• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEGENDASamal ang

5.8. Evaluasi Pemanfaatan Ruang Tanaman Kakao dan Tanaman Kelapa dengan ALES

5.9.1. Pengaruh Pemanfaatan Ruang pada Lingkungan Sosial-ekonom

Berdasarkan hasil evaluasi pada Satuan Lahan yang diteliti, luas lahan yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman kelapa berdasarkan hasil kelas kesesuaian lahan dan analisis ekonomi adalah 62.650 Ha dengan rincian S2 seluas 9.584 Ha dan S3 seluas 53.066 Ha, sedangkan kalau dimanfaatkan untuk tanaman kakao adalah 67.898 Ha dengan rincian S2 seluas 18.940 Ha dan S3 seluas 48.958 Ha.

Dengan mengacu pada rata-rata jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam wilayah penelitian, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan disajikan pada Tabel 51. Tabel 51. Kebutuhan Tenaga Kerja pada Tanaman Kelapa pada Lahan yang

Direncanakan Subkelas Kesesuaia n lahan Satuan Lahan Luas Lahan (ha) % Rata-rata Jumlah TK/HA/Tahun Jumlah Kebutuhan TK/HA/Tahun Luas lahan Pria Nilai dengan N Nilai tanpa N S2r 1 & 4 4.350 - 4.350 46 200.100 200.100 S3r & N 2 36.475 S3r 60% N 40% 21.885 46 1.677.850 1.006.710 S3r & S2r 5 & 6 13.085 S3r 60% S2r 40% 7.851 5.234 46 63.710 38.226 25.484 S3r 3 23.330 - 23.330 46 1.073.180 1.073.180

Hasil analisis kebutuhan tenaga kerja pada lahan tanaman kelapa yang direncanakan dengan asumsi jumlah tenaga kerja 46 perha/tahun adalah sebagai berikut :

1. Pada Satuan Lahan 1 dan 4 (S2r), yang paling menguntungkan dengan tingkat kebutuhan 225.584 tenaga kerja/tahun.

2. Pada Satuan Lahan 2,3 dan 5 (S3r) dengan tingkat keuntungan yang lebih rendah membutuhkan 2.118.116 tenaga kerja/tahun.

Sedangkan kebutuhan tenaga kerja pada lahan untuk pemanfaatan tanaman kakao dengan asumsi kebutuhan tenaga kerja pria 61 orang/Ha/tahun dan tenaga kerja wanita 25 orang/Ha/tahun adalah sebagai berikut :

Tabel 52. Rencana Kebutuhan Tenaga Kerja Lahan Tanaman Kakao

Subkelas Kesesuaian Lahan Satuan Lahan Luas Lahan (ha) % Rata-rata Jumlah TK/HA/Tahun Jumlah Kebutuhan TK/HA/Tahun

Pria Wanita Pria Wanita

S2r 1 & 4 4.350 61 25 265.350 108750 S3r & S2r 2 36.475 S3r:60% S2r:40% 61 25 1.334.985 889.990 547.125 364.750 S3r 5 & 6 13.085 61 25 798.185 327125 S3r & N 3 23.330 S3r:60% N:40% 61 25 853.878 569.282 349.950 233.300 tde 7 sd. 14 112.640 61 25 - - Jumlah 189.880 61 25 4.142.388 1.697.700

Hasil analisis kebutuhan tenaga kerja tersebut menunjukkan bahwa :

1. Pada Satuan Lahan 1 dan 4 (S2r) yang direncanakan dengan tingkat keuntungan tertinggi, kebutuhan tenaga kerja pria 1.155.340 orang tenaga kerja, sedangkan kebutuhan tenaga kerja wanita adalah 473.500 orang tenaga kerja.

2. Pada Satuan Lahan 2, 3, dan 5 (S3r) yang direncanakan, dengan nilai keuntungan yang lebih rendah, kebutuhan tenaga kerja pria adalah 2.987.048 orang tenaga kerja/tahun dan kebutuhan tenaga kerja wanita adalah 1.224.200 orang tenaga kerja/tahun.

