• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh lama pemanasan gelombang mikro terhadap perkembangan Colletotrichum spp. terbawa benih cabai

Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan lama pemanasan gelombang mikro yang dapat mengendalikan Colletotrichum spp. terbawa benih cabai. Benih yang digunakan adalah benih yang diekstrak dari bagian buah cabai yang sakit, dan menggunakan kadar air terbaik pada percobaan sebelumnya. Buah diekstrak secara manual, kemudian benih dikeringanginkan selama 2-3 hari sampai mendapatkan kadar air yang diperlukan.

Rancangan yang digunakan adalah RAL satu faktor yaitu lama pemanasan gelombang mikro terdiri atas tujuh taraf yaitu 0, 10, 20, 30, 40, 50 detik, dan perlakuan fungisida sistemik berbahan aktif benomil 0.5 g L-1 sebagai pembanding. Perlakuan fungisida benomil tersebut dilakukan berdasarkan penelitian Yulianty dan Tripeni (2007) dengan merendam benih selama 5 jam. Setiap perlakuan terdiri atas 4 ulangan, sehingga seluruhnya terdapat 28 satuan percobaan. Setiap ulangan menggunakan 50 butir benih. Model linier rancangan percobaan yang digunakan yaitu sebagai berikut :

ij = μ + τi + εij Keterangan :

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah umum

τi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Deteksi cendawan patogen terbawa benih cabai

Deteksi dilakukan untuk mengetahui jenis dan jumlah cendawan yang menginfeksi benih dan untuk memastikan bahwa benih yang digunakan merupakan benih yang terinfeksi cendawan. Deteksi dilakukan dengan metode

14

agar berdasarkan Mathur dan Kongsdal (2003), yaitu benih sebanyak 200 butir (4 ulangan masing-masing 50 butir) disterilisasi permukaan dengan merendam benih selama 1 menit dalam NaOCl 1%, kemudian dibilas dengan akuades steril sebanyak 2 kali dan dikeringanginkan di atas tisu steril. Benih ditanam dalam media potato dextrose agar (PDA), kemudian diinkubasi selama 7 hari pada suhu 25 °C dengan penyinaran near ultra violet (NUV) 12 jam terang dan 12 jam gelap secara bergantian di ruang inkubasi, dan diamati perkembangan cendawan pada benih, karakter umum, bentuk konidia dengan menggunakan mikroskop stereo dan mikroskop kompaun. Pengamatan persentase infeksi dilakukan terhadap semua jenis cendawan Colletotrichum spp. terbawa benih, dihitung dengan rumus :

Tingkat infeksi % =Jumlah benih yang terinfeksiJumlah benih yang ditanam x %

Pemurnian isolat dilakukan dengan mengambil koloni cendawan kemudian ditumbuhkan dalam media PDA dan diinkubasi selama 14 hari. Pengidentifikasian cendawan dilakukan terhadap pertumbuhan koloni dan bentuk konidia berdasarkan identifikasi Smith dan Black (1990), Barnett dan Hunter (1998), Than et al. (2008).

Pengujian kesehatan benih

Pengujian kesehatan benih dilakukan terhadap benih dengan kadar air terbaik pada percobaan I. Benih yang telah dipanaskan dengan gelombang mikro dan perlakuan fungisida benomil diuji kesehatan benih dengan menggunakan metode agar, diamati persentase infeksi, diidentifikasi seperti pada metode deteksi cendawan patogen terbawa benih.

Standar tingkat efikasi di Indonesia adalah sekurang-kurangnya 50% dengan syarat tingkat infeksi perlakuan berbeda nyata dengan kontrol (Dirjen PSP 2013). Pengamatan persentase efikasi dilakukan terhadap cendawan C. acutatum, dihitung dengan rumus :

TE % = TIK − TIPTIK x %

Keterangan :

TE = Tingkat efikasi

TIK = Tingkat infeksi C. acutatum pada kontrol TIP = Tingkat infeksi C. acutatum pada perlakuan

Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh masing-masing perlakuan dilakukan analisis ragam menggunakan uji F. Apabila menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5%. Uji lethal dose (LD50) dilakukan pada benih yang mempunyai kadar air terbaik menggunakan Curve-fit Analysis.

