• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PESTISIDA ( Paraquat, Fenobucarb, Difenoconazole ) DAN PENGELOLAAN AIR TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN

ASAM FENOLAT PADA PERTANAMAN PADI DI LAHAN GAMBUT

5. PENGARUH PESTISIDA ( Paraquat, Fenobucarb, Difenoconazole ) DAN PENGELOLAAN AIR TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN

Latar Belakang

Penggunaan bahan kimia pestisida pada pertanian merupakan suatu dilema. Di satu sisi sangat dibutuhkan dalam rangka penyediaan pangan, namun di sisi lain tanpa disadari mengakibatkan berbagai dampak negatif, baik terhadap manusia, hewan mikroba maupun lingkungan. Masih tingginya intensitas aplikasi dan jumlah pestisida yang digunakan oleh petani menimbulkan kekhawatiran akan bahaya pencemaran yang berasal dari residu pestisida yang tertinggal di lingkungan, khususnya dalam tanah dan air. Residu ini dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan kesehatan bagi manusia dan hewan serta dapat mengganggu pertumbuhan tanaman budidaya pada musim berikutnya.

Pada lahan pertanian dengan bahan organik yang tinggi, dilaporkan bahwa pestisida dapat dierap secara kuat. Bahan organik menyediakan bagian penting untuk erapan pestisida (Harrad 1996). Erapan pestisida ke dalam bahan organik dapat mempengaruhi sifat dan keberadaannya di tanah. Erapan ini dapat menyebabkan pestisida sulit diuraikan oleh mikroba sehingga persistensi pestisida akan meningkat. Namun pestisida yang berikatan dengan bahan organik menjadi rentan terhadap pencucian dan erosi tanah (Pedersen et al. 1995; Brown et al.

1995).

Dinamika pestisida di alam akan mengalami dua tahapan reaksi, yakni proses menghilangnya residu (bahan aktif pestisida yang terkandung di tanah atau air) berlangsung cepat (proses desipasi), atau sebaliknya proses menghilangnya residu berlangsung lambat (proses persistensi). Terjadinya dua proses ini disebabkan karena deposit (kumpulan residu pestisida) dapat diserap dan dipindahkan ke tempat lain sehingga terhindar dari pengrusakan di tempat semula. Terhindarnya pestisida yang ditranslokasikan dari proses pengrusakan dimungkinkan oleh faktor-faktor lingkungan yang kurang merusak sehingga terjadi proses penyimpanan (residu persisten) (Tarumingkeng 1992).

Pestisida juga dilaporkan berpengaruh terhadap kesuburan tanah. Pestisida dapat secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi reaksi penting biokimia seperti mineralisasi bahan organik, fiksasi nitrogen, denitrifikasi dan ammonifikasi dengan mengaktifkan atau tidak mengaktifkan mikroorganisme tanah. Mikroorganisme tanah memiliki kemampuan utnuk melakukan transformasi biokimia terhadap berbagai elemen tanah seperti nitrogen (N), phosfor (p), sulfur (S) dan karbon (C) (Kinney et al 2005; Menon et al, 2005). Elemen-elemen tersebut akan menentukan sifat kimia tanah yang berindikasi terhadap tingkat kesuburan tanah. Pertanian secara langsung sangat tergantung pada proses mikrobial yang membangun dan memelihara kesuburan tanah.

Selain pencemaran terhadap tanah dan air serta gangguan terhadap kesuburan tanah, pestisida juga berpengaruh terhadap populasi makro dan mikroorganisme. Aplikasi pestisida dapat menekan mikroorganisme tertentu namun dapat meningkatkan populasi mokroorganisme lainnya (Hussain et al. 2009). Pestisida juga dapat berdampak negatif terhadap serangga, diantaranya; matinya musuh alami dari hama maupun patogen yang kemudian akan menimbulkan resurgensi hama, yaitu serangan hama yang jauh lebih berat dari sebelumnya. Selanjutnya kemungkinan terjadinya serangan hama sekunder, yang

awalnya bukan hama penting. Juga membuat kematian serangga berguna dan menguntungkan seperti lebah yang sangat berguna untuk penyerbukan. Akhirnya timbulnya kekebalan atau resistensi hama maupun patogen terhadap pestisida (Hidayat, 1981).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pestisida dan pengelolaan air terhadap kualitas tanah dan air serta populasi serangga dan mikroba tanah.

