• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN LARUTAN MOLASIS YANG MENGANDUNG BEBERAPA JENIS AGEN DEFAUNASI (MOLADEF) TERHADAP PRODUKSI FESES SAPI BALI

Anak Agung Ngurah Badung Sarmuda Dinata1, I Wayan Sudarma2 dan I Putu Agus Kertawirawan3

1,2,3)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali

Jl. By Pass Ngurah Rai, Pesanggaran, Denpasar Selatan, Bali, 80222 E-mail : [email protected]

Submitted date : 9 Juni 2020 Approved date : 29 Juni 2020

ABSTRACT

The Effect of Supplementation Molasses Sollution Containing Several Types of Defaunation Agents (Moladef) in Production of Bali Cattle Feces

The research was conducted to determine The Effect of Supplementation Molasses Sollution Containing several types of defaunation agents (Moladef) in Production of Bali Cattle Feces. Twenty Bali cattle with average body weight 307.56 ±52.46 kg were used in this research for six month. This research was arranged in a completely random design with four treatment and five replication. Treatments were A: cattle fed napier grass+polard 1.5 kg/head/day ; B: cattle fed napier grass+polard 1,5 kg/head/day+Hibiscuss tiliaceus moladef 10 cc/head/day ; C: cattle fed napier grass+polard 1.5 kg/head/day+Hibiscuss rosasinensis moladef 10 cc/ head/day and D: cattle fed napier grass+polard 1.5 kg/head/day+Aloe vera moladef 10 cc/head/day. The parameters observeb were (1) feces fresh weight, (2) feces dry matter, (3) nutrition content, (4) percentage feces from cattle weight and (5) percentage feces from fresh intake. The result indicated that there were no significant differences (P> 0.05) in the weight of fresh or dry feces in all treatments. In terms of nutrients content, Bali cattle which B treatment have the lowest crude fiber (CF) content of 380.69 g/head/day with the highest content of nitrogen free extract (NFE) of 630.37 g/head/day. The lowest CF content in B treatment shows that the supplementation of Hibiscuss tiliaceus moladef can improve the CF digestibility. It can be concluded that supplementation molasses solution containing various types of defaunation agents did not affect to production of fresh or dry feces, but only affects toCF and NFE content.

Keywords: Bali cattle, moladef, feces fresh weight, feces dry matter

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian larutan molasis yang mengandung beberapa jenis agen defaunasi (moladef) terhadap produksi feses sapi Bali. Penelitian dilakukan selama 6 bulan, menggunakan 20 ekor sapi Bali dengan rataan bobot badan awal 307,56 ±52,46 kg. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Adapun perlakuan adalah sebagai berikut A: sapi diberi rumput gajah+polar 1,5 kg/ekor/hari ; B: sapi diberi rumput gajah+polar 1,5 kg/ekor/ hari+10 cc moladef waru/ekor/hari;C: sapi diberi rumput gajah+polar 1,5 kg/ekor/hari+10 cc moladef kembang sepatu/ ekor/hari dan D: sapi diberi rumput gajah+polar 1,5 kg/ekor/hari+10 cc moladef lidah buaya/ ekor/hari. Parameter yang diamati adalah (1) berat feses basah, (2) berat feses kering (DM), (3) kandungan nutrisi yang terbuang dalam feses, (4) persentase terhadap bobot badan akhir dan (5) persentase terhadap konsumsi pakan basah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) pada berat feses segar maupun kering pada semua perlakuan. Dari segi nutrisi yang terbuang melalui feses, sapi bali yang memperoleh perlakuan B memiliki kandungan serat kasar (SK) paling rendah yakni sebesar 380,69gram/ ekor/hari dengan kandungan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) tertinggi yakni sebesar 630,37 gram/ekor/ hari. Rendahnya kandungan SK pada perlakuan B menunjukkan bahwa pemberian moladef daun waru dapat meningkatkan kecernaan SK. Dapat disimpulkan pemberian larutan molasis yang mengandung berbagai jenis agen defaunasi tidak berpengaruh terhadap produksi pada feses basah maupun kering, tetapi hanya berpengaruh pada kandungan SKdan BETN yang terdapat didalamnya.

