BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan
(RAKSA DESA) TERHADAP PENGURANGAN TINGKAT KEMISKINAN DIDESA CIBATOK SATU
7.1. Pengaruh Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) terhadap Pengurangan Tingkat Kemiskinan Di Desa Cibatok Satu
Berdasarkan kesesuaian antara rumah tangga miskin di Desa Cibatok Satu dengan kriteria kemiskinan setelah diterapkannya program yaitu terdapat 92,5 persen dari keseluruhan responden yang luas lantai bangunan tempat tinggalnya kurang dari delapan meter2 per orang, terdapat 65 persen dari keseluruhan responden yang jenis lantai bangunan tempat tinggalnya dari tanah/bambu/kayu murahan, terdapat 62,5 persen dari keseluruhan responden yang jenis dinding bangunan tempat tinggalnya dari bambu/rumbai/kayu kualitas rendah/ tembok tanpa plester, terdapat 57,5 persen dari keseluruhan responden yang fasilitas tempat buang air besarnya tidak ada/menumpang rumah lain, terdapat 15 persen dari keseluruhan responden yang sumber penerangan rumah tangganya bukan listrik, seluruh responden sumber air minumnya berasal dari sumur, mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan, terdapat 77,5 persen dari keseluruhan responden yang bahan bakar untuk memasaknya kayu bakar dan minyak tanah.
Selain itu juga terdapat 75 persen dari keseluruhan responden yang konsumsi daging/ayam/susu/per minggunya satu kali atau dua kali seminggu, terdapat 72,5 persen dari keseluruhan responden yang tidak pernah membeli/satu stel pakaian baru setiap anggota rumah tangga setiap tahun, terdapat 65 persen dari keseluruhan responden yang frekuensi makan dalam seharinya satu kali/ dua
61 kali sehari, terdapat 67,5 persen dari keseluruhan responden yang tidak mampu membayar untuk berobat ke puskesmas atau dokter, terdapat 75 persen dari keseluruhan responden yang lapangan pekerjaan utamanya petani dengan luas lahan kurang dari 0,5 hektar/buruh tani/ nelayan/ butuh bangunan/ pekerjaan lainnya dengan pendapatan rumah tangga dibawah Rp. 600.000,00 per bulan, terdapat 90 persen dari keseluruhan responden yang pendidikan tertinggi kepala rumah tangganya tidak sekolah/ tidak tamat SD/ hanya tamatan SD, terdapat 90 persen dari keseluruhan responden yang tidak punya tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,00 seperti sepeda motor (kredit maupun bukan kredit), emas, perhiasan, perahu motor dan barang modal lainnya. Berikut ini merupakan Tabel 5 yang merangkum uraian diatas.
62 Tabel 5. Jumlah Responden Menurut Variabel Kemiskinan dan Karakteristik Kemiskinan Rumah
Tangga Desa Cibatok Satu Penerima Bantuan Setelah Program berakhir
No. Variabel kemiskinan Karakteristik Kemiskinan Responden Persentase 1 Luas lantai bangunan tempat
tinggal
Kurang dari 8 m2 per orang
37 92,5 2 Jenis lantai bangunan tempat
tinggal
Tanah/bambu/kayu murahan
26 65 3 Jenis dinding bangunan
tempat tinggal
Bambu/rumbai/kayu kualitas
rendah/ tembok tanpa plester 25 62,5 4 Fasilitas tempat buang air
besar
Tidak ada, menumpang rumah
lain 23 57,5
5 Sumber penerangan rumah tangga
Bukan listrik
6 15 6 Sumber air minum Sumur, mata air tidak terlindung/
sungai/ air hujan 40 100
7 Bahan bakar untuk memasak Kayu bakar/ arang/ minyak tanah 31 77,5 8 Konsumsi
daging/ayam/susu/per minggu
Satu kali atau dua kali seminggu
30 75 9 Pembelian pakaian baru setiap
anggota rumah tangga setiap tahun
Tidak pernah membeli/satu stel
29 72,5 10 Frekuensi makan dalam sehari Satu kali/ dua kali sehari 26 65 11 Kemampuan membayar untuk
berobat ke puskesmas atau dokter
Tidak mampu membayar
27 67,5 12 Lapangan pekerjaan utama
kepala rumah tangga
Petani dengan luas lahan kurang dari 0,5 Ha/buruh tani/ nelayan/ butuh bangunan/ pekerjaan lainnya dengan pendapatan rumah tangga dibawah Rp. 600.000,00 per bulan
30 75 13 Pendidikan tertinggi kepala
rumah tangga
Tidak sekolah/ tidak tamat SD/
hanya tamatan SD 36 90
14 Pemilikan aset/harta bergerak maupun tidak bergerak
Tidak punya tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,00 seperti sepeda motor (kredit maupun bukan kredit), emas, perhiasan, perahu motor dan barang modal lainnya.
