• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SUHU PEMANASAN DAN KONSENTRASI HCl

Asam dapat digunakan untuk memperbaiki kerusakan sumur di berbagai tipe formasi sumur minyak bumi, metoda ini dinamakan stimulasi asam. Beberapa tahun ini berbagai inovasi dibuat dalam proses acidizing (stimulasi asam) dalam rangka meningkatkan keefektifan proses stimulasi asam di reservoir karbonat dan sandstone.

Kegunaan asam dalam stimulasi asam ini adalah untuk meningkatkan permeabilitas dengan cara melarutkan partikel-partikel yang menyumbat saluran pori-pori batuan formasi (reservoir) dan mineral-mineral batuan membentuk pori-pori dan saluran pori yang lebih besar (McCune, 1976; Allen dan Robert, 1993).

Pada umumnya, jenis asam yang digunakan untuk proses stimulasi asam adalah asam HCl. Ini dikarenakan kemampuannya mengion secara sempurna membentuk ion H+ dan Cl-. Kekuatan suatu asam berkaitan dengan seberapa sempurna asam tersebut berdisosiasi membentuk ion H+. Suatu asam kuat bersifat lebih korosif dan lebih reaktif terhadap minyak mentah (crude oil) dibandingkan dengan asam lemah, perbedaan ini terlihat jelas terutama pada suhu yang tinggi (Allen dan Robert, 1993). Penggunaan 1000 galon HCl 15% dapat melarutkan 1840 lb batuan limestone (CaCO3) dan menghasilkan 2050 lb

kalsium klorida (CaCl2), 812 lb CO2, dan 333 lb air. Sedangkan 1000 galon HCl pada konsentrasi 28% dapat melarutkan 3670 lb batuan limestone (CaCO3) (Hendrickson, 1960; Allen dan Roberts, 1993).

Pada pelaksanaan stimulasi asam, diperlukan surfaktan sebagai salah satu acid additive yang berfungsi untuk menurunkan tegangan antar muka dan mengubah wettability batuan menjadi water-wet. Oleh karena itu dilakukan pengkajian stabilitas surfaktan terhadap kemampuannya dalam menurunkan tegangan antar muka (IFT) akibat pengaruh konsentrasi asam HCl.

Pada penelitian ini, pengkajian pengaruh konsentrasi asam HCl terhadap kemampuan surfaktan MES 3% dalam menurunkan tegangan antar muka dilakukan pada tingkat konsentrasi 0, 5, 10, 15, dan 20%. Disamping itu juga dilakukan kombinasi dengan suhu reaksi yang dilakukan pada tingkat suhu 27, 60, dan 110oC. Hal tersebut disebabkan ketika diinjeksikan kedalam reservoir, surfaktan disamping bereaksi dengan asam juga bereaksi dengan temperatur reservoir. Histogram nilai tegangan antar muka akibat faktor suhu dan konsentrasi HCl terdapat pada Gambar 14.

Gambar 14. Histogram nilai tegangan antar muka akibat suhu dan konsentrasi HCl

Nilai tegangan antar muka (IFT) minyak-air yang dihasilkan oleh surfaktan MES dengan konsentrasi 3% semakin meningkat seiring dengan semakin tingginya

0.00E+00 5.00E-03 1.00E-02 1.50E-02 2.00E-02 2.50E-02 3.00E-02 3.50E-02 4.00E-02 IF T (d yn e/cm ) 0 5 10 15 20 Konsentrasi larutan HCl (%) suhu ruang 60oC 110oC

suhu pemanasan dan semakin besarnya konsentrasi HCl. Nilai tegangan antar muka terendah dihasilkan pada kondisi perlakuan suhu ruang dan konsentrasi HCl 0% dengan nilai IFT 3,429x10-3 dyne/cm. Nilai tegangan antar muka tertinggi dihasilkan pada kondisi perlakuan suhu pemanasan 110oC dan konsentrasi HCl 20% dengan nilai tegangan antar muka 3,574x10-2 dyne/cm.