123

PENDAHULUAN

Usaha budidaya ternak sapi Bali pada umumnya masih bersifat tradisional dan bersifat sambilan.Kondisi ini menyebabkan produktivitas ternak menjadi kurang optimal yang kemudian berdampak pada rendahnya perolehan pendapatan.Dalam upaya meningkatkan pendapatan petani ini, maka perlu dilakukan pengembangan integrasi antara tanaman dengan peternakan (crop livestock system) (Dwiyanto et al., 2003). Penerapan model CLS di Bali dilaporkan mampu menghemat pengeluaran biaya pupuk sebesar 25,2% dan meningkatkan pendapatan petani sebesar 41,4% (Sudaratmaja et al., 2004).Selain itu, melalui sistem ini akan diperoleh tambahan pendapatan alternatif dari usaha pemanfaatan limbah ternak sebagai pupuk organik

Usaha pembuatan pupuk organik telah banyak dilaporkan memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pendapatan keluarga petani.Budiari et al. (2019) menyatakan bahwa pengelolaan limbah ternak sapi penggemukan (feses dan urin) di Desa Antapan Kab.Tabanan, Provinsi Bali mampu memberikan tambahan pendapatan sebesar Rp. 2.291.040/ekor/tahun. Dilaporkan pula, usaha pupuk organik memberikan kontribusi sebesar 51,8% terhadap total pendapatan kelompok tani ternak Ammassangang di Kab.Pinrang, Prov. Sulawesi Selatan (Irvan et al., 2015).Dengan demikian, produksi limbah sapi perlu menjadi perhatian dalam mendukung usaha pembuatan pupuk organik.

Produksi limbah ternak ditentukan oleh kondisi dan jenis ternak serta jumlah dan jenis pakan hewan tersebut (Musnamar, 2003). Jumlah nutrisi yang terbuang dalam feses dipengaruhi oleh kecernaan pakan pada saluran pencernaan. Proses pencernaan pada ternak ruminansia lebih banyak ditentukan oleh pencernaan fermentatif di dalam rumen. Pemberian larutan molasis yang mengandung beberapa jenis agen defaunasi akan mempengaruhi kecernaan pakan dalam rumen. Pemberian agen defaunasi dapat menurunkan populasi protozoa dalam rumen, sehingga dalam waktu yang bersamaan dapat meningkatkan populasi bakteri rumen terutama bakteri amilolitik (Kurihara et al., 1978).

Arora (1995) menyatakan bahwa kecernaan pakan meningkat bila populasi mikroba rumen

meningkat, terutama bakteri pencerna sellulosa dan hemisellulosa. Meningkatnya kecernaaan akan menyebabkan laju alir pakan dalam saluran pencernaan berikutnya meningkat, lambung menjadi cepat kosong sehingga konsumsi ransum meningkat (Mclay et al., 2003). Kondisi ini akan berpengaruh pada kuantitas dan kualitas feses yang dihasilkan. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui produksi feses sapi Bali yang diberi larutan molasis yang mengandung beberapa jenis agen defaunasi.

METODOLOGI

Penelitian secara in vivo dilaksanakan di di Kelompok Ternak Rare Angon Desa Gelgel, Kecamatan Klungkung Kabupaten Klungkung. Penelitian dilakukan selama 6 bulan dengan didahului masa pra penelitian selama 1 minggu. Ternak sapi yang digunakan adalah sapi Bali dengan rata-rata bobot badan awal 307,56±52,46 kg, sebanyak 20 ekor.Sapi dipelihara pada kandang koloni, dengan lantai disemen untuk mempermudah dalam menjaga kebersihan. Kandang dilengkapi dengan tempat makan dan air minum.

