BAB V. TEMUAN DAN ANALISIS DATA
5.2. Pengaruh Pemberlakuan Syari’at Islam
5.2.1.1. Tanggapan Responden Tentang Mengetahui Adanya Penerapan Syari’at Islam
Tabel 18
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Mengetahui Adanya Penerapan Syari’at Islam di Aceh
No. Mengetahui Adanya Syari’at
Islam
Frekuensi (F) Persentase (%)
1. Ya 70 100
2. Tidak - -
Jumlah 70 100
Sumber: Data kuesioner (2011)
Data yang diperoleh dari tabel 18 menunjukkan bahwa seluruh responden yaitu sebanyak 70 orang (100 %) mengetahui Syari’at Islam telah diterapkan di Aceh. Hal ini mengindikasikan bahwa seluruh responden pernah mendengar ataupun mendapat sosialisasi mengenai penerapan Syari’at Islam, mengingat Syari’at Islam secara formal telah diterapkan di Aceh sejak tahun 2000. Oleh karena itu diharapkan responden dapat mengetahui apa-apa saja peraturan yang ditetapkan berkaitan dengan Syari’at Islam serta mematuhi dan mengamalkan Syari’at Islam dalam kehidupan sehari-hari.
5.2.1.2. Tanggapan Responden Terhadap Peran Agen Sosialisasi Dalam Penerapan Syari’at Islam
Tabel 19
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Siapa Saja Agen Sosialisasi Dalam Penerapan Syari’at Islam.
No. Agen Sosialisasi Syari’at Islam Frekuensi (F) Persentase (%)
1. Tokoh agama 9 12,86
2. Wilayatul hisbah (WH) 4 5,72
3. Orang tua/guru 46 65,71
4. Teman-teman 11 15,71
Jumlah 70 100
Sumber: Data kuesioner (2011)
Dari data di tabel 19 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mendapat sosialisasi penerapan Syari’at Islam dari orang tua/guru yaitu berjumlah 46 orang (65,71%). Sedangkan responden yang mendapat sosialisasi dari Wilayatul Hisbah/WH hanya berjumlah 4 orang (5,72%).
Ini menunjukkan bahwa agen sosialisasi yang paling berpengaruh pada penerapan Syari’at Islam bagi responden adalah orang tua dan guru, karena orang tua lebih leluasa berkomunikasi dengan anaknya dirumah sedangkan komunikasi responden dengan guru terjadi disekolah saat pelajaran berlangsung. Selain itu karena adanya peraturan Syari’at Islam maka seluruh siswi sekolah di Aceh dari TK hingga SLTA wajib mengenakan jilbab dilingkungan sekolah, dan laki-laki dilarang mengenakan celana pendek. Hal ini merupakan salah satu cara untuk memperkenalkan Syari’at Islam sejak dini kepada anak. Selain itu Syari’at Islam juga diperkenalkan melalui pelajaran muatan lokal disekolah yang biasanya diisi dengan belajar fiqih, akhlak, dan sebagainya.
5.2.1.3. Tanggapan Responden Terhadap Cara Sosialisasi Penerapan Syari’at Islam
Tabel 20
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Cara Sosialisasi Penerapan Syari’at Islam
No. Cara Sosialisasi Penerapan Syari’at Islam
Frekuensi (F)
Persentase (%) 1. Melalui selebaran, papan
reklame/pamflet di jalan
3 4,29
2. Melalui berita di surat kabar dan televisi
14 20
3. Melalui ceramah di masjid/surau 9 12,86
4. Melalui pelajaran disekolah 21 30
5. Melalui pembicaraan dengan orang
tua dirumah
23 32,85
Jumlah 70 100
Sumber: Data kuesioner (2011)
Berdasarkan data pada tabel 20 diatas, menunjukkan bahwa responden yang menjawab mengetahui Syari’at Islam melalui pembicaraan dengan orang tua dirumah berjumlah 23 orang (32,85 %), responden yang mengetahui Syari’at Islam melalui pelajaran disekolah berjumlah 21 orang (30 %), dan responden yang mengetahui Syari’at Islam melalui selebaran, papan reklame/pamflet berjumlah 3 orang (4,29 %).
