• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

5.3 Saran

Agar hasil penelitian lebih bermanfaat dan dapat digunakan oleh peneliti- peneliti selanjutnya, maka penulis mencoba memberikan beberapa saran dalam penelitian ini. Adapun saran-saran yang ditulis oleh peneliti, yaitu :

1. Bagi Perusahaan

Perusahaan diharapkan meningkatkan pengelolaan piutangnya, mulai dari penyaluran kredit bagi pelanggan maupun pihak lain hingga kebijakan penagihan

piutang untuk mengurangi terjadinya resiko piutang yang dapat mengurangi kas perusahaan. Perusahaan perlu membuat perhitungan yang tepat dalam menanamkan modalnya dalam piutang agar nantinya dana yang diinvestasikan kembali sesuai dengan yang diharapkan serta dapat menambah keuntungan bagi perusahaan.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti-peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan agar lebih memperbanyak jumlah pengamatan yaitu memperbanyak jumlah sampel yang akan diuji dan juga memperbanyak periode waktu penelitian misalnya dapat dilakukan selama 5 atau lebih, agar hasil yang diperoleh lebih akurat. Selain itu peneliti selanjutnya juga dapat menambah variabel penelitian terutama variabel independen yang belum digunakan dalam penelitian ini seperti variabel-variabel lain yang merupakan dari aktiva lancar.

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Piutang (Accounts Receivable)

Pada umumnya piutang timbul karena adanya transaksi penjualan secara kredit atas barang-barang yang dihasilkan oleh perusahaan. Penjualan kredit seperti ini sering dilakukan perusahaan dalam rangka meningkatkan jumlah penjualan hasil produksinya dipasar, mengingat keadaan persaingan yang semakin besar. Dengan adanya persaingan tersebut, kemungkinan perusahaan untuk memberikan kredit atau menjual barang secara kredit lebih banyak dibanding dengan penjualan secara tunai. Bahkan terkadang perusahaan menawarkan produknya secara kredit tanpa mempertimbangkan arus kasnya, sehingga dapat menyulitkan arus kas perusahaan. Produk yang terjual banyak, perhitungan laba besar akan tetapi kas yang diterima perusahaan itu kecil. Apabila keadaan tersebut terus berlanjut maka perusahaan menjadi tidak sehat dan mungkin berpotensi untuk bangkrut.

Pengertian piutang tersebut lebih kepada pengertian terhadap piutang usaha. Sebenarnya pengertian piutang dapat pula mencakup pengertian piutang yang lain, seperti piutang karyawan, sewa, jasa manajemen dan lain sebagainya. Akan tetapi dalam penelitian ini, peneliti hanya membahas piutang usaha sebagai variabel penelitiannya untuk mengetahui seberapa besar pengaruh piutang tersebut terhadap keuntungan perusahaan.

2.1.1 Pengertian Piutang Usaha

Menurut Kasmir (2012:41) piutang adalah tagihan perusahaan kepada pihak lainnya yang memiliki jangka waktu tidak lebih dari satu tahun. Sedangkan Syamsyudin (2007:255) mendefinisikan piutang sebagai aktiva yang timbul karena adanya penjualan secara kredit oleh perusahaan kepada langganannya.

Dalam akuntansi, akun piutang disusun dalam neraca sebagai bagian dari aktiva lancar yang paling likuid (lancar) setelah kas. Karena piutang dianggap sebagai account yang segera dapat diuangkan (ditunaikan) pada saat dibutuhkan dalam jangka waktu tidak lebih dari satu tahun.

Menurut Kasmir (2012:41) piutang pada umumnya dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :

a. Piutang usaha adalah tagihan yang diakibatkan penjualan barang kelangganan secara kredit dengan kurun waktu satu tahun atau kurang dari satu tahun. Piutang usaha biasanya tidak disertai dengan surat perjanjian, melainkan perusahaan hanya memberikan faktur tanda pembelian yang telah ditandatangani oleh debitur.

b. Piutang wesel adalah tagihan perusahaan kepada pihak lain karena adanya suatu perjanjian tertulis (wesel) untuk membayar sejumlah uang tertentu pada suatu saat tertentu. Berbeda dengan piutang usaha, piutang wesel disertai oleh surat perjanjian.