15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh gelombang mikro terhadap viabilitas dan vigor benih cabai

Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi antara kadar air benih dengan lama pemanasan gelombang mikro terhadap viabilitas benih, yaitu daya berkecambah (DB) dan potensi tumbuh maksimum (PTM). Lama pemanasan gelombang mikro 10 detik pada beberapa tingkat kadar air belum dapat menurunkan viabilitas benih. Benih berkadar air rendah (4.31%) memiliki viabilitas yang tetap tinggi meskipun dipanasi gelombang mikro sampai 40 detik, sedangkan benih berkadar air sedang (6.33%) dan tinggi (8.25%) mengalami penurunan viabilitas setelah dipanasi gelombang mikro mulai dari 20 detik (Tabel 1).

Tabel 1 Interaksi kadar air dan lama pemanasan gelombang mikro terhadap viabilias benih

Kadar Air Lama pemanasan gelombang mikro (detik)

(%) 0 10 20 30 40 50

Daya berkecambah (%)

KA ± 4.31 79.0 a 74.0 ab 74.0 ab 73.0 ab 65.0 b 40.0 c KA ± 6.33 73.5 ab 72.5 ab 36.0 cd 24.5 e 28.0 de 1.0 f KA ± 8.25 68.5 ab 69.0 ab 3.5 f 2.5 f 2.5 f 0.0 f

Potensi tumbuh maksimum (%)

KA ± 4.31 83.0 a 78.0 a 77.0 a 78.0 a 75.5 a 46.0 b KA ± 6.33 76.5 a 74.0 a 54.0 b 33.0 c 31.0 c 2.0 d KA ± 8.25 73.0 a 71.5 a 8.5 d 7.5 d 6.0 d 0.0 d

Keterangan: Angka dalam kolom dan baris pada masing-masing tolak ukur diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%

Benih berkadar air tinggi mengalami penurunan viabilitas lebih cepat ketika dipanasi gelombang mikro dibandingkan dengan benih berkadar air rendah. Hal tersebut diduga karena benih yang mempunyai kadar air tinggi mempunyai kandungan air yang lebih banyak dibandingkan dengan benih yang mempunyai kadar air lebih rendah. Gaurilcikiene et al. (2013) menyatakan bahwa air merupakan molekul polar bermuatan positif dan negatif sehingga ketika mendapat paparan gelombang mikro, molekul-molekul polar bergerak cepat saling bergesekan dan pergerakannya dapat menimbulkan panas. Pemanasan tersebut dapat meningkatkan suhu benih sehingga dapat mengakibatkan perkecambahan dan pertumbuhan benih menjadi terhambat hingga terjadinya kematian benih.

McCormack (2004) menyatakan bahwa gelombang mikro selain dapat memanaskan air secara selektif pada benih, juga dapat memanaskan lemak dan minyak meskipun pada tingkat yang lebih rendah. Apabila benih dipanaskan dengan gelombang mikro terlalu lama, maka molekul biologis tertentu (protein) seperti enzim dapat terdenaturasi, kehilangan aktifitas enzim, dan kematian benih.

Benih yang mempunyai kadar air rendah dapat dipanaskan oleh gelombang mikro lebih lama tanpa menurunkan viabilitas benih dibandingkan dengan benih yang mempunyai kadar air tinggi. Hal tersebut diduga karena benih yang

16

mempunyai kadar air rendah akan menyerap gelombang mikro lebih sedikit, sehingga pergerakan rotasi dari molekul polar sedikit terjadi yang menyebabkan perubahan sifat dielektrik pada benih akan sedikit. Apabila suatu materi mempunyai tingkat kadar air tinggi, maka penyerapan gelombang mikro akan lenih banyak. Hal tersebut merupakan salah satu karakter yang unik dari pemanasan gelombang mikro, sehingga dapat digunakan pada proses pengeringan (Saltiel & Datta 1999). Perlakuan benih biasanya dimulai dari lama pemanasan gelombang mikro 10-15 detik, dan penambahan waktu setiap 10-15 detik (McCormack 2004).

