• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN CANGKANG KELAPA SAWIT TERHADAP MUTU BETON RINGAN

Dalam dokumen 139959084 Jurnal Tekno Oktober 2011 (Halaman 30-34)

Oleh:

Ike Pontiawaty

Teknik Sipil, Universitas Pakuan – Bogor

Abstrak -

Penelitian merupakan studi eksperimental kuat tekan dan kuat tarik belah spesimen silinder beton menggunakan agregat cangkang kelapa sawit, yaitu limbah industri minyak sawit. Cangkang kelapa sawit mempunyai keunggulan, yaitu tebal 2-8 mm dan lebar 10-20 mm, bersifat keras dan liat karena banyak kandungan silika dioksida (SiO2) dan mempunyai berat volume + 600 kg/m3, sehingga dapat digunakan sebagai pengganti kerikil yang menghasilkan beton berbobot ringan yang signifikan. Studi dilakukan dengan mempertahankan nilai slump antara 50 – 75 mm, kandungan HRWR bervariasi, antara 1.0% dan 1.2%. Pada setiap variasi HRWR, kandungan abu terbang bervariasi dari 0%, 15%, 20%, dan 25% terhadap berat semen Portland untuk mendapatkan kadar optimum abu terbang dari setiap persentasi HRWR yang menghasilkan kuat tekan maksimum pada umur 28 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat volume beton 1700-1800 kg/m3, sehingga tergolong sebagai beton ringan. Pada semua kadar HRWR, peningkatan kadar abu terbang akan meningkatkan kuat tekan sampai kadar abu terbang 10%, kemudian kekuatan akan menurun. Pemakaian HRWR 1,0% meningkatkan kuat tekan, dan kadar 1,2% kuat tekan menurun tetapi masih lebih baik dari kadar HRWR 0%.

Kata kunci

: agregat kasar ringan, cangkang kelapa sawit, High Range Water Reducer

Abstracts

– This research is an experimental study of compressive strength and split tensile strength of concrete

cylinder specimens using oil palm shell aggregate, ie, palm oil industry waste. Palm shells have the advantage, that is 2-8 mm thick and 10-20 mm wide, with the characteristics of hard and viscous due to its content of silica dioxide (SiO2) and has a volume of 600 kg/m3, in which it can be used instead of gravel that produce a significant light weight concrete. Studies carried out by maintaining the slump values between 50-75 mm, HRWR content varies which are 1.0%, and 1.2%. In each variation of HRWR, fly ash content varied from 0%, 15%, 20%, and 25% by weight of Portland cement to obtain optimum levels of fly ash from each percentage of HRWR that generates the maximum compressive strength at 28th day. The result of the research shows the concrete volume of 1700 – 1800 kg/m3, thus classified as lightweight concrete. At all levels of HRWR, the elevated levels of fly ash will increase the compressive of its strength content up to 10%, in which the power will diminish afterwards. The use of 1.0% HRWR increase compressive strength and 1.2% compressive strength levels decreased but still better that 0% HRWR levels.

Key words

: lightweight coarse aggregate, oil palm shell, High Range Water Reducer

1. Pendahuluan

Indonesia merupakan salah satu negara yang menggunakan beton sebagai bahan konstruksi dengan tingkat penggunaan yang cukup tinggi dibandingkan dengan bahan konstruksi lainnya. Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang banyak digunakan untuk pembangunan, karena mempunyai sifat-sifat fisik dan karakter tertentu yang bervariasi sesuai dengan perubahan proporsi komponen material penyusunnya. Secara umum, beton merupakan penggabungan dari material-material semen portland, air, agregat kasar dan agregat halus yang membentuk massa padat.

Beton mempunyai kekurangan yang harus diperhatikan, yaitu berat mati yang besar. Untuk mengatasi hal tersebut, bobot beton perlu direduksi dengan menggunakan agregat ringan. Sifat beton sangat dipengaruhi oleh komposisi dan kualitas material penyusunnya. Agregat sebagai bahan pengisi, menempati 70% dari volume beton, yang terdiri dari 30% agregat halus dan 40% agregat kasar. Agregat kasar yang umum digunakan adalah agregat kasar alam, yaitu batu pecah (split) atau kerikil. Eksplorasi batu sebagai bahan bangunan akan sangat merusak alam. Selain itu di beberapa daerah seringkali kerikil sulit didapat, sehingga harus

mendatangkan dari daerah lain yang membutuhkan biaya besar.