Cara yang paling efektif untuk menginformasikan/sosialisasi Syari’at Islam pada remaja ternyata adalah melalui orang tua, sehingga sosialisasi lebih baik diberikan kepada orangtua terlebih dahulu kemudian baru diteruskan pada anak-anaknya. Sosialisasi melalui sekolah juga cukup efektif, mengingat sekolah adalah tempat dimana anak belajar berbagai macam hal. Selain itu disekolah juga tersedia guru yang bisa menjelaskan jika murid tidak paham mengenai Syari’at Islam.
5.2.1.4. Tanggapan Responden Tentang Setuju Adanya Penerapan Syari’at Islam
Tabel 21
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Setuju Adanya Penerapan Syari’at Islam
No. Syari’at Islam Diterapkan Frekuensi (F) Persentase (%)
1. Sangat setuju 24 34,29
2. Setuju 40 57,14
3. Kurang setuju 4 5,71
4. Tidak setuju 2 2,86
5. Sangat tidak setuju - -
Jumlah 70 100
Sumber: Data kuesioner (2011)
Berdasarkan data pada tabel 21 dapat dilihat bahwa responden yang setuju dengan penerapan Syari’at Islam berjumlah 40 orang (57,14%), sangat setuju berjumlah 24 orang (34,29%), kurang setuju berjumlah 4 orang (5,71%), dan responden yang tidak setuju dengan penerapan Syari’at Islam berjumlah 2 orang (2,86%).
Mayoritas remaja di Gampong Geudubang Jawa (91,43%) setuju dengan penerapan Syari’at Islam. Alasannya adalah karena para remaja beranggapan Syari’at Islam penting bagi masyarakat, dan dengan diterapkannya Syari’at Islam maka mereka berharap tidak ada lagi penyakit masyarakat seperti mesum, perjudian dan mabuk-mabukan. Mereka juga berharap tingkat kejahatan berkurang dengan diterapkannya Syari’at Islam.
5.2.1.5. Tanggapan Responden Tentang Sejak Kapan Syari’at Islam Diterapkan Tabel 22
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Sejak Kapan Syari’at Islam Diterapkan
No. Syari’at Islam
Diterapkan Frekuensi (F) Persentase (%) 1. Tahun 1999 12 17,14 2. Tahun 2000 19 27,14 3. Tahun 2001 8 11,43 4. Tahun 2002 31 44,29 Jumlah 70 100
Sumber: Data kuesioner (2011)
Data dari tabel 22 menunjukkan pengetahuan responden tentang sejak kapan Syari’at Islam diberlakukan di Aceh. Sebagian besar responden menjawab Syari’at Islam diterapkan sejak tahun 2002 yaitu berjumlah 31 orang (44,29%), kemudian responden yang menjawab Syari’at Islam diterapkan sejak tahun 2000 berjumlah 19 orang (27,14%), responden yang menjawab Syari’at Islam diterapkan sejak tahun 1999 berjumlah 12 orang (17,14%), dan responden yang menjawab Syari’at Islam diterapkan sejak tahun 2001 berjumlah 8 orang (11,43%).
Syari’at Islam diterapkan secara formal di Nanggroe Aceh Darussalam sejak tahun 2000. Namun berdasarkan data diatas responden yang benar-benar tahu kapan Syari’at Islam diterapkan hanya 19 orang (27,14%), sedangkan sisanya sebanyak 51 orang (72,86%) tidak tahu atau hanya menebak-nebak kapan pastinya Syari’at Islam diterapkan di Aceh.
5.2.1.6. Tanggapan Responden Tentang Pengertian Syari’at Islam Tabel 23
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Pengertian Syari’at Islam
No. Pengertian Syari’at Islam Frekuensi (F) Persentase (%)
1. Aturan khusus dari pemerintah yang harus ditaati dan
dituangkan dalam bentuk Perda
5 7,14
2. Aturan yang bersumber dari
Allah dimana kebenarannya bersifat mutlak
49 70
3. Kumpulan
peraturan-peraturan/hukum-hukum yang dituangkan dalam bentuk Undang-undang
16 22,86
Jumlah 70 100
Sumber: Data kuesioner (2011)
Dari tabel 23 diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab pengertian Syari’at Islam adalah aturan yang bersumber dari Allah dimana kebenarannya bersifat mutlak, yaitu berjumlah 49 orang (70%). Selebihmya responden yang menjawab Syari’at Islam adalah kumpulan peraturan-peraturan/hukum-hukum yang dituangkan dalam bentuk Undang-undang berjumlah 16 orang (22,86%), dan responden yang menjawab Syari’at Islam adalah aturan khusus yang harus ditaati dan dituangkan dalam bentuk Perda berjumlah 5 orang (7,14%).