Metodologi Penelitian

Kegiatan dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan penelitian pada bab 4 dengan plot penelitian yang sama. Kegiatan pada bab ini fokus pada pengumpulan data dan informasi tentang pengaruh pestisida dan pengelolaan air terhadap residu pestisida di tanah dan air, jenis dan populasi serangga, serta populasi mikroba tanah.

Analisa Hara Tanah

Analisa hara tanah dilakukan untuk menganalisa pengaruh dari perlakuan pestisida dan pengelolaan air terhadap kualitas tanah berkaitan dengan unsur hara dalam tanah. Analisa hara pada tanah dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu sebelum aplikasi pestisida, dan pada akhir masa pertanaman. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada tiap petak percobaan dengan cara mengambil contoh tanah pada lapisan olah (0 cm - 20 cm). Sampel tanah diambil pada 5 titik sampel secara diagonal terhadap luasan lahan. Sampel-sampel tanah individu tersebut selanjutnya dicampur sehingga mendapatkan sampel tanah komposit. Bahan- bahan organik seperti akar, daun, batang tanaman dibersihkan dari sampel tanah, kemudian sampel tanah dimasukan dalam kantung plastik dan udara di dalam plastik dikeluarkan sebelum plastik diikat. Selanjutnya kantung-kantung plastik sampel diletakkan dalam boks berisi es untuk menghindari penguapan. Selanjutnya sampel tanah dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analisa terhadap pH, N, P, K, C dan Fe.

Analisa Residu Pestisida

Analisa residu pestisida pada tanah dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu sebelum aplikasi pestisida, dan pada akhir masa pertanaman. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada tiap petak percobaan dengan cara mengambil contoh tanah pada lapisan olah (0-20 cm) yang diambil dari 5 titik sampel secara diagonal terhadap luasan lahan. Sampel-sampel tanah individu tersebut selanjutnya dicampur sehingga mendapatkan sampel tanah komposit. Bahan-bahan organik seperti akar, daun, batang tanaman dibersihkan dari sampel tanah, kemudian sampel tanah dimasukan dalam kantung plastik dan udara di dalam plastik dikeluarkan sebelum plastik diikat. Selanjutnya kantung-kantung plastik sampel diletakkan dalam boks berisi es untuk menghindari penguapan. Suhu, pH dan ketinggian air pada masing-masing petakan dicatat. Selanjutnya sampel tanah dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analisa terhadap residu pestisida dengan menggunakan alat kromatografi gas (GC-ECD).

Analisa pestisida pada air dilakukan terhadap air pada petakan, air pada saluran dan air pada tabung infiltrasi. Pengamatan terhadap air pada tabung infiltrasi dilakukan untuk mengetahui pergerakan pestisida ke dalam tanah, sedangkan pengamatan terhadap air petakan dilakukan untuk mengetahui pestisida yang terbuang ke saluran. Tabung infiltrasi yang terbuat dari pipa paralon 1,5 inch yang dilubangi pada keempat sisinya dengan jarak 5 cm, ditanam hingga kedalaman 1 meter dari permukaan tanah pada tiap petak. Tabung ini akan menampung air rembesan tanah untuk itu bagian bawah pipa ditutup dan untuk mencegah masuknya air hujan melalui tabung pipa maka bagian atas pipa juga ditutup. Pengambilan air pada tabung infiltrasi dilakukan pada 24 jam setelah aplikasi pestisida awal. Pengambilan sampel air dilakukan dengan cara menyedot air pada tabung infiltrasi menggunakan pompa tangan. Selanjutnya pengambilan sampel air petakan dilakukan sebanyak 3 kali yaitu sebelum aplikasi pestisida, 24 jam setelah aplikasi pestisida, dan pada akhir masa vegetatif sebelum pengeringan lahan. Pengambilan sampel air dilakukan dengan cara menampung air yang keluar dari saluran keluar air (outlet) pada tiap-tiap petak percobaan. Bahan-bahan organik seperti akar, daun, batang tanaman dibersihkan dari sampel air, kemudian air dimasukan ke dalam botol-botol sampel pada posisi penuh sehingga tidak ada ruang bagi udara. Selanjutnya botol-botol berisi sampel air ini dimasukkan ke dalam kotak berisi es guna menghindari penguapan. Kemudian sampel air dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analisa terhadap residu pestisida dengan menggunakan alat kromatografi gas (GC-ECD).

