• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D. Perumusan Hipotesis

2. Pengaruh Spesialisasi Industri Auditor terhadap Earnings

bahwa spesialisasi industri auditor berpengaruh positif terhadap ERC. Namun hal ini tidak sejalan dengan penelitian Sandi (2013), yang menunjukkan bahwa kualitas audit yang diproyeksikan dengan spesialisasi industri auditor tidak berpengaruh terhadap ERC. Dan penelitian lain menurut Wulandari dan Wirajaya (2014) menunjukkan bahwa pengungkapan CSR tidak berpengaruh terhadap ERC, lalu dalam penelitian Darwanis dan Arie (2013), menunjukkan bahwa risiko sistematis berpengaruh positif terhadap ERC. Oleh karena itu dalam penelitian dibuat hipotesis:

Ha1 : Spesialisasi Industri Auditor, Pengungkapan Corporate Social Responsibility, dan Systemic Risk berpengaruh secara simultan terhadap

Earnings Response Coefficient.

2. Pengaruh Spesialisasi Industri Auditor terhadap Earnings Response Coefficient.

35 Scott (2015) menyatakan bahwa ERC mengukur besarnya abnormal return saham dalam merespon unexpected earnings yang dilaporkan perusahaan. Laporan laba yang berkualitas sangat berpengaruh terhadap reaksi investor terhadap saham suatu perusahaan. Oleh karena itu laba pada laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor pada umumnya memiliki kualitas yang lebih baik, relevan, dan dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak diaudit.

Beberapa penelitian menguji pengaruh spesialisasi industri auditor yang diproksikan oleh kualitas auditor terhadap earnings response coefficient (ERC). Teoh and Wong (1993) menunjukkan bahwa pasar merespon secara berbeda terhadap kualitas auditor, yang diproksikan dengan auditor Big Four dan non-Big Four. Artinya semakin berkualitas auditor yang mengaudit suatu laporan keuangan maka semakin tinggi kredibilitas angka-angka yang dilaporkan, sehingga dengan demikian semakin besar pula ERC nya. Hogan and Jetter (1999) menunjukkan bahwa spesialisasi industri auditor merupakan dimensi lain dari kualitas audit. Mereka menyatakan bahwa spesialisasi industri auditor membuat auditor mampu menawarkan kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak spesialis. Hal ini sejalan dengan penelitian Andreas (2012) yang menunjukkan bahwa spesialisasi industri auditor berpengaruh positif terhadap ERC. Oleh karena itu dalam penelitian ini dibuat hipotesis:

Ha2 : Spesialisasi Industri Auditor berpengaruh terhadap Earnings Response Coefficient.

36 3. Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap

Earnings Response Coefficient.

Luas pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang diproksikan dengan CSRI merupakan salah satu informasi terbaru perusahaan yang mampu merubah nilai perusahaan disamping pengumuman laba perusahaan. Perusahaan yang melakukan pengungkapan informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam laporan tahunnya dapat memberikan nilai lebih dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Menurut Aryanti dan Sisdyani (2016), perusahaan rela mengeluarkan biaya yang besar pada tanggung jawab sosial karena CSR dapat dijadikan sebagai cara agar kinerja perusahaan terlihat baik di depan pelanggan dan stakeholder. Adanya pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan juga mampu memberikan informasi tambahan serta mengurangi asimetri informasi dan ketidakpastian perusahaan.

Pengambil keputusan ekonomi saat ini, tidak hanya melihat pada kinerja keuangan perusahaan, karena kesimpulan baik atau buruknya kinerja perusahaan tidak cukup hanya dilihat dari besarnya laba yang dihasilkan (Cheng dan Yulius, 2010). Investor dapat mempertimbangkan informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan sebagai informasi tambahan yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan sehingga dalam pengambilan keputusan investor tidak mendasarkan pada informasi laba saja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Delvira

37 dan Nelvirita (2013) menunjukkan bahwa pengungkapan laporan tanggung jawab sosial dan lingkungan berpengaruh negatif terhadap ERC. Sedangkan penelitian Darwanis dan Arie (2013), menunjukkan bahwa pengungkapan laporan tanggung jawab sosial dan lingkungan berpengaruh positif terhadap ERC. Oleh karena itu dalam penelitian ini dibuat hipotesis:

Ha3 : Pengungkapan Corporate Social Responsibilty berpengaruh terhadap

Earnings Response Coefficient.

