• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan EO Kunyit Terhadap Daya Antimikroba Kitosan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Pengaruh Penambahan EO Kunyit Terhadap Daya Antimikroba Kitosan

Dua jenis sampel kitosan yang digunakan pada penelitian ini masing-masing dengan konsentrasi yang sama yaitu 2% (b/v). Pengujian daya

antimikrobanya menggunakan metode difusi sumur pada media agar padat. Dimana sampel sebanyak 60 μL dimasukkan dalam sumur agar untuk diamati adanya zona bening di sekitar sumur. Munculnya zona bening menunjukkan adanya aktivitas penghambatan kitosan terhadap bakteri. Aktivitas penghambatan bakteri tersebut dinyatakan dengan diameter penghambatan (mm) yang merupakan hasil pengurangan diameter luar zona bening dengan diameter lubang sumur. Pada Gambar 13 dan 14 menunjukkan hasil pengukuran aktivitas penghambatan antibakteri. 0 5 10 15 20 25 30 KA KA+EO KB KB+EO z ona p e ngha m ba ta n ( m m ) E. coli Basillus cereus

Gambar 13 Diameter penghambatan bakteri kitosan dengan larutan asam asetat 5 % (rata-rata ± SD)

0 5 10 15 20 25 KA KA+EO KB KB+EO Zona pe ngha m ba ta n ( m m ) E. coli Bacillus cereus

Gambar 14 Diameter penghambatan bakteri kitosan dengan larutan asam asetat 2 % (rata-rata ± SD)

Kedua jenis kitosan yang digunakan dalam penelitian ini (kitosan A dan kitosan B) menunjukkan adanya aktivitas antimikroba terhadap E. Coli dan Bacillus cereus. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa kitosan yang dilarutkan dalam 2% asam asetat berpengaruh nyata terhadap Bacillus cereus, hal ini didasarkan pada tingkat kepercayaan 5%. Pada uji lanjut duncan diketahui bahwa kitosan B yang dikombinasi dengan esensial oil kunyit berbeda nyata dengan perlakuan lainnya yaitu kitosan B tanpa kombinasi esensial oil, kitosan A ataupun kitosan A yang dikombinasikan dengan esensial oil.

Membandingkan dengan larutan asam asetat yang lebih encer, bahwa kitosan yang dilarutkan dalam asam asetat 5% menunjukkan bahwa respon kedua jenis bakteri terhadap perlakuan tidak memberikan perbedaan nyata antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya. Walaupun berdasarkan hasil pengamatan diketahui penghambatan terhadap kedua jenis bakteri yang diujikan tersebut cukup besar.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kitosan lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif dibandingkan bakteri gram positif (Devlieghere et al. 2004; Chung et al. 2004). Dijelaskan juga bahwa aktivitas antibakteri kitosan dipengaruhi oleh berat molekul, derajat deasetilasi, konsentrasi larutan, dan pH medium (Liu et al. 2000). Menurut Chung et al. (2004) hidrofilisitas bakteri gram negatif lebih tinggi dibandingkan pada bakteri gram positif. Walaupun hidrofilisitas sama diantara bakteri gram negatif, tapi distribusi muatan negatif pada permukaan selnya sangat berbeda. Semakin negatif muatan permukaan maka interaksi dengan kitosan lebih besar (Chung et al. 2004). Dari penjelasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa absorbsi kitosan akan sangat mempengaruhi tingkat efisiensi penghambatan kitosan terhadap bakteri.

Salah satu yang menjadi alasan adanya sifat antimikroba kitosan adalah adanya muatan positif pada gugus amino yang dapat berikatan dengan muatan negatif membran sel. Hal ini menyebabkan bocornya bahan protein dan bahan intraseluler lainnya (Shahidi et al. 1999). Pada bakteri gram positif, komponen terbesar dari dinding sel adalah peptidoglikan dan protein yang sangat sedikit. Sedangkan dinding sel bakteri gram negatif lebih tipis tetapi lebih kompleks. Di dalamnya selain peptidoglikan terkandung berbagai polisakarida, protein, lipid.

