• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. DESAIN PROSES FRAKSINASI

4.2.3 Pengaruh Proses Fraksinasi Terhadap Komposisi FAME Biodiesel

Proses fraksinasi mengubah komposisi fatty acid methyl ester dalam biodiesel. Metil ester memiliki titik didih yang beragam sesuai dengan panjang rantai masing-masing. Semakin panjang rantai metil ester, maka semakin tinggi juga titik didih metil ester tersebut (Goodrum 2002). Proses fraksinasi biodiesel sangat berbeda dengan fraksinasi petrodiesel atau bahan bakar solar. Menurut Wenzel dan Schulze Lammers (1997) menyatakan bahwa kebanyakan biodiesel tersusun dari asam lemak C16 dan C18 yang memiliki titik didih hampir sama atau saling

berdekatan antar komponen. Hal ini berbeda dengan solar yang tersusun dari campuran hidrokarbon alifatik dan aromatik dengan titik didih yang sangat berbeda. Bahan bakar solar memiliki kurva titik didih mulai dari suhu 200oC untuk memisahkan fraksi-fraksinya. Berbeda dengan metil ester minyak nabati yang mulai mendidih pada suhu 300o

4.2.3.1 Komposisi FAME Biodiesel Hasil Fraksinasi

C pada kondisi mendekati tekanan normal.

Pada analisis menggunakan gas kromatografi diperoleh data bahwa setiap satuan percobaan memiliki komposisi FAME yang beragam. Penggunaan suhu dan waktu proses mampu menghasilkan produk biodiesel HF yang mengandung metil ester palmitat (C16:0) secara dominan

pada setiap satuan percobaan. Selain metil ester palmitat, pada biodiesel fraksinasi ini terdapat metil ester yang lain yang mampu terbaca oleh GC yaitu metil ester miristat (C14:0), metil ester

stearat (C18:0), metil ester oleat (C18:1), metil ester linoleat (C18:2

Tabel 12. Hasil analisis komponen FAME biodiesel HF

). Data analsis GC untuk biodiesel HF dapat dilihat pada Tabel 12.

Kondisi Proses

Komponen FAME Metil Ester C16:0 Metil Ester C

Lainnya (C 18:1 14:0, C18:0, C18:2) 225-10 63,13 7,02 5,91 225-12 74,26 12,04 7,42 230-10 68,10 7,25 8,13 230-12 74,11 15,29 9,54 235-10 77,03 6,50 7,38 235-12 80,17 11,42 8,24 10 20 30 40 10 jam 12 jam V o lu m e S F ( lite r) Waktu Proses Chart Title Suhu 225oC Suhu 230oC Suhu 235oC

33 Pada Tabel 12, kemurnian tertinggi metil ester palmitat dalam biodiesel HF diperoleh dari kondisi proses fraksinasi suhu 235o

Uji Tukey digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar respon dari komponen FAME yang dihasilkan oleh semua biodiesel HF (Lampiran 11A). Uji ini menghasilkan informasi bahwa produksi metil ester palmitat (C

C dan waktu proses 12 jam. Proses ini mampu menghasilkan rataan kemurnian 80,17 %. Hal ini berarti dalam 100 ml biodiesel terdapat 80,17 gram fraksi metil ester palmitat. Nilai kandungan metil ester palmitat ini cukup tinggi dibandingkan dengan biodiesel awal sebesar 29,64% (b/b). Tingginya kemurnian metil ester palmitat pada biodiesel HF 235-12 mengindikasikan bahwa proses ini merupakan proses terbaik dibandingkan perlakukan yang lain.

16) berbeda nyata dengan

komponen lain dalam biodiesel HF dan tersebar dalam semua satuan percobaan. Komponen metil ester palmitat memiliki jumlah signifikan paling tinggi dibandingkan komponen lain. Namun, produksi metil ester C16

C18: 2 CIS (9,12) C18: 1 CIS C18: 0 C16: 0 C14: 0 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Komponen FAME J u m la h ( % b /v )

masih memiliki titik out layer atau berada diantara rentang titik minimum dan maksimum yaitu pada HF1, 225-10 dengan jumlah metil ester terendah 55,02% (b/v). Gambar 24 berikut ini adalah boxplot uji Tukey biodiesel HF.

Gambar 24. Boxplot uji Tukey biodiesel HF

Menurut Matheson (1996), biodiesel yang kaya akan kandungan metil ester C16 sangat

baik untuk pembuatan surfaktan. Hal ini terlihat dari surfaktan yang dihasilkan karena memperlihatkan karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensi yang tinggi, dan tidak adanya fosfat serta bersifat mudah didegradasi. Ballestra (2008) menyatakan bahwa surfaktan MES C16

tahan terhadap air dengan tingkat kesadahan yang tinggi dibandingkan dengan jenis surfaktan anionik lainnya. Selain itu, kemampuan (performance) surfaktan MES C16

4.2.3.2 Komposisi FAME Biodiesel Sisa Fraksinasi

dapat dilihat dari nilai IFT (interfacial tension) atau tegangan antar muka. Tegangan antar muka setara dengan usaha yang dibutuhkan untuk meningkatkan area permukaan sebagai respon adanya tekanan antara dua larutan yang berbeda polaritasnya yaitu tekanan internal suatu larutan dengan kerja tekanan larutan lain. Dengan adanya surfaktan, dua senyawa yang berbeda polaritasnya akan menyatu karena tegangan antar muka telah menurun. Nilai tegangan antar muka untuk MES dengan bahan baku metil ester olein yang telah dilakukan oleh Susi (2010) adalah sebesar 0,02803 dyne/cm.

