• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Pengaruh Padat Penebaran Ikan terhadap Kelangsungan Hidup dan

sedangkan suhu air 150C akan membatasi pertumbuhan dan reproduksi ikan gurami (Anonimous, 1995).

Usaha budidaya ikan gurami terdiri dari pembenihan, pendederan dan pembesaran. Usaha pembenihan meliputi kegiatan pemeliharaan induk, pemijahan, penetasan telur, dan perawatan larva hingga ukuran 0,5-1 cm.

Kegiatan pendederan meliputi pemeliharaan benih 0,5-1 cm hingga ukuran 15 cm, sedangkan kegiatan pembesaran merupakan lanjutan dari pendederan. Benih dari pendederan akan dibesarkan hingga mencapai ukuran konsumsi dengan bobot rata-rata 500 g/ekor. Namun, penentuan ukuran panen pembesaran gurami juga disesuaikan dengan permintaan konsumen karena ada juga konsumen yang meminta ikan gurami berukuran di atas 1 kg/ekor (Anonimous, 2007) .

2.2 Pengaruh Padat Penebaran Ikan terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan

Padat penebaran ikan adalah jumlah ikan yang ditebar dalam wadah budidaya per satuan luas atau volume (Hepher and Pruginin, 1981). Menurut Zonneveld et al. (1991) kepadatan merupakan faktor lain penyebab menurunnya

kesehatan ikan, terutama yang berasal dari bakteri dan parasit. Kepadatan tinggi juga mengakibatkan terjadi akumulasi amonia dan berkurangnya oksigen dalam kolam dan konsumsi oksigen oleh ikan.

Selain mempengaruhi kesehatan ikan, menurut Bardach et al. (1972), padat penebaran juga akan mempengaruhi keagresifan ikan. Ikan yang dipelihara dalam kepadatan yang lebih rendah akan lebih agresif dibandingkan yang dipelihara dalam kepadatan lebih tinggi. Ikan yang dipelihara dalam kepadatan yang tinggi akan lambat pertumbuhannya karena tingginya tingkat kompetisi dan banyaknya sisa-sisa metabolisme yang tertimbun di dalam air.

Tabel 1 menunjukkan pengaruh padat penebaran terhadap pertumbuhan, kelangsungan hidup dan efisiensi pakan benih ikan gurami yang dipelihara pada padat penebaran, ukuran dan wadah pemeliharaan yang berbeda. Menurunnya laju pertumbuhan diakibatkan oleh adanya pencemaran akibat pembusukan sisa makanan dan kotoran ikan yang dipelihara, juga adanya kanibalisme (Akhmad, 1988). Pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti genetik, umur, ketahanan penyakit dan efisiensi pakan, sedangkan faktor eksternal berupa kualitas air, pakan, persaingan, pemangsaan serta penyakit dan parasit (Sikong, 1982).

Tabel 2. Pertumbuhan, kelangsungan hidup dan efisiensi pakan benih ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.) berbagai ukuran yang dipelihara dalam akuarium dengan padat penebaran yang berbeda.

Padat Tebar

Kepadatan ikan dalam kolam dapat mempengaruhi pertumbuhan, karena ketika kepadatan ikan relatif rendah dan populasi pakan alami mencakupi maka pertumbuhan ikan berada dalam keadaan maksimal (Hepher and Pruginin, 1981).

Peningkatan padat penebaran sampai batas tertentu dalam suatu wadah pemeliharaan ketika melewati batas tertentu akan mengganggu proses fisiologis dan tingkah laku yang pada akhirnya menurunkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup (Wedemeyer, 1996). Padat penebaran erat sekali hubungannya dengan produksi dan pertumbuhan ikan (Hickling, 1971).

Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ukuran panjang, bobot dan volume dalam kurun waktu tertentu. Selanjutnya pertumbuhan juga mengandung arti perbanyakan sel dan bertambahnya ukuran sel tubuh (Effendie, 1997).

Pertumbuhan terjadi apabila ada kelebihan energi yang tersisa setelah digunakan untuk metabolisme, gerak dan pemeliharaan tubuh.

Kelangsungan hidup adalah persentase jumlah ikan pada saat panen dibandingkan dengan jumlah ikan saat tebar (Effendie, 1997). Tingkat kelangsungan hidup ikan gurami masih rendah terutama pada tahap pendederan.