36 90
Kondisi sebelum dan sesudah diterapkannya program BLT terdapat perbedaan pada beberapa hal yaitu jenis lantai bangunan tempat tinggal berupa tanah dan kayu murahan, fasilitas tempat buang air besar tidak ada, menumpang rumah lain, jenis dinding bangunan tempat tinggal berupa bambu/rumbai/kayu kualitas rendah/ tembok tanpa plester. Berikut merupakan tabel perbandingan
63 kriteria kemiskinan rumah tangga Desa Cibatok Satu dan kesesuaian penerima bantuan sebelum dan setelah program BLT :
Tabel 6. Persentase Perubahan Kondisi Responden Program BLT Terhadap Penanggulangan Kemiskinan
Persentase kondisi sebelum dan setelah
program BLT No. Variabel kemiskinan Karakteristik Kemiskinan kondisi sebelum kondisi setelah Persentase tingkat perubahan 1. Jenis lantai bangunan tempat tinggal Tanah/bambu/kayu murahan 75% 65% 10% 2. Jenis dinding bangunan tempat tinggal Bambu/rumbai/kayu kualitas rendah/ tembok tanpa plester
67,5% 62,5% 5%
3. Fasilitas tempat buang air besar
Tidak ada, menumpang
rumah lain 65% 57,5% 7,5%
Berdasarkan Tabel 6 dapat dijelaskan bahwa sebelum dilaksanakannya program BLT terdapat 75 persen dari keseluruhan responden yang jenis lantai bangunan tempat tinggalnya dari tanah/bambu/kayu murahan, terdapat 67,5 persen dari keseluruhan responden yang jenis dinding bangunan tempat tinggalnya dari bambu, kayu kualitas rendah dan tembok tanpa plester, terdapat 65 persen dari keseluruhan responden yang fasilitas tempat buang air besarnya tidak ada dan menumpang rumah lain.
Pengaruh setelah program BLT dilaksanakan terdapat 65 persen dari keseluruhan responden yang jenis lantai bangunan tempat tinggalnya dari tanah/bambu/kayu murahan, terdapat 62,5 persen dari keseluruhan responden yang jenis dindingbangunan tempat tinggalnya dari bambu, kayu kualitas rendah dan tembok tanpa plester, terdapat 57,5 persen dari keseluruhan responden yang fasilitas tempat buang air besarnya tidak ada/menumpang rumah lain. Dapat
64 disimpulkan terdapat penurunan jumlah jenis lantai bangunan tempat tinggal berupa tanah/bambu/kayu murahan sebesar 10 persen, penurunan jumlah rumah tangga yang fasilitas tempat buang air besarnya tidak ada, menumpang rumah lain sebesar 0,5 persen, penurunan jumlah jenis dinding bangunan tempat tinggal berupa bambu/rumbai/kayu kualitas rendah/ tembok tanpa plester sebesar 7,5 persen. Jadi, program BLT berpengaruh positif terhadap penurunan tingkat kemiskinan di Desa Cibatok Satu.
Pelaksanaan program BLT tidak memiliki pengaruh secara berkelanjutan dan tingkat skala yang benar-benar merubah. Hal ini dinyatakan oleh responden dalam wawancara mendalam yang mengaku tidak mengalami perubahan apapun ketika program BLT berakhir. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan OPK (38 tahun) yang merupakan penerima program BLT sebagai berikut.