Yang dimaksud dengan Syari’at Islam adalah aturan yang bersumber dari Allah dimana kebenarannya bersifat mutlak. Sebagian besar responden telah memahami apa yang dimaksud dengan Syari’at Islam dan diharapkan mereka mampu menjalankan dan mengamalkan Syari’at Islam dalam kehidupan mereka.
5.2.1.7. Tanggapan Responden Tentang Jumlah Qanun (Perda) yang Diterapkan Kepada Masyarakat Berdasarkan Perda No.5 Tahun 2000
Tabel 24
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Jumlah Qanun (Perda) yang Diterapkan Kepada Masyarakat Berdasarkan Perda No.5 Tahun 2000
No. Jumlah Qanun (Perda) Frekuensi (F) Persentase (%)
1. Dua 1 1,43
2. Tiga 6 8,57
3. Empat 26 37,14
4. Lima 37 52,86
Jumlah 70 100
Sumber: Data kuesioner (2011)
Data dari tabel 24 menunjukkan tentang jumlah Qanun (Perda) yang diterapkan pada masyarakat sehubungan dengan Perda No. 5. Tahun 2000. Sebagian besar responden mengatakan Qanun (Perda) yang diterapkan pada masyarakat ada lima yakni berjumlah 37 orang (52,86%). Dan sebanyak 1 orang (1,43%) menjawab ada dua buah Qanun yang diterapkan kepada masyarakat.
Berdasarkan Perda No.5 tahun 2000 Qanun (perda) yang diterapkan pada masyarakat berjumlah empat buah, yaitu Qanun No. 11 tahun 2002, Qanun No.12 tahun 2003, Qanun No. 13. Tahun 2003 dan terakhir Qanun No. 14 tahun 2003. Berdasarkan data diatas hanya 37,14% responden yang mengetahui secara pasti jumlah Qanun yang diterapkan sehubungan dengan Perda No.5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam. Selebihnya sebagian besar responden yakni sebanyak 52,86 % menganggap ada lima buah Qanun yang diterapkan.
5.2.1.8. Tanggapan Responden Tentang Remaja yang Melakukan Pelanggaran Syari’at Islam
Tabel 25
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Remaja yang Melanggar Syari’at Islam
No. Remaja yang Melanggar
Syari’at Islam Frekuensi (F) Persentase (%) 1. Ada 62 88,57 2. Kadang-kadang 8 11,43 3. Ragu-ragu - - 4. Tidak ada - - Jumlah 70 100
Sumber: Data kuesioner (2011)
Data dari tabel 25 diatas memberikan gambaran bahwa hampir seluruh responden menjawab ada remaja yang melanggar Syari’at Islam, yakni berjumlah 62 orang (88,57%). Selebihnya responden yang menjawab kadang-kadang remaja melakukan pelanggaran Syari’at Islam berjumlah 8 orang (11,43%). Secara keseluruhan tidak ada responden yang mengatakan tidak terjadi pelanggaran Syari’at Islam oleh remaja.
Data ini mengindikasikan bahwa meskipun Syari’at Islam telah diterapkan dan wajib dipatuhi dan dijalankan, namun ada saja remaja yang melanggar aturan tersebut. Terbukti dari 70 responden, 62 orang menjawab secara pasti kalau masih ada remaja yang melanggar Syari’at Islam. Adapun pelanggaran yang paling sering terjadi menurut responden adalah pelanggaran pakaian muslim yang dilakukan oleh kaum hawa baik remaja maupun orang dewasa dan perjudian (Maisir).
5.2.1.9. Tanggapan Responden Tentang Remaja yang Dihukum Karena Melakukan Pelanggaran Syari’at Islam
Tabel 26
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Remaja yang Dihukum Karena Melakukan Pelanggaran Syari’at Islam
No. Remaja Dihukum Karena Melakukan
Pelanggaran Syari’at Islam
Frekuensi (F) Persentase (%) 1. Ada 42 60 2. Kadang-kadang 13 18,57 3. Ragu-ragu 5 7,14 4. Tidak ada 10 14,29 Jumlah 70 100
Sumber: Data kuesioner (2011)
Berdasarkan data dari tabel 26 diatas, diketahui bahwa mayoritas responden mengatakan ada remaja yang dihukum karena melakukan pelanggaran Syari’at Islam yaitu berjumlah 42 orang (60%). Responden yang menjawab ragu-ragu berjumlah 5 orang (7,14%) dan responden yang menjawab tidak ada responden yang dihukum karena melanggar Syari’at Islam berjumlah 10 orang (14,29%).
