• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengentasan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Analisis Parsial

5.1.5. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengentasan

(Tabel 20). Persentase penduduk miskin di tahun 2002 mencapai 24 persen berkurang menjadi 18 persen di tahun 2010. Jika ditinjau dari indeks kedalaman kemiskinan, nilainya juga mengalami penurunan dari 4,18 di tahun 2002 menjadi 2,99 di tahun 2010. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan secara rata-rata pada kesenjangan antara standar hidup penduduk miskin di Lampung dengan garis kemiskinan. Pendapatan penduduk miskin semakin mendekati garis kemiskinan yang berarti semakin baik keadaan kesejahteraannya. Indeks keparahan kemiskinan, juga mengalami penurunan dari 1,12 di tahun 2002 menjadi 0,8 di tahun 2010. Nilai indeks keparahan yang menurun bermakna bahwa ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin semakin menyempit.

Segala upaya dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan terutama dengan meningkatkan pendapatan nasional. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi akan meningkatan pendapatan masyarakat dan secara tidak langsung memengaruhi tingkat kemiskinan. Pada uraian sebelumnya variabel pembangunan manusia, pengangguran dan distribusi pendapatan telah diuji hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi. Tahap berikutnya adalah menguji peranan variabel- variabel tersebut terhadap pengentasan kemiskinan.

Tabel 20 Indeks kemiskinan Provinsi Lampung tahun 2002-2010

Tahun Head Count Index Indeks Kedalaman Kemiskinan Indeks Keparahan Kemiskinan 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 24,06 22,63 22,22 21,42 22,77 22,19 20,93 19,34 17,76 4,18 4,26 4,12 4,10 4,62 3,94 4,43 3,45 2,99 1,12 1,17 1,12 1,19 1,3 1,07 1,25 1,12 0,8 Sumber: BPS, 2012

Berdasarkan hasil estimasi regresi, variabel yang terbukti secara signifikan terhadap kemiskinan adalah pembangunan manusia, pengangguran dan harga (Tabel 21). Pembangunan manusia berperan dalam pengentasan kemiskinan sedangkan banyaknya pengangguran dan semakin tingginya tingkat harga memperparah kemiskinan. Variabel distribusi pendapatan menunjukkan bahwa semakin timpang pendapatan maka semakin tinggi tingkat kemiskinannya, namun hasil ini tidak terbukti signifikan secara statistik.

Tabel 21 Hasil estimasi model kemiskinan

Variabel Koefisien p-value*

Variabel Bebas: Kemiskinan (MISKIN)

Const.

Pembangunan Manusia (IPM) Pengangguran (UNEMPLOY) Distribusi Pendapatan (GINI) Tingkat Harga (HARGA)

133,3180 -1,8449 0,5820 16,0610 0,02839 0,0040 0,0056 0,0332 0,2898 0,1070

Sumber: Hasil pengolahan

Keterangan: *) nilai p-value berdasarkan uji statistik-t satu arah.

Meskipun distribusi pendapatan tidak signifikan secara statistik dalam penelitian ini, namun arah yang ditunjukkan oleh koefisiennya menunjukkan bahwa distribusi pendapatan yang semakin timpang akan meningkatkan kemiskinan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Bourguinon (2004) bahwa distribusi pendapatan yang semakin merata akan mengurangi tingkat kemiskinan. Tidak signifikannya pertumbuhan ekonomi terhadap distribusi pendapatan (model distribusi pendapatan) memutus pengaruh pemerataan distribusi pendapatan terhadap kemiskinan.

Dari sisi pembangunan manusia, kemiskinan berarti penyangkalan bagi pilihan dan kehidupan layak (UNDP,1997). Masyarakat miskin memiliki keterbatasan untuk memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. Jika masyarakat miskin mampu memperbaiki kualitas dirinya dengan pendidikan dan kesehatan maka produktivitas dan pendapatan akan meningkat. Pendapatan yang meningkat berarti dapat hidup secara layak dan memiliki kebebasan untuk memilih. Penelitian ini membuktikan bahwa semakin baik kualitas manusia maka kemiskinan akan semakin berkurang. Setiap peningkatan capaian IPM sebanyak 1 poin akan mengurangi 1,84 persen penduduk miskin. Penelitian Lanjouw et al. (2001) menunjukkan bahwa pembangunan manusia yang diindikasikan oleh besarnya pengeluaran pemerintah bagi pendidikan dan kesehatan terbukti memiliki manfaat bagi masyarakat miskin di Indonesia.

