• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Pengaruh Stresor dengan Metode Aktifitas Fisik Maksimal terhadap

Berdasarkan pengamatan, saat perlakuan AFM hewan uji menunjukkan tanda stres seperti panik, mencicit dan mengeluarkan cukup banyak kotoran. Pada awal prosedur AFM hewan uji terlihat aktif berenang namun pada menit-menit akhir hewan uji mulai terlihat melemah dan semakin sering mencicit. Hasil perhitungan jumlah leukosit pra perlakuan, 3 hari, dan 15 hari perlakuan terlampir dan dirangkum dalam tabel III.

Tabel III. Rata-rata Jumlah Leukosit Pra Perlakuan, 3 hari, dan 15 hari Perlakuan Pada Kelompok Kontrol Dan Kelompok Perlakuan AFM

Kelompok

Rata-rata Jumlah Leukosit sel/mm³ ± SE Pra perlakuan 3 hari perlakuan 15 hari perlakuan Kontrol

7240 ± 1212,7 10020 ± 1061,3 8120 ± 939,1 Perlakuan

9180 ± 1030,2 15420 ± 448,7 13120 ± 447,6 Setelah diperoleh data jumlah leukosit pra perlakuan, 3 hari perlakuan dan 15 hari perlakuan AFM dilakukan uji normalitas distribusi data. Uji

normalitas dilakukan menggunakan uji Shapiro-Wilk sesuai dengan ketentuan yang telah dijelaskan sebelumnya. Hasil uji normalitas data terlampir. Berdasarkan uji normalitas, nilai p kelompok kontrol pra 0,060, kelompok kontrol 3 hari perlakuan sebesar 0,060 dan kelompok kontrol 15 hari perlakuan 0,529. Pada kelompok perlakuan AFM pra perlakuan nilai p = 0,234, 3 hari perlakuan nilai p = 0,583 , dan 15 hari perlakuan nilai p = 0,116. Sesuai dengan ketentuan yang sudah dijelaskan di atas, dapat diketahui bahwa data tersebut terdistribusi normal karena p > 0,05.

Data pra perlakuan, 3 hari perlakuan, dan 15 hari perlakuan pada kelompok kontrol dan perlakuan AFM merupakan 3 data berpasangan yang berdistribusi normal. Untuk melihat signifikansi perubahan jumlah leukosit pra perlakuan, 3 hari perlakuan dan 15 hari perlakuan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan AFM maka dilakukan uji repeated anova. Hasil ujirepeated anova terlampir. Gambaran perbedaan jumlah leukosit pra perlakuan, 3 hari perlakuan dan 15 hari perlakuan terangkum dalam tabel IV.

Tabel IV. Rangkuman Hasil Ujirepeated anovadengan taraf kepercayaan 95% padamasing-masing kelompok

Keterangan Df Signifikansi (p)

kelompok kontrol 2 0,010

kelompok perlakuan bising 2 0,013

Menurut ketentuan, jumlah leukosit pra perlakuan, 3 hari perlakuan, dan 15 hari perlakuan dinyatakan berbeda bermakna jika nilai p < 0,05. Nilai signifikansi kelompok kontrol adalah 0,010. Dengan ini, diketahui bahwa jumlah leukosit pada pra perlakuan, 3 hari perlakuan, dan 15 hari perlakuan pada

kelompok kontrol memiliki perbedaan yang signifikan. hal ini terjadi karena pada saat pengambilan darah dilakukan melalui mata dimana akan memicu respon inflamasi sehingga akan meningkatkan jumlah leukosit meskipun pada kelompok kontrol tidak diberikan paparan stresor maka perlu dilakukan uji independent t test. Pengujian dengan independent t testdierlukan untuk membandingkan selisih peningkatan jumlah leukosit kelompok perlakuan dan kontrol. Nilai signifikansi kelompok perlakuan AFM memiliki nilai signifikansi sebesar 0,013. Hal ini menunjukan bahwa pada kelompok perlakuan AFM pra perlakuan, 3 hari perlakuan, dan 15 hari perlakuan terdapat perbedaan yan signifikan. Pada kelompok perlakuan bising juga terjadi perubahan jumlah leukosit yang signifikan bisa terjadi juga karena adanya respon inflamasi selain itu juga dengan adanya pemberian stresor. Akan tetapi meskipun pada hasil uji repeated anova ini kedua kelompok tersebut sama-sama mengalami perubahan yang signifikan apabila kita melihat dari kurva yang menggambarkan perubahan rata-rata jumlah leukosit pada pra perlakuan, 3 hari perlakuan, dan 15 hari perlakuan dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah leukosit kelompok perlakuan AFM lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Gambaran tersebut dapat dilihat pada gambar 8.

