• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perilaku dengan Kejadian Skabies 1. Pengaruh Pengetahuan dengan Kejadian Skabies

HASIL PENELITIAN

5.1. Pengaruh Perilaku dengan Kejadian Skabies 1. Pengaruh Pengetahuan dengan Kejadian Skabies

Dari hasil perhitungan statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan anak-anak panti dengan kejadian skabies. Anak-anak panti yang berpengetahuan kurang akan berpeluang menderita skabies lebih besar 2,3 kali dibandingkan anak-anak yang berpengetahuan baik. Pengetahuan anak-anak panti yang berkaitan dengan kejadian skabies masih sangat kurang, dari hasil penelitian masih dijumpai anak-anak yang belum mengetahui penyebab terjadinya skabies, begitu juga tentang penularan dan pencegahan skabies itu sendiri yaitu sebesar 52,5%.

Banyak penelitian yang sejalan dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, diantaranya hasil penelitian Rosti (2009), menunjukkan terdapat hubungan signifikan pengetahuan responden dengan kejadian Skabies. Rosti mengatakan masyarakat yang berpengetahuan kurang kemungkinan akan menderita skabies 3,8 kali lebih besar dibandingkan pada masyarakat dengan pengetahuan baik.

Muzakir (2007), mengatakan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan santri dengan kejadian skabies, santri yang berpengetahuan kurang akan berpeluang untuk terkena skabies. Taufik (2006), membuktikan ada peningkatan bermakna pengetahuan pengungsi tentang pencegahan skabies yang dilihat dari segi

promosi kesehatan. Tingkat pengetahuan mempunyai peran penting dalam pencegahan penyakit skabies, khususnya dalam lingkungan yang penduduknya padat dalam hal ini termasuk asrama.

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan itu terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour) (Notoatmodjo, 2007).

Peningkatan pengetahuan dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya kegiatan pelatihan yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Berkaitan dengan pengetahuan masyarakat tentang kejadian skabies ada beberapa hal yang berkaitan dengan pengetahuan diantaranya ; tahu (know) diartikan mengingat suatu materi atau ilmu yang berkaitan dengan skabies. Dalam hal ini masyarakat mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau didapatkan atau rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang rendah. Misalnya dalam menguraikan, mendefinisikan tentang penyakit skabies. Memahami (comprehension), adalah kemampuan masyarakat dalam menjelaskan secara benar tentang penyakit skabies. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi dapat menjelaskan kembali, misalnya dapat menjelaskan penyakit skabies dapat ditularkan melalui apa saja. Aplikasi (application) adalah kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan yang didapat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Analisis

(analysis) diartikan kemampuan dalam menjabarkan objek kehidupan sehari-hari misalnya saling menjaga kebersihan diri atau tidak menggunakan pakaian orang lain. Sintesis (synthesis) diartikan adanya kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya dapat menjelaskan tentang hal-hal yang harus dijaga dengan orang yang menderita skabies. Evaluasi artinya kemampuan seseorang dalam melakukan penilaian terhadap kejadian skabies. Penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria orang lain. Misalnya dapat membandingkan dengan kebiasaan hidup yang kurang maka santri mudah terkena penyakit skabies. Pada penelitian ini santri kemungkinan belum mengetahui penyebab skabies dan cara menghindari penyakit skabies.

Roger (1974), berpendapat bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berturut-turut. Kesadaran (awareness) yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui objek terlebih dahulu,Interest

adalah orang mulai tertarik kepada stimulus, misalnya masyarakat ingin mengikuti hidup bersih sesuai dengan kaidah yang menyatakan kebersihan bagian dari iman, evaluation artinya menimbang baik atau tidaknya stimulus yang diterima. Trial

adalah mereka telah mulai mencoba dengan perilaku baru untuk menghindar terjadinya penyakit skabies. Adoption yaitu seseorang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, sikap terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2007).

Sesuai dengan teori di atas maka masyarakat yang menderita skabies membutuhkan tahap-tahap dalam meningkatkan pengetahuan. Peningkatan

pengetahuan juga harus diikuti dengan informasi-informasi yang dapat menguntungkan bagi masyarakat.

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai tingkat yang berbeda-beda termasuk dalam hal ini kemampuan anak-anak panti dalam menjaga penyakit skabies baik dalam pencegahan maupun dalam pengobatan. Pengetahuan tentang usaha-usaha kesehatan perseorangan untuk memelihara kesehatan diri sendiri, memperbaiki dan mempertinggi nilai kesehatan, serta mencegah timbulnya penyakit (Damayanti, 2005).