Pengamatan Jenis dan Populasi Serangga

Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pestisida terhadap jenis dan populasi serangga sebelum dan setelah perlakuan pestisida. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan jaring serangga. Pengambilan sampel dilakukan pada setiap petakan dengan cara mengayunkan jaring serangga sebanyak 5 ayunan jaring tunggal. Selanjutnya serangga yang berhasil dijaring dimasukkan ke dalam tabung plastik yang diberi kapas beralkohol. Identifikasi dan penghitungan dilakukan terhadap jenis dan jumlah serangga yang tertangkap pada setiap petak.

Pengamatan Mikrob Tanah

Pengamatan terhadap mikrob tanah dilakukan untuk mengatahui populasi mikrob tanah akibat perlakuan pestisida dan pengelolaan air. Pengambilan sampel dilakukan pada setiap petak percobaan dengan cara pengambilan sampel tanah pada 5 titik sampel secara diagonal terhadap luasan lahan. Sampel-sampel tanah individu tersebut selanjutnya dicampur sehingga mendapatkan sampel tanah komposit. Bahan-bahan organik seperti akar, daun, batang tanaman dibersihkan dari sampel tanah, kemudian sampel tanah dimasukan dalam kantung plastik dan udara di dalam plastik dikeluarkan sebelum plastik diikat. Selanjutnya kantung- kantung plastik sampel diletakkan dalam kotak berisi es.

Selanjutnya sampel tanah dibuat menjadi suspensi dalam suatu seri pengenceran larutan stok (10 gr tanah dilarutkan dalam 90 ml garam fisiologis) diencerkan menjadi 10-2 - 10-8. Untuk keperluan isolasi bakteri digunakan pengenceran 10-6, 10-7 dan 10-8 sedangkan fungi digunakan pengenceran 10-4, 10-5 dan 10-6 yang diinokulasikan ke medium padat non selektif menggunakan metode cawan sebar (spread plate). Untuk bakateri ditumbuhkan pada media NA,

sedangkan fungi pada media PDA, selanjutnya diinkubasi terbalik selama 48 jam untuk bakteri dan 96 jam untuk fungi. Koloni bakteri dan fungi yang tumbuh di media NA dan PDA diamati dan dihitung koloni yang tumbuh menggunakan hand tall. Total populasi bakteri dan fungi dihitung menggunakan metode hitungan cawan (total plate count) dengan asumsi bahwa satu koloni yang tumbuh dan teramati berasal dari satu sel tunggal. Selanjutnya total populasi dihitung berdasarkan rumus:

Total populasi/ Colony Form Unit (CFU.g-1) = 1 x jumlah koloni faktor pengenceran

(a) (b) (c)

Gambar 5.1. Alat dan bahan untuk isolasi mikrob (a), koloni mikrob pada media PDA (b) dan koloni mikrob pada media NA (c)

Hasil dan Pembahasan

Pengaruh Pestisida dan Pengelolaan Air Terhadap Hara-Hara Tanah

Hasil analisa hara-hara tanah pada semua petak penelitian terhadap perlakuan pestisida pada musim kemarau dan musim hujan dapat dilihat pada tabel 5.1 dan 5.2.