Penggunaan bahan lokal yang tersedia, akan mengurangi harga bangunan. Di beberapa tempat di Indonesia terdapat cangkangkelapa sawit yang dapat menjadi bahan pengganti kerikil

Menurut data Statistik Perkebunan dalam Komoditas (2000), perkebunan kelapa sawit (Elaeis

guineensis Jacq.) merupakan perkebunan terbesar di

Indonesia, mencapai 14.164.439 hektar, yang tersebar hampir di seluruh wilayah Nusantara. Pertumbuhan perkebunan rakyat pada periode 30 tahun terakhir mencapai 45% per tahun, sementara areal perkebunan negara tumbuh 6,8% per tahun, dan perkebunan swasta 12,8% per tahun. Rata-rata produktivitas kelapa sawit mencapai 1,396 ton/hektar/tahun untuk perkebunan rakyat, dan 3,50 ton/hektar/tahun untuk perkebunan besar. Bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomi tinggi adalah buahnya yang tersusun dalam sebuah tandan, disebut TBS (tandan buah segar). Pabrik rata-rata mampu memproses 1.200 ton TBS per hari, yang beroperasi selama 300 hari per tahun. Buah sawit di bagian sabut (mesocarp) menghasilkan minyak sawit kasar (crude palm oil/CPO) sebanyak 20-24%, dan bagian inti sawit (kernel) menghasilkan minyak inti sawit (palm kernel oil/PKO) sebanyak 3-4%. Limbah industri minyak sawit terdiri dari 22% TKKS (tandan kosong kelapa sawit), yang dimanfaatkan sebagai pupuk organik dan bahan pulp kertas, 12,5% serat, yang dimanfaatkan sebagai pengisi jok mobil, dan 5-6% tempurung, yang hanya dimanfaatkan untuk bahan bakar dan campuran perkerasan jalan.

Cangkang kelapa sawit adalah limbah industri minyak sawit yang umumnya kurang dimanfaatkan. Cangkang kelapa sawit memenuhi syarat gradasi agregat kasar, bersifat keras dan liat, sehingga dapat digunakan sebagai pengganti agregat kasar alam, yaitu kerikil yang mempunyai berat volume +1300 kg/m3, menghasilkan beton berbobot ringan yang signifikan. Beton ringan struktural menyebabkan beban mati struktur menjadi lebih ringan. Oleh karena bobot struktur beton lebih ringan, maka struktur kolom maupun pondasi dapat lebih sederhana, sehingga resiko sosial dan ekonomis dapat diminimalkan.

Cangkang kelapa sawit dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pengganti atau penambah agregat kasar. Tempurung kelapa sawit mempunyai keunggulan, yaitu tebal 2-8 mm dan lebar 10-20 mm, bersifat keras dan liat karena banyak kandungan silika dioksida (SiO2) dan memiliki berat volume +600 kg/m3, sehingga beton agregat tempurung kelapa sawit yang dihasilkan mempunyai berat volume lebih ringan dari beton agregat alam, yaitu lebih kecil dari 1850 kg/m3, atau disebut beton ringan, sedangkan

beton normal mempunyai berat volume berkisar 2000–2500 kg/m3.

Faktor lain yang perlu dipertimbangkan untuk menggunakan material beton agregat cangkang kelapa sawit yaitu penambangan split sebagai agregat kasar secara terus menerus dapat menyebabkan kerusakan lingkungan atau bahkan kerusakan ekologi yang parah. Dari sisi pandang kelestarian lingkungan, penggunaan agregat cangkang kelapa sawit merupakan jalan keluar untuk masalah limbah industri yang semakin menumpuk dan dapat mengganggu lingkungan. Selain itu cangkang kelapa sawit merupakan bio-material yang tidak akan pernah habis.

1.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah:

1. Melalui studi eksperimental diperoleh proporsi campuran (mix design) beton ringan dengan agregat kasar cangkang kelapa sawit;

2. Memperoleh informasi pemanfaatan dan pengembangan bahan lokal, yang merupakan limbah, untuk menjadi bahan bangunan yang bermanfaat; dan

3. Memperkenalkan bahan bangunan baru di Indonesia untuk penggunaan komponen bangunan struktural.

Pengertian Beton

Beton adalah campuran dari beberapa bahan batu-batuan, disebut agregat, yang diikat oleh suatu bahan yang terdiri dari semen dan air sehingga menjadi benda padat. Campuran ini diharapkan dapat menahan beban konstruksi yang diterapkan kepadanya, sehingga dapat digunakan sesuai dengan sifat dan perilaku benda tersebut. Karena itu, beton yang direncanakan untuk dapat menahan beban harus ada perbandingan optimal antara agregat dan bahan ikat sesuai dengan kebutuhan campuran yang dikehendaki.