Remaja di Gampong Geudubang Jawa mengatakan jenis hukuman yang sering dijatuhkan bagi remaja yang melanggar Syari’at Islam adalah awalnya berupa nasihat. Jika jenis pelanggaran yang dilakukan berat, maka akan dibawa ke kantor keuchik/kepala desa untuk ditindaklanjuti. Pemberian hukuman terhadap pelanggaran busana muslim, tidak shalat jumat, atau tindakan mesum biasanya dilakukan oleh pihak Dinas Syari’at Islam atau yang lebih dikenal dengan sebutan Wilyatul Hisbah (WH).
5.2.1.10. Tanggapan Responden Tentang Razia yang Dilakukan oleh Wilayatul Hisbah
Tabel 27
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Razia yang Dilakukan oleh Wilayatul Hisbah
No. Razia yang Dilakukan oleh
Wilayatul Hisbah Frekuensi (F) Persentase (%) 1. Sangat sering - - 2. Sering 5 7,14 3. Kadang-kadang 54 77,14 4. Tidak pernah 11 15,72 Jumlah 70 100
Sumber: Data kuesioner (2011)
Dari tabel 27 diatas, dapat dilihat bahwa responden paling banyak menjawab razia yang dilakukan oleh Wilayatul Hisbah hanya kadang-kadang dilakukan, yaitu berjumlah 54 orang (77,14 %), responden yang menjawab razia sering dilakukan oleh Wilayatul Hisbah berjumlah 5 orang (7,14 %), sedangkan yang menjawab razia tidak pernah dilakukan oleh Wilayatul Hisbah berjumlah 11 orang (15,72 %).
Dari data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengawasan/razia yang dilakukan oleh pihak Wilayatul Hisbah hanya dilakukan sesekali sehingga hal tersebut bisa berdampak kurang baik bagi tegaknya Syari’at Islam di Aceh. Karena masyarakat akan cenderung imun jika mereka merasa bebas untuk melanggar aturan syari’at karena tidak takut dengan razia atau sanksi yang akan mereka terima.
5.2.1.11. Tanggapan Responden Tentang Jenis Pelanggaran yang Sering Dirazia Oleh Wilayatul Hisbah
Tabel 28
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Jenis Pelanggaran yang Sering Dirazia Oleh Wilayatul Hisbah
No. Jenis Pelanggaran yang Sering
Dirazia Oleh Wilayatul Hisbah
Frekuensi (F) Persentase (%)
1. Pelanggaran busana muslim 43 61,43
2. Tidak melaksanakan shalat jumat - -
3. Perbuatan mesum (khalwat) 18 25,71
4. Perjudian (maisir) 9 12,86
5. Minuman keras (khamar) - -
Jumlah 70 100
Sumber: Data kuesioner (2011)
Berdasarkan data dari tabel 28, maka terlihat bahwa responden paling banyak mengatakan jenis pelanggaran yang paling sering dirazia oleh Wilayatul Hisbah adalah pelanggaran busana muslim, yakni berjumlah 43 orang (61,43%), kemudian responden yang mengatakan perbuatan mesum adalah jenis pelanggaran yang paling sering dirazia oleh Wilayatul Hisbah berjumlah 18 orang (25,71%) dan responden yang mengatakan perjudian adalah pelanggaran Syari’at Islam yang paling sering dirazia oleh Wilayatul Hisbah berjumlah 9 orang (12,86%).
Data tersebut memperlihatkan bahwa pihak Wilayatul Hisbah kurang total dalam melakukan pengawasan terhadap terjadinya pelanggaran Syari’at Islam. Seharusnya razia/pengawasan yang dilakukan tidak hanya terfokus pada satu aspek, melainkan seimbang antara satu aspek dengan yang lain sehingga Syari’at Islam dapat diterapkan secara kaffah (sempurna).