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap yang terdiri atas 4 perlakuan dan 5 ulangan. Keempat perlakuan adalah sebagai berikut A: sapi diberi rumput gajah+polar 1,5 kg/ekor/hari ; B: sapi diberi rumput gajah + polar 1,5 kg/ekor/hari+10 cc moladef waru/ekor/hari ;C: sapi diberi rumput gajah+polar 1,5 kg/ekor/hari+10 cc moladef kembang sepatu/ekor/hari dan D: sapi diberi rumput gajah+polar 1,5 kg/ekor/hari+10 cc moladef lidah buaya/ekor/hari.Adapun kandungan nutrisi ransum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.

Pemberian pakan hijauan dilaksanakan dua kali sehari secara ad libitum yaitu : pagi hari pukul 08.00 WITA dan sore hari pukul 16.00 WITA. Air minum disediakan dari sumber air setempat yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan ternak. Air minum disediakan sebanyak 4 liter dan diberikan kembali bila air minum tersebut habis. Rumput gajah yang diberikan adalah yang berumur 40 hari sebanyak 10% dari bobot badan.Sebelum diberikan, rumput gajah dipotong-potong dengan ukuran 5-10 cm. Untuk pemberian polar, dilakukan pada pagi hari

Pengaruh Pemberian Larutan Molasis yang Mengandung Beberapa Jenis Agen Defaunasi (Moladef) terhadap Produksi ... | AAN Badung Sarmuda Dinata, dkk.

sebelum pemberian rumput gajah.Moladef diberikan melalui air minum yang diberikan pada waktu yang bersamaan dengan pemberian pakan hijauan.

Untuk membuat moladef, terlebih dahulu cairan molasis yang pekat perlu dilarutkan agar lebih encer yakni dengan penambahan air bersih. Untuk membuat larutan molasis, 700 ml air ditambahkan 300 ml molasis kemudian diaduk-aduk sampai merata. Agen defaunasi yang akan dicampurkan juga disediakan dalam bentuk cair. Bahan sebanyak 50 gram diblender dengan dicampurkan air sebanyak 1 liter kemudian disaring. Hasil saringan tersebut ditambahkan pada larutan molasis sebanyak 20% dari volume larutan kemudian diaduk-aduk sampai merata.

Parameter yang diukur meliputi : (1) berat fesesbasah, (2) berat feses kering (DM), (3) kandungan nutrisi yang terbuang dalam feses, (4) persentase terhadap bobot badan akhir dan (5) persentase terhadap konsumsi pakanbasah.Pengukuran jumlah pakan yang diberi, pakan sisa, dan feses dilakukan dengan metode koleksi total (balance trial). Koleksi total dilaksanakan 1 kali selama masa percobaan yaitu di akhir pemeliharaan dengan mengambil waktu koleksi selama tujuh hari secara berturut-turut.Selama koleksi total, dilakukan pengambilan sampel sebanyak 10% dari total produksi harian. Sampel tersebut kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Setelah sampel kering selanjutnya dikumpulkan dan dikomposit kemudian diambil sub sampel berdasarkan perlakuan pada kelompoknya masing-masing sebanyak 200 gram untuk

dianalisis di laboratorium. Penentuan bahan kering (DM) dan nutrisi pada feses dilakukan berdasarkan metode Association of Official

Analitic Chemist (AOAC, 2005).Data yang

diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisis dengan analisis varians (sidik ragam) dengan tingkat kesalahan 1-5% dan apabila pengujian ragam menunjukkan perbedaan yang nyata, maka pengujian diantara rataan dua perlakuan dilakukan uji jarak berganda dari Duncan. Untuk data persentase potensi kuantitas feses dianalisa secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sapi Bali yang diberi perlakuan B memiliki rataan berat feses basah paling tinggi yakni sebesar 14.067 gram/ekor/hari (Tabel 2).Namun sebaliknya, sapi perlakuan B memiliki rataan berat feses kering terendah. Secara umum, semua perlakuan memiliki rataan berat feses basah maupun kering yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Dari keseluruhan perlakuan, diperoleh rataan feses sapi basah sebesar 13.721 gram/ ekor/hari dan feses kering sebesar 1.784 gram/ ekor/hari. Data ini lebih rendah dibandingkan dengan berat feses sapi hasil penelitian Adijaya dan Yasa (2012) yang memperoleh produksi rata-rata feses sapi basah sebesar 14,87 kg/ekor/hari. Kaharudin dan Mayang (2010) menyatakan seekor sapi penggemukan dengan peningkatan bobot 0,5 kg/hari dapat menghasilkan kotoran sebesar 12,5 kg.

Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum perlakuan

Ransum perlakuan Nutrien (%) A B C D Bahan kering 28,00 28,27 27,74 28,21 Bahan organik 88,56 89,24 87,49 87,48 Abu 11,44 10,76 12,51 12,52 Protein kasar 13,38 13,78 13,53 13,40 Lemak kasar 2,12 2,79 2,76 2,75 Serat kasar 20,53 17,59 18,62 18,46 Energi (K.cal/kg) 2.538 2.670 2.604 2.601 BETN 17,19 16,70 15,96 15,96 TDN 54,69 54,35 54,32 54,00

125 Jumlah nutrisi yang dikonsumsi tidak

semuanya tercerna dengan baik dimana sisanya terbuang melalui feses. Sapi yang memperoleh perlakuan A memiliki kandungan serat kasar tertinggi di dalam feses yakni sebesar 726,70 gram/ekor/hari sangat nyata lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan dengan perlakuan B. Sebaliknya, kandungan BETN dalam feses paling tinggi terdapat pada sapi yang memperoleh perlakuan B yang sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dibandingkan perlakuan A. Hal ini menunjukkan bahwa sapi yang diberikan larutan moladef memiliki kemampuan mencerna serat kasar yang lebih baik, sehingga jumlah SK yang terbuang melalui feses menjadi lebih sedikit. Selain itu juga disebabkan kandungan SK pada ransum sapi perlakuan A juga lebih tinggi.

Ternak ruminansia mampu mencerna dan memanfaatkan pakan berserat sebagai sumber energi dan nutrisi karena memiliki retikulo-rumen sebagai ekosistem tempat hidup mikroba anaerob yang terdiri atas bakteri, jamur dan protozoa (Durand dan Osa, 2014; Punia et al., 2015). Bakteri dan jamur lebih banyak berperan dalam membantu pencernaan pakan berupa serat kasar, sebaliknya protozoa berperan dalam mengontrol populasi bakteri. Pemberianfeed

additifmoladefyang terdiri atas molasis yang

mengandung agen defaunasi akan mengurangi populasi protozoa. Salah satu zat bioaktif yang berfungsi sebagai agen defaunasi adalah saponin yang dapat melisiskan sel-sel protozoa (Susanti dan Marhaeniyanto, 2014). Berku-rangnya populasi protozoa dapat meningkatkan populasi bakteri pada rumen (Goel et al., 2008 ; Santoso et al., 2007).

Secara umum konsumsi bahan kering pakan pada sapi yang memperoleh moladef lebih tinggi, dimana paling tinggi terdapat pada sapi yang diberi perlakuan B (Tabel 3).Tingginya konsumsi pakan pada perlakuan B disebabkan pemberian moladef mampu meningkatkan kecernaan pakan. Meningkatnya kecernaaan akan menyebabkan laju alir pakan dalam saluran pencernaan berikutnyameningkat, lambung menjadi cepat kosong sehingga konsumsi ransum meningkat (Mclay et al., 2003). Semakin tingginya konsumsi pakan juga akan mempengaruhi semakin banyaknya feses yang terbuang. Hal ini sejalan dengan paling tingginya produksi feses basah pada sapi perlakuan B, tetapi tidak sejalan dengan produksi feses kering.Dalam hal ini, tingginya berat feses basah sapi yang diberi perlakuan B disebabkan masih dipengaruhi oleh kadar air dalam feses yang lebih tinggi dibandingkan feses sapi yang diberi perlakuan lainnya. Hal ini dapat dibuktikan pada berat feses keringnya ternyata paling rendah diantara perlakuan lainnya.