103 VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Kelas kesesuaian lahan fisik tanaman kakao dan tanaman kelapa adalah sama karena memiliki karakteristik lahan yang hampir sama. Satuan lahan 1 dan 4 tergolong agak sesuai dengan faktor kendala kondisi perakaran; Satuan Lahan 2 dominan sesuai marginal dan agak sesuai dengan faktor kendala kondisi perakaran; Satuan lahan 5 dan 6 sesuai marginal dengan faktor kendala kondisi perakaran; Satuan lahan 3 dominan sesuai marginal dan tidak sesuai dengan faktor kendala kondisi perakaran.

2. Kelas kesesuaian lahan ekonomi tanaman kakao, yaitu satuan lahan 1, 2 dan 4, nilai kelas kesesuaian lahannya agak menguntungkan dengan batas minimal antara Rp.8.000.000/Ha/tahun s/d Rp.25.000.000/Ha/tahun; Satuan lahan 3, 5 dan 6 nilai kesesuaian lahan marginal menguntungkan dengan batas minimal antara Rp.1.000.000/Ha/tahun S/d Rp.8.000.000/Ha/tahun. Sedangkan kelas kesesuaian lahan ekonomi tanaman kelapa, yaitu satuan lahan 1, 2, 3 dan 4 nilai kelas kesesuaian lahan marginal menguntungkan dengan batas minimal antara Rp.1.000.000/Ha/tahun s/d Rp.8.500.000/Ha/tahun; dan satuan lahan 5 dan 6 nilai kelas kesesuaian lahan menguntungkan saat ini dengan batas minimal < Rp.1.000.000/Ha/tahun,- 3. Nilai pendapatan bersih usahatani tanaman kakao per-akhir usaha per-hektar

menguntungkan pada semua satuan lahan yakni satuan lahan 1 dan 4 senilai Rp.58.220.670; Satuan lahan 2 sebesar Rp.36.946.160; Satuan lahan 5 dan 6 sebesar Rp.22.763.150; Satuan lahan 3 sebesar Rp.13.657.900. Sedangkan nilai pendapatan bersih usahatani tanaman kelapa per-akhir usaha pe-rhektar menguntungkan pada 3 satuan lahan yakni satuan lahan 1 dan 4 adalah Rp.1.781.300 serta Satuan lahan 3 adalah Rp.1.068.800. Sedangkan 3 satuan lahan lainnya tidak menguntungkan yakni satuan lahan 2 mengalami kerugian sebesar Rp.346.000 dan satuan lahan 5 dan 6 mengalami kerugian sebesar Rp.1.764.200.

4. Nilai pendapatan kotor per-tahun per-hektar usahatani tanaman kakao menguntungkan pada semua satuan lahan, yakni satuan lahan 1 dan 4 sebesar Rp.18.633.100/Ha/tahun; Satuan lahan 2 sebesar Rp.12.489.100/Ha/tahun; Satuan lahan 5 dan 6 sebesar Rp.8.393.200/Ha/tahun; Satuan lahan 3 sebesar Rp. 5.035.900. Nilai pendapatan kotor per-tahun usahatani tanaman kelapa menguntungkan pada semua satuan lahan, yakni satuan lahan 1 dan 4 sebesar Rp.1.998.500; Satuan lahan 3 sebesar Rp. 1.199.100; Satuan lahan 2 sebesar Rp.1.156.950; Satuan lahan 5 dan 6 sebesar Rp.595.950,-.

6.2. Saran

1. Evaluasi pemanfaatan ruang berdasarkan kesesuaian lahan dan ekonomi terhadap semua komoditi di daerah Kabupaten perlu dilakukan, agar masyarakat, investor dan pemerintah dapat memperoleh informasi komoditas yang sesuai dengan nilai ekonomi yang optimal pada suatu lahan, serta terhindar dari dampak negatif yang ditimbulkan terhadap lingkungan.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika lahan dimanfaatkan untuk tanaman kakao sesuai dengan satuan lahan yang diteliti, maka kontribusi komoditas kakao dapat mencapai nilai Rp.383.427.500.000/tahun. Kontribusi komoditas kakao akan mengalami peningkatan dibanding dari kontribusi tanaman kakao tahun 2001 senilai Rp.80.190.000.000. Sedangkan jika dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman kelapa kontribusi pada PDRB meningkat sebesar Rp.70.697.500.000/tahun atau terdapat selisih sebesar Rp.66.964.750.000/tahun dari kontribusi PDRB tahun 2001 sebesar Rp.3.732.750.000,-. Dengan kondisi seperti itu, disarankan dimanfaatkan untuk pengembangan komoditas kakao atau kelapa.