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Piutang

Besar kecilnya piutang dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: 1. Volume penjualan kredit

Faktor utama dalam menentukan besar kecilnya piutang adalah penjualan kredit. Makin besar jumlah penjualan kredit maka akan semakin besar jumlah piutang. Tingkat penjualan dapat digunakan untuk meramalkan perubahan

tingkat piutang. Misalnya, perkiraan kenaikan penjualan kredit sebesar 10% pada waktu yang akan datang, memungkinkan akan menaikkan piutang sebesar 10%.

2. Syarat pembayaran bagi penjualan kredit

Semakin panjang batas waktu pembayaran kredit maka akan semakin besar jumlah piutangnya dan sebaliknya. Semakin pendek batas waktu pembayaran kredit maka jumlah piutang akan semakin kecil karena banyak pelanggan yang melunasi utangnya dalam jangka waktu yang lebih singkat.

3. Ketentuan batas volume penjualan kredit

Ketentuan batas maksimal volume penjualan kredit dalam jumlah yang relative besar maka jumlah piutang juga semakin besar. Artinya, ketika modal yang ditanamkan atau diinvestasikan dalam kredit besar maka akan semakin memperbesar jumlah piutang.

4. Kebiasaan membayar para pelanggan

Kebiasaan pelanggan yang suka membayar jumlah yang terutang atas penjualan kredit mundur dari waktu yang sudah dipersyaratkan menyebabkan jumlah piutang relatif besar. Sehingga dalam hal ini, perusahaan harus memiliki kriteria untuk menentukan pilihan calon pembeli mana yang dapat membeli secara kredit.

5. Kegiatan penagihan piutang dari pihak perusahaan

Apabila kegiatan penagihan piutang dilakukan secara aktif dan pelanggan melunasinya maka jumlah piutang akan relatif kecil. Untuk itu, perusahaan

harus memperhatikan bagaimana kebijakan penagihan piutang yang ditetapkannya.

2.1.3 Pentingnya Pengelolaan Piutang Usaha

Aktivitas bisnis adalah suatu kegiatan menjual barang dan jasa kepada konsumen (pelanggan) secara terus menerus. Usaha (bisnis) yang dijalankan perusahaan tentu memiliki tujuan yang ingin dicapai oleh pemilik dan manajemen, sehingga perusahaan harus memiliki sebuah strategi baru. Strategi tersebut dapat ditunjukkan dengan mengelola piutang usaha dengan lebih efisien. Dengan dilakukannya penjualan kredit, hasil yang diterima tidak langsung berbentuk kas, akan tetapi akan dicatat sebagai piutang usaha dan pada saat jatuh tempo barulah piutang ini dapat ditagih untuk selanjutnya dikonversikan menjadi kas.

Pengelolaan piutang usaha ini memiliki beberapa tujuan, yaitu : (Halim, 2007:119) :

1. Untuk meningkatkan penjualan

Keputusan melakukan penjualan kredit dapat membantu perusahaan menjual barang lebih banyak. Pada umumnya, konsumen/pelanggan lebih suka membeli secara kredit atau membayar dengan angsuran daripada harus membayar secara langsung. Oleh sebab itulah dalam rangka peningkatan penjualan, perusahaan menanamkan modalnya dalam piutang.

2. Untuk meningkatkan laba

Suatu akibat langsung dari investasi pada piutang adalah naiknya penjualan. Kenaikan ini diharapkan secara tidak langsung akan menaikkan laba yang diperoleh. Tentu saja hal ini dimungkinkan jika tambahan penghasilan lebih besar daripada biaya-biaya yang dikeluarkan yang bersangkutan dengan administrasi kredit.