Tabel 5.1. Sifat kimia tanah pada perlakuan pestisida di musim kemarau 2012

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P0 P1 P2 P3 P4 P5 pH 4.38 4.35 4.40 4.40 4.36 4.35 5.31 5.41 4.80 5.34 4.57 5.24 C organik (%) 37.82 51.23 46.13 39.57 47.97 40.85 39.05 41.89 41.00 38.05 40.74 38.18 N (%) 1.28 1.32 1.27 1.49 1.28 1.44 1.00 1.07 1.11 1.09 0.96 1.05 P (ppm) 100.00 99.33 100.00 87.56 100.00 89.11 80.33 79.33 97.33 66.77 53.33 69.00 K (mg/100g K2O) 16.33 9.63 23.33 10.32 9.88 15.35 48.33 32.67 48.00 20.00 23.67 56.00 Fe (ppm) 1,393.93 1,135.15 1,896.69 1,660.36 880.40 1,320.11 2,986.67 3,110.00 3,503.33 3,270.00 2,150.00 2,930.00 Akhir Karakteristik Awal

Tabel 5.2. Sifat kimia tanah pada perlakuan pestisida di musim hujan 2012/2013

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa semua perlakuan pestisida termasuk kontrol memberikan pola yang sama, yaitu pH tanah, K dan Fe meningkat, C- organik, N dan P menurun. Pola yang sama juga diperlihatkan oleh perlakuan pengelolaan air terhadap hara-hara tanah (Tabel 5.3).

Tabel 5.3. Sifat kimia tanah pada perlakuan pengelolaan air di musim hujan 2012/2013

Tidak mudah menarik kesimpulan mengenai dampak pestisida terhadap kesuburan tanah, karena banyak penelitian menghasilkan kesimpulan yang berbeda. Sehingga perlu penelitian dan penelaahan yang lebih seksama dalam aspek dinamika hara di lahan gambut. Namun demikian beberapa penelitian melaporkan bahwa pestisida menghambat dekomposisi bahan organik dan mineralisasinya di lahan pertanian dan ekosistem padan rumput (Perfect et al. 1981; Pimentel and Warneke, 1989). Namun Das dan Mukherjee (2000) pada penelitian mereka di tanah laterit dan alluvial pada daerah perakaran di pertanaman padi melaporkan bahwa insektisida dari golongan organoklorin, organofosfat, karbamat dan piretroid meningkatkan mineralisasi C, P dan N. Hasil yang berbeda dilaporkan oleh Sardar dan Kole (2005) yang melaporkan penurunan signifikan terhadap mineralisasi N, P dan K pada perlakuan klorpirifos (insektisida organoposfat). Hasil yang serupa dilaporkan oleh Sukul (2006) yang melaporkan bahwa fungisida metalaxyl secara signifikan menurunkan total C dan N di tanah mineral pada 0 – 30 hari inkubasi.

Penggunaan pestisida dalam jangka waktu yang panjang dan berulang-ulang selama periode yang waktu lama akan mengganggu mikroorganisme dan reaksi enzymatik tanah. Pada proses selanjutnya akan menurunkan tingkat kesuburan tanah, diantaranya tanah menjadi masam dan hara-hara menjadi tidak tersedia bagi tanaman IAEA (2001). P0 P1 P2 P3 P4 P5 P0 P1 P2 P3 P4 P5 pH 3.94 3.86 3.94 3.93 4.02 3.98 4.17 4.18 4.23 4.21 4.15 4.17 C organik (%) 41.21 41.54 40.85 41.82 41.39 41.62 36.87 32.50 39.12 34.18 36.14 33.66 N (%) 1.07 1.14 1.14 1.14 1.06 1.13 1.08 1.11 1.06 1.05 1.06 1.08 P (ppm) 120.11 119.78 142.44 118.89 111.11 109.67 103.33 110.00 106.67 106.67 103.33 106.67 K (mg/100g K2O) 46.78 58.89 67.33 32.33 44.56 51.00 151.00 110.33 166.00 107.00 155.33 119.33 Fe (ppm) 3,435.56 3,630.00 4,234.44 3,656.67 3,300.00 3,576.67 8,143.33 7,240.00 8,956.67 7,516.67 5,412.33 7,790.00