Pemeliharaan pada wadah yang terkontrol dapat mengurangi angka kematian, baik yang disebabkan oleh penyakit, pemangsa atau hilang.

Menurut Akhmad (1988), padat penebaran yang tinggi dapat menyebabkan kelangsungan hidup rendah. Stickney (1979) menyatakan bahwa selain mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup, organisme yang dipelihara pada padat penebaran tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan dan kelimpahan parasit dan penyakit.

Pada pemeliharaan ikan dengan kepadatan tinggi (intensifikasi), kondisi lingkungan yang berubah antara lain menurunnya konsentrasi oksigen terlarut di air dan meningkatkan limbah metabolisme, khususnya ammonia (Hepher and Pruginin, 1981). Akibat secara langsung adalah menyebabkan kematian dan secara tidak langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan, sehingga kedua faktor tersebut dianggap sebagai faktor pembatas budidaya ikan. Berkurangnya konsentrasi oksigen di air dapat menurunkan tingkat konsumsi pakan ikan, karena oksigen sangat dibutuhkan untuk sumber energi bagi jaringan tubuh, aktivitas pergerakan dan aktivitas pengolahan makanan (Zonneveld et al., 1991).

Hepher dan Pruginin (1981) menyatakan bahwa peningkatan padat penebaran ikan tanpa disertai peningkatan jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air terkontrol akan menyebabkan penurunan pertumbuhan ikan (critical standing crop) dan jika sampai batas tertentu (carrying capacity) maka pertumbuhan akan berhenti. Peningkatan hasil melalui peningkatan padat penebaran hanya dapat dilakukan dengan pengelolaan pakan dan lingkungan (Hepher dan Pruginin, 1981).

Perbedaan efisiensi pakan disebabkan oleh adanya stres sehingga menurunkan keagresifan ikan (Bardach et al., 1972). Stres meningkat cepat apabila batas daya tahan tubuh ikan sudah tercapai atau terlewati. Dampak stres ini mengakibatkan daya tahan tubuh ikan menurun dan selanjutnya terjadi kematian. Kondisi ikan yang tidak agresif dan tidak berdaya, disertai dengan kurangnya oksigen akan mengurangi penggunaan energi tubuh. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan tubuh akan menurun karena sebagian energi yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan beralih untuk pemeliharaan tubuh.

2.3 Pengaruh Padat Penebaran terhadap Fisika, Kimia dan Biologi Air

Kualitas air dalam budidaya ikan adalah kumpulan dari sifat-sifat kimia dan fisika termasuk mineral dan gas terlarut serta partikel yang terlarut dalam air (Saptoprabowo, 2000). Air sebagai media ikan memiliki peranan yang sangat penting baik kualitas maupun kuantitasnya. Sifat fisika, kimia dan biologi air mencakup mineral, gas terlarut, partikel tersuspensi serta jasad renik dalam air (Meade, 1989). Adanya peningkatan padat penebaran dalam suatu wadah yang terbatas dapat mengakibatkan terjadinya perubahan fisika, kimia dan biologi air, karena pada kondisi padat penebaran ikan yang semakin tinggi maka konsumsi oksigen dan akumulasi bahan buangan metabolik ikan akan semakin tinggi (Stickney, 1979).

Pada dasarnya, pengawasan terhadap kualitas air pada sistem air mengalir bertujuan untuk menghilangkan zat yang tidak diinginkan dan menambahkan yang dibutuhkan (Zonneveld et al., 1991). Jika faktor-faktor tersebut dapat dikendalikan maka peningkatan padat penebaran akan mungkin dilakukan tanpa menurunkan laju pertumbuhan ikan (Hepher dan Purigin, 1981). Tabel 2

menunjukkan pengaruh padat penebaran terhadap fisika kimia air pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

Tabel 3. Fisika kimia air dalam wadah pemeliharaan ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.) berbagai ukuran yang dipelihara dalam akuarium dengan padat penebaran yang berbeda.