3. Untuk menghadapi persaingan

Sebagai tindakan mempertahankan diri, kebanyakan perusahaan didalam menetapkan kebijakan memperluas penjualan serupa dengan kebijakan- kebijakan pesaing-pesaingnya. Penjualan kredit menuntut dana tertanam dalam piutang.

Agar tujuan tersebut dapat tercapai, manajemen perusahaan harus mampu membuat perencanaan pengelolaan piutang yang tepat dan akurat, karena piutang usaha merupakan bagian yang penting dalam sebuah bisnis yang bergerak dalam usaha penjualan barang dan jasa. Pengelolaan piutang harus dilakukan seefisien mungkin, agar nantinya penanaman modal dalam piutang dapat digunakan kembali oleh perusahaan.

Perusahaan harus berhati-hati dalam mempertimbangkan kebijakan penjualan dengan sistem kredit. Pertama, perusahaan dapat melihat kondisi arus kasnya dan untuk menarik konsumen, perusahaan harus pandai memperkirakan harga yang harus dibayar jika pembelian dilakukan secara tunai maupun kredit.

Dalam bidang administrasi, pengambilan keputusan terhadap pemberian pelayanan penjualan secara kredit perlu pertimbangan yang jelas, mengingat bahwa kondisi yang akan datang dipenuhi dengan ketidakpastian. Berbagai aspek harus diteliti kelayakannya sehingga hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk memutuskan apakah keputusan itu layak atau tidak untuk kemajuan perusahaan.

Bagi perusahaan dagang, penanaman modal pada piutang atas penjualan barang secara kredit juga perlu mempertimbangkan kondisi ekonomi perusahaan tersebut dan persaingannya. Perusahaan harus mampu mempertimbangkan sumber dana dan jumlah dana yang akan diinvestasikan dalam piutang, sehingga tidak terjadi over investment dalam piutang yang menyebabkan perusahaan mengalami kerugian. Karena pada dasarnya perusahaan akan selalu mengharapkan keuntungan pada setiap modal yang diinvestasikannya. Adapun keuntungan atau

balas jasa yang diterima oleh perusahaan dagang biasanya berupa harga yang lebih tinggi dari harga normalnya.

2.1.4 Variabel – Variabel Penting Dalam Piutang

Ada beberapa variabel penting yang terkait dengan piutang. Beberapa variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu :

a. Kebijakan Kredit

Sebelum penjualan kredit dilaksanakan terlebih dahulu perusahaan harus menetapkan kebijakan kredit. Dimana kebijakan ini digunakan untuk mengukur seberapa besar kredit yang akan dikeluarkan oleh perusahaan. Menurut Brealey (2008:176) kebijakan kredit adalah standar yang ditetapkan untuk menentukan jumlah dan sifat kredit untuk diberikan kepada konsumen atau pelanggan.

Kondisi ekonomi dan kebijakan kredit merupakan faktor utama yang mempengaruhi tingkat piutang usaha perusahaan. Besar kecilnya piutang yang dimiliki oleh perusahaan dipengaruhi oleh kondisi perekonomian pada umumnya, juga dipengaruhi oleh kebijakan perkreditan yang ditentukan oleh perusahaan.

Perusahaan yang menetapkan kebijakan kredit yang longgar akan mengalami tingkat piutang lebih tinggi daripada kebijakan kredit yang ketat. Menurut Husnan (2008:38) dalam menentukan kebijakan kredit tersebut, faktor- faktor yang harus dipertimbangkan antara lain:

1. Standar Kredit, atau kualitas langganan yang akan diperkenankan memperoleh kredit, layak atau tidaknya pelanggan diberikan kredit oleh

perusahaan. Penurunan standar kredit dapat menstimulasi permintaan yang akhirnya akan meningkatkan penjualan.