Dinding sel bakteri gram negatif juga memiliki membran terluar yang menyusun permukaan terluar dinding (Black 1996).

Peptidoglikan adalah heteropolimer glikan yang dihubungsilangkan dengan asam amino. Peptidoglikan memainkan peranan penting sebagai penahan turgor dan kekakuan sel. Pada bakteri gram positif peptidoglikan terdiri atas banyak lapisan, sedangkan pada bakteri gram negatif hanya terdiri beberapa lapis saja. Peptidoglikan terdiri atas 2 jenis glikan (amino-gula), yaitu asam asetil muramat dan N-asetil glukosamin. Keduanya dihubungkan dengan ikatan glikosidik β-1,4, jadi C nomor 1 dari asam N-asetil muramat berikatan dengan C nomor 4 dari N-asetil glukosamin. Asam N-asetil muramat merupakan modifikasi dari N-asetil glukosamin. Modifikasi itu terletak pada penambahan gugus laktil pada C nomor 3. Asam amino yang menghubungsilangkan asam N-asetil muramat satu dengan asam N-asetil muramat lainnya pada rantai berbeda adalah tetrapeptida ganda. Jenis asam amino dan urutan perhubungsilangan bervariasi, tetapi ada persamaannya, yaitu asam amino ke-1 dan ke-4 adalah alanin, asam amino ke-2 adalah glutamat. Perbedaannya terletak pada asam amino ke-3 yang bervariasi.

Gambar 15 Peptidoglikan terdiri atas UDP N-setilglukosamin(G), UDP N-asetilmuramil (M), dan jembatan tetrapeptida

Prekursor peptidoglikan adalah UDP (uridin difosfat) yang merupakan derivat amino-gula. Mekanisme sintesis dinding sel dapat diringkas sebagai berikut. Sintesis 2 jenis amino-gula di sitoplasma, transfer amino-gula dari sitoplasma ke periplasma oleh pembawa lipid membran sel, polimerisasi peptidoglikan di sisi luar membran sel, dan transpeptidasi ikatan silang peptidoglikan.

Menurut Liu et al. (2000) kitosan adalah antibakteri kationik yang telah luas digunakan khususnya sebagai disinfektan eksternal dan tempat target muatan kation adalah dinding sel bakteri. Dimana pada penelitian Sudharshan et al. (1992) menerangkan mekanisme aktivitas antibakteri bahwa gugus amino kitosan diikat pada komponen permukaan bakteri dan menghambat pertumbuhan bakteri. Kitosan pada konsentrasi lebih rendah memungkinkan berikatan dengan muatan negatif pada permukaan bakteri sehingga mengganggu membran sel dan menyebabkan kematian sel dengan membocorkan komponen intraseluler; pada konsentrasi tinggi, kitosan mungkin menambah lapisan permukaan bakteri yang mencegah kebocoran komponen intraseluler yang sama dengan menghambat transfer massa pada sel. Selanjutnya Liu et al. (2000) menjelaskan pula bahwa aktivitas antibakteri tergantung pada konsentrasi kitosan dalam larutan. Aktivitas antibakteri dari kitosan dalam medium akan meningkat jika konsentrasi kitosan meningkat. Konsentrasi kitosan dalam medium juga mengindikasikan konsentrasi NH3+, penghambatan bakteri tergantung pada jumlah NH3+.

