• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Papain terhadap Sifat Visco Amilografi Tepung Jagung

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4 Penentuan Waktu Perendaman Awal

4.5.6 Pengaruh Penambahan Papain terhadap Sifat Visco Amilografi Tepung Jagung

Uji amilografi dilakukan untuk mengukur tingkat gelatinisasi tepung jagung yang dihasilkan setelah dilakukan inkubasi dengan papain. Pengujian dilakukan menggunakan RVA. Pengujian dilakukan terhadap contoh grits jagung lokal Kodok dan hibrida P21sebelum dan sesudah penambahan papain pada berbagai waktu dan konsentrasi papain. Hasil uji RVA untuk grits jagung sebelum penambahan papain dan setelah inkubasi selama 24 jam pada 0,5% dan 1,0% papain disajikan pada Tabel 4.13 dan Gambar 4.15.

Tabel 4.13 Perbandingan parameter amilografi tepung jagung pada beberapa kondisi inkubasi dan pati jagung komersial

Varietas Jagung Pelakuan Peak Visc. (cP) Through Visc. (cP) Breakdown Visc. (cP) Final Visc. (cP) Setback Visc. (cP) Peak Time (Menit) Pasting Temp. (0C) Lokal Kodok 3 jam; 0,0% 1254 1258 -4 2871 1613 13,00 91,00 24 jam;0,5% 3472 2054 1418 4049 1995 8,33 72,05 24 jam;1,0% 4297 2237 2060 4353 2116 8,20 71,20 Hibrida P21 3 jam; 0,0% 1379 1385 -6 3345 1960 13,00 88,95 24 jam;0,5% 2787 2000 787 3623 1623 8,40 78,05 24 jam;1,0% 4327 1940 2387 3842 1902 8,00 73,70

Pati Jagung ―Redwood‖ 4041 2350 1691 4420 2070 8,40 75,25

Hail pengukuran dengan RVA pada kedua varietas tepung jagung pada berbagai waktu inkubasi dan konsentrasi menunjukkan terjadinya perubahan viskositas puncak, viskositas panas, breakdown viscosity, viskositas akhir, setback

viscosity, waktu gelatisasi, dan suhu awal gelatinisasi.

Dari Tabel 4.13 dapat dilihat bahwa suhu awal gelatinisasi (pasting

temperature) dari tepung jagung tanpa perendaman dalam papain adalah 91oC dan

88,95oC untuk jagung lokal dan hibrida. Setelah inkubasi selama 24 jam pada 0,5% dan 1,0% papain turun menjadi 72,05 oC dan 71,2oC untuk jagung lokal dan 78,05 oC dan 73,7oC untuk jagung hibrida. Suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada saat pertama kali viskositas mulai naik. Peningkatan viskositas terjadi karena penyerapan air dan pembengkakan granula pati yang irreversible di dalam air pada saat pemanasan, dimana energi kinetik molekul-molekul air lebih kuat daripada daya tarik menarik pati di dalam granula pati. Tingginya suhu awal gelatinisasi pada tepung jagung tanpa inkubasi tersebut menunjukkan besarnya energi yang dibutuhkan untuk memutuskan gaya tarik menarik antara molekul pati dalam granula pati. Suhu awal gelatinisasi tepung jagung setelah diinkubasi selama 24 jam pada 1,0% papain untuk kedua varietas tersebut sudah mendekati suhu awal gelatinisasi pati jagung berkisar antara 60-72oC (Fennema 1996), dan lebih rendah dari suhu awal gelatinisasi pati jagung komersial produksi PT. Redwood Indonesia yang mencapai 75,5oC.

Turunnya suhu awal gelatinisasi tepung jagung setelah dilakukan inkubasi pada grits jagung dengan papain menunjukkan bahwa granula-granula pati tersusun lebih longgar dan tidak kaku sehingga memudahkan molekul air masuk ke dalam granula pati. Pada suhu awal gelatinisasi granula pati mulai mengembang dan pada suhu puncak gelatinisasinya granula pati akan mencapai pengembangan maksimum hingga selanjutnya pecah. Semakin longgarnya granula-granula pati bergerak tersebut akibat terurainya matriks protein dalam

endosperma yang ditandai oleh turunnya kekerasan grits dan turunnya kandungan proteinnya.