Benih dengan kadar air tinggi lebih rentan terhadap pemanasan gelombang mikro dibandingkan dengan benih berkadar air rendah. Penyerapan gelombang mikro yang terjadi pada benih berkadar air tinggi dapat menyebabkan peningkatan suhu benih. Bagian dalam benih akan lebih panas yang mengakibatkan viabilitas benih cepat menurun (Knox et al. 2013). Benih dengan kadar air tinggi mempunyai dielektrik konstan lebih tinggi, sehingga akan lebih banyak berinteraksi dengan gelombang mikro (Brodie et al. 2012).

Manickavasagan et al. (2007) melaporkan bahwa suhu maksimum pada permukaan benih gandum meningkat seiring meningkatnya daya dan lama pemanasan gelombang mikro. Daya 100-500 W dapat meningkatkan suhu sekitar 37.5-117 °C selama 28 detik dan 44-131 °C selama 56 detik waktu pemanasan. Peningkatan suhu tersebut berhubungan dengan viabilitas benih dimana persentase daya berkecambah benih menurun selama meningkatnya daya dan lama pemanasan. Pada dasarnya persentase daya berkecambah benih ditentukan oleh suhu benih.

Benih yang mempunyai kadar air rendah sebelum perlakuan, dapat meningkatkan daya simpan benih karena kadar air rendah merupakan persyaratan utama dalam penyimpanan jangka panjang. Kadar air awal yang rendah merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi daya simpan benih.

Knox et al. (2013) melaporkan bahwa pada kadar air 10% viabilitas benih gandum dapat dipertahankan sampai lama pemanasan gelombang mikro 30 detik dibandingkan dengan kadar air 20% yang mengalami penurunan viabilitas mulai 15 detik. Arengka (2014) melaporkan bahwa pada kadar air rendah (12.31%) viabilitas benih jagung manis dapat dipertahankan sampai lama pemanasan gelombang mikro 30 detik dibandingkan dengan kadar air sedang (15.59%) dan tinggi (20.25%) yang mengalami penurunan viabilitas mulai 20 detik. Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar air benih dan lama penamasan gelombang mikro merupakan faktor yang sangat penting untuk mempertahankan viabilitas benih.

Pengaruh gelombang mikro pada kadar air rendah (4.31%) berbeda antara tolak ukur DB dan PTM. Viabilitas pada tolak ukur DB dapat dipertahankan sampai pemanasan gelombang mikro 30 detik sedangkan viabilitas pada tolak ukur PTM dapat dipertahankan sampai 40 detik. Penentuan lama pemanasan gelombang mikro yang terbaik dilakukan dengan uji LD50. Uji tersebut dapat menentukan lama pemanasan gelombang mikro yang mengakibatkan kematian benih cabai mencapai 50%.

Toksisitas merupakan kemampuan suatu bahan (gelombang mikro) untuk menimbulkan kerusakan pada saat bahan tersebut mengenai bagian dalam atau permukaan organisme tertentu. Uji toksisitas digunakan untuk mempelajari pengaruh suatu bahan terhadap organisme tertentu. Uji LD50 merupakan uji

17 toksisitas dimana dosis bahan toksik tersebut dapat menyebabkan kematian 50% populasi organisme uji dalam periode waktu. Dalam hal ini, gelombang mikro sebagai bahan toksik dan benih merupakan populasi organisme uji.

Gambar 6 Nilai LD50 berdasarkan persentase DB benih cabai kadar air 4.31% selama pemanasan gelombang mikro

Hasil analisis LD50 pada benih cabai yang dipanaskan dengan gelombang mikro pada 6 taraf pemanasan, menghasilkan kurva Polynomial Fit dengan persamaan (y = 7.91 – 1.08x + 6.53x2 – 1.18x3). Nilai LD50 yang diperoleh dari persamaan tersebut yaitu 50.19 detik (Gambar 6). Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada lama pemanasan gelombang mikro 50.19 detik mengakibatkan DB benih cabai mencapai 50%. Berdasarkan nilai LD50 tersebut maka lama pemanasan gelombang mikro 40 detik masih dapat mempertahankan viabilitas benih di atas 50%, dan dapat berpotensi menjadi alternatif pilihan dalam perlakuan benih menggunakan gelombang mikro.

