Pengaruh Pemberlakuan Hukum Syariat Islam Terhadap
Gaya Hidup Remaja
(Di Gampong Geudubang Jawa Kecamatan Langsa Baro Kota Langsa)
SKRIPSI
Diajukan oleh :
ELICIA DWI HAFIDA 060901003
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :
Nama : Elicia Dwi Hafida
NIM : 060901003
Departemen : Sosiologi
Judul : Pengaruh Pemberlakuan Hukum Syari’at Islam
Terhadap Gaya Hidup Remaja
(Studi Di Gampong Geudubang Jawa Kecamatan Langsa Baro Kota Langsa)
Dosen Pembimbing Ketua Departemen Sosiologi
FISIP USU
(Dra, Rosmiani, M.A)
NIP.19600226199032002 NIP. 196603181989032001
(Dra. Lina Sudarwati, M.Si)
Dekan
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, berkat ridha dan kasih
sayang-Nya yang tak terhingga pada penulis, akhirnya skripsi yang berjudul “PENGARUH
PEMBERLAKUAN HUKUM SYARI’AT ISLAM TERHADAP GAYA HIDUP
REMAJA (Studi di Gampong Geudubang Jawa Kecamatan Langsa Baro Kota
Langsa)” dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat beriringkan salam penulis
sampaikan pada Rasulullah Muhammad SAW yang telah mengangkat derajat
manusia melalui ilmu pengetahuan yang beliau ajarkan. Dalam menyelesaikan skripsi
ini penulis banyak memperoleh pemahaman hidup berupa ketekunan, kesabaran,
disiplin, dan penyerahan diri seutuhnya pada Yang Maha Kuasa. Usaha dan
pengorbanan sangat berarti saat menyelesaikan tahap demi tahap skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini terdapat beberapa
kendala dan keterbatasan yang dialami penulis. Terimakasih yang tak terhingga
penulis haturkan atas semangat, dukungan dan bantuan dari sosok-sosok
mengagumkan di sekeliling penulis. Untuk itu, izinkan penulis dengan segala
kerendahan diri mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:
1. Keajaiban dan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada penulis melalui
ayahanda tercinta Drs. H. Suharto dan ibunda tercinta Hj. Dahniar, atas kasih
sayang dan cintanya yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata pada
penulis, memberikan perlindungan dan rasa aman, memberikan dorongan,
semangat, doa yang tak henti, kekuatan, dan pengorbanan yang tak ternilai
adikku Muhammad Andre Fachrozi, terimakasih karena telah menjadi sumber
mata air kebahagiaan bagiku serta mengisi hari-hariku dengan canda tawa dan
kekonyolan kalian.
2. Terimakasih setulus-tulusnya kepada buya Muhammad Ali, M.Ls dan ummy
Hj. Zubaidah, untuk kasih sayang, perhatian, pengorbanan, dukungan, dan doa
serta kesediaannya menerima penulis dengan tangan terbuka dirumah kalian.
Terimakasih untuk kehangatan keluarga yang kalian berikan dan maafkan jika
penulis sering merepotkan.
3. Untuk sahabat paling setia dan pendengar terbaik yang pernah kumiliki,
Muhammad Ziad Ananta... Terimakasih karena telah menawarkan hidup
seindah kelopak mawar setiap detiknya.
4. Jutaan terimakasih untuk kakak iparku, Nur Lisa Dewi, S.E yang telah banyak
memberikan pengorbanan waktu dan finansial karena sering mengajak
jalan-jalan, mentraktir “makanan pelipur lara” dan sesi curhat colongan setiap kali
penulis pulang kerumah. “Tak ada yang bisa menandingi ketulusan,
kecantikan, dan kebaikan hatimu”
5. Terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan FISIP
USU, Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku Ketua Departemen Sosiologi dan
teristimewa kepada Ibu Dra. Rosmiani, M.A, selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk membantu penulis dalam
penyelesaian skripsi, menyumbangkan pemikiran, memberikan saran, kritik
serta mengevaluasi hingga skripsi ini selesai dengan baik. Terimakasih pada
studi penulis selama ini. Terimakasih kepada seluruh staf pengajar di
Departemen Sosiologi USU yang turut membagikan ilmu kepada penulis,
semoga Allah membalas jasa kalian...
6. Untuk sahabat-sahabat terbaikku, Miranti, Wina, Ais, Vivi, dan Dilla, kalian
harta karun rahasiaku... juga untuk teman-temanku, Bjo, Uli, Echi, Jingga,
Winda, Angel, Elin, kak Rini, Imay, Novi, Indah, Uya, Maya, Adzan, Regar,
Ryan, Afwan, Dharma, Fadli, Eka, Asma, Rolas, Angga, Nidya, Esha, Uki,
Firman, Ucup, teman-teman satu tim di Bandar Klippa, dan semua anak Sos
06, terimakasih atas kebersamaan kalian.
7. Untuk seluruh keluarga besarku di Langsa, nenek, tante, om, para sepupu dan
keponakanku, terutama kak Ages, Buk Dar, dan Buk Eni, terimakasih karena
membuatku mengerti akan arti indahnya sebuah keluarga. Juga pada
orang-orang yang sudah seperti keluargaku di Perbaungan, Tebing, dan Siantar,
terutama Buk Dun, Buk Wa, Buk Esah, Buk Imeh, Buk Elon, Wak U, Ay,
Ezi, Kak Ida dan Bang Ijol.
8. Terimakasih kepada Keuchik dan Sekdes Gampong Geudubang Jawa, Bapak
Lis Putra dan Pak Is, yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh
data. Terimakasih kepada remaja di Gampong Geudubang Jawa yang telah
menjadi responden dan membantu penulis dalam melakukan penelitian.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini banyak terdapat kekurangan
karenanya, segala masukan yang membangun sangat penulis hargai. Akhir kata,
semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.
Medan, Maret 2011
Penulis,
karenanya, segala masukan yang membangun sangat penulis hargai. Akhir kata,
semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.
Medan, Maret 2011
Penulis,
DAFTAR ISI
1.5. Hipotesis Penelitian ... 8
1.6. Definisi Operasional ... 9
BAB II. KERANGKA TEORI ... 11
2.1. Pengertian Syari’at Islam ... 11
2.2. Fungsi Agama ... 15
2.3. Pengertian Remaja ... 16
2.4. Teori Gaya Hidup ... 17
2.5. Teori Struktural Fungsional ... 21
2.6. Sosialisasi ... 25
BAB III. METODE PENELITIAN ... 27
3.1. Jenis Penelitian ... 27
3.2. Lokasi Penelitian ... 27
3.3. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 28
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 31
3.5. Model Penelitian ... 32
3.6. Operasionalisasi Variabel ... 33
3.7. Teknik Analisis Data ... 34
3.8. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 35
BAB IV. DESKRIPSI LOKASI ... 36
4.1. Sejarah Terbentuknya Gampong Geudubang Jawa ... 36
4.2. Keadaan Geografis Gampong Geudubang Jawa ... 37
BAB V. TEMUAN DAN ANALISIS DATA ... 44
5.1. Identifikasi Responden ... 44
5.2. Pengaruh Pemberlakuan Syari’at Islam terhadap Gaya Hidup Remaja ... 50
5.2.1. Sosialisasi Syari’at Islam ... 50
5.2.2. Pelanggaran Syari’at Setelah Penerapan Syari’at Islam ... 63
5.2.3. Gaya Hidup Remaja ... 69
5.3. Tabel Silang ... 94
5.4. Koefisien Korelasi Product Moment ... 106
5.5. Interpretasi Koefisien Korelasi Product Moment ... 107
5.6. Pembahasan ... 108
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 115
6.1. Kesimpulan ... 115
6.2. Saran ... 117
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Distribusi populasi berdasarkan jenis kelamin dan jenjang pendidikan 28
Tabel 2 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin dan tingkat pendidikan ... 30
Tabel 3 Operasional Variabel ... 33
Tabel 4 Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin ... 38
Tabel 5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia ... 38
Tabel 6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 39
Tabel 7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 40
Tabel 8 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama ... 41
Tabel 9 Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis ... 42
Tabel 10 Sarana dan Prasarana Desa ... 42
Tabel 11 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin responden ... 44
Tabel 12 Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pendidikan respoden ... 45
Tabel 13 Distribusi frekuensi berdasarkan usia responden ... 46
Tabel 14 Distribusi frekuensi berdasarkan suku bangsa responden ... 46
Tabel 15 Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan orang tua responden ... 47
Tabel 16 Distribusi frekuensi berdasarkan pendapatan orang tua responden ... 48
Tabel 17 Distribusi frekuensi berdasarkan pemberian uang saku oleh orang tua responden ... 49
Tabel 18 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Mengetahui Adanya Penerapan Syari’at Islam di Aceh ... 50
