• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Netralisasi Senyawa Antimikroba terhadap Listeria

B. Metode Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengaruh Netralisasi Senyawa Antimikroba terhadap Listeria

Pada tahap ini, dilakukan pengujian kuantitatif menggunakan metode kontak. Metode ini bertujuan untuk mengetahui perubahan jumlah bakteri uji di dalam media yang mengandung senyawa antimikroba dari BAL. perubahan tersebut dapat berupa pertumbuhan yang ditandai dengan kenaikan jumlah bakteri uji atau kematian bakteri uji berupa penurunan jumlahnya.

Kultur bakteri uji yang telah disegarkan akan mengalami kontak langsung dengan senyawa antimikroba yang dihasilkan BAL. Oleh karena itu kultur BAL berumur 24 jam harus terlebih dahulu disentrifugasi untuk memisahkan sel sehingga diperoleh supernatan yang hanya mengandung senyawa antimikroba. Supernatan yang diperoleh kemudian dibagi menjadi dua bagian yaitu supernatan bebas sel yang dinetralisasi dengan basa kuat sementara yang lain tidak dinetralisasi. Penetralan ini bertujuan untuk menghilangkan pengaruh asam organik sebagai komponen utama senyawa antimikroba dari BAL sehingga jika terjadi penghambatan oleh supernatan bebas sel yang telah dinetralisasi maka terdapat kemungkinan adanya senyawa antimikroba selain asam organik.

Ada tidaknya penghambatan oleh senyawa antimikroba akan terlihat pada pertumbuhan bakteri uji dalam supernatan selama periode kontak 8 jam. Melalui pengamatan selama 8 jam diharapkan, jika terdapat senyawa penghambat dalam supernatan selain asam, maka laju pertumbuhan dari bakteri uji akan menurun. Penurunan laju pertumbuhan tersebut sangat berpengaruh terhadap jumlah bakteri uji sehingga diharapkan keberadaan senyawa penghambat dapat dideteksi dengan perbedaan jumlah bakteri uji pada laju pertumbuhan normal dan jumlah bakteri uji pada saat adanya senyawa penghambat. Jumlah bakteri uji pada

jam ke-0 dan jam ke-8 dinyatakan dengan nilai logaritma dan besarnya peningkatan atau penurunan jumlah bakteri uji juga dinyatakan dari perbedaan logaritma selama selang waktu tersebut.

Berdasarkan data yang diperoleh pada tahap sebelumnya, pada tahap ini akan dilakukan penentuan aktivitas antimikroba yang dipengaruhi proses penetralan, terhadap L. monocytogenes. Berdasarkan penelitian Jaya (2004), isolat BAL yang digunakannya yaitu galur M-16 menghasilkan senyawa antimikroba berupa bakteriosin yang juga memiliki daya penghambatan yang besar terhadap L. monocytogenes. Bakteri tersebut bersifat patogen yang dapat mengkontaminasi pangan dan menjadi perhatian utama pada industri pangan akibat kemampuannya menimbulkan penyakit listeriosis pada manusia (Faber dan Peterkin, 1991). Oleh karena itu, pengujian isolat penghasil bakteriosin terhadap L. monocytogenes penting dilakukan untuk mengetahui aktivitas bakteriosin yang berpotensi sebagai biopreservatif untuk pangan.

Isolat-isolat bakteri yang dilanjutkan hingga tahap ini adalah 12 isolat dengan penghambatan di atas 10 mm yaitu R11, R12, R13, R15, R18, R20, R32, R36, R30, A4, A38, dan A36 (Gambar 7). Setelah waktu kontak 8 jam, pertumbuhan bakteri uji dalam tiap supernatan menunjukkan angka

Gambar 7. Pengaruh supernatan bebas sel terhadap pertumbuhan bakteri uji Listeria monocytogenes

1.2 0.6 0.014 0.7 1.0 0.9 1.0 1.0 1.2 0.1 1.2 0.2 -2.7 -2.2 -5.0 -4.1 -4.2 -4.2 -1.9 -4.6 -1.8 -3.5 -4.0 -2.9 1.3 -6.0 -5.0 -4.0 -3.0 -2.0 -1.0 0.0 1.0 2.0 Lo g N t/ N 0

yang bervariasi. Namun jelas terlihat bahwa supernatan yang tidak dinetralisasi mampu menurunkan jumlah awal bakteri uji sedangkan pada supernatan netral terjadi sebaliknya yaitu tidak mampu menahan pertumbuhan bakteri uji (Gambar 8). Keseluruhan supernatan yang tidak dinetralisasi menurunkan jumlah awal bakteri uji, rata-rata sebanyak 3.4 log dengan penurunan terbanyak pada supernatan R13 sebesar 5.0 log dan paling sedikit pada supernatan R36 sebesar 1.8 log. Hasil selengkapnya dari pengujian dengan metode kontak antara seluruh isolat BAL dengan bakteri uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5.

Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa nilai pH dari masing-masing supernatan tidak dinetralisasi tersebut berkisar antara 3.85 hingga 4.46. Hasil tersebut menjelaskan keberadaan asam organik sebagai komponen utama senyawa antimikroba. Perubahan pH disebabkan karena terbentuknya asam-asam organik oleh isolat BAL dalam media (Djaafar et al., 1996).

Menurut Davidson dan Brannen (1993), mekanisme penghambatan bakteri oleh asam-asam organik berhubungan dengan keseimbangan asam- basa, perubahan proton dan produksi energi oleh sel. Keseimbangan asam basa pada sel mikroba ditunjukkan dengan pH yang mendekati normal. Asam akan menyebabkan penurunan pH di bawah kisaran pH pertumbuhan bakteri dimana asam-asam ini dalam bentuk tidak terdisosiasi dapat berdifusi secara pesat ke dalam sel mikroorganisme. Menurut Haller et al. (2001), hal tersebut dikarenakan pH yang rendah membuat asam organik dapat larut dalam lipid (liposolluble) yang merupakan komponen penyusun membran sel hingga mencapai sitoplasma sel.

Berdasarkan pengaruh supernatan yang tidak dinetralisasi terhadap bakteri uji menunjukkan tidak adanya korelasi positif antara besarnya nilai pH dengan besarnya aktivitas penghambatan (Gambar 8). Isolat dengan pH supernatan yang tinggi belum tentu membunuh lebih banyak bakteri uji dibanding dengan supernatan dengan pH yang lebih rendah. Seperti pada Isolat A36 yang memiliki nilai pH supernatan paling rendah yaitu 3.85

namun memiliki kemampuan penghambatan yang lebih rendah dibanding isolat R32 dengan nilai pH supernatan 4.25. Begitu juga dengan isolat yang memiliki nilai pH supernatan yang relatif sama namun dengan aktivitas penghambatan yang berbeda seperti pada isolat R36 dan R13 dimana aktivitas penghambatan supernatan R13 lebih besar dibanding supernatan R36.

Gambar 8. Nilai derajat keasaman (pH) supernatan tidak dinetralisasi dan pengaruhnya terhadap jumlah bakteri uji L. monocytogenes

Menurut Ouwehand dan Vesterlund dalam Salminen (2004), asam laktat sebagai senyawa utama asam organik BAL memiliki peranan selain sebagai inhibitor yaitu sebagai agen pereduksi pH. Inhibitor utama adalah komponen-komponen selain asam laktat dalam senyawa antimikroba yang dihasilkan BAL. Komponen tersebut dapat berupa asam organik selain asam laktat seperti asam asetat atau asam propionat ataupun juga diharapkan terdapat bakteriosin yang meskipun terdapat dalam jumlah atau konsentrasi yang kecil namun memiliki aktivitas penghambatan yang tinggi terhadap mikroorganisme lain.

R11 R12 R13 R15 R18 R20 R30 R32 R36 A4 A36 A38 -5.5 -5.0 -4.5 -4.0 -3.5 -3.0 -2.5 -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 P e nur una n Lo g pH supernatan

Berbeda dengan supernatan yang tidak dinetralisasi, pada supernatan yang dinetralisasi dengan NaOH 1 N terjadi kenaikan pertumbuhan bakteri uji pada semua media tersebut. Rata-rata kenaikan pertumbuhan bakteri uji adalah 0.8 log dengan kenaikan terbanyak yaitu pada supernatan R11 yaitu 1.2 log dan pada supernatan R13 kenaikan hanya 0.014 log. Sebanyak 5 isolat yaitu R30, R32, A36, R36, R11, dan R18 menyebabkan kenaikan sama atau lebih dari satu log sedangkan sisanya sebanyak 6 isolat yaitu A38, A4, R13, R12, R15, dan R20 hanya menyebabkan kenaikan kurang dari satu log. Hasil lengkap dari pengujian supernatan dengan metode kontak ini dapat dilihat pada Lampiran 5.