Sejalan dengan perkembangan teknologi bahan beton, bermacam-macam jenis material dengan sifat fisik yang berbeda terus ditemukan dengan tujuan untuk memperbaiki sifat-sifat fisik yang ada pada beton. Misalnya, untuk meningkatkan kuat tekan beton atau untuk menambah keawetan digunakan mineral tambahan (admixture), atau penggunaan material ringan untuk mengurangi massa bangunan.

Material Pembentuk Beton a. Agregat

Karena agregat menempati bagian terbesar dari isi total beton, maka sifat-sifat agregat ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku

beton. Agregat yang digunakan yaitu: agregat halus pasir dan agregat kasar tempurung kelapa sawit.

Tempurung kelapa sawit digunakan sebagai salah satu alternatif pengganti atau penambah agregat kasar. Tempurung kelapa sawit adalah bio-material

produk limbah industri minyak kelapa sawit. Penggunaan tempurung kelapa sawit akan menguntungkan pelestarian lingkungan. Tempurung kelapa sawit mempunyai keunggulan sebagai agregat kasar, yaitu tebal 2-8 mm dan lebar 10-20 mm, sehingga memenuhi syarat gradasi agregat, serta bersifat keras dan liat karena banyak kandungan silika dioksida (SiO2). Selain itu tempurung kelapa sawit

memiliki berat volume yang lebih kecil dari kerikil, sehingga beton yang dihasilkan mempunyai berat volume lebih ringan dari beton agregat alam (kerikil), yaitu lebih kecil dari 1850 kg/m3, atau disebut beton ringan.

b. Semen

Semen merupakan salah satu komponen dalam beton yang fungsinya sebagai bahan pengikat. Semen yang umum dikenal adalah semen portland (Ordinary

Portland Cement, OPC), yang dihasilkan dari

pembakaran bahan-bahan batu kapur, pasir silika, dan tanah liat hingga suhu 15000C. Produksi semen menghabiskan banyak bahan, terutama batu kapur (80% dari bahan), yang tidak dapat diperbarui. Pembakaran batu kapur (clinker) pada suhu tinggi akan menghasilkan CO2 yang diemisikan ke udara

sebagai polutan. Produksi semen juga mengkonsumsi energi yang besar, khususnya untuk pembakaran

clinker, menggunakan bahan bakar batubara dan/atau

BBM yang tidak dapat diperbarui pula.

Selain itu, penggunaan semen sebagai bahan pengikat mengakibatkan pula dampak yang merugikan terhadap kinerja beton, antara lain:

(i).panas hidrasi, yang berpotensi retak termal, dan (ii).susut beton, yang berpotensi retak susut, sehingga retak-retak mikro tersebut akan menurunkan keawetan, mengurangi kekedapan, dan menyebabkan beton lebih getas.

Blended cement adalah semen dengan

campuran bahan limbah mineral yang berupa pozzolan. Cara pencampuran dengan mengurangi kadar semen dan mengganti dengan bahan limbah mineral yang bersifat cementitious, seperti silica fume, fly ash, blast furnace slag, dan sebagainya. Limbah dari proses produksi metal, seperti mikrosilika (silicafume) atau terak metal yang dihaluskan (ground granulated blast furnace slag, GGBFS), atau limbah pembakaran batubara, yaitu abu terbang (flyash), dapat digunakan sebagai bahan

cementitious (dapat berperilaku seperti semen) untuk campuran beton, dan efektif pula untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja beton.