Tabel 19 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Siapa Saja Agen Sosialisasi Dalam Penerapan Syari’at Islam ... 51
Tabel 20 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Cara Sosialisasi Penerapan Syari’at Islam ... 52
Tabel 21 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Setuju Adanya Penerapan Syari’at Islam ... 53
Tabel 22 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Sejak Kapan Syari’at Islam Diterapkan ... 54
Tabel 23 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Pengertian Syari’at Islam ... 55
Tabel 24 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Jumlah Qanun (Perda) yang Diterapkan Kepada Masyarakat Berdasarkan Perda No.5 Tahun 2000 ... 56
Tabel 25 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Remaja yang Melanggar Syari’at Islam ... 57
Tabel 27 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Razia
yang Dilakukan oleh Wilayatul Hisbah ... 59
Tabel 28 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Jenis Pelanggaran yang Sering Dirazia Oleh Wilayatul Hisbah ... 60
Tabel 29 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Efektifitas Razia yang Dilakukan Wilayatul Hisbah dalam Menegakkan Syari’at Islam secara Menyeluruh ... 61
Tabel 30 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Pembentukan WH Menjadikan Penerapan Syari’at Islam Terlaksana dengan Baik ... 62
Tabel 31 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pelanggaran Busana Islami Setelah Diterapkan Syari’at Islam ... 63
Tabel 32 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pelanggaran Khalwat (mesum) Setelah Diterapkan Syari’at Islam ... 64
Tabel 33 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pelanggaran Maisir (Perjudian) Setelah Diterapkan Syari’at Islam ... 65
Tabel 34 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pelanggaran Minuman Keras/sesuatu yang Memabukkan (Khamar) Setelah Diterapkan Syari’at Islam ... 66
Tabel 35 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pelanggaran Shalat Jum’at Setelah Diterapkan Syari’at Islam ... 68
Tabel 36 Distribusi Frekuensi Memperhatikan Penampilan ... 69
Tabel 37 Distribusi Frekuensi Kewajiban Mengikuti Trend yang Berkembang ... 70
Tabel 38 Distribusi Frekuensi Memperoleh Informasi Trend Dikalangan Remaja 71 Tabel 39 Distribusi Frekuensi Model Pakaian yang Modis dan Trendy ... 72
Tabel 40 Distribusi Frekuensi Cara Mengenakan Jilbab ... 74
Tabel 41 Distribusi Frekuensi Penampilan Modis dan Trendy bagi Laki-laki ... 75
Tabel 42 Distribusi Frekuensi Inspirasi dalam Berpenampilan ... 76
Tabel 43 Distribusi Frekuensi Kegemaran Memakai Barang Mahal dan Bermerek 77 Tabel 44 Distribusi Frekuensi Cara Mendapatkan Uang untuk Membeli Barang yang Diinginkan ... 78
Tabel 45 Distribusi Frekuensi Jenis Musik yang Disukai ... 79
Tabel 46 Distribusi Frekuensi Jenis Film yang Sering Ditonton ... 80
Tabel 47 Distribusi Frekuensi Memiliki Akun Jejaring Sosial ... 81
Tabel 48 Distribusi Frekuensi Responden dalam Melihat Perempuan Aceh yang Tidak Menganakan Jilbab di Akun Jejaring Sosial ... 82
Tabel 49 Distribusi Frekuensi Tentang Hal yang Dilakukan untuk Mengisi Waktu Luang ... 83
Tabel 51 Distribusi Frekuensi Tentang Tempat yang Dipilih
untuk Berkumpul dengan Teman ... 85 Tabel 52 Distribusi Frekuensi Izin Orang Tua untuk Berteman akrab
dengan Lawan Jenis ... 86 Tabel 53 Distribusi Frekuensi Batasan Orang Tua dalam Bergaul ... 87 Tabel 54 Distribusi Frekuensi Remaja yang Terlihat Berboncengan
Sangat Rapat dan Memeluk Pinggang ... 88 Tabel 55 Distribusi Frekuensi Melihat/Mendengar Remaja yang Terlibat
Kasus Hamil Pra Nikah ... 89 Tabel 56 Distribusi Frekuensi Melihat/Mendengar Remaja yang Terlibat
Kasus Narkoba & Minuman Keras ... 90 Tabel 57 Distribusi Frekuensi Melihat/Mendengar Remaja
yang Berjudi/Taruhan ... 91 Tabel 58 Distribusi Frekuensi Syari’at Islam Membatasi
Gaya Hidup dan Pergaulan ... 92 Tabel 59 Frekuensi Uang Saku Harian dengan Cara Responden
dalam Memperoleh Uang Untuk Membeli Barang
Penunjang Penampilan (antara tabel 17 dengan tabel 44) ... 94 Tabel 60 Frekuensi tingkat pelanggaran busana islami
dengan model pakaian yang dianggap modis dan trendy
bagi perempuan (antara tabel 31 dengan tabel 39) ... 96 Tabel 61 Frekuensi tingkat pelanggaran busana islami dengan
model pakaian yang dianggap modis dan trendy
bagi laki-laki (antara tabel 31 dengan tabel 41) ... 99 Tabel 62 Frekuensi tingkat pelanggaran Khalwat (Mesum) yang Dilakukan
setelah penerapan Syari’at Islam dengan Tanggapan Responden
Mengenai Melihat/Mendengar Remaja yang Terlibat
Kasus Hamil Pra Nikah ( antara tabel 32 dengan tabel 55) ... 101 Tabel 63 Frekuensi tingkat pelanggaran Maisir (Perjudian) yang Dilakukan
setelah penerapan Syari’at Islam dengan Tanggapan Responden Mengenai Melihat/Mendengar Remaja yang
Berjudi/Taruhan (antara tabel 33 dengan tabel 57)... 102 Tabel 64 Frekuensi tingkat pelanggaran Khamar (Minuman Keras dan
semua yang memabukkan) yang Dilakukan setelah penerapan Syari’at Islam dengan Tanggapan Responden Mengenai Melihat/Mendengar Remaja yang Terlibat Kasus Narkoba dan
ABSTRAK
Remaja sebagai anggota masyarakat merupakan sosok yang mudah untuk dipengaruhi oleh nilai-nilai didalam kehidupan disekitarnya, dimana salah satunya adalah gaya hidup (life style) yang cenderung konsumtif, berkiblat pada budaya barat, dan hedonis. Gaya hidup dapat diidentikkan dengan suatu ekspresi dan simbol untuk menampakkan identitas diri atau identitas kelompok. Gaya hidup dipengaruhi oleh nilai-nilai tertentu dari agama, budaya, dan kehidupan sosial, demi menunjukkan identitas diri melalui ekspresi tertentu yang mencerminkan perasaan. Gaya hidup remaja di Gampong Geudubang Jawa dipengaruhi oleh nilai-nilai Syari’at Islam yang telah diterapkan secara formal sejak tahun 2000 melalui Perda No. 5 tahun 2000.
Permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah pengaruh
pemberlakuan hukum Syari’at Islam terhadap gaya hidup remaja di Gampong Geudubang Jawa Kecamatan Langsa Baro Kota Langsa. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode korelasional dan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jumlah responden sebanyak 70 orang dengan rincian 49 perempuan dan 21 laki-laki. Dalam penelitian ini, sampel diambil menggunakan tekhnik Proporsional Sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan observasi, kuesioner, dan studi kepustakaan.
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa pengaruh pemberlakuan Syari’at Islam terhadap gaya hidup remaja cukup signifikan namun belum mampu menyentuh seluruh aspek kehidupan remaja. Hal ini karena masih banyaknya remaja yang terlihat melakukan pelanggaran Syari’at Islam meskipun masih dalam taraf yang belum mengkhawatirkan. Pengaruh media massa ternyata lebih kuat bagi remaja dalam menentukan gaya hidup yang mereka tiru, sedangkan kita tahu bahwa tidak semua gaya hidup yang ditawarkan media sesuai bagi remaja. Meski demikian, remaja ternyata mampu selektif dalam memilah gaya hidup yang sesuai bagi mereka dan sesuai dengan aturan Syari’at Islam karena saat ini pelanggaran semakin berkurang. Pada dasarnya seluruh remaja setuju dengan adanya Syari’at Islam dan mereka bangga menunjukkan identitas sebagai orang islam, namun sebagai remaja mereka merasa cukup wajar jika mereka ingin sedikit bersenang-senang dan berperilaku seperti remaja pada umumnya selama masih dalam batasan yang wajar. berdasarkan analisa korelasi product moment Pearsons didapatkan hasil dengan perhitungan sebagai berikut:
r = 30880 r = 30880 r = 30880 r = 0,51
√
(130.640) (28264) √3692408960 60765,2BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Masa remaja disebut sebagai masa sosial hunger (kehausan sosial), yang
ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan
kelompok sebayanya (peer group). Penolakan dari peer group dapat menimbulkan
frustasi dan merasa rendah diri. Namun sebaliknya apabila remaja dapat diterima oleh
rekan sebayanya dan bahkan menjadi idola ia akan merasa bangga dan memiliki
kehormatan dalam dirinya.