Semakin tinggi suhu awal gelatinisasi suatu jenis pati menunjukkan semakin tinggi gaya ikat dalam granula pati tersebut. Menurut Hubeis (1985), suhu awal gelatinisasi dibagi menjadi suhu gelatinisasi rendah (55-69,5oC), suhu gelatinisasi sedang (70-74,5oC) dan suhu gelatinisasi tinggi (>74,5oC). Dari penggolongan tersebut, suhu gelatinisasi tepung jagung setelah diinkubasi selama 24 jam dengan 1,0% papain adalah termasuk ke dalam suhu gelatinisasi sedang.

A

B

Gambar 4.15 Amilografi tepung jagung lokal Kodok (A) dan tepung jagung hibrida P21 (B) pada berbagai kondisi dan pati jagung komersial Inkubasi dengan papain juga menyebabkan waktu untuk mencapai viscositas maksimum (peak time) tepung jagung menjadi lebih cepat seiring dengan meningkatnya konsentrasi papain dan lama waktu inkubasi. Waktu gelatinisasi tepung jagung tanpa penambahan papain untuk varietas lokal dan hibrida adalah 13,00 menit, dan menjadi 8,20 dan 8,00 menit setelah diinkubasi selama 24 jam pada 1,0% papain. Sementara itu, waktu gelatinisasi tepung jagung setelah inkubasi pada 0,5% papain selama 24 jam hampir sama dengan waktu

gelatinisasi pati jagung komersial, yaitu 8,40 menit. Semakin cepatnya waktu untuk mencapai viscositas maksimum tersebut sebagai akibat terurainya matrik protein sehingga granula pati dapat tergelatinisasi tanpa hambatan.

Viskositas maksimum merupakan titik maksimum viskositas pasta yang dihasilkan selama proses pemanasan. Pada titik ini, granula pati yang mengembang mulai pecah dan diikuti dengan penurunan viskositas. Charles et al. (2005) melaporkan bahwa semakin tinggi kadar amilosa maka viskositas maksimum pati akan semakin tinggi. Semakin tinggi viskositas maksimum, berarti kemampuan pati dalam menyerap air semakin besar dan daya thickening- nya (kelengketan) semakin besar. Hal ini memungkinkan penggunaan tepung dalam jumlah yang lebih sedikit untuk mencapai viskositas tertentu, dan akhirnya dapat mengurangi biaya produksi (Rahman 2007). Viskositas maksimum tepung jagung sebelum penambahan papain adalah sebesar 1254 cP dan 1379 cP untuk jagung lokal dan hibrida. Setelah inkubasi selama 24 jam pada 0,5% dan 1,0% papain naik menjadi 3472 cP dan 4297 cP untuk jagung lokal dan 2787 cP dan 4327 cP untuk jagung hibrida. Viskositas maksimum tepung setelah diinkubasi dengan papain cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya konsentrasi papain dan waktu inkubasi. Terjadinya penguraian matriks protein selama inkubasi menyebabkan granula pati lebih mudah menyerap air dan mengembang sehingga berakibat meningkatnya viskositas maksimum selama inkubasi. Viskositas maksimum tepung jagung kadua varietas setelah diinkubasi selama 24 jam pada 1,0% papain sedikit lebih tinggi dibandingkan viskositas pati jagung komersial, yaitu 4041 cP. Hal tersebut menandakan kemudahan granula-granula pati pada tepung jagung mengembang adalah sudah sama dengan granula-granula pati pada pati jagung.

Kestabilan pasta dalam kondisi panas dapat dilihat dengan melanjutkan pemanasan pada suhu 95oC selama 5 menit. Terjadinya pemanasan tersebut menyebabkan granula pati menjadi rapuh, pecah dan terpotong-potong membentuk polimer dan agregat serta viskositasnya menurun akibat terjadinya

leaching amilosa. Viskositas minimum tepung jagung lokal dan hibrida setelah

diinkubasi selama 24 jam pada 1,0% papain adalah 2237 cP dan 1940 cP. Perbedaan nilai viskositas minimum tersebut menunjukkan pasta tepung jagung lokal lebih stabil dibandingkan pasta tepung jagung hibrida. Secara umum, viscositas minimum kedua varietas jagung tersebut hampir sama dengan viskositas minimum pati jagung komersial, yaitu 2350 cP.