105 DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB Press. Bogor.

Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Pertanian. 1993. Materi Latihan Pengamatan Tanah di lapang. Kerjasama Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bagian Proyek Pengelolaan Sumberdaya Tanah dengan Balai Penataran dan Latihan Pertanian (BPLP). Bogor.

Badan Pengelolaan dan Lingkungan, Lembaga Pengabdian Institut Teknologi Bandung. 1998. Pengembangan Model Dinamik Analisis Interaksi antara Kependudukan, Pembangunan dan Kondisi Lingkungan sebagai Masukan Pelaksanaan Koordinasi Antar Pelaku Pembangunan. Lembaga Penelitian ITB. Bandung.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang. 1999. Revisi Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang, Pangkajene: PT. Creasi Indah Konsultan

Braak, C. 1928. The Climate of the Netherlands Indies. Proc. Royal Mogn. Meteor. Observ. Batavia.

Catanase, AJ., C.J. Snyder. 1986. Introduction to Urban Planning. MacGraw-Hill Book Company. London.

--- 1988. Urban Planning. MacGraw-Hill Book Company. London. Centre for Soil and Agroclimate Research. 1997. Pedoman Klasifikasi Landform.

Second Land Resource Evaluation and Planning Project. PT. Andal

Agrikarya Prima. Bogor.

Djaenudin, D., M. Hendrisman, Subagyo, A. Mulyani, N. Suharta. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Versi 3. Badan Litbang Pertanian. Puslittanak. Bogor.

Food and Agriculture Organization. 1976. A Framework For Land Evaluation. FAO Soil Bulletin 32. Soil resources Management and Conservation Servies Land and Water Development Divison. Rome.

--- 1983. Guidline Land Evaluation for Rainfed Agriculture. Soil Bulletin No. 52. Food and Agriculture Organization of the United Nation. Rome.

--- 1989. Land Evaluation and Farming Systems Analisys for Land Use

Planning. FAO Guidelines. Food and Agriculture Organisation, Rome.

--- 1989. Guidelines for Land Use Planning. Inter Departemental Working Group on Land Use Planning. Rome. Italy.

Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Penerbit PT Mediyatama Sarana Perkasa, Edisi Revisi, Jakarta.

--- 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis, Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta

--- 1994. Kesesuaian Lahan, Pengembangan Pertanian Daerah, Rekreasi dan Bangunan. Fakultas Pertanian Bogor IPB, Bogor.

Harjowigeno, S., Widiatmaka. 2007. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Tanah. Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Hardjowigeno, S., S. Sukmana. 1995. Cara Menentukan Bahaya Erosi. Laporan Teknis No.4, Versi 1.0 LREP II/C, Puslittanak, Bogor.

Harto, S. Br. 1993. Analisis Hidrologi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hendrisman, M., D. Subardja, S. Ritung. 2000. Metodologi Sistem Otomatisasi Evaluasi Lahan, dalam prosiding Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia, Bandung.

Hendrisman, M. dan S. Rivai. 2002. Studi Evaluasi Lahan Kuantitatif untuk Mendukung Arahan Penggunaan Lahan, Kasus Daerah Ngabang, Pontianak, Kalimantan Barat, Dalam Seminar Nasional BK Teknik Pertanian dan BK Kimia, Jakarta.

Jones, B. C. 1997. Geographical Information Systems and Computer

Mohr, E. C. J., F.A. van Baren and J. Schuylenborgh, 1972. Tropical Soils. A

Comprehensive Study of Their Genesis. Third revised and enlarged

edition. Moution-Ichtiar Baru-Van Hoeve. The Hague- Paris-Djakarta. pp. 5-13.

Muhadjir, N. 1989. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Rake Sarakin. Yogyakarta Muhammadi, E. Aminullah, B. Soesilo. 2001. Analisis Sistem Dinamis :

Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi , Manajemen. UMJ Press. Jakarta.

