• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Sosial Budaya

BAB IV ASPEK YANG MEMPENGARUHI PRAKTEK

4.1. Gender dan Kebudayaan

4.1.1. Pengaruh Sosial Budaya

Antropologi dalam penerapannya mengkaji persoalan budaya yang terdapat dalam masyarakat. Budaya merupakan ide, gagasan, yang memunculkan perbuatan. Kebudayaan merujuk pada pengetahuan yang diperoleh, yang digunakan orang untuk menginterpretasikan pengalaman dan melahirkan tingkah laku sosial. James P. Spradley (terjemahan 2007:6). Perilaku yang dimunculkan oleh seseorang merupakan hasil dari apa yang didengar, dipelajari, lalu diterapkan dalam kehidupan sosialnya.

Masih dominannya budaya patriarki dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia membuat paham kesetaraan gender menjadi sangat terhambat. Karena lelaki masih dipandang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Dan laki-laki mempunyai kuasa terhadap perempuan. Dan dalam hal ini budaya patriarki tidak dibutuhkan dalam proses sosialisasi maupun pelaksanaan kesetaraan gender di dalam organisasi. Karena hal itu membuat kaum perempuan menjadi tidak berkembang dan dibatasi ruang geraknya. Tetapi di KOMPAS USU tidak menganut paham patriarkhi karena KOMPAS USU adalah organisasi minat dan bakat, jadi setiap anggota yang telah berkumpul disini disatukan karena memiliki minat dan bakat yang sama sehingga semua anggota tanpa terkecuali tidak ada yang dibatasi haknya dalam hal apapun, walaupun budaya dari masing-masing setiap anggota berbeda tetapi ketika sudah bergabung di KOMPAS USU maka harus mengikuti rule yang ada disini meskipun tidak ada aturan yang mengatur hal tersebut secara tertulis. Itu semua terjadi karena pemahaman dari senior-senioran yag sudah terlebih dahulu dan mengerti akan hal itu sehingga tidak ada anggota yang bakal dirugikan dalam hal

berorganisasi di KOMPAS USU. Hal itu juga penulis peroleh dari hasil wawancara dengan para informan (yaitu angota KOMPAS USU), berikut hasil wawancaranya :

1. Syaiful

Merupakan suku Jawa yang besar dan tumbuh di kota medan, lahir dari keluarga penganut paham demokratis dimana sang ayah sangat mengajarkan arti seorang pemimpin yang adil dan disenangi oleh bawahan maupun anggotanya.

“ Dirumah kami, orang tua saya mengajarkan kepada semua anak-anaknya bahwa mereka semua harus mampu mengejar apapun yang mereka inginkan, jangan pernah merasa gagal bla belum mencoba dan walaupun gagal ketika mencaba jangan terus menyerah. Coba lagi dan coba lagi. Hal itu diajarkan kepada anaknya yang perempuan juga bukan hanya kepada kami yang laki-laki saja. Karena bagi orantua kami kami semua anak-anaknya adalah cerminan dari mereka dan kami jugalah yang akan menjadikan mereka dipandang bagus apabila kami semua anak-anaknya sukses dan berhasil. Hal itu jugalah yang membuat saya merasa cukup terbantu ketika memimpin KOMPAS USU, saya sebagai laki-laki tidak pernah memandang rendah perempuan ataupun beranggapan bahwasanya perempuan tidak lebih baik dari laki-laki. Selama saya menjadi anggota dan menjabat sebagai ketua umum, saya sangat senang berinteraksi dengan seluruh rekan-rekan disini maupun rekan-rekan mapala lainnya. Karena dalam organisasi mahasiswa pencinta alam tidak pernah membeda-bedakan anngotanya berdasarkan jenis kelaminnya. Dan juga tidak selalu laki-laki yang menjadi sosok pemimpin idaman. Tetapi bgi saya perempuan yang mau bergabung dengan organisasi mahasiswa pencinta alam adalah perempuan yang hebat dan tangguh karena berani dan mau mencoba melakukan hal yang orang lain beranggapan bahwasanya hanya buang-buang waktu saja”.