“ Ketika program BLT dihentikan maka keadaan OPK kembali seperti dahulu saat belum menerima program tetapi beliau menerangkan bahwa dana program BLT tidak beliau gunakan untuk keperluan modal usaha akan tetapi semuanya telah habis digunakan untuk konsumsi. ”
Melihat dari wujud program BLT, ketika BLT dilaksanakan program BLT terasa bermanfaat, hal ini dapat dikatakan bahwa BLT merupakan “P3K” (pertolongan pertama pada kecelakaan) kepada orang-orang miskin agar mereka mampu bertahan hidup dari pengaruh kenaikan BBM. Hal tersebut yang menyebabkan tidak ada kenaikan pada karakteristik kemiskinan rumah tangga, karakteristik kemiskinan menurun walaupun dalam jumlah yang sedikit.
65 7.2. Pengaruh Pelaksanaan Program Pemerintah daerah (Raksa Desa)
terhadap Pengurangan Tingkat Kemiskinan Di Desa Cibatok Satu
Berdasarkan hasil kuisioner dari 40 orang responden penerima program Raksa Desa khususnya dana bergulir, 65 persen menyatakan mengalami perubahan pada tingkat pendapatan. Untuk pengaruh pada kepemilikan aset modal dan aset bergerak maupun tidak bergerak, 57,5 persen mengatakan terdapat perubahan, sedangkan untuk pola konsumsi pangan maupun daya beli, 80 persen menyatakan tidak mengalami perubahan sama sekali. Untuk perubahan pada mata pencaharian dan penambahan pada modal usaha hanya 35 persen mengalami perubahan, artinya dengan perubahan modal yang sedikit mereka dapat meningkatkan pendapatan. Sedangkan untuk akses terhadap sumberdaya 42,5 persen mengalami perubahan terhadap pencapaian akses terhadap sumberdaya seperti pendidikan, akses terhadap kesehatan air bersih dan lainnya. Untuk gambaran lebih jelas dapat dilihat pada Diagram 5.
Diagram 5. Pengaruh Program Raksa Desa dalam Rumah Tangga
Pada aspek pendapatan, menurut nara sumber yang diwawancarai terjadi peningkatan pendapatan pada beberapa orang tertentu. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan ASH yang merupakan Ketua Satlak Raksa Desa menyebutkan bahwa
“ Pak D, dia dagang dari modal Rp.650.000,00 sekarang perbulannya bisa dapet 1,5 juta. ”
Kasus peningkatan pendapatan lainnya juga dialami oleh LIL, sampai 50 persen karena modalnya bertambah juga sehingga beliau mendapat penghasilan lebih. Dalam hal peningkatan pendapatan UDN mengaku mengalami kenaikan sebesar 20-30 persen karena beliau mengaku dapat membeli tempat eskrim, kulkas eskrim kemudian di tokonya bertambah ada kios pulsa sehingga pendapatan beliau menjadi meningkat. RUN juga mengalami peningkatan pendapatan. Penghasilan
67 perbulannya setelah mendapat pinjaman beliau yang tadinya satu bulan mendapat keuntungan 250 ribu maka setelah menerima bantuan raksa desa menjadi kurang lebih 350 ribu per bulan. Selain itu, USH mengaku mendapat tambahan sekitar 30 persen dari sebelum menerima raksa desa.
Pengaruh pada aspek daya beli, beberapa responden menyatakan bahwa terjadi peningkatan. Hal tersebut terlihat pada banyaknya dagangan yang kini berkembang diantaranya ada tukang pecel, tukang gado-gado, warung kelontong, toko pertanian, industri rumah tangga seperti pengrajin anyaman, keripik singkong, bensin eceran, dan gerobak mie ayam. Adanya perubahan pada hal pola konsumsi pangan juga menunjukkan perubahan daya beli masyarakat terhadap kebutuhan pangan. Salah satu dari responden yaitu LIL menyatakan bahwa dalam pola konsumsi pangan di keluarganya mengalami perubahan dari segi menu makanan yaitu menjadi lebih bervariasi. Namun, sebagian besar responden menyatakan bahwa untuk pola konsumsi pangan dalam keluarga mereka tetap. Selain pada pola konsumsi pangan juga terjadi perubahan pada pemilikan aset (modal).