Nurbaya, S. 1998. Penataan Ruang Wilayah dengan Peran Serta Masyarakat. Menggunakan Sistem Informasi Geografi. Disertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Pemerintah Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang. 2001. Sidenreng Rappang Dalam Angka 2000. BPS dan Bappeda. Pangkajene.

--- 2001. Produk Domestik Regional Bruto, Sidenreng Rappang Dalam Angka 2000. BPS dan Bappeda. Pangkajene.

Pusat Penelitian Energi Lembaga Penelitian Institut Teknologi Bandung. 1986. Laporan Akhir Pekerjaan Model Dinamik untuk Analisis Lingkungan. PPE LP-ITB. Bandung.

Rapoport, A. 1980. The Meaning of the Built Environment. A Nonverbal Communication Approach. Sage. Beverly Hills. California.

Robert, H. T. 1992. Perencanaan Tata Guna Lahan. Dalam Anthoni J. Catanase, James C. Snyder. Edisis Kedua. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Rossiter, D. G., A. R. Van Wambeke. 1997. Automated Land Evaluation System

ALES Version 4.65d User’s Manual. Cornell Univ. Dept of Soil Crop

& Atmospheric Sci. SCAS. Ithaca NY, USA.

Rustharmin, H. dan A. Nursoestini. 1993. Kesesuaian Iklim dan Lahan untuk Pengembangan Kelapa di Indonesia. Balai Penelitian Kelapa: Dalam Prosiding Komprensi Nasional Kelapa III. Yogyakarta.

Sandy, I. M. 1982. Pembangunan Tanah (Land Use) di Indonesia, Direktur Jenderal Tata Guna Tanah, Departemen Dalam negeri, Jakarta.

Schmidt, F. H. and J. H. A. Ferguson. 1951. Rainfall Type Based on Wet and Dry

Period Ratios for Indonesia with Western New Guinea. Verh. No.42.

Jawatan Met. dan Geofisik, Jakarta.

Singarimbun, M., S. Effendi. 1984. Metode Penelitian Survey. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. PT. Pertja. Jogyakarta.

Sitorus, S. R. P. 1998. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Tarsito. Bandung.

Soenaryo, A., H. Winarno. 1989. Pola Tumpangsari Kakao Kelapa di Tinjau dari Segi Kakao sebagai Tanaman Utama: Seminar Sehari Tumpangsari Kelapa Kakao. Balai Penelitian Perkebunan Jember, Jember.

Soerianegara, I. 1978. Pengelolaan Sumberdaya Alam (Bagian II). Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.

Suharnoto, Y. 1995. Sistem Informasi Geografi. Jurusan Mekanisasi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Suratmo, F. G. 1998. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

---. 2002. Panduan Penelitian Multidisiplin.. IPB Press. Bogor.

Susanti, H, Iksan, Widyanti. 2000. Indikator-indikator Makro Ekonomi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Sys, C., E. Van Ranst., J. Debaveye. 1991. Land Evaluation Part II Methods in

Land Evaluation. Agricultural Publication No. 7, Brussel.

Tim Alih Bahasa. 1999. Kunci Taksonomi Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Edisi Kedua. Bogor.

Tim Penyusun. 2001. Pedoman Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah. Penerbit IPB Press. Bogor.

---. 2008. Pedoman Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah (Edisi Kedua). Penerbit IPB Press. Bogor.

Tim Teknis Panduan Survey Tanah. 1994. Panduan Survey Tanah. Kerjasama Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional dengan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat badan penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Bogor.

Thornthwaite, C. W., J. R. Mathers. 1957. Instruction and Table for Computing

Potential Evapotranspiration and Water Balance. Publ. Clim. Rol. X

No.3 Conterton.

Wambeke Van, A., P. Hastings., P.Tolomeo. 1986. New Simulation Model (NSM)

for Mositure Regimes. Dep. Agr. Bradfield Hall. Cornell University.

New York.

Wambeke Van, A., T. Forbes. 1986. Guidelines for using Soil Taxonomy in the

Names of Soil Map Units. Soil Management Support Services Soil

Conservation Service U.S. Departement of Agriculture. New York State College of Agriculture and Life Sciences Cornell University Departement of Agronomy. SMSS Technical Monograpf No.10.

Warpani, S. 1984. Analisis Kota dan Daerah, Penerbit ITB, Bandung.