2. Mira Mentari Lubis

Mira adalah anak semata wayang dan terlahir dari darah batak Mandailing. Orangtuanya tidak terlalu mengurusi soal pemimpin yang diinginkan bagaimana, karena keinginan mereka terhadap anak semata wayangnya hanyalah agar dia mampu mandiri dan bertahan ketika menjalani kehidupan yang sebenarnya.

”awalnya sih aku ragu ketika ingin mencalonkan diri sebagai ketua umum KOMPAS USU, karena merasa bahwasanya masih ada yang kurang dari dalam

diri ini untuk menopang beban yang sangat berat dalam hal menjalankan roda organisasi ini dan menjaga nama baik organisasi bagi seluruh organisasi-organisasi sejenis lainnya. Tetapi berkat dorongan dari teman-teman satu angkatan dan juga pacarku saat itu merupakan mantan ketua umum sehingga rasa percaya diri datang dan memutuskan untuk menguatkan tekat sebagai calon ketua umum KOMPAS USU. Dan hal itu terwujud tepat di Musyawarah Anggota ke 28 Januari 2016. Latar belakang budaya tidak berpengaruh dalam hal saya mengambil keputusan untuk menvalonkn diri sebagai ketua saat ini, karena saya sendiri kurang paham bagaimana pandangan yang tentang seorang pemimpin dalam suku mandailing, karena saya lahir dan tumbuh besar di kota Medan sehingga pengetahuan-pengetahuan tentang itu sangat minim dan saya sendiri juga tidak mengetahui bahasa Mandailing. Saya belajar tentang sosok pemimpin dn bagaimana memimpin ya disini di KOMPAS USU. Kalo ditanya pandangan saya tentang perempuan di KOMPAS USU, semua anggota memiliki potensi yang sama disini disaat mereka mau belajar dan terus mengasah diri. Ya walaupun terkadang perempuannya terlihat sedikit manja menuruat aku wajar karena itu merupakan sifat alamiah seorang perempuan. Dan tak jarang juga yang laki-laki merasa iba dan merelakan dirinya untuk melakukan pekerjaan yang berat dalam artian kalo bisa beban laki-laki harus lebih berat dari perempuan”.

3. Ishak Zainal Abidin

Terlahir sebagai anak pertama didalam keluarga seakan membuat ia tak ingin melewatkan sedetikpun waktu untuk bermain-main. Dia telah menyeleaikan pendidikannya dari Fakultas Hukum USU.

”Aku dulunya masuk KOMPAS USU karena senior-senior ditempat aku biasa nongkrong dan kawan-kawan main trail. Hamper semua dari mereka adalah anggota KOMPAS USU, sehingga mereka memberikan motivasi bagiku dan juga ada salah satu dari mereka mengatakan kalo belum jadi anggota KOMPAS USU belum hebat. Tentu hal itu adalah semua tantangan yang sangat menarik buat aku, karena kebebetulan aku orang yang suka tantangan pulak. Yaudah aku tes lah waktu KOMPAS USU yang penerimaan anggota. Setelah mengikuti proses latihan dan seleksi yang lumayan panjang diterimalah akhir aku sebagai anggota KOMPAS USU bersama dengan sebelas orang teman satu anggkatanku. Walaupun aku hamper tidak lulus karena saat itu aku merasa jenuh dengan rangkaian seleksi yang cukup lama dan memakan waktuku untuk berkumpul dengan teman-teman kampus sehingga aku menjadi jarang berkumpul dengan mereka. Disini saya cukup banyak mendapatkan ilmu, yang mungkin tidak akan bisa ku dapat bila hanya kuliah pulang kuliah pulang saja. Saya menjabat sebagai ketua umum periode 2014, saat itu saya mendapat dukungan yang cukup banyak, baik dari teman-teman seangkatan dan dari senioran juga. Waktu itu ada tiga