Karakteristik Awal Akhir

A0 A1 A2 A0 A1 A2 pH 3.87 3.97 4.00 4.21 4.16 4.18 C organik (%) 40.07 41.55 42.60 36.47 36.67 33.10 N (%) 1.05 1.16 1.14 1.08 1.00 1.14 P (ppm) 74.33 146.67 140.00 96.67 103.33 118.33 K (mg/100g K2O) 38.11 71.17 41.17 130.00 152.33 122.17 Fe (ppm) 2,986.67 4,015.00 3,915.00 7,315.00 7,648.33 7,566.17

Pengaruh Pestisida dan Pengelolaan Air terhadap Bahan Aktif Pestisida di Tanah dan Air

Ketika pestisida masuk ke dalam lingkungan yang dilakukan dengan sengaja untuk mengendalikan OPT, atau secara tidak sengaja terlepas ke lingkungan sebagai sisa buangan, pestisida akan masuk ke dalam satu atau lebih kompartemen (udara, air, tanah). Pestisida dapat masuk ke udara melalui volatilisasi, masuk ke tanah melalui penyerapan, masuk ke air melalui difusi, bahkan masuk ke dalam tubuh biota melalui partisi. Selanjutnya pestisida dalam mengalami transformasi secara oksidasi, reduksi, hidrolisis dan konjugasi. Semua proses itu menentukan keberadaan (fate) bahan aktif pestisida di lingkungan (Seiber 2002).

Penguraian pestisida oleh mikroba, reaksi kimia, dan sinar matahari menentukan proses degradasi pestisida. Prosesnya dapat terjadi setiap saat dari hitungan jam, hari, sampai tahunan bergantung pada kondisi lingkungan dan sifat- sifat kimia pestisida. Utamanya degradasi pestisida terjadi secara biokimia oleh mikrobia tanah.

Hasil pengukuran bahan aktif pestisida di tanah dan air memperlihatkan masih ditemukan bahan aktif pestisida di tanah dan air sampai akhir masa pertanaman musim kemarau (Tabel 5.4).

Tabel 5.4. Bahan aktif pestisida di tanah dan air terhadap perlakuan pestisida di lahan gambut pada musim kemarau 2012

Bahan aktif pestisida masih ditemukan pada petak perlakuan P1, P4 dan P5. Pada perlakuan P1 bahan aktif paraquat masih ditemukan di dalam tanah sampai masa akhir pertanaman sebesar 0.12 mg.L-1. Sedangkan pada pengamatan di air 24 jam setelah aplikasi, bahan aktif paraquat terukur sebesar 0.11 mg.kg-1. Pengamatan pada tabung infiltrasi menunjukkan bahwa bahan aktif paraquat bergerak bersama infiltrasi air ke dalam tanah. 24 jam setelah aplikasi ditemukan sebesar 0.01 mg.L-1 bahan aktif paraquat pada tabung infiltrasi. Hingga akhir pertanaman, hasil pengukuran pada air di petak perlakuan masih ditemukan bahan aktif paraquat sebesar 0.03 mg.L-1.

Hasil yang berbeda ditemukan pada pengukuran bahan aktif paraquat di musim hujan (Tabel 5.5). Tidak ditemukan bahan aktif paraquat pada pengukuran di tanah (di bawah limit deteksi alat (<0.0095 mg.L-1)). Pada pengukuran di air, bahan aktif paraquat ditemukan pada air petakan setelah 24 jam aplikasi sebesar 0.002 mg.L-1 dan pada tabung infiltrasi sebesar 0.025 mg.L-1.