Werner and Bower (1986) menyatakan bahwa bila seseorang pernah mengalami penyakit atau sedang menderita, bila ada informasi yang berkaitan dengan penyakit yang ia derita maka akan lebih tertarik untuk mendengarkannya. Seperti halnya anak-anak panti yang memiliki pengalaman menderita skabies baik diri atau kawannya serta anggota keluarganya memiliki ketertarikan lebih tinggi dalam mengikuti pendidikan atau penyuluhan yang disampaikan.

Cara menghindari penyakit skabies yang efektif untuk menanggulangi skabies masih banyak kurang dipahami, kebiasaan selama ini mereka hanya mengobati penderita saja. Mereka juga masih banyak yang menganggap pengobatan skabies memerlukan karantina. Pencegahan efektif sebaiknya harus meliputi seluruh anggota keluarga dan untuk pengobatan hanya diperlukan obat esensial yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih murah (Orkin dan Maibach, 1997).

Pengetahuan yang bekaitan dengan penyakit skabies di lingkungan masyarakat masih merupakan suatu masalah yang menjadi perhatian khusus dalam

mencegah penyakit skabies. Peningkatan pengetahuan masyarakat dapat dilakukan secara berjenjang dan bertahap salah satunya dapat dilakukan melalui penyuluhan-penyuluhan.

5.1.2. Pengaruh Sikap dengan Kejadian Skabies

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh sikap terhadap kejadian skabies. Anak-anak panti yang mempunyai sikap tidak baik terhadap kebersihan diri akan lebih berisiko terkena skabies dibandingkan anak-anak yang mempunyai sikap baik. Hasil penelitian menunjukkan masih banyak anak-anak panti yang mempunyai sikap tidak baik yaitu sebesar 55,9%.

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Rosti (2009), Hasil uji chi square

menunjukkan terdapat hubungan signifikan sikap responden dengan kejadian Skabies dengan nilai p=0,018, nilai OR sebesar 2,259, artinya kemungkinan masyarakat menderita skabies 2,2 kali terdapat pada masyarakat dengan sikap kategori kurang dibandingkan masyarakat dengan sikap kategori baik.

Penelitian lain yang mendukung hasil penelitian ini antara lain, Astuti, (2002) membuktikan bahwa sikap baik pada anak sekolah dasar untuk mencegah kecacingan dapat ditingkatkan dengan memberikan penyuluhan yang ideal. Santoso, (2002) membuktikan penyuluhan kesehatan mampu meningkatkan sikap positif penduduk untuk melakukan pencegahan malaria. Sikap positif kader posyandu untuk melaksanakan tugas pelayanan posyandu dapat ditingkatkan secara signifikan dengan pendidikan kesehatan menggunakan metode belajar berbasis masalah dibuktikan oleh Tjahjowati, (2002). Sikap positif untuk melakukan pencegahan penyakit demam

berdarah dengue oleh guru UKS dapat dapat ditingkatkan dengan penyuluhan kesehatan.

Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Misalnya, bagaimana pendapat anda tentang pelayanan dokter di Rumah Sakit? Secara langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden. (Notoatmodjo, 2007)

Berdasarkan analisis distribusi frekuensi terhadap pernyataan yang diukur dapat dibicarakan beberapa hal menarik. Sikap kurang positif yang dimiliki masyarakat antara lain menjaga jarak dengan penderita skabies. Kondisi ini dapat dipahami sebagai bentuk ketakutan mereka terhadap penularan penyakit skabies, meskipun alasan tersebut tidak terlalu kuat. Penjelasan yang lebih sederhana dan mudah diterima tentang cara penularan skabies mungkin akan lebih membantu mengatasi penularan tanpa muncul sikap antipati terhadap penderita skabies.

Masyarakat perlu ditumbuhkan sikap baik bahwa masalah kesehatan menjadi tanggung jawab bersama untuk mengatasinya. Menggali pengalaman pribadi masyarakat tentang sikapnya terhadap masalah yang pernah dihadapinya, memberi contoh sikap orang-orang yang dihormati, menyandarkan cara bersikap pada tuntunan agama atau komunikasi dan informasi dari media massa tentang masalah yang sedang dihadapi adalah beberapa alternatif untuk menumbuhkan sikap baik yang bisa ditawarkan kepada semua orang. (Azwar 2003).