Padat Tebar

1,52-6,51 6,21-6,90 30-33,6 TD-0,005

Sarah, (2002)

1,21-5,19 7,12-7,51 28-29 0,001-0,17

Bugri (2006)

10 3,06-7,73 7,01-7,73 28-29 0,001-0,075 15 3,68-7,17 6,59-7,77 28-29 0,001-0,095 20

230

2,17-6,69 7,10-7,77 28-29 0,002-0,094

Darmawangsa, (2008)

Menurut Stickney (1979) suplai oksigen di perairan sebaiknya berbanding lurus dengan kepadatan ikan dan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan.

Konsentrasi oksigen terlarut dalam air bagi kehidupan ikan minimal tersedia sebanyak 5 ppm. Oksigen terlarut dibutuhkan oleh biota air untuk proses respirasi dan pembakaran bahan makanan dalam tubuh dan bagi lingkungan untuk proses oksidasi amoniak dan nitrit. Keterbatasan jumlah oksigen di air menimbulkan persaingan ikan dengan jasad renik dan makhluk hidup air lainnya untuk memperoleh oksigen. Kelarutan oksigen yang rendah di air mengakibatkan laju dekomposisi bahan organik yang berasal dari sisa pakan dan buangan metabolisme oleh bakteri terhambat, sehingga amoniak terus meningkat dan pH semakin basa. Meskipun demikian konsentrsi oksigen terlarut 4,21-5,43 ppm masih dapat memberikan pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang baik bagi benih ikan gurami dengan bobot individu sekitar 10 mg atau berumur 10 hari (Wahyudi dan Lim, 1986).

Amonia merupakan hasil akhir metabolisme protein yang dikeluarkan oleh insang dan melalui feses. Dalam bentuknya yang tidak terionisasi (NH3) amonia merupakan racun bagi ikan walaupun pada konsentrasi rendah (Zonneveld et al., 1991). Daya toksik NH3 meningkat sejalan dengan meningkatnya pH dan suhu (Boyd, 1982). Menurut Wardoyo (1975), konsentrasi NH3 yang baik pada budidaya adalah kurang dari 0,1 ppm. Ikan tahan terhadap amonia karena dapat menyesuaikan diri namun toksisitas amonia dapat terjadi pada lingkungan yang buruk pH >8.

Menurut Anonimous (1995), pH yang baik untuk pertumbuhan ikan gurami adalah 6,2-7,8. Sembilan puluh persen perairan alami memiliki kisaran pH sebesar 6,7-8,2 dan ikan sebaiknya tidak dipelihara pada perairan dengan pH di luar kisaran 6,5-9,0 (Schmittou dan Emeritus, 1993). Alkalinitas berperan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan. Menurut Anonimous, 1995) benih ikan gurami dapat hidup dengan baik pada perairan yang beralkalinitas 14-100 mg/l CaCO3.

Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju metabolisme dan kelarutan gas dalam air. Menurut Brown (1957), suhu air mempunyai arti penting bagi organisme perairan, terutama ikan, karena berpengaruh terhadap laju metabolisme dan pertumbuhan. Ikan cenderung makan lebih banyak dan tumbuh lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi. Meningkatnya suhu akan meningkatkan kebutuhan pokok/basal karena ikan lebih aktif sehingga kebutuhan ikan akan makanan juga meningkat. Ikan gurami dapat hidup dengan baik pada suhu air 26,5-32,3 oC. Namun, menurut Hermanto dalam Bugri (2006) benih gurami lebih tahan terhadap suhu antara 30-34 oC daripada suhu 25 oC. Menurut Suparyani (1994), benih ikan gurami berukuran 2,3 gram yang dipelihara pada suhu konstan 32oC dan diberi pakan dengan kadar protein 45% menghasilkan laju pertumbuhan yang semakin meningkat dengan semakin meningkatnya tingkat pemberian pakan.

2.4 Produksi

Memproduksi ikan berarti mempertahankan ikan agar tetap hidup, tumbuh dan berkembang biak dalam waktu sesingkat mungkin hingga mencapai ukuran pasar dan bisa dijual (Effendi, 2004). Produksi akan mencapai nilai maksimal

bilamana ikan dapat dipelihara dalam padat penebaran tinggi yang diikuti dengan pertumbuhan yang tinggi.