calonnya dan ketiganya adalah teman satu angkatan saya,hahahahaha dan salah satunya ya yang membuat skripsi ini. Pandangan aku menurut perempuan di KOMPAS USU tidak berbeda dengan pandangan aku terhadap laki-laki, karena kami disini diajarkan sama rata dan sama rasa sehingga semua anggota memperoleh ha dan kewajiban yang sama. Dan kalo aku boleh jujur nih, perempuan yang ada di KOMPAS USU adalah perempuan yang tangguh dan keren-keren”.

4. Herlina M Situmorang

Walaupun terlahir dari suku Batak Toba tetapi tidak membuat niat kakanda yang biasa dipanggil “Lincung” menjadi ciut untuk mencalonkan diri sebagai ketua umum saat itu (2004).

“ Kalo ditanya menurut aku apa itu kesetaraan gender? Yang aku tahu bahwa perlakuan antara laki-laki dan perempuan harus mendapatkan perlakuan yang sama tanpa membeda-bedakan jenis kelamin. Dan Selama aku menjadi anggota KOMPAS USU hal itu selalu terjadi, karena ketika menjadi calon anggota juga tidak ada yang dibedakan antar laki-laki dan perempuan begitu jga ketika telah menjadi anggota biasa KOMPAS USU. Laki-laki disini cukup paham dan mengerti tentang bagaimana cara memperlakukan perempuan sehingga para anggota perempuan mau berpacu dan terus mengasah diri sehingga mampu bersaing dengan anggota yang laki-laki. Dan itu jugalah yang membuat tekatku kuat untuk mencalonkan diri sebagai ketua umum kala itu. Walaupun menurut budaya saya bahwasanya perempuan itu bakal ngikuti suaminya dan masih dipandang rendah karena menganut paham patriarkhi.

5. Darmawan Saputra

“Saya adalah seorang putra Jawa kelahiran sumatera utara. Menurut saya, siapa pun yang menjadi ketua umum KOMPAS USU, jarang karena latar belakang belakang budaya ataupun keluarga, kalo pun ada perbandingannya sangat jauh sekali. Karena KOMPAS USU adalah UKM minta dan bakat jadi anggota disini berasal dari banyak suku, baik itu Batak Toba, Karo, Mandailing, Pakpak, Jawa, Melayu, Nias, Semua yang mencalonkan diri menjadi ketua biasanya mau memberanikan diri setelah proses panjang dia menjadi anggota biasa ataupun pengurus. Dan juga setelah melalui pendekatan-pendekatan dengan senioran, apakah mereka memberika dukungan, maksudnya disini adalah agar kelar mereka yang merestui ketika dia terpilih menjadi ketua adalah yang akan memberikan masukkan ketika pengurus sedang ada masalah ataupun kesulitan dalam menjalankan organisasi . menurut saya KOMPAS USU adalah organisasi yang unik, kenapa saya katakana begitu karena selama saya menjadi anggota disini

saya jarang melihat pertikaian yang begitu hebat terjadi disini, semua seperti terasa indah layaknya keluarga. Dan bilapun ada pertikaian atu selisish paham itu hanya ketika didalam rapat, selesai daei itu ketika berbaur keluar ya seperti tidak terjadi apa-apa. Dan hal itu tidak terjadi hanya kepada laki-laki dan laki-laki saja melainkan kepada seluruh anggota juga. Dan hal seperti jugalah yang membuat anggota yang perempuan berani untuk tampil dan menyampaikan aspirasinya kepada anggota yang lainnya. Karena disini juga sejak awal ingin bergaung dengan KOMPAS USU yaitu ketika menjadi calon anggota sudah diajarkan bahwa laki-laki dan perempuan itu mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam hal apapun itu. Dan yang saya lihat, perempuan yang telah membulatkan tekatnya untuk bergabung di KOMPAS USU adalah orang yang mau belajar , baik itu beroganisasi, berdinamika dan lain sebagainya yang dirasa memang perlu didapat ketika berada dibangku perkuliahan. Bukan hanya untuk bersenang-senang dan buang-buang uang saja, ya walaupun tak jarang ada satu dua orang yang merasa dirinya kurang pantas atau tidak cocok berada di KOMPAS USU setelah menjadi anggota dikarenakan kurang mampu berbaur dan hilang orientasi”.