5.2.1.12. Tanggapan Responden Tentang Efektifitas Razia yang Dilakukan Wilayatul Hisbah dalam Menegakkan Syari’at Islam secara Menyeluruh
Tabel 29
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Efektifitas Razia yang Dilakukan Wilayatul Hisbah dalam Menegakkan Syari’at Islam secara Menyeluruh
No. Efektifitas Razia yang Dilakukan
Wilayatul Hisbah dalam Menegakkan Syari’at Islam secara Menyeluruh
Frekuensi (F) Persentase (%) 1. Sangat efektif 7 10 2. Efektif 12 17,14 3. Kurang efektif 33 47,14 4. Tidak efektif 16 22,86
5. Sangat tidak efektif 2 2,86
Jumlah 70 100
Sumber: Data kuesioner (2011)
Dari tabel 29 menunjukkan mayoritas responden beranggapan razia yang dilakukan oleh Wilayatul Hisbah kurang efektif dalam menegakkan Syari’at Islam secara menyeluruh, yaitu berjumlah 33 orang (47,14%). Sementara itu responden yang merasa razia yang dilakukan WH sangat tidak efektif berjumlah 2 orang (2,86%).
Data tersebut mengungkapkan bahwa masih banyak responden yang skeptis terhadap efektifitas dan fungsionalnya razia yang dilakukan oleh pihak Wilayatul Hisbah. Hal ini disebabkan oleh masih banyaknya pelanggaran yang tidak terdeteksi atau kurangnya intensitas pengawasan yang dilakukan sehingga banyak responden yang merasa tidak puas atas kinerja Wilayatul Hisbah sebagai badan penegak Syari’at Islam.
5.2.1.13. Tanggapan Responden Tentang Pembentukan WH Menjadikan Penerapan Syari’at Islam Terlaksana dengan Baik.
Tabel 30
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Pembentukan WH Menjadikan Penerapan Syari’at Islam Terlaksana dengan Baik.
No. Pembentukan WH Menjadikan
Penerapan Syari’at Islam Terlaksana dengan Baik. Frekuensi (F) Persentase (%) 1. Sangat setuju 6 8,57 2. Setuju 6 8,57 3. Kurang setuju 20 28,57 4. Tidak setuju 35 50
5. Sangat tidak setuju 3 4,29
Jumlah 70 100
Sumber: Data kuesioner (2011)
Data dari tabel 30 menunjukkan bahwa responden yang merasa tidak setuju pada anggapan tentang pembentukan WH menjadikan penerapan Syari’at Islam terlaksana dengan baik berjumlah 35 orang (50%), dan responden yang merasa sangat tidak setuju berjumlah 3 orang (4,29%). Total persentase responden yang setuju dan sangat setuju ialah 17,15%.
Sebagian dari remaja di Gampong Geudubang Jawa beranggapan bahwa pembentukan Wilayatul Hisbah belum mampu menjadikan penerapan Syari’at Islam terlaksana dengan baik. Adapun alasan yang dikemukakan adalah mereka merasa orang-orang Wilayatul Hisbah sendiri masih perlu menata akhlaknya, karena pernah ada oknum WH yang terbukti melakukan tindak asusila kepada seorang remaja yang merupakan mahasiswi salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Langsa. Pemberitaan di surat kabar “Serambi” edisi Selasa, 8 Maret 2011 juga
mengungkapkan pihak WH dianggap “tidak pernah bergerak dan hanya diam ditempat” menyikapi pelanggar Syari’at Islam. Hal ini menyebabkan rasa percaya masyarakat berkurang terhadap lembaga Wilayatul Hisbah.
5.2.2. Pelanggaran Syari’at Islam Setelah Penerapan Syari’at Islam
5.2.2.1. Tanggapan Responden Terhadap Pelanggaran Busana Islami Setelah Diterapkan Syari’at Islam
Tabel 31
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pelanggaran Busana Islami Setelah Diterapkan Syari’at Islam
No. Pelanggaran Busana Islami Setelah
Diterapkan Syari’at Islam
Frekuensi (F) Persentase (%) 1. Sangat Sering 5 7,14 2. Sering 28 40 3. Kadang-kadang 31 44,29 4. Tidak Pernah 6 8,57 Jumlah 70 100
Sumber: Data kuesioner (2011)
Dari tabel 31 dapat dilihat bahwa sehubungan dengan pelanggaran busana Islami setelah diterapkan Syari’at Islam, maka sebanyak 31 responden (44,29%) mengatakan kadang-kadang, dan selebihnya sebanyak 5 responden (7,14%) mengatakan sangat sering.