Dari data pada tabel 3 diperoleh rataan persentase berat feses basah dan kering terhadap bobot badan tertinggi pada sapi yang memperoleh perlakuan D,masing-masing sebesar 4,19% dan 0,53% (Tabel 4). Rataan keseluruhan persentase berat feses basah sapi adalah 3,99% dari bobot badannya. Untuk keseluruhan rataan persentase berat kering feses sapi adalah 0,48% dari bobot badannya. Menurut Yunus (1987), sapi rata-rata memproduksi feses segar per hari sekitar 5,5% dari berat badannya.

Tabel 2. Produksi dan kandungan nutrisi feses sapi Bali yang diberi larutan molasis mengandung agen defaunasi Perlakuan

Parameter (g/ekor/hari) Nilai P

A B C D Produksi feses Berat basah 13.775 a 14.067 a 13.353 a 13.653 a 0.9675 Berat kering 1.764 a 1.737 a 1.817 a 1.818 a 0.9817 Kandungan nutrisi Bahan organik 1.316 a 1.289 a 1.319 a 1.339 a 0.9936 Protein kasar 130,17 a 138,50 a 134,19 a 131,83 a 0.9682 Lemak kasar 14,17 a 18,98 a 20,67 a 19,10 a 0.1902 Serat kasar 726,70 b 380,69 a 545,79 ab 538,05 ab 0.0038** Energi (K.kal/kg) 6.110 a 5.854 a 6.015 a 6.027 a 0.9907 BETN 331,33 a 630,37 b 493,80 ab 545,53 b 0.0015** TDN 521,300a 597,23 a 631,38 a 668,09 a 0.3381

Keterangan : Notasi yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01)

Pengaruh Pemberian Larutan Molasis yang Mengandung Beberapa Jenis Agen Defaunasi (Moladef) terhadap Produksi ... | AAN Badung Sarmuda Dinata, dkk.

Persentase feses basah sapi terhadap konsumsi pakan basah tertinggi terdapat pada sapi yang memperoleh perlakuan B.Namun, apabila dilihat dari persentase berat feses keringnya sapi yang memperoleh perlakuan B paling rendah.Untuk rataan keseluruhan diperoleh persentase feses basah dan kering masing-masing 40,33% dan 5,23% dari konsumsi pakan basah. Data ini selanjutnya bisa dijadikan acuan untuk memprediksi produksi feses ternak berdasarkan atas bobot badan maupun pakan segar yang diberikan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pemberian larutan molasis yang mengandung berbagai jenis agen defaunasi tidak berpengaruh terhadap produksi feses basah maupun kering, tetapi hanya berpengaruh pada kandungan SK dan BETN.Di masa mendatang, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui produksi dan kandungan hara dalam limbah urin sapi Bali yang diberi larutan molasis yang mengandung berbagai jenis agen defaunasi.

KONTRIBUSI PENULIS

Penulis 1 merupakan kontributor utama dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan artikel ilmiah ini.Penulis 2 dan 3 merupakan kontributor anggota yang membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan artikel ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

Adijaya, N dan Yasa, I. M. R. 2012. Hubungan konsumsi pakan dengan potensi limbah pada sapi bali untuk pupuk organik padat dan cair, Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Mendukung Empat Sukses Kementerian Pertanian Di Provinsi Bengkulu. Bengkulu 15 Desember 2012,hlm 169-174.

Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 2005. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical Chemists. 17 th ed. AOAC,Washington, D.C.

Arora, S. P. 1995. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Cetakan Kedua. Gajah Mada University Press,Yogyakarta.