Banyak ahli psikologi yang menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa
yang penuh masalah, penuh gejolak, penuh risiko (secara psikologis), over energi,
dan lain sebagainya, yang disebabkan oleh aktifnya hormon-hormon tertentu. Tetapi
statement yang timbul akibat pernyataan yang stereotype dengan pernyataan diatas,
membuat remaja merasa bahwa apa yang terjadi dan apa yang mereka lakukan adalah
suatu hal yang biasa dan wajar (http://jundicellular.multiply.com, 10/10/10).
Aspek perkembangan yang menonjol pada usia ini adalah adanya perubahan
bentuk tubuh, meningkatnya tuntutan dan harapan sosial, tuntutan kemandirian dari
orang tua, meningkatnya kebutuhan akan berhubungan dengan kelompok sebaya,
mampu bersikap sesuai dengan norma sekitar, kompeten secara intelektual,
mengembangkan tanggung jawab pribadi dan sosial, serta belajar mengambil sebuah
Hubungan sosial yang dikembangkan pada masa remaja ditandai pula dengan
adanya keinginan untuk menjalin hubungan khusus dengan lawan jenis dan jika tidak
terbimbing dapat menjurus pada tindakan penyimpangan perilaku sosial dan perilaku
seksual. Pada masa remaja juga ditandai dengan adanya keinginan untuk
mencoba-coba dan menguji kemampuan norma yang ada. Jika tidak terbimbing, mungkin saja
akan berkembang menjadi konflik nilai dalam dirinya maupun dengan
lingkungannya.
Melihat banyaknya kasus-kasus yang muncul berkaitan dengan perilaku
remaja, misalnya kasus narkoba, mabuk-mabukan, perjudian, tawuran, hamil
pranikah, aborsi, maupun pembuangan anak hasil hubungan gelap yang dilakukan
remaja, menandakan bahwa telah terjadi penyimpangan perilaku seksual dan pola
pergaulan pada sebagian remaja di Indonesia. Hal ini merupakan salah satu bentuk
gaya hidup yang dijalani dan menjadi pilihan bagi sebagian remaja.
Bersamaan dengan ini kita juga melihat pertumbuhan kuantitatif
tempat-tempat hiburan dan pusat-pusat perbelanjaan yang semakin berkembang. Fenomena
tersebut secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi budaya dan pola
hidup kaum remaja sekarang. Seperti yang telah diketahui, remaja merupakan sasaran
potensial bagi para produsen dalam memasarkan produknya. Remaja yang bergaya
hidup konsumtif rela mengeluarkan uang hanya untuk jaga gengsi dalam pergaulan.
Baik itu masalah makanan dan minuman, pakaian, juga masalah hiburan (Food,
Fashion, and Fun). Hal ini merupakan perwujudan dari naluri mempertahankan diri,
Gaya hidup dapat diidentikkan dengan suatu ekspresi dan simbol untuk
menampakkan identitas diri atau identitas kelompok. Gaya hidup dipengaruhi oleh
nilai-nilai tertentu dari agama, budaya, dan kehidupan sosial, demi menunjukkan
identitas diri melalui ekspresi tertentu yang mencerminkan perasaan.
Gaya hidup saat ini telah menghilangkan batas-batas budaya lokal, daerah,
maupun nasional karena arus gelombang gaya hidup global dengan mudahnya
berpindah-pindah tempat melalui perantara media massa. Gaya hidup yang
berkembang lebih beragam, tidak hanya dimiliki oleh suatu masyarakat saja. Hal
tersebut karena gaya hidup dapat ditularkan dari satu masyarakat ke masyarakat
lainnya melalui media komunikasi (Rasyid, 2005 dalam Sudarwati & Hastuti, 2007).
Pergeseran yang paling menonjol dari gaya hidup yang melanda kalangan
remaja Indonesia ialah gaya hidup mereka yang secara umum cenderung dipengaruhi
oleh budaya Barat. Pengaruh tersebut dapat terlihat dari cara berpakaian serba minim
yang dianggap sebagai trend berpakaian modern; penggunaan berbagai aksesoris
buatan luar negeri yang branded seperti tas, pakaian, make up, parfum, dan sepatu;
kegemaran terhadap musik dan film yang berasal dari Barat, serta mulai
diterapkannya nilai-nilai pergaulan ala Barat dalam keseharian.
Perubahan gaya hidup yang mempengaruhi kalangan remaja terjadi melalui
media, dimana sekarang remaja dapat mengetahui semua yang terjadi di bagian dunia
lain dengan mudah. Dengan cara mengakses informasi dari media televisi, internet,
maupun majalah, mereka menyaksikan gaya hidup yang dipertontonkan oleh
kalangan selebriti atau idola-idola remaja masa kini yang kerap kali menjadi simbol
kehidupan manusia di mana ia tengah mencari jatidirinya dan biasanya dalam upaya
pencarian jatidiri tersebut ia mudah untuk terikut dan terimbas hal-hal yang tengah
terjadi di sekitarnya, sehingga turut membentuk sikap dan pribadi mereka.
Perubahan gaya hidup pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat
usia remaja sebagai usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui
eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari lingkungan itu.
Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya itu
menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut gaya hidup yang
sedang in. (Sudarwati & Hastuti, 2007)
Gambaran seperti diatas umum kita jumpai pada hampir seluruh remaja di
Indonesia termasuk di Aceh. Sepanjang sejarah, masyarakat Aceh telah menjadikan
agama Islam sebagai pedoman dalam kehidupannya. Mulai abad ke-17 sampai
dengan pertengahan abad ke-19 Aceh mencapai puncak kejayaannya dalam bidang
ilmu pengetahuan, politik, hukum, pertahanan dan ekonomi. Puncak keemasan Aceh
tersebut tidak dapat dilepaskan dari pemberlakuan Syari’at Islam secara kaffah
(sempurna) dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Namun sejak pertengahan abad ke-20 Syari’at Islam mulai ditinggalkan sebagai
pedoman hidup sehingga rakyat Aceh mengalami masa suram dan merindukan
berlakunya kembali Syari’at Islam (Ali, 2003 : 347).
Dengan munculnya era reformasi pada tahun 1998, semangat dan peluang
yang terpendam untuk memberlakukan Syari’at Islam di beberapa daerah di
sebagai Serambi Mekkah. Semangat dan peluang tersebut kemudian terakomodir
dalam Undang-Undang nomor 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan
Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Peluang tersebut semakin dipertegas dalam
Undang-Undang nomor 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah
Istimewa Aceh sebagai Nanggroe Aceh Darussalam. (Haedar Nashir, 2007 :
327-328).
Sebelum adanya UU No. 44 Tahun 1999 dan UU No. 18 Tahun 2001,
pelaksanaan Syari’at Islam merupakan kesadaran pribadi dari masyarakat Aceh yang
mau melaksanakannya. Syari’at Islam dijalankan sesuai pengetahuan mereka tentang
agama, bukan karena telah menjadi sebuah kebijakan negara dimana tidak ada
jaminan dan keharusan dalam mengamalkan Syari’at Islam. Namun setelah Syari’at
Islam menjadi sebuah hukum formal maka seluruh masyarakat Aceh tanpa terkecuali
berkewajiban untuk melaksanakan dan mengamalkan Syari’at Islam dalam kehidupan
sehari-hari.
Secara formalistik-legalistik aplikasi Syari’at Islam di Aceh telah didukung
oleh UU dan Qanun–Qanun yang bersifat publik. Berdasarkan Peraturan Daerah No.
5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam, ada empat Qanun yang diterapkan
kepada masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan Syari’at Islam, yaitu Qanun No. 11
tahun 2002 tentang pelaksanaan Syari’at Islam bidang Aqidah, Ibadah dan Syi’ar
Islam. Kemudian disusul dengan Qanun No. 12 tahun 2003 tentang Khamar
(minuman keras), Qanun No. 13 tahun 2003 tentang Maisir (perjudian) dan Qanun
Adapun dengan diberlakukannya Qanun-Qanun tersebut, maka pergaulan
masyarakat di Aceh telah memiliki batasan-batasan yang jelas. Masyarakat terutama
remaja harus mampu memilah gaya hidup seperti apa yang mereka tiru dan mereka
sukai namun tetap sesuai dengan Syari’at Islam. Remaja di Aceh tentu tidak bisa
meniru begitu saja semua trend yang sedang in dikalangan remaja. Mereka juga tidak
bisa seratus persen mengadaptasi penampilan dan gaya hidup para artis idola yang
sedang populer, yang biasanya tidak jauh dari tanktop, rok mini, hot pants, dandanan
yang glamour, gaya rambut up to date, pergaulan bebas, dugem, dan segala hal yang
bertentangan dengan Syari’at Islam.
Tidak bisa dipungkiri bahwa remaja dimanapun memiliki karakter yang sama.