Tabel 2 Interaksi kadar air dan lama pemanasan gelombang mikro terhadap vigor benih

KadarAir Lama pemanasan gelombang mikro (detik)

(%) 0 10 20 30 40 50

Indeks vigor (%)

KA ± 4.31 23.5 ab 22.0 abc 24.5 a 20.5 abc 16.0 dc 11.5 de KA ± 6.33 22.5 abc 24.0 ab 17.0 bcd 10.0 de 8.5 e 0.0 f KA ± 8.25 11.5 de 13.0 de 0.5 f 0.5 f 0.0 f 0.0 f

Kecepatan tumbuh (% etmal-1)

KA ± 4.31 9.8 a 9.2 ab 9.2 a 8.8 abc 7.7 c 4.8 d KA ± 6.33 9.1 abc 8.9 abc 4.6 d 3.1 e 3.4 e 0.2 f KA ± 8.25 7.8 c 7.8 bc 0.4 f 0.3 f 0.3 f 0.0 f

Keterangan: Angka dalam kolom dan baris pada masing-masing tolak ukur diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%

Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi antara kadar air benih dengan lama pemanasan gelombang mikro terhadap vigor benih, yaitu indeks vigor (IV) dan kecepatan tumbuh (KCT). Benih berkadar air rendah (4.31%)

S = 0.56343617 r = 0.99968548

Lama Pemanasan Gelombang Mikro (detik)

D a y a B e rk e c a m b a h ( % ) 0.0 9.2 18.3 27.5 36.7 45.8 55.0 36.10 43.90 51.70 59.50 67.30 75.10 82.90 LD50 = 50.19

18

memiliki vigor yang tetap tinggi meskipun dipanasi gelombang mikro sampai 30 detik (Tabel 2). Semakin tinggi kadar air benih dan semakin lama pemanasan gelombang mikro maka vigor benih semakin menurun.

Gaurilcikiene et al. (2013) melaporkan bahwa pada benih gandum, semakin tinggi kadar air benih dan semakin tinggi frekuensi gelombang mikro yang digunakan maka vigor semakin menurun. Friesen et al. (2014) melaporkan bahwa pemanasan gelombang mikro melebihi 30 detik akan mengakibatkan penurunan viabilitas dan vigor benih buncis secara perlahan, sedangkan pemanasan gelombang mikro 50 detik akan mengakibatkan penurunan viabilitas dan vigor benih buncis secara cepat.

Pengaruh gelombang mikro terhadap infeksi Colletotrichum spp. dan hubungannya dengan daya berkecambah benih.

Hasil deteksi cendawan patogen terbawa benih cabai ditemukan 4 spesies Colletotrichum diantaranya C. acutatum, C. capsici, C. gloeosporioides, dan Colletotrichum sp. (Tabel 3). Hasil ini sesuai dengan penelitian Than et al. (2008) dan Syukur et al. (2013) yang menyatakan bahwa tanaman cabai dapat diinfeksi oleh 3 spesies Colletotrichum yaitu C. acutatum, C. capsici, dan C. gloeosporioides.

Spesies Colletotrichum dapat menginfeksi beberapa tanaman inang, contohnya seperti cendawan C. acutatum dapat menginfeksi cabai (Ivey et al. 2004; Than et al. 2008), tomat (Pardo-De la Hoz et al. 2016), strawberi (Peres et al. 2005; Than et al. 2008; Freeman 2008; Grahovac et al. 2012), almond, jeruk, blueberri, dan apel (Peres et al. 2005). Cendawan C. capsici dapat menginfeksi beberapa tanaman inang seperti cabai (Than et al. 2008), sawi (Mahmodi et al. 2013), labu (Chai et al. 2014). Cendawan C. gloeosporioides dapat menginfeksi beberapa tanaman inang seperti cabai dan mangga (Than et al. 2008), strawberi, alpukat, almond (Freeman 2008).