Hepher dan Pruginin (1981) menyatakan bahwa hasil panen per satuan luas merupakan fungsi dari laju pertumbuhan ikan dan tingkat padat penebaran ikan. Peningkatan padat tebar dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan ikan, tetapi selama penurunannya tidak terlalu besar dibandingkan peningkatan padat tebar maka produksi akan tetap meningkat. Ketika penurunan pertumbuhan yang terjadi semakin besar maka penurunan produksi akan terjadi hingga mencapai tingkat pertumbuhan nol. Ini berarti bahwa hasil ikan yang ditebar telah mencapai nilai carrying capacity atau daya dukung maksimum wadah budidaya. Hatimah et al. (1992) menyatakan bahwa padat penebaran yang tinggi akan menghasilkan produksi yang tinggi namun berat individunya kecil. Sebaliknya dengan padat penebaran rendah akan menghasilkan produksi yang rendah tetapi berat individu ikan relatif besar.

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 28 hari pada bulan Agustus 2008 sampai dengan September 2008 bertempat di Laboratorium Sistem dan Teknologi Budidaya Perairan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Wadah

Wadah yang digunakan sebagai tempat pemeliharaan ikan adalah akuarium berukuran 60x29x33 cm sebanyak 12 unit yang diisi air masing-masing sebanyak 30 liter (ketinggian air 17,3 cm). Setiap akuarium dicuci bersih kemudian diisi air serta ditempatkan termostat yang diatur pada suhu 29oC dan dua titik aerasi untuk suplai oksigen.

3.2.2 Ikan Uji

Ikan yang digunakan adalah larva gurami bastar berumur 7 hari yang berasal dari Desa Cibatok, Kecamatan Leuwiliang, Bogor dengan bobot awal rata-rata 0,013+0,0006 g dan panjang 5,69+0,07 mm. Larva ditempatkan pada tiap akuarium dengan padat tebar 10, 15 dan 20 ekor/L dengan masing-masing tiga ulangan.

3.2.3 Pakan

Pakan berupa cacing sutera (Limnodrilus sp.) mulai diberikan ad satiation (pakan sekenyangnya) pada hari ketiga pemeliharaan (larva berumur 10 hari) setiap pagi dan sore hari. Pakan yang tersisa setiap hari ditimbang dan dicatat.

Cacing tersebut berasal dari alam yang dibeli dari penjual cacing di Desa Cibeureum, Kecamatan Dramaga, Bogor.

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan, yaitu padat tebar 10, 15 dan 20 ekor/L dengan masing-masing 3 ulangan. Model yang digunakan sesuai dengan Steel dan Torrie (1991), yaitu :

ij i

Yij =μ+τ +ε

Keterangan : Yij = Data hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = Nilai tengah dari pengamatan

τ = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i

εij = Pengaruh galat hasil percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

3.3.2 Pelaksanaan Penelitian 3.3.2.1 Persiapan Wadah

Tahap persiapan wadah meliputi pencucian akuarium, pengeringan akuarium dan pengisian air. Setiap akuarium dicuci bersih kemudian dikeringkan dan diisi air serta ditempatkan termostat yang diatur pada 29 oC dan dua titik aerasi untuk suplai oksigen.

3.3.2.2 Penebaran Benih

Penebaran benih dilakukan ketika suhu air di dalam akuarium stabil pada 28-29oC yakni setelah didiamkan 2-3 hari untuk menstabilkan kondisi air agar sesuai dengan media pemeliharaan sebelumnya sehingga benih yang ditebar lebih mudah beradaptasi. Sebelum ditebar dilakukan pengambilan contoh bobot dan panjang benih sebanyak 30 ekor/akuarium untuk mengetahui ukuran awal penebaran. Sesuai dengan rancangan percobaan, jumlah benih yang ditebar pada wadah pemeliharaan untuk perlakuan 10 ekor/L sebanyak 300 ekor/akuarium, perlakuan 15 ekor/L sebanyak 450 ekor/akuarium, dan perlakuan 20 ekor/L sebanyak 600 ekor/akuarium.

3.3.2.3 Pemberian Pakan

Pakan yang diberikan berupa cacing sutera yang dibersihkan terlebih dahulu dan diletakkan pada wadah dengan air mengalir. Pakan diberikan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari secara at satiation (sekenyangnya). Sebelum diberikan pakan direndam dalam larutan kalium permanganat untuk mencegah penyebaran penyakit maupun bakteri dari asal habitat cacing tersebut. Setelah itu, pakan ditimbang dan setelah 1 jam pemberian, pakan yang tersisa ditimbang kembali.