Mayoritas responden mengatakan pelanggaran busana Islam masih terjadi. Kebanyakan pelanggaran dilakukan oleh remaja perempuan yang keluar rumah tidak mengenakan jilbab. Dan masih sering terlihat remaja perempuan yang bepergian mengenakan jeans ketat, pakaian lengan pendek, bahkan celana pendek. Padahal
mereka ini bukan hanya sekedar duduk didepan rumah melainkan JJS (Jalan-jalan sore) bersama teman, bahkan sering diantaranya terlihat berjalan dengan teman lelaki.
Alasan yang paling banyak dikemukakan oleh responden adalah karena sebagian dari remaja perempuan merasa pakaian mereka tidak melanggar Syari’at dan masalah berpakaian bukan suatu hal yang patut diributkan. Selama itu sopan dan tidak terbuka, menurut mereka sah-sah saja walaupun tidak mengenakan jilbab. Ada pula yang beralasan mereka telah seharian mengenakan jilbab disekolah, sehingga ingin “mengistirahatkan” kepala agar tidak panas karena selalu tertutup.
5.2.2.2. Tanggapan Responden Terhadap Pelanggaran Khalwat (Mesum) yang Dilakukan RemajaSetelah Diterapkan Syari’at Islam
Tabel 32
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pelanggaran Khalwat (mesum) Setelah Diterapkan Syari’at Islam
No. Pelanggaran Khalwat (Mesum) Setelah Diterapkan Syari’at Islam
Frekuensi (F) Persentase (%) 1. Sangat Sering - - 2. Sering 2 2,86 3. Kadang-kadang 19 27,14 4. Tidak Pernah 49 70 Jumlah 70 100
Sumber: Data kuesioner (2011)
Data dari tabel 32 menunjukkan seberapa sering remaja melakukan pelanggaran khalwat setelah pemberlakuan Syari’at Islam. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 49 orang (70%) mengatakan tidak pernah ada remaja yang melakukan pelanggaran khalwat. Kemudian sebanyak 19 responden (27,14%) mengatakan kadang-kadang, dan hanya 2 responden (2,86%) yang mengatakan sering.
Syari’at Islam berfungsi sebagai kontrol sosial bagi masyarakat dan diharapkan mampu mencegah pergaulan bebas dikalangan remaja. Berdasarkan data yang diperoleh melalui tabel 32 diatas, remaja di Gampong Geudubang Jawa masih memiliki kendali diri yang kuat dan mampu menerapkan nilai-nilai Syari’at Islam dalam berhubungan dengan lawan jenis. Kalaupun masih ada remaja yang melakukan Khalwat, hal itu jarang terjadi dan jarang dipergoki oleh masyarakat karena biasanya remaja yang melakukannya mencari tempat yang sepi dan jauh dari jangkauan orang banyak. Selain itu, remaja juga tidak siap menerima sanksi masyarakat disamping rasa malu dan takut pada amarah orang tua. Lagipula di Gampong Geudubang Jawa tidak ada tempat atau lapak yang bisa dimanfaatkan sebagai tempat mesum oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
5.2.2.3. Tanggapan Responden Terhadap Pelanggaran Maisir (Perjudian) yang Dilakukan Remaja Setelah Diterapkan Syari’at Islam
Tabel 33
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pelanggaran Maisir (Perjudian) Setelah Diterapkan Syari’at Islam
No. Pelanggaran Maisir (Perjudian) Setelah
Diterapkan Syari’at Islam
Frekuensi (F) Persentase (%) 1. Sangat Sering - - 2. Sering 25 35,71 3. Kadang-kadang 29 41,43 4. Tidak Pernah 16 22,86 Jumlah 70 100
Sumber: Data kuesioner (2011)
Berdasarkan data pada tabel 33 menunjukkan perbuatan judi (Maisir) dalam segala bentuk, baik taruhan, judi kartu, maupun judi bola yang dilakukan remaja pasca penerapan Syari’at Islam. Responden yang mengatakan sering sebanyak 25
orang (35,71%), responden yang mengatakan kadang-kadang berjumlah 29 orang (41,43%), dan responden yang mengatakan tidak pernah sebanyak 16 orang (22,86%).