Pembangunan manusia meningkatkan kualitas tenaga kerja. Tenaga kerja dengan pendidikan dan kesehatan yang lebih baik memiliki produktivitas yang lebih tinggi. Produktivitas dan kualitas yang lebih baik diharapkan akan mengurangi pengangguran. Pengangguran terbukti memperparah kemiskinan karena seorang penganggur tidak memiliki pendapatan dan hal ini menyebabkannya jauh dari sejahtera. Kesejahteraan yang berkurang dan terbatasnya pilihan menyebabkan pengangguran dapat jatuh miskin. Peningkatan 1 persen jumlah pengangguran akan meningkatkan jumlah penduduk miskin sebesar 0,58 persen (ceteris paribus).

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) investasi yang bersifat padat karya adalah investasi pada sektor primer, terutama pertanian. Investasi pada sektor tersebut menyerap tenaga kerja paling banyak jika dibandingkan dengan sektor lainnya (lihat kembali Tabel 11). Jika melihat penyerapan tenaga kerja sektor pertanian menurut subsektornya maka selama periode 2009-2010 subsektor perkebunan merupakan subsektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Subsektor perkebunan bersifat padat karya dengan karakteristik sebagian besar tenaga kerjanya adalah buruh kasar dengan pendidikan tertinggi adalah SD, sedangkan tenaga kerja dengan pendidikan yang lebih tinggi bekerja sebagai mandor atau staf di perkantoran. Upah buruh perkebunan tidak memiliki batas minimum seperti layaknya dalam sektor industri

sehingga buruh tani tidak memiliki kemampuan menawar dan menerima saja upah yang ditetapkan perusahaan perkebunan. Pada sisi lain masyarakat yang memilih menjadi buruh kasar dikarenakan tidak memiliki lahan, tidak memilki ketrampilan dan justru merasa terselamatkan dengan adanya pekerjaan sebagai buruh meskipun upahnya rendah.

Tabel 22 Rata-rata upah nominal dan upah riil buruh tani di Indonesia tahun 2008-2011 Upah Harian (Rp) 2008 2009 2010 2011 Nominal Riil 28.538 20.887 36.827 30.473 38.041 29.669 39.153 28.872 Sumber: BPS, 2012

Secara umum upah nominal buruh tani per hari di Indonesia mengalami peningkatan dari 28 ribu Rupiah di tahun 2008 menjadi 39 ribu Rupiah di tahun 2011 (Tabel 22). Namun jika dikaji secara riil dengan membandingkannya dengan tingkat inflasi, upah buruh tani mengalami penurunan. Upah riil buruh tani per hari di tahun 2009 mencapai 30 ribu Rupiah namun turun menjadi 28,9 ribu Rupiah di tahun 2011. Penurunan upah riil tersebut menunjukkan bahwa penghasilan buruh tani berkurang dan jika tidak memiliki sumber penghasilan lain maka kesejahteraannya juga berkurang.

Menurunnya upah riil diakibatkan terjadinya peningkatan harga yang lebih tinggi dari peningkatan upah nominal. Peningkatan harga menyebabkan beban masyarakat miskin semakin berat. Guncangan harga dapat menyebabkan masyarakat yang berada di sekitar garis kemiskinan dapat jatuh menjadi miskin. Hal ini terlihat ketika terjadi kenaikan harga BBM di tahun 2005 dan 2008. Harga BBM mengalami peningkatan sebanyak dua kali di tahun 2005 yaitu pada tanggal 1 Maret 2005 dari Rp. 1.810/liter menjadi Rp. 2.400/liter dan pada tanggal 1 Oktober dari Rp. 2.400/liter menjadi Rp. 4.500/liter. Peningkatan harga BBM memicu naiknya harga-harga komoditas lainnya sehingga inflasi Bandar Lampung pada bulan Oktober merupakan yang tertinggi di Sumatera mencapai 12,87 persen. Secara keseluruhan pada akhir tahun 2005 Bandar Lampung mengalami peningkatan harga 21,17 persen. Pada tahun 2008 harga BBM meningkat lagi menjadi Rp. 6.000/liter dan inflasi Bandar Lampung kembali melebihi 10 persen yaitu sebesar 14,82 persen. Peningkatan harga ini menyebabkan kemiskinan di Lampung meningkat 1,35 persen di tahun 2006 menjadi 22,77 persen. Hasil yang

serupa ditunjukkan dalam penelitian ini dimana peningkatan indeks harga sebesar 1 poin (yang berarti harga lebih mahal 1 persen dari tahun sebelumnya) akan meningkatkan kemiskinan 0,028 persen. Kebijakan stabilitas pendapatan yang memproteksi pendapatan rumah tangga dari guncangan ekonomi adalah kebijakan jangka pendek yang dapat digunakan untuk mengatasi kemiskinan tersebut.

Dokumen terkait