Petak (24 Jsa) Petak (akhir) Tabung infiltrasi

Kontrol (P0) tu tu tu tu

Herbisida paraquat (P1) 0.119 0.110 0.026 0.010

Insektisida fenobucarb aplikasi tiap minggu (P2) tu tu tu tu Insektisida fenobucarb aplikasi tiap dua minggu (P3) tu tu tu tu Fungisida difenoconazole aplikasi tiap minggu (P4) 0.020 0.034 tu tu Fungisida difenoconazole aplikasi tiap dua minggu (P5) 0.033 0.009 0.002 0.002

Bahan aktif pestisida di air (ppm)

Perlakuan pestisida

Bahan aktif

pestisida di tanah (ppm)

Tabel 5.5. Bahan aktif pestisida di tanah dan air terhadap perlakuan pestisida di lahan gambut pada musim hujan 2012/2013

Kondisi lahan gambut dengan bahan organik tinggi memungkinkan paraquat persisten dalam waktu lama. Herbisida paraquat merupakan bagian dari kelompok senyawa bioresisten yang sulit terdegradasi secara biologis dan relatif stabil pada suhu, tekanan dan pH normal. Hal ini memungkinkan paraquat

teradsorpsi sangat kuat oleh partikel tanah yang menyebabkan senyawa ini dapat bertahan lama di dalam tanah (Sastroutomo1992). Penyerapan yang cepat dari paraquat utamanya melalui pertukaran kation (cation exchange), muatan positif molekul paraquat terikat kepada muatan negatif bahan organik tanah, serta beberapa mekanisme lain seperti ikatan van der walls, dan ikatan hidrogen. Pada saat keseimbangan telah dicapai, paraquat akan terjerap kuat (Roberts et al. 2002).

Sedangkan pada musim hujan, persistensi paraquat menjadi berkurang akibat kondisi lahan yang sangat berair. Roger et al. (1994) melaporkan bahwa persistensi sebagian besar pestisida menjadi berkurang pada tanah-tanah tergenang dibandingkan tanah kering.

Kondisi berbeda ditunjukkan oleh perlakuan P2 dan P3 pada kedua musim tanam. Pada musim kemarau, tidak ditemukan bahan aktif insektisida fenobucarb (P2 dan P3) atau berada di bawah deteksi alat (< 0.001 mg.L-1) (Tabel 5.4). Sedangkan pada musim hujan bahan aktif fenobucarb masih di temukan di dalam tanah pada akhir masa pertanaman pada perlakuan P2 dan P3 masing-masing sebesar 0.02 dan 0.03 mg.kg-1 (Tabel 5.5). Sementara hasil pengukuran bahan aktif di air petakan pada 24 jam setelah aplikasi, bahan aktif fenobucarb hanya ditemukan pada perlakuan P3 sebesar 0.02 mg.L-1. Pada pengamatan di tabung infiltrasi ditemukan bahan aktif pada perlakua P2 dan P3 masing-masing sebesar 0.02 mg.L-1. Alexander (2001) melaporkan bahwa fenobucarb adalah insektisida yang tidak stabil dan berumur pendek di lingkungan, mudah terdegradasi, teroksidasi, dan terhidrolisis secara kimiawi serta proses mikrobial. Dalam waktu 1 sampai 2 jam setelah aplikasi pestisida, kemungkinan besar 90% deposit telah hilang karena pencucian oleh air hujan, sisanya biasanya terurai oleh sinar ultraviolet. Kondisi lahan yang cenderung aerobik dan bahan organik tanah yang tinggi pada musim kemarau, meningkatkan dekomposisi fenobucarb sehingga fenobucarb tidak terdeteksi pada musim kemarau. Sedangkan pada musim hujan, kondisi tanah yang berair mempercepat hidrolisis fenobucarb dan melarutkannya dalam larutan tanah serta masuk dalam sedimen tanah. Aplikasi yang berulang pada fenobucarb (setiap minggu (P2) dan setiap dua minggu (P3) meningkatkan keberadaannya di lingkungan tanah.

