• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Pengaruh Paparan Media Internet dan Teman Sebaya

2.5.1 Pengaruh Paparan Media Internet terhadap Perilaku Sex Bebas 2.5.1.1. Frekuensi

Berdasarkan teori User and Gratification yang menyatakan bahwa secara aktif mencari media tertentu, menggunakan internet untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu dan muatan (isi) tertentu untuk menghasilkan kepuasan (atau hasil) dalam jangka waktu tertentu adalah kebutuhan yang dihubungkan dengan memperoleh informasi atau pengetahuan, kesenangan, status, memperkuat hubungan dan pelarian (West and Turner, 2008 dalam Kusumaardhiati, 2011).

a. Intensitas penggunaan yakni terdapat dua hal mendasar yang harus diamati untuk mengetahui intensitas penggunaan internet seseorang, yakni keaktifan berdasarkan frekuensi internet yang sering digunakan dan lama menggunakan setiap kali mengakses internet.

b. Motif kesenangan yaitu aktifitas internet yang bersifat hiburan dan lebih banyak berorientasi pada kegiatan yang menyenangkan, menghabiskan waktu, pelarian dan mendatangkan kenikmatan serta relaksasi.

Salah satu variabel yang mempengaruhi akses internet adalah frekuensi (Stylianou & Jackson, 2007). Frekuensi mengacu pada pengertian seberapa sering atau berapa kali seseorang menggunakan internet. Frekuensi terkait dengan penggunaan internet dalam suatu periode tertentu. Tidak begitu berbeda dengan durasi, frekuensi pun juga diduga dipengaruhi oleh motif menggunakan internet,

jaringan hubungan internet dan biaya penggunaan internet. Seperti halnya durasi, frekuensi juga merupakan experiential elements dalam penggunaan internet. Jika frekuensi mengakses internet dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap pengguna maka semakin sering pengguna mengakses situs tertentu maka akan mempengaruhi perilakunya (Kusumaardhiati, 2011).

2.5.1.2. Durasi

Miyazaki and Fernandez (2001) menggunakan salah satu experiential elements ini untuk mengevaluasi perilaku berbelanja online pada penelitiannya di Amerika Serikat. Durasi penggunaan interent mengacu pada lamanya seseorang menggunakan internet. Durasi diduga juga dipengaruhi oleh motif seseorang dalam menggunakan internet, jaringan hubungan internet (internet network), dan biaya penggunaan internet. Motif mengacu pada tujuan mengakses internet. Apabila motif terpenuhi, maka durasi penggunaan internet pun akan lebih lama. Jaringan internet mengacu pada lamanya proses pada internet untuk mengakses informasi yang diinginkan atau dibutuhkan pengguna. Dalam hal biaya, penggunaan internet di rumah atau di warung internet (warnet) memerlukan biaya yang tidak sedikit. Semakin besar durasi penggunaan, maka semakin besar pula biaya penggunaan internet. Tetapi jika durasi dikaitkan dengan apa yang diakses di internet semakin lama seorang pengguna mengakses internet maka akan mempengaruhi pola perilakunya (Kusumaardhiati, 2011).

2.5.1.3. Menonton Video Porno

Paparan media internet dalam penelitian ini diartikan sebagai kegiatan menerima (menonton, melihat, membaca) pesan media secara pasif maupun aktif yang terdiri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis isi media, media yang dikonsumsi atau media secara keseluruhan.

Masa remaja sebagai masa storm and stress dapat menimbulkan kesulitan dan frustrasi dalam periode kehidupan remaja dengan banyaknya tekanan yang dialami mulai dari lingkungan keluarga, sekolah maupun dari teman. Semua hal yang dapat menyebabkan frustasi tersebut – terutama frustasi agresi dan hormon seksual yang sedang meningkat - dapat dilepaskan di dunia internet dengan mengakses situs dan film-film (video) porno untuk memuaskan kebutuhan berekspresi, eksplorasi dan eksperimen. Dengan mengakses video porno, akan mempengaruhi perilaku seksual remaja yaitu dengan berupaya meniru adegan-adegan yang ditontonnya dalam video tersebut (Paat, 2006).

Hasil Penelitian Muslim (2005) terhadap kebiasaan 87 pengunjung Warnet Triple G-II Medan terhadap materi film (video) porno yaitu menyatakan sering sebanyak 41 orang (47,13%), menyatakan kadang-kadang sebanyak 32 orang (36,78%), menyatakan tidak pernah sebanyak 11 orang (12,64%), dan menyatakan sangat sering 3 orang (3,45%).

2.5.1.4. Melihat Gambar Porno

Tersedianya materi-materi porno di dunia maya dengan segala kemudahan mengaksesnya, dapat menjadi tempat pelarian remaja dari ketegangan mental dan

dapat memperkuat pola perilaku yang mengarah pada kecanduan. Hal ini disebabkan karena gambar-gambar erotis atau porno dapat meningkatkan neurotransmitter ketika terjadi rangsangan seksual yang menghasilkan efek menyenangkan sehingga menimbulkan kecenderungan untuk diulang kembali yang secara psikologis dapat menimbulkan adiksi atau kecanduan (Paat, 2006).

Penelitian Muslim (2005) terhadap kebiasaan 87 pengunjung Warnet Triple G-II Medan terhadap materi gambar porno yaitu menyatakan sering sebanyak 47 orang (54,02%), menyatakan sangat sering sebanyak 20 orang (22,99%), menyatakan kadang-kadang sebanyak 19 orang (21,84%), dan menyatakan tidak pernah yaitu 1 orang (1,15%).