Dalam pengujian ini, digunakan kontrol bakteri L. monocytogenes yang ditumbuhkan dalam media MRSB steril tanpa pertumbuhan BAL. Setelah 8 jam, terjadi kenaikan pertumbuhan sebesar 1.3 log. Pengujian statistik melalui ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Duncan terhadap nilai kenaikan log pertumbuhan bakteri uji dalam supernatan yang dinetralisasi, diperoleh hasil bahwa sebanyak 7 isolat yaitu R12, R13, R15, R20, R32, A4, dan A38 memiliki nilai lebih rendah dari kontrol dan berbeda nyata dengan kontrol dalam taraf signifikansi 0.05 atau tingkat kepercayaan 95%. Sedangkan nilai log pertumbuhan bakteri uji dalam supernatan yang dinetralisasi dari 5 isolat yang tersisa yaitu R30, A36, R36, R11, dan R18 tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hasil uji statistik tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6. Peningkatan jumlah bakteri uji yang lebih rendah dan berbeda nyata dengan kontrol mengindikasikan besarnya kemungkinan bahwa pada supernatan yang dinetralisasi terdapat senyawa antimikroba selain asam organik yang mampu menahan pertumbuhan bakteri uji. Senyawa ini kemungkinan adalah hidrogen peroksida, diasetil, dan bakteriosin.

Kemungkinan terdapatnya CO2 sangat kecil karena berdasarkan penelitian Nuraida et al. (2007) isolat BAL yang digunakan bersifat homofermentatif yang tidak menghasilkan CO2 dengan hasil metabolismenya 95 persen berupa asam organik terutama asam laktat. Demikian juga dengan keberadaan diasetil yang dapat diabaikan karena

Ouwehand dan Vesterlund dalam Salminen et al. (2004) menyatakan bahwa metabolisme heksosa dapat menekan pembentukan diasetil. Selain itu diperlukan sitrat sebagai substrat untuk menghasilkan diasetil dan sitrat tidak terkandung dalam media yang digunakan pada tahap ini.

Salminen et al. (2004) menyatakan keberadaan hidrogen peroksida dalam BAL diawali dari kondisi aerob yang memungkinkan enzim-enzim seperti oksidase yang mengandung flavoprotein, NADH oksidase, dan superoksida dismutase untuk bekerja dan menghasilkan hidrogen peroksida. Ouwehand dan Vesterlund (2004) menyatakan bahwa meskipun BAL tidak memiliki katalase untuk menghilangkan hidrogen peroksida, BAL memiliki enzim lain seperti peroksidase, flavoprotein, dan pseudokatalase yang dapat mencegah akumulasi hidrogen peroksida. Selain itu menurut Ray dan Daeschel (1992), hidrogen peroksida bersifat bakterisidal pada konsentrasi 20-22 µg/ml terhadap Staphylococcus aureus sedangkan produksinya pada media pepton seperti media MRS cair hanya 8-9 µg/ml setelah diinkubasi selama 2 hari pada suhu 30oC. Oleh karena itu, meskipun terdapat hidrogen peroksida, jumlahnya terlalu sedikit untuk bersifat antagonis terhadap bakteri uji sehingga keberadaan hidrogen peroksida dapat diabaikan.

Bakteriosin merupakan senyawa aktif membran yaitu dapat berinteraksi dengan reseptor spesifik pada membran sel target. Bakteriosin menyebabkan ketidakstabilan atau depolarisasi membran hingga terbentuknya lubang pada membran yang pada akhirnya akan membawa pada kebocoran sel dan sel bakteri yang sensitif akan proses tersebut akan mati (Engelke et al., 1992). Keberadaan bakteriosin juga dimungkinkan karena bakteriosin tidak hanya bersifat bakterisidal atau membunuh secara keseluruhan mikroorganisme lain namun dapat bersifat bakteriostatik seperti yang dinyatakan oleh Magdalena (2009) bahwa bakteriosin yang dihasilkan oleh Lactobacillus fermentum 2B2 yang diisolasi dari daging, bersifat bakteriostatik yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Berdasarkan sifat bakteriostatik tersebut dapat diduga bahwa bakteriosin tidak membunuh bakteri uji namun dapat menghambat pertumbuhannya.

Berdasarkan hasil tersebut maka perlu pembuktian lebih lanjut akan adanya senyawa antimikroba selain asam organik khususnya bakteriosin. Ketujuh isolat yang mampu menahan kenaikan pertumbuhan bakteri uji dan berdasarkan hasil statistik berbeda nyata dengan kontrol yaitu R12, R13, R15, R20, R32, A4, dan A38 dilanjutkan ke tahap penentuan kurva pertumbuhan untuk mengetahui waktu yang diperlukan bagi BAL untuk mencapai fase akhir logaritmik yang sangat berkaitan dengan sintesis senyawa antimikroba terutama bakteriosin.

Dokumen terkait