Nilai penurunan viskositas yang terjadi dari viskositas maksimum menuju viskositas minimum ketika suspensi dipanaskan pada suhu 950C disebut dengan

breakdown viscosity. Menurut Beta dan Corke (2001), breakdown viscosity

berhubungan dengan kestabilan pati selama pemanasan. Semakin rendah

breakdown viscosity, maka pati semakin stabil pada kondisi panas. Besarnya

breakdown viscosity menunjukkan bahwa granula-granula pati yang telah

membengkak secara keseluruhan bersifat rapuh dan tidak tahan terhadap proses pemanasan (Panikulata 2008). Breakdown viscosity tepung jagung lokal setelah diinkubasi selama 24 jam pada 1,0% papain lebih rendah daripada tepung jagung hibrida. Hal tersebut menunjukkan pasta tepung jagung lokal lebih stabil pada kondisi panas daripada tepung jagung hibrida. Sementara itu, bila dibandingkan dengan breakdown viscosity pati jagung komersial, pasta tepung jagung kedua varietas relatif kurang stabil pada kondisi panas.

Pendinginan pada pasta pati mengakibatkan pasta pati mengalami kenaikan viskositas akibat retrogradasi pati, yaitu bergabungnya rantai molekul amilosa yang berdekatan melalui ikatan hydrogen intermolekuler (Swinkels 1985). Nilai kenaikan viskositas pasta pati pada saat didinginkan ini disebut setback viscosity. Nilai ini ditentukan dengan menghitung selisih antara viskositas pasta pati setelah mencapai 50oC dengan viskositas setelah holding 95oC. Semakin besar (positif) nilai setback viscosity, proses retrogradasi semakin kuat dan bila nilainya semakin negatif, yang terjadi adalah proses sineresis (Winarno 1992; Munarso 1998; Maziya-Dixon et al. 2007). Retrogradasi yang terlalu tinggi tidak diharapkan karena menyebabkan produk yang dihasilkan cepat mengalami kekerasan dan kering. Nilai setback viscosity tepung jagung lokal setelah inkubasi selama 24 jam pada 1,0% papain lebih tinggi daripada tepung jagung hibrida. Hal tersebut menandakan kecenderungan terjadinya retrogradasi pada tepung jagung lokal lebih kuat daripada tepung jagung hibrida yang disebabkan kandungan amilosa pada jagung lokal lebih tinggi daripada jagung hibrida (Tabel 4.1). Namun demikian, kecenderungan terjadinya retrogradasi tepung jagung kedua varietas tersebut sama dengan kemampuan retrogradasi pati jagung komersial.

Gambar 4.15 juga menunjukkan bahwa profil amilografi tepung jagung kedua varietas setelah diinkubasi selama 24 jam pada konsentrasi papain 1% adalah menyerupai profil amilografi pati jagung komersial. Hal tersebut mengindikasikan adanya kemiripan sifat visco amilografi tepung jagung yang dihasilkan dengan pati jagung yang dihasilkan dari proses basah. Dengan demikian, kehalusan partikel tepung dan kemampuan mengembang tepung yang dihasilkan sudah menyamai ukuran partikel dan kemampuan mengembang pati jagung sesuai hasil penelitian sebelumnya oleh Navickis dan Bagley (1986). 4.6 Optimasi Proses Produksi Tepung Jagung Secara Enzimatis

Hasil analisis korelasi antara konsentrasi papain dengan kekerasan grits

jagung lokal maupun hibrida adalah signifikan pada waktu inkubasi 12 jam hingga 24 jam dengan korelasi pearson masing-masing 94,5% dan 96,5% dengan

p-value 0,05 dan 0,04 untuk jagung lokal Kodok dan nilai korelasi pearson

masing-masing 96,8% dan 96,5% dan p-value 0,03 dan 0,04 untuk jagung hibrida P21. Berdasarkan hasil tersebut, maka penentuan kondisi optimum inkubasi akan dilakukan pada rentang waktu 12 hingga 24 jam dan konsentrasi papain pada rentang 0,5 hingga 1,0%.

Penentuan kondisi optimum proses inkubasi dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap 2 (dua) faktor, yaitu faktor konsentrasi enzim dan faktor waktu inkubasi. Level faktor konsentrasi sebanyak 5 (lima) taraf, yaitu konsentrasi enzim 0,6; 0,7; 0,8; 0,9 dan 1,0% atau (425,4; 496,3; 567,2; 638,1; dan 709 U/g), sedangkan level faktor untuk lama waktu inkubasi adalah 4 (empat) taraf, yaitu : 15, 18, 21 dan 24 jam dengan 2 (dua) ulangan. Variabel respon dioptimasi adalah kekerasan grits jagung.

4.6.1 Pengaruh Penambahan Papain terhadap Kekerasan Grits Jagung