2. Jangka waktu kredit, yaitu berapa lama seorang pelanggan yang membeli kredit harus sudah melunasi utangnya. Cara ini pada prinsipnya ditempuh dengan memperpanjang waktu kredit dengan harapan agar penjualan bisa meningkat. Karena yang ditingkatkan hanyalah jangka waktu kreditnya maka umumnya resiko tidak terbayarnya piutang tidak banyak berubah.

3. Potongan (discount) yang diberikan kepada pelanggan. Pemberian potongan (discount) juga merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam kebijakan kredit. Apabila syarat penjualan adalah 2/10 net 30, itu berarti bahwa perusahaan memberikan potongan 2% pada pelanggan yang membayar utangnya dalam jangka waktu 10 hari atau kurang dari 10 hari, dan apabila pelanggan membayar dalam jangka waktu 30 hari maka pelanggan tersebut tidak akan diberikan potongan lagi, dan akan dikenakan biaya administrasi apabila pembayaran dilakukan lewat dari jangka waktu yang ditetapkan tersebut.

Sedangkan menurut Sjahrial (2007:420), komponen-komponen dari kebijakan kredit yaitu :

1. Persyaratan penjualan. Suatu perusahaan harus memutuskan berdasarkan kondisi tertentu bila penjualan barang dan jasa dilaksanakan secara kredit. Sebagai contoh, persyaratan kredit meliputi periode kredit, potongan tunai dan bentuk instrument kredit.

2. Analisis kredit. Begitu suatu perusahaan memutuskan untuk memberikan kredit kepada pelanggannya, ia kemudian harus membuat pedoman untuk menentukan siapa yang boleh dan siapa yang tidak boleh memproleh kredit. Analisis kredit menunjukkan kepada proses penentuan manakah dari seorang pelanggan tertentu yang akan memperoleh kredit atau tidak. Langkah-langkah yang biasa ditempuh yaitu, mengumpulakan informasi yang berhubungan (relevan) dan menentukan kelayakan kredit tersebut. Informasi yang secara umum digunakan untuk menilai kelayakan kredit dapat berupa laporan keuangan perusahaan, laporan kredit masa lalu tentang pembayaran pelanggan dengan perusahaan lain, serta pembayaran masa lalu dari pelanggan dengan perusahaan.

3. Kebijakan penagihan piutang. Ini merupakan unsur terakhir dalam kebijakan kredit. Kebijakan penagihan piutang meliputi pengawasan piutang usaha terhadap masalah yang terjadi dilapangan dan masalah yang timbul mengenai pembayaran atas perkiraan-perkiraan belum terbayar.

Keseluruhan faktor tersebut akan menentukan berapa besar jumlah piutang yang akan dimiliki oleh perusahaan, berapa lama piutang tersebut diharapkan akan terkumpul dan berapa besar proporsi piutang yang tidak terbayar.

b. Siklus Perencanaan Penagihan Piutang

Perusahaan perlu meminimalkan resiko dalam pemberian kredit kepada pelanggan. Hal ini dapat ditempuh dengan dilaksanakannya proses penagihan piutang yang telah jatuh tempo kepada pelanggan. Penagihan adalah proses

terkahir dari proses pesanan dengan menyiapkan faktur untuk pesanan yang tampak pada daftar penagihan.

Penagihan piutang ini dapat dilakukan perusahaan dengan berbagai usaha seperti mengirim surat teguran yang menyebutkan status rekening kewajiban para pelanggan, melakukan panggilan telepon dengan para pelanggan, kunjungan pribadi, menggunakan agen penagihan serta melakukan tindakan hukum kepada pelanggan (Bodnar, 2006:308). Proses ini juga dapat dilakukan perusahaan dengan membuat sebuah siklus perencanaan penagihan (cycle billing plan).