Tabel 3 Persentase tingkat infeksi Colletotrichum spp.

Patogen Tingkat infeksi (%)

C. acutatum C. capsici C. gloeosporioides Colletotrichum sp. 33.0 1.0 3.0 2.0

Cendawan C. acutatum merupakan cendawan yang paling banyak menginfeksi benih cabai dengan tingkat infeksi mencapai 33% (Tabel 3). Cendawan ini diduga merupakan spesies yang paling utama menyerang tanaman cabai. Syukur et al. (2007) melaporkan bahwa dari 13 isolat Colletotrichum yang diperoleh dari 6 daerah di Indonesia, 7 isolat merupakan C. acutatum.

Hasil identifikasi morfologi berdasarkan pertumbuhan koloni dan konidia cendawan ditemukan 4 jenis cendawan penyebab penyakit antraknosa. Cendawan yang mempunyai pertumbuhan koloni lambat dan bentuk konidia fusiform, salah satu atau kedua ujungnya meruncing diduga sebagai C. acutatum (Smith & Black 1990; Ivey et al. 2004; Than et al. 2008; Damm et al. 2012). Cendawan yang mempunyai pertumbuhan koloni lebih cepat dan bentuk konidia falcate seperti

19 bulan sabit diduga sebagai C. capsici (Than et al. 2008; Damm et al. 2009). Cendawan yang mempunyai pertumbuhan sangat cepat dan bentuk konidia silinder, kedua ujungnya membulat diduga sebagai C. gloeosporioides (Smith & Black 1990; Than et al. 2008). Cendawan yang memiliki pertumbuhan sangat cepat dan bentuk konidia silinder yang berukuran lebih besar diduga sabagai Colletrotrichum sp. (Tabel 4).

Tabel 4 Hasil identifikasi berdasarkan pertumbuhan koloni pada media PDA selama 14 hari dan bentuk konidia Colletotrichum spp.

Koloni depan Koloni belakang Bentuk konidia Karakter temuan C. acutatum

Warna koloni putih keabuan, kumpulan konidia oranye, pertumbuhan lambat, bentuk konidia meruncing pada satu atau kedua ujungnya. C. capsici

Warna koloni salem kecoklatan, kumpulan konidia abu tua, pertumbuhan sedikit cepat, bentuk konidia seperti bulan sabit. C. gloeosporioides

Warna koloni putih, kumpulan konidia merah muda, pertumbuhan cepat, bentuk konidia silinder kedua ujung membulat. Colletotrichum sp.

Warna koloni abu kehitaman, kumpulan konidia hitam,

pertumbuhan cepat, bentuk konidia silinder berukuran lebih besar. Pertumbuhan koloni seperti warna koloni dan kumpulan konidia mempunyai karakter yang berbeda-beda dalam satu spesies. Hal tersebut diduga karena adanya keragaman genetik antara spesies yang banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti inang yang berbeda, media tumbuh yang berbeda, dan waktu pengamatan. Bentuk konidia mempunyai karakter yang cenderung sama

20

dalam satu spesies, hal ini diduga karena bentuk konidia Colletorichum sp. yang mempunyai ciri khas tertentu.

Benih cabai yang terinfeksi cendawan Colletotrichum spp. mempunyai viabilitas yang rendah (Tabel 5). Setiyowati et al. (2007) melaporkan bahwa benih cabai yang teinfeksi C. capsici mempunyai daya berkecambah yang rendah yaitu sebesar 35%. McCormack (2004) menyatakan bahwa pengaruh utama dari adanya cendawan patogen terbawa benih yaitu dapat menurunkan viabilitas benih, produksi toksin yang dapat mempengaruhi viabilitas benih, dapat meningkatkan produksi panas (sangat penting pada lot benih yang banyak), menyebabkan perubahan warna dan bau.

Tabel 5 Pengaruh lama pemanasan gelombang mikro terhadap daya berkecambah (%) dan tingkat infeksi Colletotrichum spp.