Pada masa remaja, terdapat banyak hal baru yang terjadi. Dari masalah yang timbul
akibat pergaulan, keingintahuan tentang asmara dan seks, hingga masalah-masalah
yang bergesekan dengan hukum dan tatanan sosial yang berlaku di sekitar remaja.
Hal ini dialami oleh semua remaja, termasuk remaja di Kota Langsa.
Pergaulan remaja di kota Langsa tentu seharusnya mengikuti aturan Syari’at
Islam yang telah ditetapkan. Ketika remaja putri di kota-kota besar memakai busana
yang terbuka namun tetap ‘sopan’ dalam pandangan mereka, memakai aksesoris yang
berlebihan, berdandan seperti tokoh idola, memiliki tatanan rambut yang paling up to
date, dan bebas bergaul dengan lawan jenis, maka hal demikian tidak bisa ditiru oleh
remaja di Aceh termasuk di Langsa. Sesuai dengan Syari’at, pergaulan remaja
memiliki batasan-batasan yang jelas, mereka wajib menutup aurat dan bertingkah
Namun kuatnya arus modernisasi dan globalisasi tentu dapat mempengaruhi
pola pikir remaja. Sesuai dengan sifat remaja yang ‘pemberontak’ dan mencari jati
diri, mereka tentu memiliki dorongan untuk menentang batasan-batasan yang
diberikan pada mereka dan ingin tetap bisa bergaya seperti remaja-remaja lain yang
bisa bergaul dengan bebas tanpa dibatasi oleh peraturan yang dianggap memberatkan.
Melihat fenomena diatas, menimbulkan ketertarikan penulis untuk melihat
apakah pemberlakuan Syari’at Islam memberikan pengaruh terhadap gaya hidup
remaja di Aceh, terutama di Gampong Geudubang Jawa Kec Langsa Baro Kota
Langsa.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah
diatas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana pengaruh pemberlakuan hukum Syari’at Islam terhadap gaya hidup
remaja di Gampong Geudubang Jawa Kecamatan Langsa Baro Kota Langsa?”
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah “Untuk mengetahui bagaimana pengaruh
pemberlakuan Syari’at Islam terhadap gaya hidup remaja di Gampong Geudubang
Jawa Kecamatan Langsa Baro Kota Langsa”.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangsih dan kontribusi positif secara akademis bagi kajian Sosiologi,
khususnya Sosiologi Agama.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pengetahuan bagi masyarakat tentang pengaruh pemberlakuan
Syari’at Islam terhadap gaya hidup remaja.
3. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan serta wawasan penulis mengenai Syari’at Islam dan
sebagai wadah latihan serta pembentukan pola pikir ilmiah dan rasional.
1.5. Hipotesis
Hipotesis adalah pengujian data dan statistik untuk mengetahui apakah
hipotesis yang diajukan dapat diterima atau di tolak. Untuk mengujinya digunakan
metode Korelasi Product Moment Pearsons (Pearson’s Product Moment
Correlation). Metode analisis korelasi berguna untuk menentukan suatu besaran yang
menyatakan bagaimana kuat hubungan suatu variabel tertentu tergantung dengan
variabel lain (Singarimbun, 1995: 148). Koefisien Korelasi Product Moment adalah
metode untuk menganalisis data untuk melihat hubungan antara variabel yang
sebenarnya. Makna hubungan dapat dinyatakan sebagai berikut:
Jika Ha< Ho maka hipotesis ditolak
Hipotesis merupakan preposisi yang akan diuji keberlakuannya, atau
merupakan salah satu jawaban sementara atas pertanyaan penelitian (Prasetyo,
2005:76). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
a. Ho: Tidak ada pengaruh Pemberlakuan Hukum Syari’at Islam Terhadap
Gaya Hidup Remaja di Gampong Geudubang Jawa Kec Langsa Baro Kota
Langsa.
b. Ha: Ada pengaruh Pemberlakuan Hukum Syari’at Islam Terhadap Gaya
Hidup Remaja di Gampong Geudubang Jawa Kec Langsa Baro Kota
Langsa.
1.6. Definisi Operasional
a. Pengaruh adalah efek atau dampak yang kuat yang menimbulkan akibat.
b. Pemberlakuan adalah suatu usaha (upaya) yang dilakukan oleh pemerintah
untuk membuat suatu peraturan yang harus dipatuhi oleh masyarakat.
c. Syari’at Islam adalah seperangkat aturan yang diturunkan Allah untuk
mengatur hubungan manusia dengan tuhannya, mengatur hubungan antar
sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam semesta yang
diformalkan dalam bentuk Qanun (peraturan daerah).
d. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Batasan usia remaja dalam penelitian ini adalah berkisar antara umur
e. Gaya Hidup adalah pola hidup seseorang dalam kehidupan sehari-hari yang
dinyatakan dalam kegiatan, minat, pendapat (opini) yang bersangkutan
(Kotler, 1989:189).
f. Sosialisasi merupakan sarana tempat pola-pola kebudayaan, nilai-nilai,
kepercayaan, bahasa dan lembaga-lembaga lainnya diinternalisasikan kedalam
sistem kepribadian, sehingga mencakup struktur tujuannya.
g. Qanun adalah Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur pelaksanaan syari’at
Islam di Aceh. Qanun yang disoroti dalam penelitian ini adalah Qanun No. 11
Tahun 2002 tentang pelaksanaan bidang aqidah, ibadah, dan syi’ar Islam;
Qanun No. 12 Tahun 2003 tentang larangan minum Khamar (minuman keras
dan memabukkan) dan sejenisnya; Qanun No. 13 Tahun 2003 tentang
larangan Maisir atau perjudian; dan Qanun No. 14 Tahun 2003 tentang
larangan Khalwat atau mesum.
h. Dinas Syari’at Islam adalah perangkat daerah sebagai unsur pelaksana
berjalannya Syari’at Islam dilingkungan Pemerintah Daerah Istimewa Aceh
yang keberadaannya secara struktural dibawah Walikota.
i. Wilayatul Hisbah adalah badan pemberi ingat dan badan pengawas, yaitu
bertugas mengawasi, membina, dan melakukan advokasi terhadap
pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan bidang Syari’at Islam dalam
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1. Pengertian Syari’at Islam
Secara sederhana Islam didefinisikan sebagai tuntutan, bimbingan dan aturan
Allah baik dalam bentuk prinsip-prinsip atau dalam bentuk yang lebih terperinci,
guna memandu perilaku manusia dalam berhubungan dengan Allah, dalam
berhubungan dengan dirinya sendiri, dalam hubungan dengan sesama manusia di
sekitarnya baik yang muslim maupun yang non-muslim dan juga dalam berhubungan
dengan alam lingkungannya. Mahmud Syaithut salah seorang ulama kontemporer
membagi ajaran Islam menjadi dua bagian besar: Aqidah dan Syari’ah. Sedangkan
sebagian ulama yang lain membagi ajaran Islam menjadi tiga bagian yaitu: Aqidah,
Syari’ah dan Akhlak. Pembagian ini berasal dari sebuah hadis yang menjelaskan
makna Iman (Aqidah), Islam (Syari’ah) dan Ihsan (Akhlak).
Syari’ah adalah ajaran dan tuntutan mengenai tata peraturan kehidupan.
Bagaimana cara seorang muslim menyembah Allah (ibadah), bagaimana seorang
muslim berinteraksi dengan keluarga dan kerabat (hukum perkawinan dan
kekeluargaan), bagaimana hidup bertetangga dengan banyak orang, hidup dalam
masyarakat yang berbudaya, bagaimana setiap orang harus menahan diri, tidak
berbuat semaunya sehingga masyarakat tetap aman dan tenteram termasuk aturan
tentang pemerintahan, pembagian kekuasaan (kewenangan) dan pendelegasiannya,
begitu juga bagaimana memperlakukan dan memanfaatkan alam sehingga bermanfaat
Secara garis besar Syari’ah mengatur segala aspek kehidupan sosial baik
kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat. Hukum Syari’ah merupakan
suatu sistem kewajiban yang bersifat total yang tidak dapat dibandingkan dengan
ilmu hukum modern yang dikenal dengan hukum buatan manusia. Sebaliknya
syari’ah bersumber dari Al-qur’an dan As-Sunnah yang mencakup segala bidang
hukum baik perdata maupun pidana dan bahkan aturan-aturan terperinci mengenai
bersuci dan melakukan shalat (Smith dalam Eva Ramadani, 2008:12).
Karakteristik yang paling kuat dari hukum-hukum Syari’ah adalah bahwa ia
memiliki keluasan dan sanksi yang tidak didapati dalam hukum buatan manusia.
Setiap hukum dari Syari’ah didasarkan pada satu atau beberapa ajaran Islam. Islam
memerintahkan kepada setiap muslim untuk membentuk kata-katanya, perbuatan,
tingkah lakunya, akhlaknya, kebiasaannya, hubungan-hubungannya sesuai dengan
prinsip Islam. Hukum-hukum Syariah sangat erat berhubungan dengan keimanan dan
ideologi Islam (Santoso dalam Ramadani, 2008: 13).