Dari penjelasan sebelumnya dapat dinyatakan bahwa aktivitas antibakteri kitosan dan karakteristik dinding sel sangat berhubungan. Dimana semakin banyak adsorbsi kitosan maka akan semakin besar perubahan pada struktur dinding sel dan permeabilitas membran sel. Kedua hal tersebut menghasilkan kematian bagi bakteri. Kitosan yang bermuatan positif pada gugus amino-nya (NH3+), pada larutan yang lebih asam dan derajat deasetilasi yang lebih tinggi akan menyebabkan jumlah adsorpsi yang lebih besar pula (Chung et al. 2004). Hasil uji difusi sumur yang dilakukan memperkuat anggapan tersebut. Di mana perbedaan konsentrasi asam asetat sebagai pelarut bagi kitosan menunjukkan adanya perbedaan daya hambat terhadap pertumbuhan mikroba. Kitosan dengan pelarut 5% memiliki diameter penghambatan yang lebih luas dibandingkan

dengan pelarut 2%. Hal ini juga dijelaskan oleh Liu et al. (2001) bahwa kitosan hubungannya dengan pH, dimana kitosan adalah polielektrolit, dan pKa-nya adalah sekitar 6,3. Dalam kondisi ini, NH2 memiliki muatan yang sangat signifikan, pada saat berbentuk NH3+, menunjukkan aktivitas antibakteri yang baik dibandingkan dengan pH > 6,3, jumlah NH3+ menurun, solubilitas menurun sehingga aktivitas antibakteri berkurang. Sedangkan jika dengan pH < 6,3, jumlah NH3+ bervariasi, tapi jumlah H+ meningkat. Jumlah kationik berkompetisi dalam mengikat muatan negatif permukaan bakteri, tapi hanya polikationik yang dapat menyebabkan penggumpalan. Jadi, aktivitas antibakteri kitosan dalam media dengan pH seperti ini akan menurun.

Ditambahkan pula bahwa mekanisme kitosan dan turunannya sebagai antibakteri belum diketahui dengan pasti. Namun diduga ada beberapa mekanisme antara lain : 1) kitosan dapat berikatan dengan membran sel bakteri yang bermuatan negatif karena bersifat polikationik, hal ini terjadi melalui interaksi elektrostatik, sehingga mempengaruhi permeabilitas membran sel dan mengakibatkan kebocoran bahan-bahan intraseluler seperti protein, enzim, materi genetik, dan lain-lain (Papineau et al. 1991; Sudharshan et al. 1992; Fang et al. 1994; Chen et al 1998); 2) kitosan dapat mengikat ion-ion logam pada larutan intrasel yang berperan penting bagi kelangsungan hidup sel bakteri, 3) kitosan berikatan dengan DNA dan mRNA dan sintesis protein (Sudharshan et al. 1992; Hadwiger et al. 1985).

Mekanisme antibakteri kitosan pertama kali didokumentasikan oleh Muzarelli et al. (1990) yang menunjukkan perubahan dinding sel bakteri dan organel melalui mikrograf elektron. Hasil tersebut kemudian diperkuat oleh Helander et al. (2001) yang menunjukkan bahwa kitosan merusak perlindungan membran luar dari bakteri gram negatif. Mikroskop elektron memperlihatkan bahwa kitosan menyebabkan terjadinya perubahan pada permukaan sel dan menutupi membran luar bakteri dengan struktur vesikular. Kitosan berikatan dengan membran luar dan menyebabkan kehilangan fungsi barier dari membran sel bakteri. Sifat ini memungkinkan kitosan diaplikasikan sebagai pelindung/pengawet makanan (Helander et al. 2001).

Chung et al. (2004) menerangkan mekanisme antibakteri dari kitosan berdasarkan sifat hidrofilik dan analisis muatan negatif pada permukaan sel bakteri, dan karakteristik penyerapan kitosan pada sel bakteri. Sifat hidrofilik diantara sesama bakteri gram negatif sama, tetapi distribusi dari muatan pada permukaan sel bakteri yang satu dengan yang lainnya memiliki sedikit perbedaan. Sehingga dapat diduga bahwa permukaan sel bakteri yang memiliki muatan negatif lebih banyak akan menghasilkan interaksi yang lebih baik dengan kitosan. Chung et al. (2004) juga menambahkan bahwa sifat hidrofilik dari bakteri gram negatif lebih besar dibanding gram positif. Jumlah kitosan yang diserap dan efisiensi penghambatan terhadap bakteri memiliki hubungan yang erat Analisis relative cell density (RCD) menunjukkan jumlah residu sel dalam larutan setelah diadsorpsi menggunakan resin. Nilai RCD yang lebih rendah menunjukkan densitas muatan negatif yang lebih tinggi pada permukaan sel bakteri. Semakin banyak muatan negatif pada permukaan sel, semakin banyak kitosan diserap, yang akan menyebabkan kebocoran sel karena meningkatkan permeabilitas sel (Meidina 2005).