Selain mengurangi resiko kerugian, penggunaan siklus perencanaan penagihan juga memberikan keuntungan bagi arus kas (cash flow) perusahaan karena pelanggan akan membayarkan tagihannya dengan waktu yang lebih pendek setelah menerima tagihan. Siklus perencanaan penagihan ini dapat digambarkan sebagai berikut (Bodnar, 2006:308) :

Gambar 2.1

Siklus Perencanaan Penagihan

Sumber : Bodnar (2006:308) Voucher Jurnal Menyiapkan Faktur Daftar Penagihan Menyiapkan Entri Jurnal Database Pesanan Secara Periodik Pemprosesan Faktur Buku Besar Faktur Costumer

2.1.5 Resiko – Resiko Dalam Piutang

Keputusan pemberian piutang oleh perusahaan dapat memunculkan resiko kerugian bagi perusahaan. Resiko kerugian ini timbul akibat adanya sejumlah piutang yang telah jatuh tempo bahkan tidak dapat tertagih. Perusahaan harus menanggung biaya-biaya yang timbul akibat pemberian piutang kepada pelanggan. Biaya-biaya tersebut dapat diidentifikasi kedalam 4 golongan, yaitu (Halim, 2007:121) :

1. Biaya sumber dana. Dengan adanya piutang maka perusahaan memerlukan dana dari dalam maupun luar perusahaan. Dana ini dapat diperoleh dari berbagai sumber, misalnya laba yang ditahan, dana pemilik perusahaan, utang dan kreditur.

2. Biaya administrasi. Didalam penyelenggaraan penjualan kredit perusahaan harus mengeluarkan biaya-biaya seperti gaji pembuku piutang. Kebanyakan perusahaan juga melakukan penelitian terhadap pelanggan potensial untuk menentukan kelayakan kreditnya.

3. Biaya pengumpulan piutang. Biaya ini dikeluarkan untuk kegiatan penagihan dan pengumpulan piutang karena ketidakmampuan pelanggan dalam membayar utangnya tepat pada waktunya. Biaya-biaya yang dikeluarkan seperti, biaya pengumpulan piutang misalnya pengiriman surat peringatan bahwa masa pembayaran telah melampaui batas waktu.

4. Biaya atas kerugian piutang tak tertagih. Setelah berupaya serius atas keterlambatan piutang, mungkin perusahaan terpaksa harus menghentikan upaya itu. Jika pelanggan dinyatakan bangkrut, maka harapan perusahaan

untuk memperoleh kembali piutangnya menjadi tipis. Jika pelanggan pindah keluar kota atau negara, maka biaya yang dikeluarkan untuk menagihnya terlalu mahal. Itu semua berarti perusahaan mengalami kerugian. Kerugian ini adalah biaya atas pengelolaan piutang. Kerugian bagi perusahaan tersebut harus dicatat dengan benar pada rekeningnya sebagai penurunan piutang dan laba perusahaan. Penurunan laba karena adanya piutang yang tidak tertagih diakui dengan mencatat kerugian piutang (bad dept expenses).

Dari uraian diatas, dapat diingat bahwasannya penjualan kredit disamping memberikan keuntungan berupa meningkatkan penjualan, meningkatkan laba serta untuk menghadapi persaingan, penjualan kredit juga menimbulkan beban biaya seperti biaya sumber dana, biaya administrasi, biaya pengumpulan piutang bahkan dapat menimbulkan biaya kerugian atas piutang tak tertagih, sehingga perlu dilakukannya manajemen piutang yang lebih baik.

2.1.6 Analisis Perputaran Piutang Usaha (Receivable Turnover)

Piutang usaha merupakan aktiva yang akan selalu berputar. Keadaan ini akan terus terjadi selama perusahaan melakukan kegiatan operasionalnya. Perputaran piutang menunjukkan seberapa sering piutang berputar dalam satu periode. Sartono (2010:119) menyatakan bahwa semakin cepat periode berputarnya piutang menunjukkan semakin cepat penjualan kredit dapat kembali menjadi kas. Sedangkan menurut Bramasto (2008) menyatakan bahwa perputaran piutang berasal dari lamanya piutang diubah menjadi kas, piutang timbul karena adanya transaksi penjualan barang atau jasa secara kredit.