4. Pengaruh Systemic Risk terhadap Earning Response Coefficient.

Risiko Sistematik (systemic risk) merupakan risiko yang mempengaruhi banyak (semua) perusahaan (Suad, 2005). Beta merupakan pengukur sistematik perusahaan yang diestimasi dengan model pasar. Semakin besar risiko perusahaan, maka semakin tidak pasti juga return yang terjadi di masa depan sehingga semakin rendah nilai perusahaan di mata investor. Dalam Scott (2009) dikatakan jika perusahaan memiliki risiko yang tinggi, informasi mengenai pengumuman laba akan sedikit direaksi oleh investor, sehingga ERC akan semakin rendah. Karena perusahaan dengan risiko tinggi sekalipun bisa menjanjikan return yang tinggi namun disisi lain tingkat kepastiannya juga tinggi.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Delvira dan Nelvirita (2013), menunjukkan bahwa systemic risk berpengaruh negatif terhadap ERC. Sedangkan penelitian Darwanis dan Arie (2013), serta Kurnia dan

38 Sufiyanti (2015), menunjukkan bahwa systemic risk berpengaruh positif terhadap ERC. Oleh karena itu dalam penelitian ini dibuat hipotesis: Ha4 : Systemic Risk berpengaruh terhadap Earnings Response Coefficient.

39 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan kausalitas yang digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel independen, yaitu spesialisasi industri auditor, pengungkapan corporate social responsibility, dan systemic risk terhadap variabel dependen, yaitu earnings response coefficient. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan property dan real estate

yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia dari tahun 2011-2015. Penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif berupa data sekunder yang diperoleh dengan mengakses website www.idx.co.id.

B. Metode Penentuan Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan property dan

real estate yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia dari tahun 2011-2015. Sampel adalah bagian dari jumlah maupun karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2012). Pemilihan sampel penelitian didasarkan pada metode purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan atau kriteria tertentu (Sugiyono, 2012). Metode yang digunakan peneliti dalam pemilihan sampel penelitian adalah pemilihan sampel bertujuan (purposive sampling), dengan kriteria sebagai berikut :

40 1. Perusahaan di bidang property dan real estate yang terdaftar di

BEI tahun 2015

2. Perusahaan yang IPO sebelum tanggal 1 Januari 2011 dan mempublikasikan laporan keuangannya berturut-turut selama 2011-2015

3. Perusahaan yang mengungkapkan laporan corporate social responsibility dalam laporan keuangannya berturut-turut selama 2011-2015

4. Perusahaan yang telah menerbitkan laporan keuangan tahunan untuk periode 2011 – 2015 yang berakhir pada tanggal 31 Desember, dan memiliki data laporan keuangan yang lengkap sesuai dengan data yang diperlukan dalam penelitian

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan cara teknik pengumpulan dokumenter, yaitu penggunaan data yang berasal dari dokumen-dokumen yang sudah ada. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan penelusuran dan pencatatan informasi yang diperlukan pada data sekunder berupa laporan keuangan perusahaan sampel. Metode dokumentasi ini dilakukan dengan cara mengumpulkan annual report, laporan keuangan beserta laporan audit oleh auditor independen dan data lain yang diperlukan berdasarkan penjelasan sebelumnya. Data pendukung lainnya diperoleh dengan metode studi pustaka dari jurnal-jurnal ilmiah serta literatur yang memuat pembahasan berkaitan dengan penelitian ini. Data diperoleh dari

41 www.idx.co.id yang berupa laporan tahunan (Annual Report), laporan keuangan dan laporan audit oleh laporan auditor independen.

D. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik bertujuan untuk memastikan bahwa sampel yang diteliti terbebas dari gangguan normalitas, multikolonieritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. (Ghozali, 2015).

Dalam penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan menggunakan analisis grafik dan uji statistik. Analisis grafik dapat dilakukan dengan melihat grafik histogram dan normal probability plot (Normal P-P Plot). Distribusi normal akan membentuk satu garis diagonalnya. Sedangkan, uji statistik yang digunakan adalah uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Jika uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan hasil yang signifikan berarti data residual terdistribusi tidak normal (Ghozali, 2015).

b. Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Jika ada

42 korelasi yang tinggi di antara variabel-variabel bebasnya, maka hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya menjadi terganggu. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Ghozali (2015) menjelaskan cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi, yaitu:

1) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel independen. 2) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika

antar variabel ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90), maka hal ini mengindikasikan adanya multikolonieritas. 3) Multikolonieritas dapat dilihat dari nilai Tolerance dan lawannya

yaitu Variance Inflation Factor (VIF). Nilai Tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10. Regresi bebas dari masalah multikolonieritas jika nilai Tolerance > 0,10 atau sama dengan niai VIF < 10 (Ghozali, 2015).

c. Uji Heteroskesdastisitas

Uji heteroskesdastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang

43 lain tetap, maka disebut homoskesdastisitas dan jika berbeda disebut heteroskesdastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskesdastisitas.