Patogen Lama pemanasan gelombang mikro (detik)

0 10 20 30 40 50 benomil

Daya berkecambah (%)

KA ± 4.36% 27.5 b 23.0 bc 26.5 b 30.0 b 28.5 b 13.0 c 44.5 a

Tingkat infeksi (%)

C. acutatum 56.0a 48.5ab 44.0b 33.0c 20.0de 17.0e 28.5cd C. capsici 2.0abc 1.0bc 0.5bc 2.5ab 3.0a 0.0c 0.5bc C. gloeosporioides 6.0a 2.5ab 3.0ab 2.5ab 5.5a 2.5ab 0.0b Colletotrichum sp. 1.5b 5.5a 3.0ab 3.5ab 3.0ab 1.0ab 0.5b

Keterangan: Angka pada baris yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%

Benih dengan kadar air rendah (4.36%) memiliki viabilitas yang tetap stabil sampai pemanasan gelombang mikro 40 detik, sedangkan perlakuan fungisida benomil memiliki viabilitas yang lebih tinggi (Tabel 5). Hal tersebut dikarenakan perlakuan fungisida dengan cara perendaman dapat meningkatkan perkecambahan. Penggunaan fungisida diharapkan tidak mengganggu perkecambahan benih, dan dapat merangsang perkembangan benih.

Fungisida benomil merupakan fungisida sistemik, yaitu senyawa kimia yang akan ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman bila diaplikasikan. Persyaratan utama untuk fungisida sistemik, yaitu bekerja sebagai toksikan dalam inang atau tanaman, mengganggu metabolisme inang dan mengimbas ketahanan fisik maupun kimia terhadap patogen dengan tidak mengurangi kualitas dan kuantitas tanaman, dapat diabsorbsi secara baik dan ditranslokasikan ke tempat patogen serta stabil dalam tanaman inang, toksisitas terhadap mamalia cukup rendah, efek residu dapat bertahan cukup lama dan toleran terhadap hujan. Hewitt (1998) menyatakan bahwa fungisida golongan benzimidazole memiliki cara kerja yang sangat spesifik, sehingga pengembangan resistensi benomil merupakan perhatian utama dalam manajemen penyakit.

Pemanasan gelombang mikro dapat mempengaruhi kolonisasi cendawan Colletotrichum spp. pada benih cabai. Penurunan tingkat infeksi C. acutatum terjadi pada setiap lama pemanasan gelombang mikro. Semakin lama pemanasan gelombang mikro maka tingkat infeksi C. acutatum semakin menurun. Pemanasan gelombang mikro 40 detik efektif menurunkan tingkat infeksi C. acutatum serta

21 dapat mempertahankan viabilitas benih. Berbeda halnya dengan tingkat infeksi cendawan Colletotrichum lainnya yang tidak berpengaruh nyata terhadap lama pemanasan gelombang mikro 40 detik (Tabel 5). Hal tersebut diduga karena tingkat infeksi awal yang sangat rendah sehingga pemanasan gelombang mikro yang digunakan tidak efektif.

Tylkowska et al. (2010) melaporkan bahwa pemanasan gelombang mikro 45 dan 60 detik pada benih buncis dapat menghilangkan infeksi cendawan Penicillium spp. sebesar 100% dengan tetap mempertahankan viabilitas benih. Knox et al. (2013) melaporkan bahwa pemanasan gelombang mikro 15 detik pada benih gandum dapat menurunkan tingkat infeksi cendawan Fusarium spp. dan Microdochium nivale masing-masing sebesar 72 dan 77%. Perlakuan gelombang mikro tidak merubah sifat DNA namun cendawan terbawa benih menjadi mati dikarenakan pemanasan dan pengeringan. Hal tersebut diduga karena dinding sel cendawan mengandung kitin dan β glukan yang merupakan material yang dapat diserap oleh gelombang mikro menyebabkan atom-atom pada material tersebut berotasi dan saling bertabrakan sehingga menimbulkan panas.