Rasio perputaran piutang memberikan pandangan mengenai kualitas piutang perusahaan dan seberapa berhasilnya perusahaan dalam penagihannya. Semakin tinggi perputaran piutang menandakan bahwa modal dapat digunakan secara lebih efisien. Sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Munawir (2007:75), yaitu:

“Makin tinggi ratio (turn over) menunjukkan modal kerja yang ditanamkan dalam piutang rendah, sebaliknya jika rasio yang ditanamkan semakin rendah berarti ada over investment dalam piutang sehingga memerlukan analisa lebih lanjut, mungkin karena bagian kredit, dan penagihan bekerja tidak efektif atau mungkin ada perubahan dalam kebijakan pemberian kredit.”

Rasio perputaran piutang (receivable turnover) merupakan bagian dari rasio aktivitas yang dimaksudkan untuk mengukur aktivitas dari piutang perusahaan. Rasio ini ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu penjualan kredit dengan rata-rata piutang. Ini merupakan perbandingan antara penjualan yang dilakukan oleh perusahaan dimana pembayarannya telah ditangguhkan dengan jumlah rata-rata uang yang belum diterima dari pelanggan dengan pembayaran tagihan. Perputaran piutang (Receivable Turnover) dapat dirumuskan sebagai berikut.

�����������������= ��������������������ℎ��

���������������

Dengan rata-rata piutang (Average Receivable) sebagai berikut:

���� − �����������=�����������+���������ℎ��

Hasil perhitungan rasio Receivable Turnover menggambarkan berapa kali dana yang ditanam dalam piutang ini berputar dalam satu periode. Sehingga untuk meningkatkan rasio, perusahaan harus bisa menambah penjualan kreditnya dan menjaga rata-rata piutang agar tetap rendah (Putra, 2012).

Nilai rasio yang rendah menunjukkan bahwa pelanggan mengambil keuntungan yang tidak semestinya atau tidak diharapkan dari penjualan kredit sedangkan jika nilai yang diperoleh terlalu tinggi mungkin menunjukkan bahwa perusahaan terlalu memperketat kebijakan kredit. Hal ini dapat dikatakan pengelolaan piutang pada perusahaan tersebut baik karena didukung dengan perputaran yang tinggi. Akan tetapi tidak selamanya kebijakan kredit yang ketat didukung dengan besarnya jumlah pelanggan, perusahaan juga perlu membuat pelonggaran kebijakan kredit dengan tujuan untuk menarik lebih banyak pelanggan. Tinggi rendahnya nilai perputaran piutang dapat dibandingkan dengan rata-rata perputaran piutang industri di sektor tersebut.

Perubahan rasio antara penjualan kredit dan rata-rata piutang disebabkan oleh banyak hal. Munawir (2007:75) mengemukakan bahwa faktor-faktor penyebabnya adalah sebagai berikut :

1. Turunnya penjualan dan naiknya piutang

2. Turunnya piutang dan diikuti dengan turunnya penjualan dalam jumlah yang lebih besar

3. Naiknya penjualan diikuti dengan naiknya piutang dalam jumlah yang lebih besar

5. Naiknya piutang sedangkan penjualan tidak berubah

Rasio perputaran piutang ditentukan dengan hanya menggunakan penjualan kredit saja, karena investasi dalam piutang usaha tergantung pada jumlah penjualan kredit sedangkan jumlah penjualan tunai tidak akan menimbulkan piutang bagi perusahaan.

2.2 Profitabilitas

Secara umum, tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan nilai perusahaan, menjaga kelangsungan hidup perusahaan dimasa yang akan datang serta memaksimalkan keuntungan (profitability) perusahaan. Salah satu tujuan memaksimalkan profitability tadi dapat diartikan sebagai kemampuan suatu perusahaan agar dapat memperoleh laba. Banyak perusahaan berjalan pada awalnya tidak memiliki kemampuan ini, sehingga ditengah perjalanan perusahaan akan kesulitan keuangan yang membuat perusahaan mengalami kerugian. Untuk itu, apapun alasannya, organisasi atau perusahaan harus memiliki profitability yang bagus agar dapat berjalan dan bertahan dalam menghadapi persaingan.