Dari hasil data ini dapat dilihat bahwa perjudian rentan dilakukan oleh remaja. Sebagian remaja mengemukakan beberapa alasan, diantaranya adalah karena judi yang mereka lakukan sifatnya kecil-kecilan dan nominalnya kecil, bukan jenis perjudian yang besar dan tidak perlu dikhawatirkan karena mereka berjudi hanya untuk seru-seruan, bersenang-senang, dan memberi semangat lebih saat menonton bola atau bermain Point Blank, yakni sejenis permainan Game Online di Internet. Mereka mengatakan judi yang mereka lakukan sifatnya pribadi dan tidak melanggar Syari’at Islam karena mereka tidak mengganggu masyarakat dengan perbuatan tersebut.
5.2.2.4. Tanggapan Responden Terhadap Pelanggaran Khamar (Minuman Keras/Sesuatu yang Memabukkan) yang Dilakukan Remaja Setelah Diterapkan Syari’at Islam
Tabel 34
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pelanggaran Minuman Keras/sesuatu yang Memabukkan (Khamar) Setelah Diterapkan Syari’at Islam
No. Pelanggaran Minuman Keras/Sesuatu
yang Memabukkan (Khamar) Setelah Diterapkan Syari’at Islam
Frekuensi (F) Persentase (%) 1. Sangat Sering - - 2. Sering - - 3. Kadang-kadang 17 24,29 4. Tidak Pernah 53 75,71 Jumlah 70 100
Data dari tabel 34 menunjukkan seberapa sering responden melihat ataupun melakukan pelanggaran Syari’at Islam yang berupa meminum khamar/minuman keras. Sebanyak 53 responden (75,71%) mengatakan tidak pernah mengetahui remaja yang mengkonsumsi minuman yang diharamkan dan memabukkan tersebut. Sedangkan responden yang mengatakan kadang-kadang berjumlah 17 orang (24,29%).
Dari hasil data ini dapat dilihat bahwa remaja di Gampong Geudubang Jawa termasuk remaja yang tidak suka mabuk-mabukan seperti halnya remaja di kota besar. Mereka mengatakan tidak pernah melihat ataupun merasakan langsung minuman keras karena selain haram, mereka juga tidak mau mencobanya. Selain itu minuman keras juga sulit ditemukan secara bebas di pasaran. Kalaupun ada yang menjual biasanya secara sembunyi-sembunyi karena takut dirazia dan diamuk massa. Namun ada sebagian kecil remaja yang pernah melihat orang yang mabuk dan meminun khamar. Menurut mereka, orang yang terlihat meminum khamar tersebut biasanya perpenampilan seperti preman dan urakan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kontrol sosial masyarakat terhadap peredaran minuman keras sangat kuat karena sulitnya menemukan minuman memabukkan tersebut di Gampong Geudubang Jawa. Hal ini berarti pula bahwa remaja di Gampong Geudubang Jawa mampu menaati Syari’at dan mampu membedakan antara makanan/minuman yang halal dan haram.
5.2.2.5. Tanggapan Responden Terhadap Pelanggaran Shalat Jumat yang Dilakukan Remaja Setelah Diterapkan Syari’at Islam
Tabel 35
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pelanggaran Shalat Jum’at Setelah Diterapkan Syari’at Islam
No. Pelanggaran Shalat Jum’at Setelah
Diterapkan Syari’at Islam
Frekuensi (F) Persentase (%) 1. Sangat Sering - - 2. Sering - - 3. Kadang-kadang 2 2,86 4. Tidak Pernah 68 97,14 Jumlah 70 100
Sumber: Data kuesioner (2011)
Dari tabel 35 dapat dilihat bahwa hampir seratus persen responden mengatakan tidak pernah ada remaja laki-laki di Gampong Geudubang Jawa yang terlihat meninggalkan kewajiban shalat jumat. Responden yang berkata demikian mencapai 68 orang dari total 70 responden, yakni sebesar 97,14%. Sedangkan responden yang mengatakan kadang-kadang berjumlah 2 orang (2,86%).
Dari hasil data ini diperoleh gambaran bahwa remaja laki-laki di Gampong Geudubang Jawa selalu taat menjalankan kewajiban shalat jum’at. Mereka mengaku sudah jarang shalat berjamaah dimesjid, jadi untuk kewajiban yang hanya seminggu