Arengka (2014) melaporkan bahwa pemanasan gelombang mikro 30 detik pada benih jagung manis kadar air rendah (12.31%) dapat menurunkan tingkat infeksi Fusarium subglutinans dan Aspergillus niger sebesar 75.0% dan 54.8% dengan tetap mempertahankan viabilitas benih. Friesen et al. (2014) melaporkan bahwa pemanasan gelombang mikro 30 dan 40 detik dapat menurunkan tingkat infeksi C. lindemuthianum masing-masing sebesar 27.3 dan 33.3% dengan tetap mempertahankan viabilitas benih.

Perlakuan fungisida benomil juga dapat menurunkan tingkat infeksi pada semua Colletotrichum spp. (Tabel 5). Hal ini sesuai dengan penelitian Peres et al. (2004) yang melaporkan bahwa benomil merupakan salah satu fungisida yang paling efektif mengendalikan penyakit antraknosa pada buah jeruk, terutama cendawan C. acutatum dan C. gloeosporioides. Ramdial dan Rampersad (2015) melaporkan bahwa C. gloeosporioides pada cabai sensitif terhadap benomil.

Setiyowati et al. (2007) melaporkan bahwa benih yang dilapisi dengan fungisida benomil dapat menurunkan tingkat infeksi C. capsici pada benih cabai. Fungisida benomil merupakan fungisida sistemik yang akan masuk ke dalam jaringan tanaman dan diserap oleh sel tanaman sehingga dapat melindungi dinding-dinding sel dari infeksi cendawan. Hal tersebut diduga karena adanya mekanisme fungitoksisitas dari benomil yang dapat menetralisasi enzim atau toksin yang terlibat dalam invasi dan kolonisasi cendawan.

Benomil telah lama digunakan di bidang pertanian, namun banyak kasus yang melaporkan bahwa benomil mengakibatkan resistensi. Umumnya cendawan patogen berkembang menjadi resisten terhadap benomil, termasuk cendawan patogen Colletotrichum pada tanaman jeruk dan tanaman lainnya (Peres et al. 2004).

Semakin lama pemanasan gelombang mikro maka semakin besar tingkat efikasi terhadap C. acutatum. Tingkat efikasi gelombang mikro 40 detik terhadap infeksi C. acutatum yaitu 64.3% lebih besar dibandingkan dengan tingkat efikasi fungisida benomil yaitu 49.1% (Tabel 6).

22

Tabel 6 Tingkat efikasi pemanasan gelombang mikro dan fungisida benomil terhadap tingkat infeksi C. acutatum

Lama pemanasan gelombang mikro (detik)

Tingkat efikasi terhadap C. acutatum (%) 0 0 10 13.4 20 21.4 30 41.1 40 64.3 50 69.6 Benomil 49.1

Perlakuan benih dikatakan efektif apabila pada pengamatan terakhir nilai tingkat efikasi sekurang-kurangnya 50% (Dirjen PSP 2013). Pemanasan gelombang mikro 40 detik mempunyai tingkat efikasi lebih dari 50%, sedangkan perlakuan fungisida benomil mempunyai tingkat efikasi kurang dari 50%. Berdasarkan hasil tersebut maka pemanasan gelombang mikro 40 detik efektif menurunkan tingkat infeksi C. acutatum dibandingkan dengan perlakuan fungisida benomil.

Pemanasan gelombang mikro bermanfaat bagi produsen skala kecil seperti pemulia tanaman yang akan dikenakan biaya yang minimum dengan menggunakan peralatan rumah tangga seperti oven microwave. Produsen skala besar juga dapat memanfaatkan gelombang mikro karena microwave ukuran besar untuk industri sudah digunakan oleh perusahaan pengolahan makanan dan perusahan kimia (Mathlouthi et al. 2010).

5 KESIMPULAN

Gelombang mikro dapat mengendalikan C. acutatum dengan tingkat efikasi sebesar 64.3% serta dapat mempertahankan viabilitas benih cabai pada kadar air rendah (4.31%) dan lama pemanasan gelombang mikro 40 detik.

Dokumen terkait