Portland compositecement (PCC) merupakan

semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menambahkan bahan aditif mineral bersifat

cementitious ke dalam semen portland, sehingga PCC

termasuk sebagai salah satu jenis blendedcement. PT. Indocement memproduksi PCC dengan memilih bahan aditif mineral yang digunakan adalah limestone

dan abu terbang. Kandungan aditif mineral dalam PCC Indocement sebesar 20–25%, sedangkan menurut European Standard EN 197-1: 2000, CEM IIA-M sebesar 6–20% dan CEM IIB-M sebesar 21– 35%. Keunggulan PCC dibandingkan dengan OPC tipe I dalam konstruksi adalah:

a. mengurangi panas hidrasi dan susut beton, sehingga memperbaiki kinerja beton;

b. meningkatkan ketahanan terhadap sulfat; c. mempunyai kekedapan dan daktilitas yang lebih

baik;

d. mengurangi konsumsi semen berarti menghemat konsumsi energi untuk produksi semen, yang akan mengurangi emisi gas CO2; dan

e. memakai bahan limbah abu terbang berarti menerapkan teknologi berkelanjutan, dan akan menguntungkan pelestarian lingkungan yang berkelanjutan.

c. Air

Air mempunyai pengaruh dalam menentukan kekentalan campuran beton. Makin tinggi kadar air maka makin encer campuran beton yang diperoleh, sehingga mudah dikerjakan tetapi akan menurunkan mutu beton. Karena itu perlu pembatasan kadar air melalui rasio air-semen.

d. Abu Terbang (Fly Ash)

Abu terbang (fly ash), adalah butiran halus yang merupakan produk limbah dari proses pembakaran batubara, dan bersifat pozzolana. Bentuk butiran abu terbang tidak beraturan dan cenderung membulat, dengan diameter butiran antara 0,3–20

μm. Butiran abu terbang yang sangat kecil ini akan mengisi pori antara agregat kasar dan halus sehingga dapat memperkuat pori dan meningkatkan kekuatan beton. Pozzolana memiliki sifat cementitious jika bereaksi dengan kalsium hidroksida dan air. Penambahan abu terbang pada campuran beton tidak mengurangi kekuatan beton, tetapi pencapaian kekuatan di awal lebih rendah karena reaksi hidrasi yang terjadi lebih lambat sesuai sifat dari reaksi

pozzolanic. Kekuatan akan terus meningkat dan pada

umur 28 hari dapat mencapai kekuatan rencana, bahkan masih terus terjadi setelah 28 hari.

e. Admixture

Di samping agregat, semen, dan air, bahan lain yang dikenal sebagai bahan tambahan (admixture)

dapat ditambahkan pada campuran beton. Kegunaan bahan tambahan ini yaitu untuk merubah sifat dari beton agar dapat berfungsi lebih baik atau agar lebih ekonomis.

Menurut ASTM 494-92 “Standard Specification for Chemical Admixtures for Concrete”, ada 7 (tujuh) tipe bahan tambahan kimia untuk campuran beton, yaitu:

(i). Tipe A “water reducing admixtures”, berfungsi mengurangi jumlah air untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu.

(ii). Tipe B “retarding admixtures”, berfungsi memperlambat pengikatan beton.

(iii). Tipe C “accelerating admixtures”, berfungsi mempercepat pengikatan beton dan pengembangan kekuatan awal beton.

(iv). Tipe D “water reducing and retarding

admixtures”, berfungsi ganda, yaitu

mengurangi jumlah air untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan memperlambat pengikatan beton.

(v). Tipe E “water reducing and accelerating

admixtures”, berfungsi ganda, yaitu

mengurangi jumlah air untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan mempercepat pengikatan beton.

(vi). Tipe F “water reducing, high range

admixtures”, berfungsi mengurangi jumlah air

pencampur untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu.

(vii). Tipe G “water reducing, high range and

retarding admixtures”, berfungsi ganda, yaitu

mengurangi jumlah air untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan memperlambat pengikatan beton.

Kekuatan beton dapat ditingkatkan dengan cara mengurangi jumlah air pada komposisi campuran beton. Untuk menghindari penggumpalan adukan akibat kekurangan air, maka digunakan bahan tambahan kimia jenis pereduksi air, yaitu high range water reducer jenis superplasticizer yang berfungsi mendispersikan butiran-butiran semen sehingga tidak terjadi penggumpalan adukan dan kelecakan yang diinginkan dapat diperoleh dengan perbandingan air- semen sekecil mungkin. Penambahan superplasticizer

dapat mengurangi kandungan air 20%–30% tanpa menurunkan kelecakan.

