• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN SPIKE ANGGREK BULAN (Phalaenopsis

amabilis (L.) Blume)

Abstrak

Spike merupakan organ generatif muda pada anggrek yang potensial digunakan sebagai material untuk perlakuan kolkisin terkait induksi poliploidi. Perlakuan kolkisin pada spike P. amabilis bertujuan untuk mempelajari pengaruh kolkisin terhadap daya tahan dan perkembangan spike untuk membentuk bunga. Konsentrasi kolkisin yang digunakan adalah 0, 50, dan 500 mg L-1, dengan durasi penyungkupan selama perlakuan kolkisin adalah lima hari. Hasil percobaan menunjukkan bahwa spike memiliki daya tahan yang baik pada perlakuan kolkisin yang diberikan. Konsentrasi kolkisin yang lebih tinggi secara nyata menurunkan jumlah total bunga yang dihasilkan dari spike. Bunga tidak dapat berkembang secara langsung dari spike yang diberi perlakuan kolkisin, tetapi bunga hanya muncul dari spike baru yang tumbuh bercabang dari bagian buku spike

sebelumnya.

Kata kunci: anggrek, bunga, konsentrasi kolkisin

EFFECT OF COLCHICINE ON MOTH ORCHID (Phalaenopsis

amabilis (L.) Blume) FLOWER SPIKE DEVELOPMENT

Abstract

Flower spike is orchid’s young generative organ which is potentially used as a material for colchicine treatment in polyploidy induction. Colchicine treatment on P. amabilis’s flower spike aim to study colchicine effect on survival rate and development of flower spike to form blooming flower. Colchicine concentrations in the experiment were 0, 50, and 500 mg L-1, with duration during colchicine treatment was five days. The result showed that flower spike survived in all colchicine concentration used. Higher colchicine concentration significantly decreased flower number total which emerged from flower spike. The flowers were emerged from new flower branch spike which grew from treated spike node.

38

Pendahuluan

Salah satu teknik dalam induksi poliploidi pada P. amabilis dapat dilakukan melalui perlakuan kolkisin pada organ generatif muda, seperti spike. Target utama dalam perlakuan kolkisin pada organ generatif muda adalah perubahan sel gamet yang mengarah pada peningkatan jumah kromosomnya. Sel gamet poliploid akan memiliki banyak manfaat, tidak hanya dalam menghasilkan progeni-progeni poliploid, tetapi juga dalam pogram pemuliaan anggrek. Akselerasi program pemuliaan anggrek dapat ditingkatkan dengan teknik induksi poliploidi pada sel gamet.

Spike merupakan organ generatif muda pada anggrek bulan yang belum membentuk kuncup bunga. Jaringan dari spike masih belum mengalami diferensiasi membentuk sel induk mikrospora ataupun megaspora. Usaha dalam memperoleh sel gamet poliploid, dengan perlakuan kolkisin umumnya dilakukan ketika organ generatif muda memulai proses pembentukan gamet. Berbeda dengan perlakuan kolkisin pada spike, perlakuan kolkisin dilakukan sebelum terjadinya proses pembentukan gamet. Sel-sel yang menjadi target perlakuan kolkisin merupakan sel somatik yang bersifat diploid. Sel somatik yang terinduksi menjadi poliploid akibat perlakuan kolkisin akan mengalami diferensiasi secara lebih lanjut dan menghasilkan sel induk mikrospora dan sel induk megaspora yang bersifat poliploid juga.

Dibalik potensinya yang besar sebagai salah satu teknik dalam induksi poliploidi, organ generatif muda seperti spike dari P. amabilis umumnya memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap bahan kimia tertentu khususnya mutagen seperti kolkisin. Kolkisin yang sering digunakan sebagai mutagen kimia untuk induksi poliploidi memiliki sifat toksik terhadap jaringan tanaman. Penggunaan konsentrasi kolkisin yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan jaringan tanaman berhenti tumbuh dan akhirnya mati. Selain itu, pengaruh lain dari perlakuan kolkisin pada jaringan tanaman dapat berupa perubahan bentuk yang abnormal. Menurut Eisti dan Dustin (1957), perlakuan kolkisin pada daun muda menyebabkan bentuk daun menjadi kisut, menyimpang dari biasanya akibat pengaruh langsung ataupun tidak langsung dari kolkisin. Perkembangan spike

dapat terhambat atau mengalami perubahan orientasi akibat adanya pengaruh perlakuan kolkisin.