Deteksi ada atau tidaknya heteroskesdastisitas dapat dilihat dengan ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Jika ada pola tertentu maka mengindikasikan telah terjadi heteroskesdastisitas. Tetapi, jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskesdastisitas (Ghozali, 2015).

d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah uji statistik non-parametrik Run Test. Jika uji

Run Test menunjukkan hasil yang signifikan berarti residual tidak random

44 2. Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberi gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), minimum, maksimum dan standar deviasi, varian, sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali, 2015).

3. Koefisien Determinasi

Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan 1 atau (0 < x < 1). Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel-variabel dependen terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Secara umum, koefisien determinasi untuk data silang (cross section) relatif rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan, sedangkan untuk data runtun waktu (time series) biasanya memiliki nilai koefisien determinasi yang tinggi. (Ghozali, 2015).

Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R pasti meningkat, tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai adjusted R pada saat mengevaluasi mana model regresi

45 terbaik. Tidak seperti R , nilai adjustedR dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan kedalam model (Ghozali, 2015).

Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah analisis regresi berganda (multiple regression analysis). Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji hubungan dan pengaruh yang dihasilkan dari beberapa variabel independen terhadap satu variabel dependen. Analisis regresi ini juga digunakan untuk mengestimasi rata-rata nilai populasi atau nilai dari rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independennya. Pada analisis ini juga dapat mengukur kekuatan hubungan antara variabel-variabel yang digunakan, serta menunjukkan arah hubungan antar variabel tersebut.

Model regresi yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini telah dirumuskan sebagai berikut :

ERC = α + β1SPAU + β2PCSR + β3SYRS + Ɛ

Keterangan :

ERC = Earnings Response Coefficient

SPAU = Spesialisasi Industri Auditor PCSR = Pengungkapan CSR

SYRS = Systemic Risk

α = Konstansta

β1,2,3, = Koefisien variabel

46 4. Uji Hipotesis

a) Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat. (Ghozali, 2015). Jika probability F lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima dan menolak H0, sedangkan jika lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima dan menolak Ha.

b) Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2015). Jika probabilitas t lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima dan menolak Ho, sedangkan jika nilai probabilitas t lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima dan menolak Ha.

E. Operasionalisasi Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

a. Spesialisasi Industri Auditor

Auditor spesialisasi industri, merupakan mekanisme yang dilakukan oleh auditor untuk meningkatkan pengetahuannya dalam bidang industri tertentu, baik secara tidak langsung melalui pelatihan, maupun secara langsung dengan cara membatasi perikatan audit hanya pada jenis industri tertentu. Auditor spesialis dan non spesialis dikategorikan berdasarkan data persentase klien perusahaan publik yang diaudit oleh KAP pada

47 industri tertentu, kemudian dilakukan pembobotan (weightening)

berdasarkan total aset perusahaan dengan rumus yang dikembangkan oleh Primadita (2012) sebagai berikut:

∑ klien KAP di industri ∆ aset klien KAP di industri

SPEC = x

∑ emiten di industri ∆ aset seluruh emiten di industri

Suatu KAP dikatakan spesialis jika KAP tersebut menguasai 10%

market share. Variabel auditor spesialis diukur dengan menggunakan

dummy variable. Jika suatu KAP tertentu menguasai ≥10% market share

maka diberikan nilai 1 (spesialis), dan 0 jika tidak. b. Pengungkapan Corporate Social Responsibility

Pengungkapan ini menggunakan check list yang mengacu pada Global Reporting Initiative (GRI). GRI memfokuskan pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan pada 3 bidang yaitu: (1) indikator kinerja ekonomi; (2) indikator kinerja lingkungan; dan (3) indikator kinerja sosial (tenaga kerja, hak asasi manusia, sosial, dan produk).