Dampak pada pemilikan aset (modal) sudah jelas terdapat bentuk fisik nyata diantaranya adanya home Industry yang sebelumnya hanya menjual singkong, sekarang bisa menjual keripik singkong karena memiliki peralatan lebih seperti kompor, lalu toko yang menjual pupuk dapat menambah modalnya untuk menambah stok. Penambahan modal dagang sehingga dapat berdagang rokok, kebutuhan sehari-hari dan dagang minuman juga menunjukkan terjadinya peningkatan pada pemilikan modal. Peningkatan pemilikan aset (modal) juga dialami oleh USH, yang sekarang memiliki lemari es minuman setelah mendapat
68 keuntungan dari pinjaman raksa desa. DDY juga demikian, beliau memiliki tambahan peralatan seperti set untuk memperbaiki alat elektonik dan beberapa set kunci-kunci. Berikut hasil wawancara mendalam dengan DDY (57 tahun).
“ Untuk pribadi dalam hal peningkatan pendapatan DDY mengakui ada perubahan karena dapat membeli sparepart maka bisa atau berani menerima service barang yang lebih mahal karena bisa membeli sparepart elektronik yang dimaksud. Sedangkan perubahan dalam hal kepemilikan modal DDY mengaku sempat membeli beberapa peralatan seperti set untuk memperbaiki alat elektonik dan beberapa set kunci-kunci. ”
Sementara itu, untuk perubahan pada aset bergerak dan tidak bergerak, terdapat pada LIL, sekarang ini telah memiliki motor dari hasil keuntungan dagangannya serta membuka kios bensin eceran di sebelah tokonya. Hal ini juga terjadi pada UDN, beliau memiliki kios pulsa di sebelah toko beliau. Berdasarkan hasil wawancara dengan UDN (50 tahun) ketua RW empat sekaligus penerima program dana bergulir Raksa Desa sebagai berikut.
” Kalo keuntunganana jeung sebagian uang dari Raksa Desa teh paling- paling nu aya bekasna, kulkas ieu jeung kios pulsa disebelah. Itu juga punya bapak dek, pake uang Raksa Desa oge. ”
Hasil penelitian mengatakan dalam kepemilikan aset (modal) ada juga yang tidak bertambah tergantung usaha masing-masing dari pamanfaat dana. Beberapa penerima dana ada yang kurang berhasil dalam menjalankan usahanya sehingga ada yang bangkrut, ada juga yang tidak mengalami perubahan dalam kepemilikan aset (modalnya). Wujud lain dari kesesuaian antara pemanfataan dana bergulir dan penerima dana bergulir adalah perubahan mata pencaharian dari penerima dana bergulir tersebut. Hal tersebut terlihat dari semakin banyaknya warga penerima dana bergulir yang membuka usaha sampingan. Sehingga jenis- jenis mata pencaharian di Desa Cibatok Satu menjadi lebih kompleks. Seperti UDN yang dulunya hanya berjualan toko sekarang juga berjualan pulsa, DDY staf
69 desa yang juga jasa service elektronik dan LIL yang berdagang saprotan juga berjualan bensin eceran.
7.3. Ikhtisar
Pelaksanaan program BLT dan Program Raksa Desa di Desa Cibatok Satu memiliki pengaruh yang positif. Hal ini dapat dilihat dari perubahan karakteristik kemiskinan, berupa perubahan jenis lantai jenis lantai dari tanah menjadi ubin sebesar 10 persen, perubahan dinding tempat tinggal dari bambu atau tanpa plester menjadi tembok sebeser 5 persen, dan ketersediaan tempat buang air besar sebesar 7,5 persen. Dimana pada program BLT tidak ditemukan penambahan karakteristik kemiskinan rumah tangga artinya program BLT berhasil menahan memburuknya kondisi kemiskinan rumah tangga setelah kenaikan harga BBM. Hal ini terjadi juga pada responden penerima program Raksa Desa dimana terjadi perubahan dalam peningkatan pendapatan, penambahan kepemilikan aset, peningkatan pola konsumsi dan daya beli, penambahan pada modal usaha, dan peningkatan pada akses terhadap sumber daya. Selain dari bantuan dana bergulir mereka juga terbantu oleh pembangunan fisik dalam Program Raksa Desa.
70 BAB VIII