Dampak dari perlakuan kolkisin seperti adanya penghambatan pada perkembangan dan perubahan orientasi tumbuh merupakan pengaruh yang tidak bisa dihindari dalam tujuan induksi poliploidi. Hal tersebut menarik untuk dipelajari terkait berhasil atau tidaknya spike untuk berkembang membentuk bunga setelah diberikan perlakuan kolkisin. Jika bunga dapat berkembang dari

spike yang diberi perlakuan kolkisin, maka besar kemungkinannya bunga tersebut memiliki sel gamet yang bersifat poliploid. Bunga yang dihasilkan dari jaringan yang mengalami duplikasi kromosom akibat perlakuan kolkisin akan sangat bermanfaat dalam menghasilkan progeni-progeni poliploid melalui fertilisasi. Penelitian ini dilakukan dalam rangka mempelajari pengaruh perlakuan kolkisin terhadap daya tahan serta kemampuan perkembangan spike P. amabilis dalam membentuk bunga.

39 Bahan dan Metode

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Anggrek, Leuwikopo dan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, pada bulan Juli 2013 sampai Februari 2014. Bahan tanaman yang digunakan adalah P. amabilis berbunga pada fase spike, dengan panjang sekitar 10 cm dan belum membentuk kuncup bunga (Gambar 18). Spike

dibalut dengan kapas sekitar 2/3 dari panjang keseluruhan. Spike diberi perlakuan larutan kolkisin dengan menggunakan kuas kecil sampai basah dan jenuh. Konsentrasi larutan kolkisin yang digunakan adalah 0, 50, dan 500 mg L-1. Spike

yang telah diberi perlakuan kolkisin disungkup menggunakan aluminium foil selama lima hari. Penelitian disusun berdasarkan RAL faktor tunggal. Perlakuan diberikan pada satu spike pertanaman dengan tiga ulangan, setiap ulangan terdiri dari tiga tanaman, sehingga terdapat 27 tanaman sebagai satuan amatan. Setiap buah anggrek dari masing-masing perlakuan dipanen sekitar 24 minggu setelah penyerbukan (MSP) dan disemai secara in vitro pada media Knudson C. Pengamatan protocorm dilakukan pada delapan minggu setelah semai (MSS).

Hasil dan Pembahasan

Spike P. amabilis memiliki daya tahan yang tinggi terhadap perlakuan kolkisin yang diberikan, hal itu dapat dilihat dari persentase spike hidup dari setiap perlakuan kolkisin adalah 100%. Spike yang diberi perlakuan kolkisin memperlihatkan adanya pembengkakan dibandingkan kontrol. Spike yang tetap hidup tersebut tidak semuanya dapat tumbuh dan berkembang membentuk bunga mekar. Spike yang diberi perlakuan kolkisin 50 dan 500 mg L-1 masih mampu membentuk kuncup bunga, namun rontok pada 1-2 minggu setelah perlakuan (MSPr). Pertumbuhan dan perkembangan, seperti pemanjangan internode dari

spike terhambat akibat perlakuan kolkisin (Gambar 19). Spike yang diberi Gambar 18 Spike yang digunakan untuk perlakuan kolkisin

40

perlakuan kolkisin terlihat berhenti tumbuh (dorman). Spike yang baru kemudian muncul pada bagian buku dari spike sebelumnya yang diberi perlakuan kolkisin, khususnya pada perlakuan kolkisin 50 mgL-1. Perlakuan kolkisin konsentrasi 500 mg L-1 memiliki pengaruh yang lebih besar dalam penghambatan pertumbuhan dan perkembangan spike. Hal tersebut diindikasikan dari sebagian besar spike

yang dorman tidak dapat menghasilkan spike baru dari bagian bukunya. Hanya satu saja yang dapat menghasilkan spike baru. Spike baru yang tumbuh dari setiap perlakuan kolkisin dapat membentuk kuncup bunga dan berkembang menjadi bunga mekar. Bunga dapat terbentuk dari spike yang diberi perlakuan kolkisin secara tidak langsung. Kondisi tersebut berbeda dengan kontrol, spike mampu tumbuh dan berkembang dengan baik dan dapat menghasilkan kuncup bunga secara langsung dari bagian spike sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Nakasone (1960) melalui perlakuan kolkisin pada spike Vanda menghasilkan kerontokan kuncup bunga 100%.

Konsentrasi kolkisin berpengaruh nyata terhadap persentase jumlah spike

yang menghasilkan bunga (Tabel 9). Jumlah bunga mekar berkurang pada konsentrasi kolkisin yang lebih tinggi. Chaicharoen dan Saejew (1981) dalam penelitian induksi poliploidi Dendrobium, menemukan bahwa tanaman tetraploid menghasilkan jumlah bunga pertangkai dua kali lebih sedikit dibandingkan tanaman diploid. Chen et al. (2009) melaporkan bahwa tangkai bunga P. aphrodite tetraploid lebih pendek dan tebal dibandingkan diploidnya.