Witjaksana. 1989. Tumpangsari Kakao Kelapa Ditinjau dari segi Kelapa sebagai Tanaman Utama. Pusat Penelitian Kelapa Bandar Kuala.

Lampiran 11. Penilaian Ukuran Butir (M) Kelas tekstur

(USDA) Nilai M

Kelas tekstur

(USDA) Nilai M

Liat berat 210 Pasir 3035

Liat sedang 750 Lempung berpasir 3245 Liat berpasir 1213 Lempung liat berdebu 3770 Liat ringan 1685 Pasir berlempung 4005 Lempung liat berpasir 2160 Lempung 4390 Liat berdebu 2830 Lempung berdebu 6330

Lempung berliat 2830 Debu 8245

Sumber : Hammer (1978) dalam Hardjowigeno et al. (2007)

Lampiran 12. Kelas Kandungan C-organik Kelas C-Organik Nilai Sangat Rendah < 1 0

Rendah 1 – 2 1

Sedang 2,1 – 3 2

Tinggi 3,1 – 5 3

Sangat-tinggi > 5 (gambut) 4

Sumber : Hammer (1978) dalam Hardjowigeno et al. (2007)

Lampiran 13. Penilaian Struktur Tanah

Tipe struktur Nilai

Granular sangat halus (very fine granular) 1

Granular halus (fine granular) 2

Granular sedang dan kasar (medium, coarse granular) 3 Gumpal lempeng, pejal (blocky, platty, massif) 4

Sumber : Hammer (1978) dalam Hardjowigeno et al. (2007)

Lampiran 14. Penilaian Permeabilitas Tanah

Kelas Permeabilitas cm/jam Nilai

Cepat (rapid) > 25,4 1

Sedang sampai cepat (moderat to rapid) 12,7 – 25,4 2

Sedang (moderat) 6,3 – 12,7 3

Sedang sampai lambat (moderat to slow) 2,0 – 6,3 4

Lambat 0,5 – 2,0 5

Sangat lambat (very slow) < 0,5 6

Lampiran 15. Nilai Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) Kemiringan Lereng (%) Nilai LS

0 – 8 0,25

8 – 15 1,20

15 – 25 4,25

25 – 45 9,50

> 45 12,00

Sumber : Hardjowigeno et al. (2007)

Lampiran 16. Nilai faktor Tanaman (C) dengan Pertanaman Tunggal

No. Jenis Tanaman Abdulrachman et al.

(1981)

Hammer (1981)

1. Rumput Brachiaria decumbers tahun I 0,287 0,3

2. Rumput Brachiaria decumbers tahun II 0,002 0,002

3. Kacang tunggak 0,161 - 4. Sorghum 0,242 - 5. Ubi kayu - 0,8 6. Kedelai 0,399 - 7. Serai wangi 0,434 0,4 8. Kacang tanah 0,20 0,2

9. Padi (lahan kering) 0,561 0,5

10. Jagung 0,637 0,7

11. Padi sawah 0,01 0,01

12. Kentang - 0,4

13. Kapas, Tembakau 0,5-0,7 -

14. Nanas dengan penanaman menurut kontur:

a. dengan mulsa dibakar 0,2-0,5 -

b. dengan mulsa dibenam 0,1-0,3 -

c. dengan mulsa di permukaan 0,01 -

15. Tebu - 0,2

16. Pisang (jarang yang monokultur) - 0,6

17. Talas - 0,86

18. Cabe, jahe, dll - 0,9

19. Kebun campuran (rapat) - 0,1

Kebun campuran ubi kayu + kedelai - 0,2

Kebun campuran gude + kacang tanah (jarang) 0,495 0,5

20. Ladang berpindah - -

21. Tanah kosong diolah 1,0 -

22. Tanah kosong tak diolah - -

23. Hutan tak terganggu 0,001 -

24. Semak tak terganggu sebagian rumput 0,01

25. Alang-alang permanen 0,02 -

26. Alang-alang dibakar 1 kali 0,70 -

27. Semak lantana 0,51 -

28. Albizia dengan semak campuran 0,012 -

No. Jenis Tanaman Abdulrachman et al. (1981)

Hammer (1981)