2.1.1. Tujuan Syari’at Islam
Secara umum hukum Islam bertujuan untuk mencegah kerusakan pada
manusia dan mendatangkan kemaslahatan bagi mereka, mengarahkan mereka pada
kebenaran untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia di dunia dan diakhirat kelak,
dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang
mudharat, yakni yang tidak berguna bagi kehidupan manusia.
Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dengan pelaksanaan Syari’at Islam,
1. Tujuan yang ingin dicapai karena alasan agama (teologis). Bagi umat Islam
melakukan Syari’at Islam secara kaffah dalam hidup keseharian, baik
kehidupan pribadi maupun kehidupan kemasyarakatan adalah perintah Allah
dan kewajiban suci yang harus diupayakan dan diperjuangkan.
2. Secara psikologis masyarakat akan merasa aman dan tenteram, bahwa yang
mereka anut dan amalkan, kegiatan yang mereka jalani dalam pendidikan,
kehidupan sehari-hari dan seterusnya sesuai dan sejalan dengan kesadaran dan
kata hati mereka sendiri.
3. Dalam bidang hukum, masyarakat akan hidup dalam tata aturan yang lebih
sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat.
4. Dalam bidang ekonomi dan kesejahteraan sosial, bahwa kesetiakawanan
sosial akan lebih mudah terbentuk dan lebih solid, masyarakat diharapkan
akan lebih rajin bekerja, lebih hemat dan juga bertanggung jawab (Abubakar,
2005: 66-67)..
2.1.2. Tahap Perubahan Pada Penerapan Syari’at Islam
Perubahan berarti suatu proses yang mengakibatkan keadaan sekarang
berbeda dengan keadaan sebelumnya. Perubahan bisa berupa kemunduran dan bisa
berupa kemajuan/progress (Syani dalam Ramadani, 2008: 20).
Perubahan adalah suatu peristiwa yang menyangkut perubahan posisi
unsur-unsur suatu sistem sehingga struktur sistem tersebut berubah, dapat mengenai nilai
dan norma-norma sosial, pola-pola, kelakuan, organisasi, susunan lembaga
(Soekanto, 1982 dalam Ramadani, 2010 : 19). Yang dimaksud dengan perubahan
disini adalah perubahan dimana awalnya Syari’at Islam hanya dilaksanakan atas
kesadaran pribadi seseorang dan tidak ada kekuatan yang dapat memaksanya. Namun
kini ada campur tangan negara dalam pelaksanaan Syari’at Islam yang telah
diformalkan melalui Perda No.5 tahun 2000. Melalui Perda tersebut Syari’at Islam
harus dijalankan oleh seluruh anggota masyarakat.
Tahap selanjutnya hukum Syari’at islam disosialisasikan kepada masyarakat
untuk diketahui dan dipatuhi. Hal ini merupakan suatu penguatan agar Syari’at islam
dapat diterapkan secara kaffah.
2.2. Fungsi Agama
Menurut Shcarf (1995) sosiologi melihat agama sebagai salah satu dari
institusi sosial, sebagai sub-sistem sosial yang mempunyai fungsi sosial tertentu,
misalnya sebagai salah satu pranata sosial (sosial institution). Posisi agama dalam
suatu masyarakat bersama-sama sub-sistem lainnya (seperti sub-sistem ekonomi,
politik, budaya, dan lain-lain) mendukung terhadap eksistensi masyarakat. Agama
tidak dilihat berdasarkan apa dan bagaimana isi ajaran dan doktrin keyakinan,
melainkan bagaimana ajaran dan keyakinan agama itu dilakukan dan terwujud dalam
prilaku para pemeluknya dalam kehidupan sehari-hari (Fakhruddin, 2010 : 15).
Perilaku keagamaan sesungguhnya merupakan perilaku yang terdapat dalam
alam kenyataan dan karenanya dapat diamati dan diteliti, bila fenomena sosial
berubah maka akan diikuti perubahan fenomena keagamaan, dan sebaliknya
Horton dan Hunt (1991) melihat agama berkaitan dengan hal-hal yang
sifatnya lebih dari perilaku moral. Agama menawarkan suatu pandangan dunia dan
jawaban atas berbagai persoalan yang membingungkan manusia. Agama mendorong
manusia untuk tidak melulu memikirkan kepentingan dirinya sendiri, melainkan juga
memikirkan kepentingan orang bersama (Fakhruddin, 2010 : 19)
2.3. Pengertian Remaja
Remaja dalam bahasa Latin adalah adolescence, yang artinya “tumbuh atau
tumbuh untuk mencapai kematangan”. Istilah adolescence sesungguhnya mempunyai
arti yang luas, mencakup kematangan mental,emosional, sosial, dan fisik (Hurlock,
1991). Pandangan ini didukung oleh Piaget (Hurlock, 1991) yang mengatakan bahwa
secara psikologis remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke
dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada
di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak
sejajar (http://annisakarliana.blog.com/2010/01/06/pengertian-remaja/, 19/05/2010).
Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Namun jika
pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong dalam dewasa atau
bukan lagi remaja. Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih
tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka dimasukkan ke dalam kelompok
remaja.
19/05/2010).
Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi
dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau
awal dua puluhan tahun.
Menurut Adams & Gullota, masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20
tahun. Sedangkan Hurlock (1991) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal
(13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18
tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa
remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati
masa dewasa.
Anna Freud berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses
perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan
perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan
orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses
pembentukan orientasi masa depan.
(http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/remaja.html, 19/05/2010).
2.4. Teori Gaya Hidup
Gaya hidup menurut Kotler adalah pola hidup seseorang di dunia yang
diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan
“keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan
berinteraksi di dunia. Menurut Assael, gaya hidup adalah “A mode of living that is
identified by how people spend their time (activities), what they consider important in
them (opinions)”. Secara umum dapat diartikan sebagai suatu gaya hidup yang
dikenali dengan bagaimana orang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang
penting orang pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan
tentang diri sendiri dan dunia di sekitar (opini).
Sedangkan menurut Minor dan Mowen, gaya hidup adalah menunjukkan
bagaimana orang hidup, bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana
mengalokasikan waktu. Selain itu, gaya hidup menurut Suratno dan Rismiati (2001)
adalah pola hidup seseorang dalam dunia kehidupan sehari-hari yang dinyatakan
dalam kegiatan, minat dan pendapat yang bersangkutan. Gaya hidup mencerminkan
keseluruhan pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan.
(http://www.membuatblog.web.id/2010/04/pengertian-gaya-hidup.html, 19/05/2010).
Istilah gaya hidup (lifestyle) sekarang ini kabur. Sementara istilah ini memiliki
arti sosiologis yang lebih terbatas dengan merujuk pada gaya hidup khas dari
berbagai kelompok status tertentu, dalam budaya konsumen kontemporer istilah ini
mengkonotasikan individualitas, ekspresi diri, serta kesadaran diri yang semu. Tubuh,
busana, bicara, hiburan saat waktu luang, pilihan makanan dan minuman, rumah,
kendaraan dan pilihan hiburan, dan seterusnya dipandang sebagai indikator dari
individualitas selera serta rasa gaya dari pemilik atau konsumen (Fatherstone, 2005
dalam Sudarwati & Hastuti, 2007).
Weber mengemukakan bahwa persamaan status dinyatakan melalui
persamaan gaya hidup. Di bidang pergaulan gaya hidup ini dapat berwujud
pembatasan terhadap pergaulan erat dengan orang yang statusnya lebih rendah. Selain
oleh adanya berbagai hak istimewa dan monopoli atas barang dan kesempatan ideal
maupun material. Kelompok status dibeda-bedakan atas dasar gaya hidup yang
tercermin dalam gaya konsumsi. Weber mengemukakan bahwa kelompok status
merupakan pendukung adat, yang menciptakan dan melestarikan semua adat-istiadat
yang berlaku dalam masyarakat (Sunarto, 2000: 93).
Perbedaan gaya hidup ini tidak hanya dijumpai pada hierarki prestise, tetapi
juga pada hierarki kekuasaan dan privilise. Kita melihat bahwa setiap kelas sosial pun
menampilkan gaya hidup yang khas. Ogburn dan Nimkoff (1958) menyajikan suatu
sketsa dari majalah Life yang menggambarkan bahwa lapisan bawah (low-brow),
menengah bawah (lower middle-brow), menengah atas (upper middle-brow) dan atas
(high-brow). Masing-masing mempunyai selera yang khas dalam pakaian, hiburan,
perlengkapan rumah tangga, makanan, minuman, bacaan, selera seni dan musik.