Tabel 3. Bobot badan dan konsumsi sapi Bali yang diberi larutan molasis mengandung agen defaunasi Perlakuan

Parameter (kg)

A B C D

Bobot badan akhir 382,30±31,13 406,70±40,00 389,70±44,41 383,50±58,35

Konsumsi berat basah 34,24±2,28 34,36±5,60 34,99±6,10 34,06±4,43

Konsumsi bahan kering 9,59±0,64 9,71±1,58 9,70±1,69 9,61±1,25

Tabel 4. Persentase kuantitas feses sapi Bali yang diberi larutan molasis mengandung agen defaunasi terhadap bobot badan dan konsumsi pakan basah

Perlakuan Peubah (%)

A B C D

Persentase terhadap bobot badan

Berat Basah 3,98±0,92 3,90±0,37 3,87±0,42 4,19±1,31

Berat Kering (DM) 0,47±0,14 0,43±0,08 0,48±0,11 0,53±0,20

Persentase terhadap konsumsi pakan basah

Berat Basah 40,77±10,68 41,52±4,99 38,68±7,41 40,34±7,94

127 Budiari, N. L. G., Adijaya, I. N dan Kertawirawan,

I. P. 2019. Daya dukung limbah ternak sapi pada siklus intergrasi tanaman ternak di lokasi model pertanian bioindustri desa antapan kecamatan baturiti, kabupaten tabanan bali, Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0. Semarang, 9 Oktober 2019, hlm 142-149.

Durand, F. C and Ossa, F. 2014. The Rumen Microbiome : Composition, Abundance, Diversity, and New Investigative Tools. The Profesional Animal Scientist, 30.

Diwyanto, K, D. Sitompul, I, Manti, I. W Mathius, Soentoro. 2003. Pengkajian pengembangan usaha sistem integrasi kelapa sawit-sapi, Prosiding Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu, 9-10 September 2003, hlm 11-22.

Goel, G., H. P. S. Makkar and K. Becker. 2008. Changes in microbial community structure, methanogenesis and rumen fermentation in response to saponin-rich fractions from different plant materials. Journal ApplycationMicrobiology.105 hlm.770-777. Irvan., Asnawi, A dan Rohani, S. 2015. Kontribusi

pendapatan usaha pupuk organik terhadap total pendapatan kelompok pada sistem integrasi padi–ternak sapi potong. JIIP.2 (1) hlm.25-41.

Kaharudin dan Mayang, F.S. 2010.Petunjuk Praktis Manajemen Umum Limbah Ternak Untuk Kompos Dan Biogas. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat, Mataram.

Kurihara, Y., Takechi, T and Shibata, F. 1978. Relationship between bacteria and ciliate protozoa in the rumen of sheep fed on purified diet. J. Agric. Sci, 90 hlm.373-381. Mclay, P. S., A. E. Pereka., M. R. Weisbjerg., T.

Hvelplund and J. Madsen. 2003. Digestion and passage kinetics in fiber in mature dairy heifers maintained on poor quality hay as affected by the source and level of nitrogen supplementation. Animal Feed Science Technology.109 hlm.19-33.

Musnamar, E.I. 2003. Pupuk Organik Padat, Pembuatan dan Aplikasi. Cetakan Pertama. Penebar Swadaya, Jakarta.

Punia, A. K., Singh, R., and Kamra, D. N. 2015.Rumen Microbiology:From Evolution to Revolution. Springer, India.

Santoso, B., A. Kilmaskossu and P. Sambodo. 2007. Effects of saponin from biophytum

petersianum klotzsch on ruminal

fermentation, microbial protein synthesis and nitrogen utilization in goats. Animal FeedScience Technology.137 hlm.58-68. Sudaratmadja, I.G.A.K., N. Suyasa dan I.G.K.D.

Arsana. 2004. Subak dalam perspektif sistem integrasi padi-ternak di bali. Pros. Lokakarya Sistem dan Kelembagaan Usahatani TanamanTernak. Badan Litbang Pertanian. Jakarta, hlm 1-12.

Susanti, S dan Marhaeniyanto, E. 2014.Kadar saponin daun tanaman yang berpotensi menekan gas metana secara in-vitro.Buana

Sains. 14 (1) hlm.29-38.

Yunus M. 1987. Teknik Membuat dan Memanfaatkan Unit Bio-Gas. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Pengaruh Pemberian Larutan Molasis yang Mengandung Beberapa Jenis Agen Defaunasi (Moladef) terhadap Produksi ... | AAN Badung Sarmuda Dinata, dkk.