2. Metodologi

Penelitian ini dilakukan melalui studi eksperimental. Spesimen uji berupa silinder beton berukuran diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Material yang digunakan adalah:

1. agregat kasar cangkang kelapa sawit limbah industri minyak sawit, dengan gradasi maksimum 12,5 mm;

2. agregat halus pasir alam;

3. semen portland jenis PCC (Portland Composite

Cement), yaitu semen portland yang dalam proses

pencampurannya ditambah abu terbang sebanyak 6–20%;

4. abu terbang limbah proses pembakaran batubara dari PLTU Suralaya; dan

5. admixture tipe F, yaitu HRWR (high range water

reducer) jenis SP, dengan merk dagang Sikament

LN.

Cangkang kelapa sawit dimanfaatkan sebagai pengganti agregat kasar alam, yang diharapkan akan menghasilkan beton ringan. Dengan mempertahankan

slump 50–75 mm, kandungan HRWR divariasi yaitu

0,0%, 1,0% dan 1,2%. Setiap variasi HRWR, kandungan abu terbang divariasi dari 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% untuk mendapatkan kadar abu terbang optimum setiap kadar HRWR. Sedangkan untuk mendapatkan kadar air optimum, dibuat campuran dengan faktor air semen (FAS) sesuai yang didapat dari koreksi air akibat penambahan HRWR, tetapi campuran tersebut tanpa menggunakan HRWR dan abu terbang.

Standar perencanaan campuran yang digunakan adalah ACI 211.2-91 (Standard Practice for Selecting Proportions for Structural Lightweight

Concrete) dan ACI 211.4R-93 (Guide for Selecting

Proportions for High-Strength Concrete with Portland Cement and Fly Ash).

3. Hasil Dan Pembahasan

Perencanaan Campuran Beton

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan data sifat fisik material, dibuat rencana campuran dengan menggunakan metode ACI 211.2-91 dan ACI 211.4R-93, seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rencana campuran berdasarkan ACI 211.2-91 dan ACI 211.4R-93

METODE ACI 211.2-91 ACI 211.4R-93 Mass (kg) Volume (m3) Mass Volume (m3) PCC 354,33 0,12 352,46 0,12 Agregat kasar 450,91 0,33 457,64 0,42 Agregat halus 790,43 0,31 519,05 0,23 Air 216,55 0,22 215,00 0,22 Udara - 0,03 - 0,02

Abu terbang 0% - 25% 0% - 25% SP 0,0%, 1,0%, dan 1,2% 0,0%, 1,0%, dan 1,2% Dari hasil perencanaan campuran, didapat:

a. ACI 211.2-91: massa agregat halus 790,43 kg dan agregat kasar 450,91 kg, sedangkan spesific

gravity agregat halus 2,674 dan agregat kasar

1,478, sehingga dihasilkan volume agregat kasar 0,33 m3 dan agregat halus 0,31 m3 dari 1 m3 beton.

b. ACI 211.4R-93: massa agregat halus 519.05 kg dan agregat kasar 457.64 kg, sehingga dihasilkan volume agregat kasar 0.42 m3 dan agregat halus 0.23 m3.

c. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan beton ringan. Terlihat bahwa volume agregat kasar berdasarkan ACI 211.4R-93 lebih besar dari ACI 211.2-91, sehingga digunakan ACI 211.4R-93.

Berdasarkan rencana campuran ACI 211.4R-93, dibuat variasi campuran, yaitu:

a. Campuran A: campuran beton dengan FAS 0,42, tanpa SP, kadar abu terbang bervariasi 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25%.

b. Campuran B: campuran beton dengan FAS 0,42, menggunakan SP 1,0%, kadar abu terbang bervariasi 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25%. Kadar air dikoreksi akibat penggunaan SP, sehingga FAS menjadi 0,32. Tujuan untuk mendapatkan kadar abu terbang optimum pada beton dengan menggunakan SP 1,0%

c. Campuran C: campuran beton dengan FAS= 0,42, menggunakan SP 1,2%, kadar abu terbang bervariasi, yaitu 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25%. Kadar air dikoreksi akibat penggunaan SP, sehingga FAS menjadi 0,23. Tujuan untuk mendapatkan kadar abu terbang optimum pada beton dengan menggunakan SP 1,2%

d. Campuran D: campuran beton dengan FAS bervariasi, yaitu 0,42, 0,32, dan 0,23 tanpa abu terbang dan SP. Tujuan untuk mengetahui

pengaruh pengurangan air terhadap kekuatan beton tanpa menggunakan SP.

Dalam dokumen 139959084 Jurnal Tekno Oktober 2011 (Halaman 30-34)