Buah anggrek dapat terbentuk dari bunga yang berkembang dari spike yang baru pada perlakuan kolkisin dan kontrol melalui penyerbukan sendiri secara buatan (Gambar 20). Arditti et al. (1971) menjelaskan beberapa tahapan bunga anggrek Cymbidium setelah penyerbukan, diawali dengan penutupan stigma, pembengkakan column, perubahan bentuk calli, serta sepal dan petal menjadi layu. Bunga dari kontrol semuanya mampu membentuk buah, sedangkan pada perlakuan kolkisin 50 mg L-1 terdapat dua bunga yang gagal membentuk buah.

Gambar 19 Pengaruh perlakuan kolkisin pada perkembangan spike P. amabilis

sekitar dua minggu setelah perlakuan kolkisin, a. kontrol, b. kolkisin 50 mg L-1, dan c. kolkisin 500 mg L-1

41 Buah yang diperoleh dari penelitian ini tidak semuanya mampu berkecambah membentuk protocorm secara in vitro pada media Knudson C. Sebanyak 12 dapat berkecambah dari 14 buah yang diperoleh dari kontrol, sedangkan pada perlakuan kolkisin 50 mg L-1 sebanyak sembilan dari sepuluh buah. Sebanyak satu buah yang diperoleh dari perlakuan kolkisin 500 mg L-1 bahkan tidak dapat berkecambah, sehingga tidak diperoleh protocorm dari perlakuan ini. Berdasarkan kisaran jumlah protocorm per buah, baik pada kontrol dan perlakuan kolkisin 50 mg L-1 memberikan hasil yang sama, yaitu berada pada kisaran banyak. Perkecambahan biji P. amabilis mulai teramati sekitar 4-6 MSS. Aggarwal dan Nirmala (2012) melaporkan bahwa protocorm anggrek Cymbidium

mulai terbentuk pada 3 MSS.

Spike merupakan organ generatif muda yang belum memiliki kuncup bunga, sehingga proses pembentukan sel gamet jantan masih belum terjadi. Perlakuan kolkisin pada spike ditargetkan pada peningkatan jumlah kromosom dari sel-sel somatik yang kemudian akan mengalami diferensiasi membentuk sel induk mikrospora ataupun megaspora. Jika penggandaan yang terjadi pada sel-sel somatik yang berdiferensiasi menjadi sel induk mikro ataupun megaspora sebanyak satu kali atau tetraploid, maka bunga yang terbentuk dari spike hasil perlakuan kolkisin memiliki sel gamet jantan dan betina yang bersifat diploid (n=2x).

Penyerbukan sendiri pada bunga dari spike hasil perlakuan kolkisin akan menghasilkan zigot tetraploid, yang merupakan hasil fertilisasi sel gamet jantan dan betina yang bersifat diploid. Zigot tetraploid tersebut kemudian berkembang menjadi embrio yang matang. Oleh karena itu, protocorm yang diperoleh dari perkecambahan biji hasil perlakuan kolkisin pada spike kemungkinan memiliki jumlah kromosom tetraploid. Spike P. amabilis yang diberi perlakuan kolkisin mengalami hambatan pada pertumbuhan dan perkembangannya dalam membentuk bunga. Buah anggrek yang berhasil diperoleh dari percobaan ini berasal dari bunga yang muncul dari spike baru yang tumbuh dari bagian buku

spike sebelumnya yang diberi perlakuan kolkisin. Pengujian jumlah kromosom pada protocorm diperlukan untuk memastikan apakah terjadi penggandaan kromosom atau tidak.

Tabel 9 Pengaruh kolkisin terhadap pertumbuhan dan perkembangan spike

membentuk bunga, serta beberapa karakterisitk buah

Kolkisin (mg L-1) % spike hidup % spike berbunga Jumlah bunga mekar Jumlah bunga selfing Jumlah buah Jumlah buah menghasilkan protocorm(a) Kisaran jumlah protocorm per buah 0 100 77.78a 27 14 14 12 (85.71) Banyak (protocorm>250) 50 100 66.67a 12 12 10 9 (90.00) Banyak (protocorm>250) 500 100 11.11b 1 1 1 0 (0.00) Tidak ada

Keterangan: Huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata berdasarkan uji Duncan taraf 5%. Protocorm diamati pada 8 minggu setelah semai (MSS)

(a)

42

Simpulan

Kolkisin berpengaruh terhadap persentase jumlah spike yang mampu menghasilkan bunga. Spike yang diberi perlakuan kolkisin tidak dapat menghasilkan bunga secara langsung, bunga muncul dari spike yang baru dari buku pada spike sebelumnya yang diberi perlakuan kolkisin. Protocorm yang dihasilkan diduga bersifat tetraploid, namun diperlukan pengujian jumlah kromosom untuk memastikan terjadinya penggandaan kromosom atau tidak.

Gambar 20 Variasi ukuran buah P. amabilis yang dihasilkan dari perlakuan kolkisin 50 mg L-1 pada spike dan kontrol

Dokumen terkait