2.5.1.5. Membaca Cerita Porno

Cerita porno atau cerita seks yaitu karya pencabulan yang mengangkat cerita dari berbagai versi hubungan seksual yang disajikan dalam bentuk narasi ataupun pengalaman pribadi secara detail dan vulgar, sehingga si pembaca merasa ia menyaksikan sendiri, mengalami atau melakukan sendiri peristiwa hubungan- hubungan seks tersebut. Pornografi yang mempertontonkan gambar telanjang dan cerita-cerita tentang hubungan seksual dengan tujuan tidak untuk menjelaskan secara benar fungsi alat kelamin, melainkan lebih untuk membuat pembaca khususnya remaja berkhayal melakukan adegan seperti yang diceritakan dalam cerita tersebut (Bungin, 2003).

Penelitian Muslim (2005) terhadap kebiasaan 87 pengunjung Warnet Triple G-II Medan terhadap materi cerita porno yaitu menyatakan sangat sering sebanyak 39

orang (44,83%), menyatakan sering sebanyak 23 orang (26,44%), menyatakan kadang-kadang sebanyak 15 orang (17,24%), dan menyatakan tidak pernah yaitu 10 orang (11,49%).

2.5.2 Pengaruh Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Bebas

Faktor yang juga diasumsikan sangat mendukung remaja untuk melakukan hubungan seks bebas (free sex) adalah konformitas remaja pada kelompoknya di mana konformitas tersebut memaksa seorang remaja harus melakukan hubungan seks. Santrock (2003) mengatakan, bahwa konformitas kelompok bisa berarti kondisi di mana seseorang mengadopsi sikap atau perilaku dari orang lain dalam kelompoknya karena tekanan dari kenyataan atau kesan yang diberikan oleh kelompoknya tersebut. Sarwono (2011) menjelaskan karena kuatnya ikatan emosi dan konformitas kelompok pada remaja, maka biasanya hal ini sering dianggap juga sebagai faktor yang menyebabkan munculnya tingkah laku remaja yang buruk. Apabila lingkungan peer remaja tersebut mendukung untuk dilakukan seks bebas, serta konformitas remaja yang juga tinggi pada peer-nya, maka remaja tersebut sangat berpeluang untuk melakukan seks bebas (Cynthia, 2007).

2.5.2.1. Konformitas

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Condry, Simon, & Bronffenbrenner, 1968 (Santrock, 2003) menyatakan bahwa bagi remaja, hubungan teman sebaya merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupannya. Selama satu minggu, remaja muda laki-laki dan perempuan menghabiskan waktu 2 kali lebih banyak dengan teman sebayanya daripada waktu dengan orang tuanya.

2.5.2.2. Adaptasi

Teman sebaya dapat memberi pengaruh positif atau negatif pada remaja. Memiliki teman-teman yang nakal meningkatkan resiko remaja menjadi nakal pula (Santrock 2003). Remaja menjadi nakal karena mereka tersosialisasi dan beradaptasi ke dalam kenakalan, terutama oleh kelompok pertemanan (Rice dan Dolgin, 2008). Sebaliknya secara positif, menurut Vembriarto dalam Bantarti (2000) kelompok teman sebaya adalah tempat terjadinya proses belajar sosial atau adaptasi, yakni suatu proses dimana individu mengadopsi dan beradaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan, sikap, gagasan, keyakinan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku dalam bermasyarakat, dan mengembangkannya menjadi suatu kesatuan sistem dalam diri pribadinya

Pada masa remaja, individu mulai merasakan identitas dirinya (ego), di mana dirinya adalah manusia unik yang sudah siap masuk ke dalam peran tertentu di tengah masyarakat. Pada masa inilah individu mulai menyadari sifat-sifat yang melekat dalam dirinya sendiri, seperti aneka kesukaan dan ketidaksukaannya, tujuan-tujuan yang dikejar di masa depan, kekuatan dan keinginan mengontrol nasibnya sendiri. Inilah masa atau tahap Identitas versus Kekacauan Identitas, seperti dikemukakan Erikson (1983), pada tahap ini ego memiliki kapasitas untuk memilih dan mengintegrasikan bakat, kemampuan, dan ketrampilan- ketrampilan dalam melakukan identifikasi dengan orang-orang yang sependapat, dan dalam melakukan adaptasi dengan lingkungan sosial, serta menjaga pertahanan dirinya terhadap berbagai ancaman dan kecemasan. Melalui proses tersebut remaja akhirnya mampu memutuskan impuls-impuls, kebutuhan-kebutuhan, dan peranan-peranan manakah yang paling cocok dan efektif bagi diri mereka. Semua ciri tersebut dipilih dan dihimpun pada

masa remaja, untuk kemudian nantinya diintegrasikan dalam rangka membentuk identitas psikososial sebagai orang dewasa (Supratiknya, 1993).

Teman sebaya merupakan acuan penting bagi remaja untuk dapat melewati dengan baik masa-masa sulit pada periode transisi dan pembentukan identitas tersebut. Dalam pergaulan sehari-hari, remaja sangat terikat pada kelompok sebayanya, dimana semua tindakan atau perbuatan perlu memperoleh dukungan dan persetujuan sebayanya. Dikemukakan oleh Ballantine dalam Bantari (2000) bahwa ikatan ini sangat kuat, sehingga para sosiolog sering mengelompokkannya dalam kebudayaan khusus remaja (youth sub- culture), dimana di dalamnya mereka memiliki ungkapan-ungkapan dan bahasa yang khas, kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma tersendiri.