Petak (24 Jsa) Petak (akhir) Tabung infiltrasi

Kontrol (P0) tu tu tu tu

Herbisida paraquat (P1) tu 0.002 tu 0.025

Insektisida fenobucarb aplikasi tiap minggu (P2) 0.019 tu tu 0.015

Insektisida fenobucarb aplikasi tiap dua minggu (P3) 0.028 0.016 tu 0.022

Fungisida difenoconazole aplikasi tiap minggu (P4) 0.068 0.002 tu 0.004

Fungisida difenoconazole aplikasi tiap dua minggu (P5) tu tu tu tu

Bahan aktif pestisida di tanah

(ppm)

bahan aktif pestisida di air (ppm) Perlakuan pestisida

Fungisida difenoconazole secara konsisten masih meninggalkan bahan aktif nya pada tanah dan air pada kedua musim tanam. Pada musim kemarau tanah pada perlakuan P4 dan P5 masih mengandung bahan aktif defenoconazole berturut-turut sebesar 0.02 dan 0.03 mg.kg-1. Sedangkan pada musim hujan hanya P4 yang masih memiliki bahan aktif di dalam tanah pada akhir masa pertanaman yaitu sebesar 0.07 mg.kg-1. Pada pengamatan di air petakan setelah 24 jam aplikasi, perlakuan P4 menyisakan 0.002 mg.L-1 bahan aktif pada musim kemarau dan 0.002 mg.L-1 pada musim hujan. Sedangkan P5 hanya menyisakan 0.009 mg.L-1 pada musim kemarau dan dibawah limit deteksi pada musim hujan. Pada pengamatan di air petakan akhir masa pertanaman dan air pada tabung infiltrasi, tidak ditemukan sisa bahan aktif pada perlakuan P4 musim kemarau tetapi terukur sebesar 0.004 mg.L-1 pada tabung infiltrasi di musim hujan. Sedangkan perlakuan P5 menyisakan bahan aktif pada air petakan setelah 24 jam aplikasi dan pada tabung infiltrasi masing-masing sebesar 0.002 mg.L-1 pada musim kemarau, namun tidak terukur pada musim hujan.

Fungisida difenoconazole dilaporkan mampu melakukan ionisasi dengan koloid organik tanah (Stevenson 1994). Pestisida ini cukup stabil di lingkungan karena memiliki kelarutan dalam air yang sangat rendah hanya 15 mg.L-1 pada suhu 25oC (Tomlin 1997). Namun, difenoconazole juga dilaporkan mudah termetabolisme secara aerobik dan selanjutnya meningkatkan kelarutannya dalam tanah.

Pengamatan juga dilakukan terhadap perlakuan pengelolaan air terhadap bahan aktif pestisida di tanah dan air. Hasil pengamatan masih menunjukkan adanya bahan aktif yang terkandung dalam tanah dan air bahkan hinggga akhir masa pertanaman (Tabel 5.6).

Perlakuan air A2 memperlihatkan hasil terbaik dengan rendahnya (dibawah limit deteksi) bahan aktif pestisida yang terukur pada tanah dan air setelah akhir masa pertanaman. Pestisida terukur pada air petakan dan tabung infiltrasi setelah 24 jam aplikasi. Hal ini mengindikasikan bahwa pestisida berpotensi untuk tercuci dan masuk ke dalam air tanah yang kemudian tercuci ke lingkungan secara luas. Namun periode anaerob dan aerob pada perlakuan A2 selanjutnya mampu menciptakan kondisi yang kondusif bagi penguraian pestisida secara biotik (mikroba) maupun abiotik (hidrolisis, photolisis), sehingga bahan aktif pestisida tidak terukur pada akhir masa pertanaman (Roger et al. 1994). Pada pertanaman padi di daerah tropis, fluktuasi antara tergenangi dan tidak tergenangi memberikan kondisi yang lebih baik bagi dekomposisi sebagian besar pestisida dari pada lahan yang tergenang terus menerus (Roger et al. 1994).