2.2.1 Pengertian Profitabilitas

Profitabilitas adalah hasil bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan. Profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan untuk memperoleh profit (laba) dari operasinya (Brealey, 2008:80). Sedangkan menurut Wiagustini (2010:76) profitabilitas adalah menunjukkan kemampuan perusahaan memperoleh laba atau ukuran efektivitas pengelolaan manajemen perusahaan.

Tingkat profitabilitas ini dapat dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva dan modal sendiri. Secara keseluruhan ketiga pengukuran ini akan memungkinkan seseorang penganalisa untuk mengevaluasi tingkat produktifitas (earning) dalam hubungannya dengan volume penjualan, jumlah aktiva dan investasi tertentu dari pemiliki perusahaan.

Penekanan perhatian pada profitabilitas perusahaan perlu dilakukan karena untuk dapat melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan haruslah dalam keadaan menguntungkan. Tanpa adanya keuntungan yang optimal, sangat susah bagi perusahaan untuk mendapatkan modal dari luar (investasi).

Profitabilitas diukur dengan menggunakan rasio profitabilitas. Rasio profitabilitas juga dapat disebut dengan rasio rentabilitas. Rasio ini digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan atau laba dalam satu periode tertentu. Rasio profitabilitas juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan yang ditunjukkan dari laba yang dihasilkan dari penjualan atau dari pendapatan investasi. Menurut Kasmir (2012:200), perusahaan dikatakan profitabilitas (rentabilitas)-nya baik apabila mampu memenuhi target laba yang telah ditetapkan dengan menggunakan aktiva atau modal yang dimilikinya.

2.2.2 Jenis-jenis Rasio Profitabilitas

Penilaian prestasi dan kondisi keuangan suatu perusahaan dapat diukur dengan menggunakan alat ukur tertentu. Biasanya pengukuran ini dilakukan perusahaan dengan menggunakan alat ukur berupa rasio-rasio keuangan yang

menunjukkan hubungan antara dua data keuangan misalnya, dengan membandingkan neraca dengan laporan laba-rugi. Dengan menggunakan rasio sebagai alat ukur, prestasi dan kondisi keuangan perusahaaan akan lebih memberikan pemahaman yang baik dibanding hanya dengan melihat laporan keuangan saja.

Menurut Kasmir (2008:197), baik bagi perusahaan maupun bagi pihak luar, penggunaan rasio profitabilitas bertujuan untuk :

1. Mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu.

2. Menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang. 3. Menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.

4. Mengukur produktifitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik dari modal pinjaman maupun dari modal sendiri.

Sementara itu manfaat yang diperoleh perusahaan dari penggunaan rasio ini adalah :

1. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode.

2. Mengetahui posisi laba tahun sebelumnya dengan tahun sekarang. 3. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.

4. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.

5. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan,baik modal sendiri maupun modal pinjaman.

Sesuai dengan manfaat dan tujuan yang ingin dicapai, terdapat beberapa rasio profitabilitas yang digunakan untuk menilai posisi keuangan perusahaan. Menurut Halim (2007:157) terdapat beberapa rasio untuk mengukur seberapa besar efektivitas manajemen dalam mengelola asset dan equity yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan laba, yaitu :

1. Margin Laba Kotor (Gross Profit Margin)

Dipergunakan untuk mengukur berapa besar laba kotor yang dihasilkan dibanding dengan total nilai penjualan bersih perusahaan. Semakin besar rasio ini menunjukkan bahwa perusahaan mampu menekan harga pokok penjualan pada persentase dibawah kenaikan penjualan.

�����������������=���������

��������� 2. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin)

Rasio laba bersih digunakan untuk mengukur besarnya laba bersih yang dicapai

Dokumen terkait