Pengukuran ini dilakukan dengan mencocokan item pada check list dengan item yang diungkapkan perusahaan. Apabila item i diungkapkan maka diberikan nilai 1, jika item i tidak diungkapkan maka diberikan nilai 0 pada check list. Setelah mengidentifikasi item yang diungkapkan oleh perusahaan di dalam laporan tahunan, serta mencocokannya pada check list, hasil pengungkapan item yang diperoleh dari setiap perusahaan

48 dihitung indeksnya dengan proksi CSRI. Menurut Sayekti dan Wondabio (2007), rumus untuk menghitung CSRI adalah sebagai berikut :

CSRI

= ∑ �

CSRI : Indeks luas pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan.

∑ Xi: nilai 1 = jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak diungkapkan.

n: jumlah item untuk perusahan. c. Systemic Risk

Menurut Tandeilin (2001), risiko sistematik atau dikenal juga dengan risiko pasar (market risk) merupakan risiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan. Dalam hal ini risiko sistematik perusahaan diukur dengan beta yang diestimasi dengan model pasar. Koefisien beta diperoleh dari regresi antara return saham dengan

return pasar, yakni dengan rumus sebagai berikut (Suad, 2005):

R = α + β Rm + e

Keterangan: R = Return saham

β = Beta saham (indikator risiko sistematis)

Rm = Return pasar

Menghitung return saham dan return pasar dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

49 1. Menghitung return saham

Rit = � – � − � −

Dimana:

Rit = Return saham perusahaan i pada periode t Pit = Harga penutupan saham i pada periode t Pit-1 = Harga penutupan saham i pada periode t-1 2. Menghitung return pasar harian:

Rmt = � – � − � −

Dimana:

Rmt = Return pasar harian

IHSGt = Indeks harga saham gabungan pada periode t IHSGt-1 = Indeks harga saham gabungan pada periode t-1 2. Variabel Terikat

a. Earnings Response Coefficient

Earnings Response Coefficient (ERC) merupakan salah satu ukuran yang digunakan untuk mengukur kualitas laba (Paramita dan Ery, 2013). ERC dapat diukur dengan beberapa kali tahapan perhitungan. Tahap pertama melakukan perhitungan cumulative abnormal return (CAR) masing-masing sampel dan tahap yang kedua menghitung unexpected earnings (UE).

50 a. CAR (Cumulative Abnormal Return)

Merupakan proksi dari harga saham atau reaksi pasar (Soewardjono, 2005). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data closing price untuk saham dengan periode selama pelaporan.

CAR

it

(-5, +5) = ∑+5 ���� =−5

Dimana:

ARit = Abnormal return perusahaan i pada hari t

CARit (-5,+5) = Cumulative abnormal return perusahaan i pada waktu jendela peristiwa (event window) pada hari t-5 sampai t+5.

Alasan peneliti menggunakan periode pengamatan karena harga saham cenderung berfluktuasi pada beberapa hari sebelum dan sesudah pengumuman laba. Return saham dan return pasar perusahaan dengan menggunakan waktu pengamatan selama 11 hari perdagangan saham yaitu dari t-5 sampai dengan t+5. Tanggal untuk menentukan t0 adalah tanggal pada saat publikasi laporan keuangan. Biasanya laporan keuangan yang sudah diaudit dipublikasikan sekitar bulan Maret atau April pada tahun berikutnya.

Dalam penelitian ini abnormal return dihitung menggunakan model sesuaian pasar (Soewardjono, 2005). Abnormal Return diperoleh dari :

ARit = Rit - Rmt Dalam hal ini:

51 Rit = Return perusahaan pada periode ke- t

Rmt = Return pasar pada periode ke- t

Untuk memperoleh data abnormal return tersebut, terlebih dahulu harus mencari return saham harian dan return pasar harian.

1. Menghitung return saham harian dengan rumus: Rit = � – � −

� −

Dimana :

Rit = Return saham perusahaan i pada periode ke t Pit = Harga penutupan saham i pada periode ke t Pit-1 = Harga penutupan saham i pada periode ke t-1 2. Mengitung return pasar harian dengan rumus :

Rmt = ( � – � − ) � −

Dimana :

Rmt = Return pasar harian

IHSGt = Indeks harga saham gabungan pada hari t IHSGt-1 = Indeks harga saham gabungan pada hari t-1

b. Unexpected Earnings

Dihitung dengan menggunakan pengukuran laba per lembar saham dengan model random walk (Kalaapur, 1994) yakni diukur dengan rumus sebagai berikut :

52 UEit = ��� – ��� −

� −

Dimana :

UEit = Unexpected earning perusahaan i pada periode t EPSit = Laba per lembar saham perusahaan i pada periode t

EPSit-1 = Laba per lembar saham perusahaan i pada periode sebelumnya

Pt-1 = Closing price saham tahun sebelumnya

Selanjutnya adalah menghitung besarnya ERC yang diperoleh dari regresi antara abnormal return dan unexpected earnings.