Berdasarkan penelitian Lucky Lutvia (2001) mengenai gaya hidup remaja di
Kota Bandung, disimpulkan bahwa remaja saat ini dipengaruhi oleh hal-hal berikut:
1. Transformasi Budaya
Budaya massa atau budaya populer yang berkembang melalui media massa
elektronik dan cetak sangat berpengaruh terhadap pilihan gaya hidup seseorang,
misalnya gaya berbusana, gaya berbicara atau bahasa, selera hiburan seperti musik
dan film. Trend tersebut begitu bebas mengalir mempengaruhi setiap pemirsa maupun
pembacanya, ditambah lagi dengan acara musik dari luar negeri yang diolah dalam
video klip televisi, yang secara visual bisa kita lihat penampilan penyanyi dan pemain
musiknya. Cara mereka berdandan dan berbusana sudah pasti sesuai dengan budaya
2. Mengadopsi Gaya dari Barat
Ini banyak dipengaruhi oleh selebritis dalam negeri melalui iklan-iklan, film,
dan sinetron yang dilihat dan akhirnya ditiru oleh remaja. Seperti istilah gaya funky,
punk rock, metal, skaters, hip hop, sporty, streetwear, dan ska beserta penggunaan
aksesorisnya yang mereka tiru sebagai usaha untuk mengaktualisasikan dirinya serta
seolah-olah ingin mensejajarkan diri dengan bintang idolanya. Walaupun begitu
remaja juga ada yang dipengaruhi oleh nilai-nilai agama, budaya dan kehidupan
sosialnya.
Sedangkan menurut Purnomo Mangku (2004) Gaya hidup masyarakat desa
dipengaruhi juga oleh mobilitas geografis seperti urbanisasi, imigrasi. Mobilitas
geografis yang dimaksud adalah suatu keadaan di mana seseorang pernah menetap di
luar tempat tinggalnya. Mobilitas geografis seseorang ke kota, misalnya, dapat
mempengaruhi gaya hidup karena kota dianggap merupakan suatu tempat yang
memungkinkan seseorang yang bersinggungan dengannya mendapatkan perluasan
atau penambahan berbagai macam pengalaman dan pengetahuan baru. Ini terkait
dengan realitas bahwa kota memiliki keanekaragaman budaya yang dapat ditiru oleh
orang desa (Purnomo, 2004 dalam Sudarwati & Hastuti, 2007).
Dalam ilmu-ilmu sosial, studi atas remaja pertama kali dilakukan oleh
sosiolog Talcott Parsons pada awal 1940-an. Berbeda dengan anggapan umum bahwa
remaja adalah kategori yang bersifat alamiah dan dibatasi secara biologis oleh usia,
menurut Parsons remaja adalah sebuah sebuah konstruksi sosial yang terus-menerus
berubah sesuai dengan waktu dan tempat (Barker, 2000 dalam Sudarwati & Hastuti,
Grossberg (1992) menganggap bahwa yang menjadi persoalan adalah
bagaimana kategori remaja diartikulasikan dalam wacana-wacana lain, misalnya
musik, gaya hidup, kekuasaan, harapan, masa depan dan sebagainya. Jika
orang-orang dewasa melihat masa remaja sebagai masa transisi, menurut Grossberg remaja
justru menganggap posisi ini sebagai sebuah keistimewaan di mana mereka
mengalami sebuah perasaan yang berbeda, termasuk di dalamnya hak untuk menolak
melakukan rutinitas keseharian yang dianggap membosankan.
Hampir sama dengan pendapat itu, Dick Hebdige dalam Hiding in the Light
(1988) menyatakan bahwa remaja telah dikonstruksikan dalam wacana “masalah” dan
“kesenangan” (remaja sebagai pembuat masalah dan remaja yang hanya gemar
bersenang-senang). Misalnya, dalam kelompok pendukung sepakbola dan geng-geng,
remaja selalu diasosiasikan dengan kejahatan dan kerusuhan. Di pihak lain, remaja
juga direpresentasikan sebagai masa penuh kesenangan, di mana orang bisa bergaya
dan menikmati banyak aktivitas waktu luang.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18598/1/har-jan2007-1%20(5).pdf,
20/2/2011).
2.5. Teori Struktural Fungsional
Struktural fungsional memunculkan asumsi tentang hakikat manusia. Didalam
fungsionalisme, manusia di perlukan sebagai abstraksi yang menduduki status dan
peranan yang membentuk stuktur sosial. Didalam perwujudannya, struktural
fungsional memperlakukan manusia sebagai pelaku yang memainkan
ketentuan-ketentuan yang telah dirancang sebelumnya sesuai dengan
yang didalam melakukan tindakannya manusia memiliki beberapa pilihan/alternatif
yang secara sosial dimantapkan oleh tuntutan-tuntutan normatif. Dengan demikian
manusia merupakan aktor-aktor yang memiliki kebebasan yang luas untuk melakukan
apa yang mereka inginkan dan bukan sebagai robot-robot otomatis yang
tindakan-tindakannya benar-benar telah ditentukan sebelumnya (Poloma, 2001 :45).
Pendekatan struktural fungsional di bangun atas asumsi bahwa masyarakat
merupakan organisasi. Karena itu penekanan dari pendekatan ini pada umumnya
diberikan kepada institusi sosial. Disamping itu teori ini cendrung memusatkan
perhatian pada fungsi yang harus dipenuhi oleh setiap sistem yang hidup untuk
kelestariannya.
Disamping menggunakan teori fugsional Parsons, peneliti juga menggunakan
teori fungsional Robert K Merton yang menjelaskan bahwa analisis srtuktural
fungsional memusatkan perhatian pada kelompok, organisasi, masyarakat dan kultur.
Perbedaan analisa Parsons dan Merton terletak pada kajian Merton mengenai
disfungsional serta fungsi manifest dan fungsi latent, dimana semua itu belum di
jelaskan oleh Parsons. Merton menyatakan bahwa setiap objek yang dapat dijadikan
sasaran analisis struktural fungsional tentu mencerminkan hal yang standar (artinya
terpola dan berulang). Sasaran studi struktural fungsional adalah : peran sosial, pola
institusional, proses sosial, pola kultur, emosi yang terpola secara kultural, norma
sosial, organisasi kelompok, struktural sosial, perlengkapan untuk pengendalian sosial
dan sebagainya. Dimana struktur sosial lebih dipusatkan pada fungsi sosial
konsekuensi-konsekuensi yang dapat diamati yang dapat menimbulkan adaptasi atau penyesuaian
dari sistem itu. (Merton dalam Ritzer 2004: 142)
Dalam pembahasan mengenai struktur sosial, Merton mengemukakan bahwa
dalam struktur sosial dan budaya di jumpai tujuan, sasaran dan kepentingan yang
didefenisikan sebagai tujuan yang sah bagi seluruh atau sebagian anggota masyarakat.
Institusi dan struktur budaya mengatur cara yang harus ditempuh untuk mencapai
tujuan tersebut. Menurut Merton struktur sosial tidak hanya menghasilakan perilaku
konformis, tetapi menghasilkan pula perilaku menyimpang nonkonform. (Merton
dalam Kamanto 2000:186)
Ketika menjelaskan teori fungsional, Merton menunjukan bahwa struktur
mungkin bersifat disfungsional untuk sistem secara keseluruhan. Dengan demikian
tidak semua srtuktur diperlukan untuk berfungsinya sistem sosial, dimana akibat yang
tidak diharapkan tidak sama dengan fungsi yang tersembunyi. Fungsi tersembunyi
adalah satu jenis dari akibat dari yang tidak diharapkan, satu jenis fungsional untuk
jenis tertentu. (Merton dalam Ritzer 2004:142)
Parsons dalam menyatakan bahwa kenyataan sosial dari suatu perspektif tidak
terbatas pada tingkat struktur sosial saja. Sistem sosial hanya salah satu dari
sistem-sistem yang termasuk dalam perspektif keseluruhan; sistem-sistem kepribadian dan sistem-sistem
budaya merupakan sistem-sistem yang secara analitis dapat di bedakan, juga
termasuk di dalamnya seperti halnya dengan organisme perilaku, sistem sosial
terbentuk dari tindakan-tindakan sosial individu. Inti pemikiran Parsons adalah
bahwa:
2. Tindakan terjadi dalam situasi dimana beberapa elemennya sudah pasti,
sedangkan elemen-elemen lainnya digunakan oleh yang bertindak itu sebagai alat
mencapai tujuan itu.
3. Secara normatif tindakan itu di atur sehubungan dengan penentuan alat dan
tujuan.
Singkatnya tindakan itu dilihat sebagai satuan kenyataan sosial yang paling
kecil dan yang paling fundamental. Komponen-komponen dasar dari satuan tindakan
adalah tujuan, alat, kondisi dan norma. Alat dan kondisi berbeda dalam hal dimana
orang yang bertindak itu mampu menggunakan alat dan usahanya mencapai tujuan;
kondisi merupakan aspek situasi yang tidak dapat dikontrol oleh yang bertindak itu.