Membran luar bakteri gram negatif terdiri dari polimer polisakarida dan lipid, biasa disebut lipopolisakarida (LPS). Pada LPS ini terdapat 3 bagian yaitu lipid A yang terdiri atas 2 residu glukosamin, core yang terdiri atas polisakarida, dan repeated antigen-O. pada E. coli terdapat 4 asam lemak yang berikatan langsung dengan glukosamin lipid A. asam lemak tersebut adalah 2 asam

β-hidroksimiristat (C14), 1 asam lemak miristat, dan 1 asam lemak lauril. Dua asam β-hidroksimiristat terikat langsung denga lipid A. Asam lemak miristat dan lauril masing-masing terikat dengan asam lemak β-hidroksimiristat.

Tsai dan Su (1999) menguji aktivitas penghambatan kitosan udang (DD 98) terhadap E. Coli. Kitosan menyebabkan kebocoran glukosa dan laktat dehidrogenase dari sel E. Coli.

Peningkatan daya hambat kitosan dapat pula dilakukan dengan mengkombinasikan dengan bahan lainnya yang diketahui juga memiliki kemampuan menghambatan pertumbuhan bakteri. Dalam penelitian ini dilakukan penambahan esensial oil dari EO kunyit yang dimaksudkan untuk mengamati pengaruhnya terhadap daya penghambat kitosan pada bakteri yang diujikan.

Gambar 16 Zona penghambatan kitosan dengan penambahan EO kunyit pada bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli

Beberapa penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Zivanovic et al. (2005) yaitu menggunakan EO bahan alami seperti oregano oil yang ditambahkan ke dalam larutan bahan pembuatan film kitosan ternyata mampu meningkatkan penghambatan kitosan terhadap bakteri patogen pada produk daging. Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh ELgayyar et al. (2001) menemukan bahwa oregano oil menghambat pertumbuhan E. coli secara sempurna dan memperlihatkan pengaruh penghambatan yang kuat terhadap L. monocytogenes. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan penambahan bahan alami lainnya yang diketahui memiliki daya hambat mikroba secara tunggal berpotensi digunakan untuk meningkatkan kemampuan antimikroba kitosan.

Pada EO kunyit diketahui memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan beberapa bakteri gram negatif dan bakteri gram positif (Negi et al. 1999). Dalam penelitian ini juga diketahui EO kunyit memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan mikroba pada medium yang diujikan yaitu 2,61 mm dan 7,78 mm, masing-masing pada E. Coli dan Bacillus cereus. Penambahan EO kunyit terhadap kitosan jelas terlihat mempengaruhi aktivitas antimikroba dari kitosan. Penghambatan terkuat dengan penambahan EO kunyit terdapat pada kitosan B (18,63 mm) pada bakteri E. coli. Walaupun terlihat bahwa penambahan EO menurunkan daya hambat kitosan terhadap bakteri gram negatif tersebut yaitu dimana zona penghambatan menjadi 17,36 mm. Tetapi tidak demikian pada Bacillus cereus, penambahan EO justru meningkatkan zona penghambatan pertumbuhan mikroba tersebut yaitu dari 17,36 mm menjadi 18,58. Berbeda pada kitosan A, penambahan EO kunyit meningkatkan daya hambat kitosan terhadap kedua jenis mikroba yang diujikan.

Dokumen terkait