3.3.2.4 Pengelolaan Kualitas Air

Setiap hari dilakukan penyifonan kotoran dasar akuarium dan pergantian air 75%, yaitu 50% pagi dan 25% sore dari total volume air pemeliharaan.

Pergantian air pada pagi lebih besar daripada sore, hal ini dilakukan karena pada malam sebelumnya akumulasi buangan metabolit akan lebih besar dibandingkan akumulasi buangan metabolit pada pagi hingga sore. Kegiatan tersebut dilakukan sebelum pemberian pakan. Untuk pergantian air digunakan air yang telah diendapkan dan diaerasi dalam tandon. Pada tandon, digunakan juga termostat sehingga suhu air pada tandon sama dengan suhu air pada akuarium pemeliharaan.

Kotoran pada dasar akuarium dibersihkan dengan cara disedot menggunakan selang berdiameter 5/8” yang ujungnya dipasang saringan agar ikan tidak tersedot.

Setelah itu dilakukan pembuangan air dengan selang berukuran 3/4” yang ujungnya dipasang saringan juga sampai volume yang diinginkan kemudian dilakukan pengisian air yang berasal dari tandon dengan menggunakan pompa secara perlahan. Untuk mengetahui parameter kualitas air dilakukan pengukuran seminggu sekali, yang meliputi parameter suhu dengan menggunakan termometer, konsentrasi oksigen terlarut (DO) dengan menggunakan DO-meter, pH dengan menggunakan pH-meter, amoniak dengan metode phenate, dan alkalinitas dengan metode titrasi.

3.3.2.5 Pengamatan

Pengamatan dilakukan selama 28 hari. Untuk mengetahui laju pertumbuhan ikan, dilakukan pengambilan contoh (sampling) seminggu sekali dengan menimbang bobot dan mengukur panjang ikan. Jumlah ikan yang diambil

sebagai contoh sebanyak 30 ekor/akuarium. Tingkat kelangsungan hidup dihitung dari jumlah ikan yang mati setiap hari selama masa pemeliharaan berlangsung.

Parameter kualitas air yang diamati adalah oksigen terlarut, pH, amonia dan suhu. Untuk menjaga agar kualitas air tetap baik, setiap hari dilakukan penyiponan dan pergantian air.

3.4 Pengumpulan dan Pengolahan Data

Dalam penelitian ini dikumpulkan data parameter produksi dan kualitas air. Data yang terkait dengan parameter produksi ikan meliputi bobot, panjang, jumlah ikan dan jumlah pakan. Data tersebut kemudian digunakan untuk menghitung parameter kerja yang meliputi derajat kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang mutlak, laju pertumbuhan bobot harian, koefisien keragaman panjang dan efisiensi pakan.

3.4.1 Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup (survival rate) adalah perbandingan jumlah ikan yang hidup hingga akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan pada awal pemeliharaan. Untuk menghitung kelangsungan hidup (survival rate) digunakan rumus dari Goddard (1996) :

%

= Jumlah benih di akhir pemeliharaan (ekor) Nt

N0 = Jumlah benih di awal pemeliharaan (ekor)

3.4.2 Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pertumbuhan panjang mutlak adalah gambaran perubahan panjang rata-rata individu pada tiap perlakuan dari awal hingga akhir pemeliharaan.

Pertumbuhan panjang mutlak (cm) ditentukan berdasarkan selisih panjang akhir ( ) dengan panjang awal ( ) pemeliharaan dengan rumus dari Effendi (1979) :

Lt

_

L0

0

Keterangan : Pm = Pertumbuhan panjang mutlak (cm) = Panjang rata-rata akhir (cm) Lt

_

= Panjang rata-rata awal (cm)

L

0

3.4.3 Laju Pertumbuhan Bobot Harian

Laju pertumbuhan bobot harian (%) ditentukan berdasarkan selisih bobot rata-rata akhir ( tϖ ) dengan bobot rata-rata awal ( oϖ ) pemeliharaan dan dibandingkan dengan waktu pemeliharaan dengan rumus dari Huisman (1987) :