Biodiesel sisa fraksinasi merupakan produk samping pada penelitian ini. Biodiesel SF masih memiliki nilai tambah dan bukan merupakan limbah dari proses fraksinasi. Fraksi kedua proses fraksinasi ini banyak didominasi oleh komponen berat metil ester yang tidak menguap saat

34 proses berlangsung. Komponen berat yang mendominasi biodiesel SF adalah fraksi metil ester oleat. Tabel 13 berikut ini menampilkan hasil analisis GC biodiesel SF.

Tabel 13. Hasil analisis komponen FAME biodiesel SF

Kondisi Proses Komponen FAME

Metil Ester C16:0 Metil Ester C18:1 Lainnya (C18:0, C18:2)

225-10 12,05 53,63 27,97 225-12 6,47 57,56 31,89 230-10 8,31 58,51 27,99 230-12 5,23 56,36 35,59 235-10 7,17 61,80 29,76 235-12 3,70 57,70 30,41

Pada Tabel 13, dapat diketahui bahwa metil ester oleat (C18:1) secara dominan berada

pada biodiesel SF. Kemurnian tertinggi yang mampu dicapai adalah 60,80% (b/v) metil ester oleat pada proses fraksinasi suhu 235oC dan lama waktu proses 10 jam. Selain metil ester oleat, pada biodiesel SF ini terdeteksi 3 komponen lain yaitu metil ester palmitat (C16:0), metil ester

stearat (C18:0), dan metil ester linoleat (C18:2

Biodiesel SF diuji pembeda dengan menggunakan uji Tukey untuk mengetahui pembeda antar respon dari komponen FAME (Lampiran 11B). Hasil analisis ini memberikan informasi bahwa komponen metil ester oleat secara signifikan. Data persebaran nilai komponen FAME dapat disajikan pada Gambar 25.

). Nilai konsentrasi metil ester oleat ini cukup tinggi dibandingkan dengan biodisel awal sebesar 29,89% (b/b). Kondisi terbaik yang dicapai untuk pemisahan metil ester oleat merupakan rataan dari dua kali ulangan dengan nilai SF1, 235-10 sebesar 62,29% (b/v) dan SF2, 235-10 sebesar 61,31% (b/v).

C18: 2 CIS (9,12) C18: 1 CIS C18: 0 C16: 0 70 60 50 40 30 20 10 0 Komponen FAME J u m la h ( % b /v )

Gambar 25. Boxplot uji Tukey biodiesel SF

Pada Gambar 25, terlihat bahwa sebaran metil ester oleat secara merata terdapat pada masing-masing satuan percobaan dan tidak memiliki titik out layer. Komponen metil ester oleat baik digunakan untuk bahan bakar pengganti solar. Gerpen (2004) menyebutkan bahwa bahan baku biodiesel dengan kandungan asam lemak C18:1, C18:2, C18:3 menurunkan cloud point

sehingga dapat diaplikasikan di negara empat musim. Faktor penting lain dalam penggunaan biodeisel sebagai bahan bakar adalah nilai kinematik viskosistas. Metil ester oleat memiliki angka viskositas kinematik lebih besar yaitu 4,45 mm2/s dibandingkan dengan metil ester palmitat

35 sebesar 4,32 mm2

Apabila dilihat dari parameter lain, metil ester oleat cukup baik untuk aplikasi sebagai bahan bakar. Klopfenstein dan Walker (1983) menyebutkan bahwa energi pembakaran metil ester oleat terbilang cukup tinggi yaitu 38,9 MJ/kg sementara standar minimum yang dibutuhkan adalah 35 MJ/kg. Berkaitan dengan angka setana, metil ester oleat memiliki angka setana cukup baik yaitu 55 dibandingkan dengan standar SNI mengharuskan minumum angka setana 51. Angaka setana ini mengambarkan ukuran keterlambatan antara pemasukan bahan bakar (fuel injection) dengan pembakaran (fuel ignition) dimana angka setana yang semakin tinggi menunjukan waktu yang lebih singkat antara fuel injection dengan fuel ignition.

/s (Worgetter et al. 1998). Biodiesel SF dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar campuran biodiesel yang rendah akan komponen tidak jenuh (Freedman dan Bagby 1989).

4.2.4 Pengaruh Proses Fraksinasi Terhadap Sifat Fisiko Kimia Biodiesel

Dokumen terkait