6. Widya Sandharo Bakkara

Anak terakhir dalam keluarganya ini memberanikan diri untuk mencoba apa yabg diinginkan oleh dirinya, walaupun abangnya yang juga merupakan salah satu anggota KOMPAS USU melarang dirinya untuk bergabung seperti abangnya. Putri asli batak ini pernah menjabat sebgai sekretaris umum.

“ sejak SD aku udah tau KOMPAS USU, karena abangku sering dulu bawa kawannya kerumah, baik itu yang dari KOMPAS USU ataupun kawan-kawannya dari mapala lain. Dan mereka semua sudah mengenal aku ketika aku mencalonkan diri sebagai anggota KOMPAS USU. Tetapi biarpun begitu, aku tudak ada mendapat perlakuan khusus ketika menjalani proses pendidikan menjadi anggota biasa KOMPAS USU, malah hal itu menjadi sebuah beban buatku karena para instruktur membandingkan-bandingkan diriku dengan abangku ya walaupun nadanya terdengan bercanda. Mereka sering bilang itu “kenapa ada adek bang Bin kek kau ya” tetapi sambal diselingi tawa oleh kakanda-kakanda tersebut. Aku sendiri sebagai perempuan memandang bahwa perempuan di KOMPAS USU ini harus mampu bersaing dengan laki-laki sehingga tidak waktu untk bermain-main, dalam artian kita yang wanita tetap tidak boleh manja atau berpasrah diri jadi harus tetap mengasah diri. Maksud dari bersaing disini juga yaitu agar ketika nanti pergi ke lapangan untuk berkegiatan maupun ketika duduk bersama dalam rapat mampu menunjukkan bahwasanya perempuan itu memang pantas untuk selalu dipertimbangkan dan tidak selalu

menjadi orang yang “dikasihani”. Dan anggota yang laki=laki juga selalu tahu menempatkan diri dan tak pernah memberikan label kepada perempuan bahwa mereka adalah mahkluk yang lemah, mereka justru selalu mengajak kami peremuan-permpuan ini untuk terus berlatih dan berlatih.

7. Rinaldi Hasibuan

“kalo yang aku liat sih, KOMPAS USU sebagai organisasi yang mempunyai anggota dari berbagai latar belakang yang berbeda-beda tidak pernah menjadi itu sebagai acuan untuk memberanikan diri mencalonkan diri sebgai ketua umum, karena kita disini sudah tidak dibatasi oleh sekat itu ketika sudah resmi bergabung disini. Semua sudah sama seperti layaknya saudara kandung. Aku memang masih baru disini, tetapi dari yang aku liat memang seperti itu. Contohnya itu ketika aku masih calon anggota, ketua yang melantik aku itu menjadi anggota biasa adalah bang Erwin, dan saat itu adalah masa transisi pergantian pengurus. Dan setelah itu ketua dijabat oleh kak Mia. Dalam proses pergantian ketua saat itu terjadi seperti mana biasa layaknya pergantian pimpinan organisasi. Dan bagi saya itu adalah sebuah hal yang menarik buat saya dan jujur saya menjadi sangat bangga, karena KOMPAS USU bukan organisai yang menganut paham yang kolot. Ya disini itu betul-betul demokrasi, semua anggota diberi kebebasan. Ketika aku masih calon anggota hal itu memang sudah terlihat, tetapi karena saat itu posisinya masih melihat dari luar yang masih setengah-setengahlah tahunya gimana tentang KOMPAS USU.

Dokumen terkait