Perbedaan antara kelompok kontrol dan perlakuan AFM dapat diketahui dengan melakukan uji statistik untuk 2 sampel tidak berpasangan. Data yang digunakan adalah data selisih dari pra perlakuan sampai 3 hari perlakuan, 3 hari perlakuan sampai 15 hari perlakuan dan pra perlakuan sampai 15 hari perlakuan pada masing-masing kelompok. Data mengenai selisih dari pra perlakuan sampai 3 hari perlakuan, 3 hari perlakuan sampai 15 hari perlakuan dan pra perlakuan sampai 15 hari perlakuan pada masing-masing kelompok terlampir. Sebelumnya tetap dilakukan uji normalitas distribusi data untuk selisih pra perlakuan sampai 3 hari perlakuan, 3 hari perlakuan sampai 15 hari perlakuan dan pra perlakuan sampai 15 hari perlakuan dari kelompok kontrol dan kelompok perlakuan AFM. Data normalitas distribusi untuk selisih kelompok kontrol dan perlakuan AFM terlampir. Hasil uji normalitas kelompok kontrol pra perlakuan sampai 3 hari perlakuan menunjukan nilai p = 0,422 dan pada kelompok perlakuan AFM nilai p = 0,147. Uji normalitas kelompok perlakuan AFM 3 hari perlakuan sampai 15 hari perlakuan nilai p = 0,627 dan pada kelompok kontrol p = 0,182. Pada uji normalitas kelompok pra perlakuan sampai 15 hari perlakuan kelompok kontrol p = 0,971 dan kelompok perlakuan AFM p = 0,776. Sesuai ketentuan, dimana apabila nilai p > 0,05 maka distribusinya di nyatakan normal. Karena data yang diolah merupakan data yang berdistribusi normal maka untuk analisis selanjutnya peneliti menggunakan ujiindependent t test.

Hasil uji independent t test dari kelompok kontrol dan kelompok perlakuan AFM pada data selisih pra perlakuan sampai 3 hari perlakuan menunjukan nilai p = 0,007. Hasil ini menunjukan adanya perbedaan signifikan

antara kelompok pra perlakuan sampai 3 hari kontrol dan perlakuan AFM. Hasil ujiindependent t testdari kelompok kontrol dan kelompok AFM pada data selisih 3 hari perlakuan dan 15 hari perlakuan menunjukan nilai p = 0, 557, hasil ini menunjukan tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok AFM pada data 3 hari sampai 15 hari. Pada hasil uji Independent t test dari kelompok kontrol dan AFM pada data selisih pra perlakuan sampai 15 hari perlakuan menunjukan nilai p = 0,007, hasil ini menunjukan adanya perbedaan signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok AFM dimana peningkatan jumlah leukosit milik kelompok AFM lebih tinggi dari kelompok Kontrol.

Stresor dengan metode aktifitas fisik maksimal mengakibatkan hewan uji mengalami kelelahan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Harahap, 2008 yang menyatakan bahwa stres fisik dalam hal ini aktifitas fisik maksimal dapat memicu terjadinya stres oksidatif yang memicu terjadinya kerusakan jaringan yang memicu terjadinya peningkatan jumlah leukosit. Pada jangka panjang yaitu dalam penelitian ini 15 hari diketahui bahwa terjadi penurunan jumlah leukosit, hal ini menandakan terjadinya perubahan fase atau tahapan stres dimana mulai terjadi tahap exhaustion atau kelelahan. Hal ini sesuai dengan teori milik Hans seyle tentang sindrom adaptasi umum. Perbedaan yang signifikan antara jumlah kelompok kontrol dan perlakuan pada 3 hari perlakuan dilihat dari hasil uji independent t test selisih pra perlakuan sampai 3 hari perlakuan dan pra perlakuan sampai 15 hari perlakuan. Hal tersebut digambarkan pada gambar 9.

Gambar 9. Diagram batang perbandingan rata-rata selisih AFM dan kontrol.

Hal ini terjadi karena tubuh hewan uji merespon stres yang di terima sehingga peningkatan jumlah leukosit hewan uji pada kelompok kontrol lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Pada data selisih 3 hari perlakuan – 15 hari perlakuan dari kurva diatas (gambar 9) menunjukan adanya penurunan jumlah leukosit dimana penurunan jumlah leukosit pada kelompok kontrol terlihat lebih menonjol namun dari hasil uji independent t test menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara jumlah kelompok kontrol dan kelompok perlakuan AFM.

C. Perbedaan Pengaruh Stresor dengan Metode Bising dan Metode Aktifitas

Dokumen terkait