1. Pengaruh Suhu Pemanasan

Hasil analisa sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh suhu pemanasan dan konsentrasi HCl terhadap nilai IFT yang dihasilkan oleh surfaktan MES. Suhu pemanasan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan nilai IFT surfaktan MES 3% dengan tingkat kepercayaan 95%, dimana semakin tinggi suhu pemanasan maka nilai IFT juga semakin tinggi. Konsentrasi asam juga berpengaruh signifikan terhadap peningkatan nilai IFT surfaktan MES 3% pada tingkat kepercayaan 95%. Nilai IFT meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi asam HCl yang digunakan. Interaksi kedua faktor tidak berpengaruh secara signifikan. Hasil analisa sidik ragam disajikan pada Lampiran 4b.

Hasil uji lanjut Duncan terhadap suhu pemanasan menunjukkan bahwa suhu pemanasan pada suhu ruang tidak memberikan pengaruh yang berbeda dengan suhu pemanasan 60oC dan memberikan pengaruh yang berbeda dengan suhu 110oC. Sedangkan suhu pemanasan 60oC dan 110oC juga memberikan pengaruh yang tidak berbeda pula. Hasil uji lanjut Duncan disajikan pada Lampiran 4c.

Hasil uji lanjut Duncan terhadap konsentrasi HCl menunjukkan bahwa asam HCl pada konsentrasi 0, 5, 10, dan 15% tidak memberikan pengaruh yang berbeda, namun konsentrasi 0, 5, dan 10% memberikan pengaruh yang berbeda dengan konsentrasi 20%. Sedangkan pada konsentrasi HCl 15% tidak memberikan pengaruh yang berbeda dengan konsentrasi 20%. Hasil uji lanjut Duncan disajikan pada Lampiran 4d.

Suhu reaksi berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan nilai tegangan antar muka MES. Hal ini dikarenakan suhu reaksi mempengaruhi kecepatan reaksi penguraian MES dengan cara menurunkan energi aktivasi. Pada suhu yang lebih tinggi, distribusi energi meluas. Energi kinetik molekul rata-rata

bertambah dan lebih banyak molekul yang memiliki energi melebihi energi aktivasi. Pada kebanyakan reaksi, kecepatan akan meningkat dengan meningkatnya suhu, biasanya kenaikan sebesar 10oC akan melipatkan dua atau tiga laju suatu reaksi antara molekul-molekul. Kenaikan laju reaksi ini menyebabkan semakin cepatnya molekul-molekul bergerak sehingga lebih sering bertabrakan. Pada temperatur yang ditinggikan, reaksi kimia yang terjadi sebagai akibat dari banyaknya molekul yang bertabrakan akan lebih besar, karena makin banyak molekul yang memiliki kecepatan lebih besar dan karenanya memiliki energi cukup untuk bereaksi (Keenan, et al., 1980).

2. Pengaruh Konsentrasi Asam

Demikian juga dengan konsentrasi asam, jika dibandingkan dengan nilai IFT akibat pengaruh suhu pemanasan saja, nilai IFT akibat perlakuan suhu pemanasan reaksi yang dikombinasikan dengan berbagai tingkat konsentrasi HCl cenderung lebih tinggi, ditambah dengan hasil uji lanjut Duncan yang menunjukkan konsentrasi HCl berpengaruh sangat nyata terhadap kenaikan nilai IFT pada tingkat kepercayaan 99%. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi asam pun sangat berperan dalam meningkatkan kecepatan reaksi penguraian MES.