Perlakuan A1 memiliki nilai konsentrasi bahan aktif tertinggi pada pengukuran di tanah. Hingga akhir masa pertanaman masih ditemukan bahan aktif fenobucarb (0.047 mg.L-1 ) dan difenoconazole (0.022) di dalam tanah, namun tidak ditemukan di air. Roger et al. (1994) melaporkan bahwa pada pertanaman padi di daerah tropis, fluktuasi antara tergenangi dan tidak tergenangi memberikan kondisi yang lebih baik bagi dekomposisi sebagian besar pestisida dari pada lahan yang tergenang terus menerus. Kondisi lahan yang selalu basah menurunkan suhu tanah, suhu tanah yang rendah akan meningkatkan penyerapan pestisida oleh tanah dan memperlambat hilangnya pestisida (Guenzi dan Beard, 1976) dalam Roger et al. 1994).

Tabel 5.6. Residu pestisida di tanah dan air terhadap perlakuan pengelolaan air di lahan gambut pada musim hujan 2012/2013

Perlakuan air A0 atau tanpa pengelolaan air, memberikan hasil yang relatif lebih baik dari A1. Kondisi lahan yang berfluktuatif antara tergenang dan kering memberikan hasil yang lebih baik bagi penguraian pestisida dibandingkan tergenang terus-menerus. Namun kondiri air yang tidak terkontrol juga menciptakan kondisi yang mampu meningkatkan persistensi sebagian pestisida di tanah hingga akhir masa pertanaman. Hal ini ditunjukkan oleh bahan aktif difenoconazole yang masih terdeteksi sebesar 0.05 mg.L-1 di tanah pada akhir masa pertanaman.

Metabolisme dan kecepatan degradasi pestisida dipengaruhi oleh sifat tanah, temperatur, kelembaban tanah dan dosis pestisida. Keberadaa bahan aktif pestisida hingga masa akhir pertanaman juga dimungkinkan karena paruh waktu (DT50) masing-masing pestisida belum tercapai. Waktu paruh (DT50) adalah waktu degradasi setengah umur jangka waktu yang diperlukan untuk degradasi senyawa kimia hingga tinggal separuhnya (DT50). Difenoconazole memiliki waktu paruh berkisar antara 63 sampai 700 hari dengan rata-rata 181 hari. Fenobucarb memiliki waktu paruh yang lebih pendek yaitu > 28 hari pada pH 2 atau 17 hari pada pH 9 atau 2 hari pada pH 10. Sedangkan paraquat memiliki waktu paruh yang lebih lama dan tergolong dalam pestisida persisten (Tomlin 2014). Semua waktu paruh itu ditetapkan berdasarkan hasil penelitian di lahan mineral.

Keberadaan (fate) pestisida di lahan gambut dilaporkan berbeda dengan lahan mineral (Roger et al. 1994). Kandungan bahan organik tanah gambut yang tinggi akan meningkatkan dekomposisi pestisida secara biotik atau abiotik. Adanya radikal-radikal bebas yang relatif stabil dalam asam humat dan fulfat, mendukung senyawa organik tanah meningkatkan transformasi abiotik berbagai pestisida dalam tanah (Khan 1978). Tingginya kandungan bahan organik pada tanah gambut juga meningkatkan proses dekomposisi pestisida karena bahan organik tanah bertindak sebagai ko-metabolit dan kemampuannya untuk

Kontrol (A0) Macak-macak (A1) Intermittent (A2)

Tanah akhir masa pertanaman:

Paraquat tu tu tu

Fenobucarb tu 0.047 tu

Difenoconazole 0.046 0.022 tu

Air pada petakan setelah 24 jam aplikasi:

Paraquat 0.020 0.002 0.003

Fenobucarb 0.016 tu tu

Difenoconazole tu 0.002 tu

Air pada petakan setelah akhir masa pertanaman:

Paraquat tu tu tu

Fenobucarb tu tu tu

Dokumen terkait