α = 1⎥×100%

3.4.4 Koefisien Keragaman Panjang

Variasi ukuran dalam penelitian ini berupa variasi panjang ikan, yang dinyatakan dalam koefisien keragaman. Keragaman nilai ini merupakan persentase dari simpangan baku panjang ikan contoh terhadap nilai tengahnya dengan rumus menurut Steel dan Torrie (1991) :

kk =

(

S/γ

)

×100%

Keterangan : kk = Koefisien keragaman panjang S = Akar ragam contoh

γ = Rata-rata contoh

3.4.5 Efisiensi Pakan

Efisiensi pakan ditentukan berdasarkan selisih biomassa ikan pada akhir pemeliharaan (Wt) dan biomassa ikan yang mati (Wd) selama pemeliharaan

dengan biomassa awal ( ) dan dibandingkan dengan jumlah pakan ( ) yang telah dimakan sampai akhir pemeliharaan. Jumlah pakan yang dimakan dihitung berdasarkan selisih bobot pakan sebelum diberikan dengan bobot sisa pakan pada media pemeliharaan setelah 1 jam pemberian pakan. Untuk menghitung efisiensi pakan digunakan rumus menurut Zonneveld et al. (1991) :

W0 F

= Biomassa total ikan mati (g) Wd

= Biomassa total awal (g) W0

F = Jumlah total pakan selama pemeliharaan (g)

3.4.6 Keuntungan Usaha

Keuntungan usaha dihitung berdasarkan selisih antara pendapatan yang diperoleh dengan biaya usaha yang dikeluarkan pada setiap padat penebaran benih ikan gurami yang digunakan. Padat penebaran yang paling optimal diperoleh berdasarkan kepada keuntungan yang paling tinggi. Penerimaan bergantung pada jumlah ikan yang dijual dan harga. Harga ikan ditentukan oleh ukuran dan mutu atau varietas. Penerimaan dapat dihitung dengan rumus:

P = N x H Keterangan : P = Penerimaan

N = Jumlah ikan yang dijual

H = Harga

Biaya adalah total biaya yang dikeluarkan baik dari persiapan alat dan bahan hingga pemanenan. Biaya dihitung dengan menjumlah seluruh biaya yang dikeluarkan selama pemeliharaan. Keuntungan diperoleh berdasarkan selisih pendapatan dengan biaya. Keuntungan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

U = P – B Keterangan : U = Keuntungan

P = Penerimaan B = Biaya

3.4.7 Analisis Data

Data yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis menggunakan program Ms. Excel, Ms. Office 2003 dan SPSS 13, yaitu meliputi : 1. Analisis ragam (ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayaan 95%, yang

digunakan untuk menentukan apakah perlakuan berpengaruh terhadap derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, efisiensi pakan, dan koefisien keragaman panjang. Apabila perlakuan diputuskan berbeda nyata (F-hitung > F-tabel) maka untuk melihat perbedaan antar perlakuan akan diuji lanjut dengan menggunakan uji Tukey pada selang kepercayaan 95%.

2. Analisis deskripsi, digunakan untuk menjelaskan kelayakan media pemeliharaan bagi kehidupan benih ikan bawal selama penelitian, yang disajikan dalam bentuk tabel atau grafik.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pengambilan contoh dilakukan setiap minggu menghasilkan data bobot rata-rata, panjang rata-rata, jumlah ikan yang mati, jumlah pakan dan kualitas air.

Dari pengolahan data didapatkan parameter-parameter yang dijadikan bahan pembahasan, yaitu kelangsungan hidup, pertumbuhan ikan, efisiensi pakan, serta kelayakan kualitas air.

4.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup benih ikan gurami selama 28 hari pemeliharaan pada masing-masing perlakuan berkisar antara 86,72 hingga 91,26%

(Gambar 2). Dari hasil analisis ragam didapatkan bahwa perlakuan padat tebar tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap derajat kelangsungan hidup (p>0,05) (Lampiran 3).

80 82 84 86 88 90 92 94 96 98 100

0 7 14 21 28

Hari

ke-Derajat Kelangsungan Hidup (%) 10 e/L

15 e/L 20 e/L

Gambar 1. Derajat kelangsungan hidup (%) benih ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.) yang dipelihara dengan padat penebaran 10, 15 dan 20 ekor/L selama 28 hari.