Berpengaruhnya konsentrasi asam HCl dapat dijelaskan bahwa asam HCl bersifat reaktif dan ikut bereaksi dengan MES, apalagi berkombinasi dengan temperatur. Menurut Slabaugh dan Parsons (1976), kecepatan reaksi berbanding dengan konsentrasi pereaksi. Semakin banyak konsentrasi pereaksi maka reaksi akan semakin cepat karena jumlah tumbukan yang terjadi diantara molekul-molekul zat yang melakukan reaksi tiap detik semakin banyak. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan reaksi tergantung dari konsentrasi pereaksi. Meningkatnya jumlah molekul asam memungkinkan semakin besarnya peluang terjadinya tumbukan antara molekul asam dengan surfaktan MES sehingga reaksi penguraian semakin cepat terjadi. Disamping itu, menurut Hendrickson (1960), tingkat reaksi asam meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Secara umum pada suhu 140-160oF (60-71,1oC) tingkat reaksi asam meningkat dua kali-nya dibanding pada suhu 70-80oF (21,1-26,7oC), begitu pula pada suhu 200-230oF (93-110oC) tingkat reaksi asam akan meningkat tiga kali-nya, dan seterusnya.

Peningkatan nilai IFT diduga akibat terjadinya penguraian surfaktan MES yaitu hidrolisis desulfonasi. Kawauchi (1997), dalam penelitiannya tentang hidrolisis desulfonasi surfaktan alkil sulfat, dihasilkan bahwa proses hidrolisis surfaktan alkil sulfat tergantung pada konsentrasi asam. Proses hidrolisis alkil sulfat pada suhu 121oC berlangsung makin cepat dengan bertambahnya konsentrasi asam dan semakin lamanya waktu pemanasan. Kecepatan hidrolisis mencapai seratus persen pada menit ke-60 untuk konsentrasi asam H2SO4 0,05N (0,13% v/v) dan menit ke-10 untuk konsentrasi asam H2SO4 2,5 N (6,66% v/v), 0,5 N (1,36% v/v) dan 0,25 N (0,67% v/v). Hal tersebut mungkin juga terjadi pada surfaktan MES pada penelitian ini.

Berdasarkan hasil penelitian Kawauchi (1997) diketahui bahwa gugus aktif surfaktan terhidrolisis membentuk alkohol dan asam sulfat. Semakin tinggi suhu pemanasan, maka semakin cepat reaksi hidrolisis terjadi dan semakin banyak pula MES yang terhidrolisis. Kecepatan hidrolisis pun meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi HCl. Dalam hal ini HCl merupakan katalis dalam proses hidrolisis desulfonasi MES. Menurut Mahargiani (2002), adanya katalisator dapat mempercepat reaksi walaupun pada suhu yang relatif rendah. Adanya katalisator akan menurunkan energi aktivasi sehingga konstanta reaksi akan semakin besar. Energi aktivasi adalah energi kinetik minimum yang dibutuhkan untuk terjadinya tumbukan molekul-molekul sehingga dapat terjadi suatu reaksi. Sehingga hal yang wajar jika nilai IFT yang dihasilkan akibat pengaruh konsentrasi asam dan suhu terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan nilai IFT akibat pengaruh suhu dan lama pemanasan walaupun suhu yang digunakan pada kajian ini lebih rendah.

Reaksi hidrolisis gugus ester diduga terjadi setelah terjadinya desulfonasi. Hal tersebut dikarenakan ion H+ akan cenderung menyerang atom O terlebih dahulu yang membentuk ikatan ganda dengan atom S. Ikatan ganda walaupun mempunyai energi ikatan yang lebih besar dibanding dengan ikatan tunggal, namun struktur ikatan ganda lebih labil. Gugus sulfonat bersifat lebih elektronegatif dibandingkan dengan gugus ester sehingga akan lebih cenderung menarik elektron dari luar. Reaksi hidrolisis yang diduga terjadi disajikan pada Gambar 15.

+ H2O R...-CH2-COOCH3 + H+ R...-CH2-COO+CH3 (Ester)

R...-CH2-COOH + H+ R...-CH2-COO+H2 + CH3OH

Proses desulfonasi dan hidrolisis gugus ester pada surfaktan MES diduga menyebabkan MES berkurang sifat aktif permukaannya sehingga nilai IFT meningkat semakin tajam terutama pada suhu pemanasan 110oC dan konsentrasi asam 20%. Walaupun demikian nilai IFT yang dihasilkan masih dalam kisaran 10-2 dyne/cm.

F. PERBANDINGAN SURFAKTAN MES DENGAN SURFAKTAN

Dokumen terkait