alat kontrasepsi saja. Padahal pada kenyataanya Keluarga Berencana sangat luas kaitannya tidak hanya sekedar alat kontrasepsi saja tetapi juga bermanfaat untuk kesejahteraan ibu dan anak, dan kesehatan reproduksi (BKKBN, 2007).

Menurut pandangan TOKOH MASYARAKAT/TOKOH AGAMA, keterlibatan suami/pria dalam KB adalah hanya memberikan kesempatan kepada istri untuk peduli kesehatan reproduksinya, berperan menentukan kehamilan, jumlah anak, jarak kelahiran. Tetapi untuk ikut vasektomi, pria PUS masih banyak belum berminat. TOKOH MASYARAKAT/TOKOH AGAMA kurang mendukung karena tidak mudah masyarakat menerima agar pria berpartisipasi aktif dalam program KB dikarenakan oleh berbagai alasan dan rumor adanya kekhawatiran setelah vasektomi mereka akan kehilangan kejantanannya. Juga adanya salah persepsi dan pandangan negatif bahwa vasektomi itu adalah pengebirian (BKKBN, 2004).

Kurangnya pria PUS dalam mengakses informasi tentang kesehatan reproduksi dan jenis-jenis alat kontrasepsi yang ada, baik untuk wanita maupun pria. Sehingga mereka berpendapat bahwa Keluarga Berencana hanya untuk perempuan saja dan para suami umumnya menyerahkan semua pilihan terbaik kepada istrinya.

Menurut penelitian Ekarini (2008) pria pada umumnya merasa enggan bila disebut-sebut apalagi diikutsertakan dalam program Keluarga Berencana. Padahal sebenarnya keputusan yang terjadi antara suami istri adalah keputusan bersama karena merupakan tanggung jawab bersama antara suami istri. Tidak dilibatkannya suami sebagai salah satu pihak yang berkepentingan dengan kesehatan reproduksi membuat para suami miskin informasi.

Selama ini pandangan gender menjadi fokus untuk sasaran penggunaan kontrasepsi, dalam hal ini seolah-olah perempuanlah yang harus menggunakannya dan pria tidak. Kebanyakan pria lebih suka menyarankan pasangannya yang menggunakan alat kontrasepsi daripada mereka sendiri. Para pria kurang termotivasi dalam menggunakan alat kontrasepsi karena keterbatasan metode kontrasepsi untuk pengaturan fertilitas yang dapat dipilih pria. Program Keluarga Berencana selama ini masih mengalami ketimpangan dari sisi genderisme. Kaum perempuan masih cenderung dijadikan obyek sasaran dan dituntut lebih banyak berperan ketimbang kaum pria. Diduga ketimpangan antara peserta KB pria dan wanita berhubungan dengan rendahnya pengetahuan dan kecenderungan sikap negatif pria terhadap Keluarga Berencana (BKKBN, 2007).

Memang pada kenyataannya tidak dipungkiri hampir semua program Keluarga Berencana dihadirkan untuk para wanita, dari macam dan variasi alat kontrasepsi yang beraneka ragam untuk para wanita, penyiapan tempat pelayanan, tenaga pelayanan, wanita sebagai petugas dan promotor Keluarga Berencana (BKKBN, 2007). Tetapi hal-hal tersebut sebetulnya tidak mengecilkan arti dan peranan pria dalam keluarga. Karena pemakaian kontrasepsi bagi pria dan peran serta pria dalam keluarga berencana merupakan komponen paling penting sebagai wujud rasa tanggungjawab pria dalam mendukung program Keluarga Berencana.

Kenyataannya pria dan wanita mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hal kesehatan reproduksi, kesejahteraan ibu dan anak, pengaturan kelahiran ataupun Keluarga Berencana dan alat kontrasepsi. Hal ini berarti dalam

keluarga berencana pun yang harus dan wajib tahu tidak hanya pihak wanita tapi juga pria sebagai kepala rumah tangga. Yang berarti pria juga harus bersedia memakai alat kontrasepsi, serta mengerti tentang kesehatan reproduksi wanita.

Adanya sifat positif pria terhadap Keluarga Berencana berarti tidak hanya mendukung istrinya tetapi adanya kesepakatan tentang alat kontrasepsi apa yang akan dipakai dan siapa yang menggunakan. Ketika informasi yang jelas dan benar sudah jadi bagian dari persepsi setiap para pria dimungkinkan akan timbul sikap positif dan dukungan para pria terhadap Keluarga Berencana.

Proses komunikasi antara suami dan istri tentang Keluarga Berencana sering mengalami pemutusan sepihak oleh pihak istri, sebagai akibat pengkomunikasian yang kurang efektif dalam hal Keluarga Berencana. Temuan sebuah penelitian membuktikan bahwa sebenarnya suami istri bukanlah satu kesatuan yang berpendapat tunggal . Suami istri tetaplah dua orang yang berbeda, yang sangat mungkin memiliki pilihan yang berbeda sehingga proses negoisasi harus dilakukan. Keputusan dalam penggunaan kontrasepsi berkaitan erat dengan komunikasi pasangan suami istri dalam hal reproduksi (Hartanto, 2004).

Niat untuk mengikuti program Keluarga Berencana termasuk menggunakan alat kontrasepsi adalah hal utama yang harus ada pada setiap pria sekaligus memotivasi para pria untuk mengikuti program Keluarga Berencana. Karena dengan niat dan tekad yang kuat akan mempengaruhi kegiatan seseorang dalam hal keluarga Berencana. Niat akan diikuti pemilihan jenis kontrasepsi sekaligus perilaku menjadi akseptor Keluarga Berencana. Dengan mengikuti program Keluarga Berencana

diharapkan akan lebih memotivasi para pria untuk lebih memperhatikan tentang kejahteraan keluarga, keharmonisan suami istri, kesehatan ibu dan anak maupun kesehatan reproduksi perempuan yang selama ini lebih banyak dilakukan oleh pihak perempuan.

5.4. Pengaruh Keyakinan Pria PUS terhadap Penggunaan Vasektomi di

Dokumen terkait