30. Pohon tanpa semak 0,32 -

31. Kentang ditanam searah lereng 1,0 -

32. Kentang ditanam menurut kontur 0,35 -

33. Pohon-pohon dibawahnya dicangkul (diolah) 0,21 -

34. Bawang daun ditanam dalam bedengan 0,08 -

Sumber : Abdulrachman, Sofiyah, dan Kurnia (1981); Hammer, (1981) dalam Hardjowigeno et al. (2007)

Lampiran 17. Nilai Faktor Teknik Konservasi Tanah (P)

No. Teknik Konservasi tanah Nilai P

1. Teras bangku a. Sempurna b. Sedang c. Jelek 0,37 0,04 0,15 0,35 2. Teras tradisional 0,40

3. Padang rumput (permanen grass field) a. Bagus

b. Jelek

0,04 0,40

4. Hill side ditch atau field pits 0,3 .

5. Contour cropping a. dengan kemiringan 0-8% b. dengan kemiringan 9-20% c. dengan kemiringan >20% 0,5 0,75 0,9 6. Limbah jerami yang digunakan

a. 6 tonlhaltahun b. 3 ton/ha/tahun c. 1 ton/ha/tahun 0,3 0,5 0,8 7. Tanaman perkebunan

a. dengan penutup tanah rapat b. dengan penutup tanah sedang

0,1 0,5 8. Reboisasi dengan penutup tanah pada tahun awal 0,3 9. Strip cropping jagung-kacang tanah, sisa tanaman dijadikan

mulsa

0,050 10. Jagung-kedelai, sisa tanaman dijadikan mulsa 0,087

11. Jagung-mulsa jerami padi 0,008

12. Padi gogo-kedelai, mulsa jerami 4 ton/ha 0,193

13. Kacang tanah-kacang hijau 0,730

14. Kacang tanah-kacang hijau-mulsa jeram; 0,013 15. Padi gogo-jagung-kacang tanah + mulsa 0,267 16. Jagung+padi gogo+ubi kayu+kacang tanah, sisa tanaman

dijadikan mulsa

0,159

17. Teras gulud : padi-jagung 0,013

18. Teras gulud : sorghum-sorghum 0,041

19. Teras gulud : ketela pohon 0,063

20. Teras gulud :jagung-kacang tanah, mulsa+sisa tanaman dijadikan mulsa

No. Teknik Konservasi tanah Nilai P 21. Teras gulud : jagung-tanah + kedelai 0,105 22. Teras gulud : Padi-jagung-kacang tunggak, kapur 2 ton/ha 0,012 23. Teras bangku : jagung-ubi kayu/kedelai 0,056

24. Teras bangku : sorghum-sorghum 0,024

25. Teras bangku :kacang tanah-kacang tanah 0,009

26. Teras bangku: tanpa tanaman 0,039

27. Serai wangi 0,537 28. Alang-alang 0,021 29. Ubi kayu 0,461 30. Sorghum-sorghum 0,341 31. Crotalaria ussaramuensis 0,502 32. Padi gogo-jagung 0,209

33. Padi gogo-jagung-mulsa jerami 0,083

34. Padi gogo-jagung-kapur 2 ton/ha-mulsalpupuk kandang 10-20 ton/ha

0,030 35. Jagung + padi gogo + ubi kayu- kedelai/kacang tanah 0,421 36. Jagung + kacang tanah-kacang hijau-mulsa 0,014

37. Strip crotalaria-sorghum-sorghum 0,264

38. Strip crotalaria-kacang lanah-ketela pohon 0,405

39. Strip crotalaria-padi gogo-kedelai 0,193

40. Strip rumput-padi gogo 0,841

Sumber : Hardjowigeno et al. (2007)

Lampiran 18. Tingkat Bahaya Erosi berdasar Tebal Solum Tanah dan besarnya Bahaya erosi (jumlah erosi maksimum, A)

Tebal Solum (cm)

Erosi Maksimum (A)-ton/ha/tahun

<15 15 – 60 60 – 180 180 – 480 >480

> 90 SR S S B SB

60 – 90 R B B SB SB

30 – 60 S SB SB SB SB

< 30 B SB SB SB SB

Keterangan: SR = sangat rendah, R = rendah, S = sedang, B = berat, SB= sangat berat Sumber : Hardjowigeno et al. (2007)