5.1.3. Pengaruh Kebersihan Diri dengan Kejadian Skabies

Hasil penelitian ini menunjukkan secara statistik adanya pengaruh yang signifikan antara kebersihan diri dengan kejadian skabies. Anak-anak panti yang kebersihan dirinya tidak baik akan berisiko terkena skabies sebesar 3 kali dibandingkan dengan anak-anak panti yang kebersihan dirinya baik. Kebersihan diri yang kurang baik memudahkan penularan skabies. Kebersihan diri mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kejadian skabies, dimana setelah diuji secara bersamaan maka variabel kebersihan diri tersebut masih tetap berpengaruh terhadap kejadian skabies. Kebanyakan kasus-kasus yang terjadi karena adanya kontak personal. Secara tioritis kaum muda yang tinggal sendirian mereka kebanyakan terinfeksi penyakit menular, tetapi jika salah satu anggota keluarga terinfeksi, maka yang lainnya juga akan ikut terinfeksi (Parish, 1997).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ma’rufi dkk (2005), dalam jurnal Kesehatan Lingkungan, Hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara hygiene perorangan dengan kejadian Skabies dengan hasil perhitungan statistik (Chi kuadrat, p <0,01).

Salah satu bentuk upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan penyakit skabies adalah dengan menjaga kebersihan diri. Kebersihan diri mempunyai banyak manfaat diantaranya meningkatkan derajat kesehatan seseorang, mencegah penyakit dan meningkatkan kepercayaan diri.

Kebersihan diri bisa juga dilihat dari tingkah laku sehari-hari dalam usaha penyesuaian diri terhadap lingkungan yang mengandung unsur afektif/perasaan.

Kebersihan diri juga dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kebudayaan, dan dikembangkan manusia sejak ia lahir. Tingkah laku seseorang tidak terlepas dari kebiasaan yang ada dalam lingkungan masyarakat tempat seseorang atau kelompok masyarakat berinteraksi. Hal ini dapat disimpulkan kebiasaan para anak-anak panti yang ada dalam sebuah panti asuhan tentu tidak akan terlepas dari kebiasaan-kebiasan dalam lingkungan panti asuhan tersebut (Damayanti, 2005).

5.1.4. Pengaruh Penyediaan Air Bersih dengan Kejadian Skabies

Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit skabies salah satunya adalah penyediaan air bersih. Hasil penelitian ini menunjukkan secara statistik adanya pengaruh yang signifikan antara penyediaan air bersih dengan kejadian skabies. Anak-anak yang penyediaan air bersihnya tidak memenuhi syarat kesehatan akan berisiko terkena skabies 3 kali lebih besar dibandingkan pada anak-anak yang penyediaan air bersihnya memenuhi syarat. Tetapi hubungan penyediaan air bersih tidak terlalu kuat karena setelah diuji secara bersamaan variabel penyediaan air bersih tidak terdapat hubungan lagi.

Berdasarkan laporan profil kesehatan Kota Langsa yang diperoleh bahwa penyediaan air bersih dikategorikan sudah baik, hal ini dapat dilihat dari sarana air bersih yang digunakan bersumber dari PDAM dan air sumur bor, secara fisik air sudah memenuhi syarat. Bagitu juga dengan penggunaan jamban yang tersedia setiap bak mandi.

Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Tabri (2003), bahwa lingkungan atau perkembangan suatu wilayah dapat mempengaruhi penyebaran penyakit skabies.

Lingkungan yang buruk seperti pada keadaan karena perang memudahkan infeksi skabies sehingga penderita skabies pada umumnya dicirikan dengan lingkungan sekitar tempat tinggal yang kurang bersih. Pendapat tersebut dikaitkan dengan lingkungan yang lembab umumnya dijumpai di negara yang beriklim tropis dan subtropis adalah lingkungan yang mempermudah perkembangbiakan skabies, sehingga prevalensi skabies cenderung meningkat di negara tersebut. Pengetahuan berarti tindakan yang diambil untuk mengetahui sesuatu. Ketika seseorang telah mengetahui atau mendapatkan informasi mengenai sesuatu, maka ia akan melaksanakannya (Devita, 2006).

Penyediaan air bersih merupakan kunci utama sanitasi kamar mandi yang berperan terhadap penularan penyakit Scabies pada para santri Ponpes, karena penyakit Scabies merupakan penyakit yang berbasis pada persyaratan air bersih (water washed disease) yang dipergunakan untuk membasuh anggota badan sewaktu mandi (Azwar, 1995).

BAB 6

Dokumen terkait