Ide-ide mengenai hakikat tindakan sosial sesuai dengan pikiran sehat dan pengalaman
sehari-hari. Pasti banyak orang mengenal tindakannya sendiri sebagai tujuan yang di
atur secara normatif dan banyak pula yang mengakui bahwa situasi dimana tindakan
itu terjadi dan juga penting. (Parsons dalam Doyle 1986 : 103)
2.6. Sosialisasi
Kunci bagi terpeliharanya integrasi pola nilai di dalam sistem adalah proses
internalisasi dan sosialisasi. Sosialisasi merupakan sarana tempat pola-pola
kebudayaan, nilai-nilai, kepercayaan, bahasa, dan lembaga-lembaga lainnya
diinternalisasikan kedalam sistem kepribadian, sehingga mencakup struktur tujuannya
Sosialisasi dianggap berhasil apabila norma dan nilai telah diinternalisasikan
(internalized). Artinya, norma dan nilai telah menjadi bagian dari “kesadaran”
individu dan pada akhirnya dalam mengejar kepentingannya sendiri individu
sebenarnya mengabdi kepada kepentingan bersama sebagai satu kesatuan.
Sosialisasi akan berlangsung terus-menerus didalam kehidupan dimana
pelaksanaan sosialisasi tidak akan lepas dari agen-agen sosialisasi sebagai pihak yang
melaksanakan sosialisasi. Peran agen sosialisasi dalam menerapkan nilai-nilai kepada
individu melatarbelakangi pembentukan sikap individu tersebut dalam merespon
sebuah permasalahan sosial.
Secara optimal, peraturan disosialisasikan untuk memperjelas dan merinci
orientasi peran timbal balik dan harapan yang berhubungan dengan hukum, bukan
untuk melembagakan kepatuhan yang tidak jelas. Tujuannya adalah untuk mendorong
efisiensi accommodative, dan pengembangan peraturan resmi yang berprinsip antara
individu dan sistem hukum. Pendidikan berfungsi bagi masyarakat daripada agen
sosialisasi biasa. Sedangkan secara tradisional rumah dan sekolah telah dikenal
sebagai agen sosialisasi utama nilai-nilai etika dan pendidikan, kemampuan,
meningkatkan kembali hukum sebagai institusi pendidikan (Soekanto, 1985 :
118-120).
Dalam hal merespon penerapan Syari’at Islam, nilai-nilai yang diperoleh dari
agen-agen sosialisasi merupakan dasar pijakan dan sumber acuan utama bagi
masyarakat dalam menentukan sikap dirinya, sehingga akan melahirkan respon yang
proses dimana seorang individu dapat memahami hukum Islam, kemudian
menentukan sikap dan persepsinya terhadap penegakan Syari’at Islam.
Agar sosialisasi dapat berjalan teratur dan intensif, pemerintah Aceh memiliki
lembaga sosialisasi yang diberi tugas khusus untuk melakukan sosialisasi Syari’at
Islam kepada masyarakat yang disebut dengan Dinas Syari’at Islam/Wilayatul
Hisbah. Lembaga Dinas Syari’at Islam memiliki tujuan yang mencakup beberapa
fungsi diantaranya memberikan pengarahan kepada masyarakat tentang hukum Islam
dan kaidah-kaidah yang harus dipatuhi. Oleh karena itu diperlukan sosialisasi untuk
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan
pendekatan metode korelasional, yaitu metode yang bertujuan untuk menemukan ada
tidaknya hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lainnya, dan apabila
ada, seberapa eratnya hubungan serta berarti atau tidak hubungan itu (Arikunto, 1998:
251).
3.2. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, lokasi yang akan diteliti adalah Gampong Geudubang
Jawa Kecamatan Langsa Baro Kota Langsa.
1. Lokasi tersebut berada dekat dengan pusat Kota Langsa, dimana penduduknya
sangat dipengaruhi oleh lingkungan kota yang tentunya dapat merubah pola
pikir dan perilaku masyarakat pada umumnya dan remaja khususnya. Hal ini
dapat dilihat dari fasilitas yang terdapat di kelurahan ini seperti warnet; mini
market; sarana pendidikan mulai dari taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar
(SD), SMP; sarana kesehatan seperti puskesmas; kafe; salon; dan lain-lain
yang merupakan tempat berkumpulnya komunitas berbagai lapisan
masyarakat.
2. Jumlah penduduk remaja Gampong Geudubang Jawa sangat besar, sehingga
3.3. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan gejala/satuan yang ingin diteliti (Prasetyo, 2005:
119). Dalam hal ini yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang
bertempat tinggal di Gampong Geudubang Jawa Kecamatan Langsa Baro Kota
Langsa yang dilihat berdasarkan jenjang usia dan tingkat pendidikan. Kriteria ini
ditentukan karena usia dan tingkat pendidikan mempengaruhi pemahaman dan
pandangan remaja terhadap pengaruh Syari’at Islam. Populasi dalam penelitian ini
berjumlah 237 jiwa, yaitu total dari jumlah populasi remaja yang berusia 15 – 19
tahun. (Sumber data Gampong Geudubang Jawa Tahun 2011).
Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya
dalam suatu penelitian. Dengan kata lain, sampel adalah sebagian dari populasi yang
diambil dengan cara-cara tertentu (Nawawi , 1990: 144). Sampel dalam penelitian ini
berjumlah 70 orang dengan menggunakan rumus Taro Yamane, sedangkan
pengambilan sampel berdasarkan jenis kelamin dan jenjang pendidikan menggunakan
teknik acak kelompok (Cluster Random Sampling). Untuk mengetahui jumlah
populasi berdasarkan jenis kelamin dan jenjang pendidikan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.
Distribusi populasi berdasarkan jenis kelamin dan jenjang pendidikan
Jenis
3.3.2 Teknik Penarikan Sampel
Penetapan jumlah total sampel dalam penelitian ini adalah 70 orang yang
diambil dengan menggunakan rumus Taro Yamane dengan tingkat kepercayaan 90%
(Rakhmat, 2002: 82), yakni sebagai berikut:
N
Dari data populasi pada tabel 1 diatas, maka jumlah sampel dalam penelitian
ini yang diperoleh dengan menggunakan rumus Taro Yamane adalah:
Untuk menentukan jumlah sampel dari setiap tingkat pendidikan digunakan
teknik penarikan sampel acak kelompok (Cluster Random Sampling) dengan rumus
sebagai berikut :
Jadi, dari rumus tersebut diperoleh jumlah sampel berdasarkan jenis kelamin
dan jenjang pendidikan yang dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2.
Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin dan tingkat pendidikan
Jenis
sederajat Jumlah
Laki-laki 2 12 7 21
Perempuan 1 39 9 49
Jumlah 3 51 16 70
3.4. Teknik Pengumpulan Data 3.4.1. Observasi
Obsevasi adalah kunjungan ke lapangan untuk melakukan suatu pengamatan
dalam memperoleh data yang mendukung dalam penelitian. Adapun alasan
penggunaan teknik observasi ini adalah untuk mengamati pengaruh pemberlakuan
hukum Syari’at Islam terhadap gaya hidup remaja.
3.4.2. Kuesioner
Angket atau kumpulan pertanyaan yang disusun secara sistematis dalam
sebuah daftar pertanyaan, kemudian diberikan kepada responden untuk diisi.
Kuesioner ini berisi kumpulan pertanyaan tentang pengaruh pemberlakuan hukum
Syari’at Islam terhadap gaya hidup remaja. Penyebaran kuesioner ini langsung
dilakukan oleh peneliti kepada remaja-remaja di Gampong Geudubang Jawa Kota
Langsa.
3.4.3. Kepustakaan.
Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan agar diperoleh suatu landasan
yang kuat untuk mendukung penelitian ini dari berbagai literatur seperti buku-buku,
koran, majalah, internet serta dokumen lainnya yang berhubungan dengan penelitian
ini.
3.4.4. Dokumentasi
Yaitu dengan mengumpulkan data dan mempelajari data-data yang bersifat
Variabel Z
Identifikasi Responden 3.5. Model Penelitian
Berdasarkan variabel yang telah ditetapkan, apabila dikaitkan dengan variabel lainnya maka terbentuklah model teoritis sebagai berikut:
Variabel X ± Variabel Y Hukum Syari’at Islam gaya hidup remaja
Gambar 1
Model teoritis
Keterangan :
X : Variabel bebas
Y : Variabel terikat
Z : Variabel antara
3.6. Operasional Variabel
Tabel 3. Operasional Variabel
Variabel teoritis Variabel operasional
Syari’at Islam (X)
1. Sosialisasi Syari’at Islam
• Kapan syari’at Islam diterapkan
• Agen sosialisasi syari’at islam
• Cara sosialisasi syari’at islam
2. Pemahaman tentang syariat islam
• Pengertian syariat islam
• Qanun-Qanun yang diatur dalam syari’at
islam
3. Pelaksanaan syariat islam
• Petugas yang mengawasi pelaksanaan syariat
islam
• Razia yang dilakukan petugas WH
• Hukuman atas pelanggar syariat islam
• Kepatuhan terhadap syariat islam
Gaya Hidup Remaja (Y)
1. Mengikuti trend yang berkembang
2. Cara berpenampilan:
• Cara berpakaian
• Cara berpenampilan di akun jejaring sosial 3. Pola hidup konsumtif remaja:
• Penggunaan uang saku untuk membeli
barang dan jasa.