CARit = α + β UEit

CARit : akumulasi abnormal return yang dihitung harian ± 30 hari periode jendela.

α : konstanta

β : koefisien respon laba terhadap return tidak normal.

UE : perubahan laba per lembar saham perusahaan.

Earnings response coefficient (ERC) tersebut mengindikasikan tingkat

kandungan informasi laba yang dimiliki perusahaan. Bila secara statistik β

tidak sama dengan nol, berarti laba memang mengandung informasi sehingga bermanfaat bagi investor dalam pengambilan keputusan.

53 Tabel 3.1

Operasional dan Pengukuran Variabel

No. Variabel Jenis

Variabel Indikator Skala Pengukuran 1. Spesialisasi Industri Audior, (Primadita, 2012)

Independen Variabel dummy, yaitu jika KAP menguasai market

share ≥10% di industri

manufaktur maka memiliki nilai 1 dan 0 jika sebaliknya. SPEC = ���

×

∆ � ��� ∆ � Nominal 2. Pengungkapan Corporate Social Responsibility, (Sayekti dan Wondabio, 2007)

Independen Pendekatan untuk menghitung CSRI pada dasarnya menggunakan pendekatan dikotomi yaitu setiap item CSR dalam instrument penelitian diberi nilai 1 jika diungkapkan, dan nilai 0 jika tidak

Rasio

54 Tabel 3.1 Lanjutan

No. Variabel Jenis

Variabel

Indikator Skala

Pengukuran diungkapkan. Selanjutnya,

skor dari setiap item

dijumlahkan untuk

memperoleh keseluruhan skor untuk setiap perusahaan.

CSRIj = ∑ �

3. Systemic Risk,

(Suad, 2005)

Independen Menghitung koefisien beta

dengan regresi return saham dengan return pasar.

R = α + β Rm + e Rasio 4. Earnings Response Coefficient, (Soewardjono, 2005)

Dependen Menghitung besarnya ERC

dengan regresi antara

abnormal return dan

unexpected earnings. CARit = α ± β UEit

55 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari laporan tahun emiten dengan menggunakan populasi perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 yang diperoleh melalui situs resmi Bursa Efek Indonesia yaitu pada alamat www.idx.co.id.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling, yaitu penentuan sampel berdasarkan kriteria tertentu. Berikut tabel 4.1 yang menyajikan perolehan sampel berdasarkan kriteria yang ditentukan sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Tabel 4.1 Rincian Perolehan Sampel Penelitian

No. Kriteria Pelanggaran

Kriteria

Jumlah 1. Perusahaan property dan real estate yang

terdaftar di BEI tahun 2015

49 2. Perusahaan yang IPO di BEI sebelum 1

Januari 2011 dan mempublikasikan laporan keuangannya berturut-turut dari 2011-2015

(16) 33

3. Perusahaan yang mengungkapkan laporan csr dalam laporan keuangannya berturut-turut dari 2011-3015

(7) 26

4. Perusahaan memiliki data lengkap yang dibutuhkan peneliti

(3) 23

Perusahaan property dan real estate yang dijadikan sampel dalam penelitian

23 Bersambung pada halaman selanjutnya

56 Tabel 4. 1 Lanjutan

Jumlah sampel yang diambil selama periode pengamatan yaitu tahun 2011-2015

115 Sumber : Data sekunder yang diolah

Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa sampel yang digunakan dalam penelitian berjumlah 115 perusahaan untuk periode lima tahun pengamatan yaitu tahun 2011 sampai 2015. Sampel tersebut dipilih karena telah memenuhi kriteria umum yang ditentukan sesuai dengan kebutuhan analisis penelitian.

Pada saat pengujian normalitas, diperoleh hasil bahwa data penelitian tidak normal. Pengujian dengan Kolmogorov Smirnov (K-S) menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,000 dengan total sampel sebanyak 115 data, artinya data tidak lolos uji normalitas karena nilai signifikansi dibawah 0,05 (0,000 < 0,05). Berikut hasil dari uji normalitas dengan Kolmogorov Smirnov (K-S) dengan 115 sampel yang disajikan dalam tabel 4.2.

Tabel 4. 1 Hasil Uji Normalitas: Kolmogorov Smirnov (K-S) 115 sampel One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Dokumen terkait