90,33 91,26 86,72

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

10 15 20

Padat Tebar (ekor/L)

Derajat Kelangsungan Hidup (%)

a a a

Keterangan : Huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan nyata pada selang kepercayaan 95%

Gambar 2. Derajat kelangsungan hidup (%) benih ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.) yang dipelihara dengan padat penebaran 10, 15 dan 20 ekor/L selama 28 hari.

4.1.2 Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pertumbuhan panjang mutlak (cm) yang diperoleh pada semua tingkat kepadatan berkisar antara 1,41 hingga 1,54 cm (Gambar 8), sedangkan panjang rata-rata akhir ikan berkisar antara 1,98 – 2,10 cm (Gambar 4). Pertumbuhan panjang selama pemeliharaan cenderung meningkat (Gambar 4). Hasil analisis ragam untuk pertumbahan panjang mutlak menunjukkan bahwa padat penebaran berpengaruh nyata (P<0.05). Setelah diuji lanjut, nilai pertumbuhan panjang mutlak pada padat penebaran 10 ekor/L lebih tinggi daripada padat penebaran 20 ekor/L (P<0,05), sedangkan pada padat penebaran 15 ekor/L tidak berbeda dengan padat penebaran 10 ekor/L dan 20 ekor/L (P>0,05) (Lampiran 4). Pertumbuhan panjang mutlak tertinggi terdapat pada perlakuan padat tebar 10 ekor/L dan terendah pada perlakuan 20 ekor/L.

0,00

Gambar 3. Panjang (cm) benih ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.) yang dipelihara dengan padat penebaran 10, 15 dan 20 ekor/L selama 28 hari.

Keterangan : Huruf yang tidak sama menunjukkan perbedaan nyata pada selang kepercayaan 95%

Gambar 4. Pertumbuhan panjang mutlak (cm) benih ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.) yang dipelihara dengan padat penebaran 10, 15 dan 20 ekor/L selama 28 hari.

4.1.3 Laju Pertumbuhan Bobot Harian

Laju pertumbuhan bobot harian yang diperoleh pada semua tingkat kepadatan berkisar antara 10,86% hingga 11,61% cm (Gambar 6), sedangkan bobot rata-rata benih ikan gurami pada akhir masa pemeliharaan berkisar antara 0,21 hingga 0,28 gram (Gambar 5). Hasil analisis ragam untuk laju pertumbuhan bobot harian menunjukkan bahwa padat penebaran tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap laju pertumbuhan bobot harian (Lampiran 5).

0

Gambar 5. Bobot (g) benih ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.) yang dipelihara dengan padat penebaran 10, 15 dan 20 ekor/L selama 28 hari. Laju Pertumbuhan Bobot Harian (%/Hari)

a a a

Keterangan : Huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan nyata pada selang kepercayaan 95%

Gambar 6. Laju pertumbuhan bobot harian (%/hari) benih ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.) yang dipelihara dengan padat penebaran 10, 15 dan 20 ekor/L selama 28 hari.

4.1.4 Koefisien Keragaman Panjang

Koefisien keragaman panjang benih ikan gurami selama 28 hari pemeliharaan pada masing-masing perlakuan berkisar antara 4,74 hingga 6,29%

(Gambar 7). Dari hasil analisis ragam didapatkan bahwa perlakuan padat tebar tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap koefisien keragaman panjang (p>0,05) (Lampiran 6).

4,74 Koefisien Keragaman Panjang (%)

a a a

Keterangan : Huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan nyata pada selang kepercayaan 95%

Gambar 7. Koefisien keragaman panjang (%) benih ikan gurami (Osphronemus goramy Lac.) yang dipelihara dengan padat penebaran 10, 15 dan 20 ekor/L selama 28 hari.

4.1.5 Efisiensi Pakan

Efisiensi pakan benih ikan gurami pada akhir masa pemeliharaan berkisar antara 34,47% hingga 38,33% (Gambar 8). Hasil análisis ragam menunjukkan bahwa padat penebaran tidak berpengaruh nyata terhadap efisiensi pakan (P>0,05) (Lampiran 7).

Gambar 8. Efisiensi pakan benih ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.) yang

Gambar 8. Efisiensi pakan benih ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.) yang

Dokumen terkait