4. Bergaul dengan lawan jenis:
• Batasan berteman
Identifikasi Responden (Z)
1. Jenis kelamin
2. Usia
3. Pendidikan
4. Pekerjaan orang tua
5. Penerimaan uang saku
3.7. Teknik Analisis Data
Setelah semua data sudah selesai dianalisa, data kemudian dimasukkan dalam
tabel-tabel yang telah ditentukan dan mengatur angka-angka serta menghitungnya.
Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini akan dianalisa melalui uji statisitik
Korelasi Product Moment dengan berbasis pada aplikasi software statistik. Aplikasi
software statistik memiliki kemampuan analisa statistik cukup tinggi serta sistem
manajemen data yang sederhana. Dengan demikian diharapkan mampu memperoleh
hasil yang valid. Jadi semua output analisa data adalah hasil dari proses komputerisasi
terhadap data yang diinput ke dalam aplikasi software statistik dan juga menggunakan
teknik tabulasi silang (Singarimbun, 1995:273). Tabulasi silang merupakan metode
analisa yang paling sederhana tetapi memiliki daya menerangkan cukup kuat untuk
3.8. Jadwal Kegiatan Penelitian
No. Kegiatan Bulan Ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Pra Penelitian:
*Penyusunan
Proposal v
*Perbaikan
Proposal v
2 Persiapan:
*Pengurusan Ijin v v
*Persiapan Instrumen
penelitian v v
3 Penelitian:
*Observasi v v
*Quesioner v v
4 Pasca Penelitian:
*Analisis Data v v
*Laporan Akhir v
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI
4.1. Sejarah Terbentuknya Gampong Geudubang Jawa
Gampong Geudubang Jawa pada awalnya adalah merupakan areal, hal ini
dapat dimaklumi karena letaknya yang berdampingan dengan areal perkebunan yaitu
PTP Nusantara I. Jauh sebelum kemerdekaan RI atau pada masa penjajahan Jepang
sekitar tahun 1942, areal hutan mulai digarap oleh beberapa kepala keluarga yang
berstatus sebagai karyawan PTP Nusantara I. Dari tahun ke tahun akhirnya areal yang
tadinya hutan belukar berubah menjadi perkebunan dan perladangan.
Disamping karyawan PTP yang menggarap lahan ini, juga terdapat beberapa
orang asing turunan India dan China yang membuka lahan peternakan. Areal eks
orang asing tersebut telah dibagikan kepada penduduk sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No. 10. Sebagian dari sisa lahan orang asing tersebut sekarang telah
dimanfaatkan untuk kebun kas Desa dengan tanaman kelapa sawit sesuai Izin Bupati
KHD.TK. II Aceh Timur No. 068 / 412.6 Tahun 1996 pada tanggal 3 Januari 1996.
Pada tahun 1945 setelah proklamasi kemerdekaan RI, perkampungan yang
saat itu dihuni oleh sekitar 70 kepala keluarga (KK) umumnya merupakan suku Jawa
dan dari sanalah akhirnya desa ini diberi nama “Geudubang Jawa”. Asal nama
“Geudubang” diambil dari nama sejenis ikan yang cukup banyak dalam sungai yang
mengelilingi dan membatasi perkampungan, dan “Jawa” menunjukkan suku bangsa
dipimpin oleh seorang keuchik/kepala desa yang bernama Bapak Lis Putra yang telah
menjabat sebagai keuchik sejak tahun 2006 s/d 2011.
4.2. Keadaan Geografis Gampong Geudubang Jawa 4.2.1. Keadaan Alam
Pada mulanya Gampong Geudubang Jawa merupakan salah satu gampong
dari 14 gampong dalam wilayah Kecamatan Langsa Barat. Namun pada tahun 2006
sejak berdirinya Kota Madya Langsa, Gampong Geudubang Jawa termasuk dalam
wilayah Kecamatan Langsa Baro.
Gampong Geudubang Jawa memiliki luas wilayah sebesar 6,9 Km² dan
ketinggian dari permukaan laut adalah 3 m. Gampong Geudubang Jawa terdiri dari 4
dusun yaitu Dusun Seulanga, Dusun Bahagia, Dusun Cendana, dan Dusun Damai.
Adapun batas wilayah Gampong Geudubang Jawa adalah sebagai berikut:
• Sebelah Utara berbatasan dengan Gampong Paya Bujok Tunong dan
Gampong Karang Anyar
• Sebelah Timur berbatasan dengan Gampong Paya Bujok Tunong
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Gampong Seulalah
• Sebelah Barat berbatasan dengan Gampong Geudubang Aceh dan
Gampong Sukarakyat
4.3. Komposisi dan Karakteristik Penduduk Gampong Geudubang Jawa 4.3.1. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Gampong Geudubang Jawa Kecamatan Langsa Baro Kota
Madya Langsa adalah 3097 jiwa. Untuk lebih jelas komposisi penduduk menurut
Tabel 4
Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1. Laki-laki 1489 48, 07
2. Perempuan 1608 51, 93
jumlah 3097 100
Sumber : Data Statistik Kantor Keuchik Geudubang Jawa 2011
Dari Tabel 4 diatas, dapat diperoleh gambaran bahwa jumlah penduduk
berjenis kelamin perempuan lebih banyak daripada penduduk berjenis kelamin
laki. Penduduk perempuan berjumlah 1608 jiwa (51,93%) sedangkan penduduk
laki-laki berjumlah 1489 jiwa (48,07%). Namun dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk
Gampong Geudubang Jawa hampir seimbang. Dari 3097 penduduk di Gampong
Geudubang Jawa terdapat 769 kepala keluarga (KK).
4.3.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia
Untuk mengetahui jumlah penduduk Gampong Geudubang Jawa berdasarkan
usia dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5
Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia
No. Kelompok umur (tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1. 0 – 5 tahun 220 7,1
Dari tabel 5 diatas, diketahui bahwa sebagian besar penduduk Gampong
Geudubang Jawa berada diantara kelompok usia 21 – 40 tahun, yaitu berjumlah 1029
jiwa (33,22%). Sedangkan penduduk yang berusia 81 keatas berjumlah 15 jiwa
(0,48%). Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah remaja yang
berusia antara 15 – 19 tahun, dengan pertimbangan pada usia tersebut remaja sudah
dapat dikatakan memiliki pemikiran, pemahaman, dan perilaku yang telah
berkembang dengan baik sehingga dapat memberikan informasi yang dibutuhkan
oleh peneliti.
4.3.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan suatu penduduk dapat menunjang tingkat kemajuan dan
keberhasilan tingkat pembangunan didaerah tersebut. Untuk mengetahui tingkat
pendidikan penduduk Gampong Geudubang Jawa dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6
Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1. Tidak Tamat SD/Sederajat 327 10,56
Sumber: Data Statistik Kantor Keuchik Geudubang Jawa 2011
Dari tabel 6 diatas, dapat diketahui bahwa pendidikan penduduk Gampong
Geudubang Jawa pada umumnya adalah tamatan SLTA/sederajat, yaitu berjumlah
1236 jiwa (39,91%). Penduduk yang tidak tamat SD sebanyak 327 jiwa (10,56%).
kecil yaitu berjumlah 254 jiwa (8,2%). Hal ini mampu memberi gambaran bahwa
masyarakat Gampong Geudubang Jawa telah memiliki tingkat pendidikan yang
cukup tinggi. Meskipun sebagian kecil penduduknya ada yang tidak tamat SD, namun
mereka tidak buta huruf dan bisa membaca Al-Qur’an serta berhitung sederhana.
4.3.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Mata pencaharian adalah sumber utama dalam menunjang kebutuhan hidup
sehari-hari. Penduduk Gampong Geudubang Jawa pada umumnya bekerja sebagai
pedagang, PNS, karyawan BUMN/PTPN, karyawan swasta dan petani. Untuk melihat
mata pencaharian masyarakat di Gampong Geudubang Jawa dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 7
Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
No. Jenis mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1. Petani 83 4,29
2. Pedagang 458 23,66
3. Karyawan swasta 82 4,23
4. PNS/POLRI/TNI 315 16,27
5. BUMN/PTP N 97 5,01
6. Tidak kerja/belum bekerja 539 27,84
7. Lain-lain 362 18,7
Jumlah 1936 100
Sumber: Data Statistik kantor Keuchik Geudubang Jawa 2011
Mata pencaharian penduduk di Gampong Geudubang Jawa paling banyak
adalah sebagai pedagang yaitu sebanyak 458 jiwa (23,66%), sedangkan penduduk
yang berprofesi sebagai karyawan swasta menduduki persentase terkecil yaitu
sebanyak 82 orang (4,23%). Penduduk yang telah berusia dewasa namun belum/tidak