• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH Nephrolepis biserrata DAN TERAS GULUD TERHADAP ALIRAN

PTPN VII LAMPUNG SELATAN

5 PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH Nephrolepis biserrata DAN TERAS GULUD TERHADAP ALIRAN

PERMUKAAN TANAH SERTA PERTUMBUHAN DAN

PRODUKSI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

Pendahuluan

Areal kebun kelapa sawit yang memiliki topografi lahan dengan keadaan lereng yang cenderung beragam akan rentan untuk terjadinya erosi dan aliran permukaan. Hal ini merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan berkurangnya cadangan air tanah. Kandungan air tanah merupakan peubah ketersediaan air tanah yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangannya. Pada keadaan terkurasnya cadangan air tanah maka suplai air bagi tanaman akan sangat terbatas bahkan cenderung terjadinya kekeringan pada tanaman. Kondisi ini tentunya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit yang pada akhirnya akan menimbulkan dampak berupa penurunan produksi.

Ketersediaan air sepanjang waktu dalam jumlah yang cukup merupakan syarat penting di samping pemenuhan unsur-unsur hara agar tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dan berproduksi optimal. Tanaman kelapa sawit berkembang baik pada daerah dengan curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun, tanpa periode kering yang nyata atau bulan kering kurang dari satu bulan per tahun (Adiwiganda et al. 1999).

Fenomena tersebut mendorong untuk dilakukan konservasi air dengan cara meresapkan air secara maksimal pada musim hujan sehingga dapat meningkatkan cadangan air tanah yang dapat digunakan pada musim kemarau. Saat ini telah diterapkan pembuatan teras gulud pada lahan kebun dimana salah satu tujuannya adalah menghambat aliran permukaan dan mengurangi erosi yang terjadi yang dikaitkan dengan keadaan cadangan air tanah tahunan. Penelitian mengenai teras gulud menunjukkan hasil bahwa blok 1 (perlakuan guludan) dan blok 3 (perlakuan rorak) mampu menyimpan cadangan air tanah tahunan lebih besar daripada blok 2 (kontrol), yaitu 4235.3 mm untuk blok 13834.2 mm untuk blok 2, dan 4877 mm untuk blok 3 (Pratiwi 2008). Selain itu blok 1 dan blok 3 mempunyai nilai produksi tandan kelapa sawit (TBS) yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol, dimana nilai TBS pada blok 1, blok 2, dan blok 3 masing-masing sebesar 25 ribu; 21 ribu dan 24 ribu kg/ha/th. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara cadangan air tanah dengan produksi tandan kelapa sawit (Pratiwi 2008).

Penelitian Brata et al. (1992) menunjukkan bahwa teknik konservasi tanah dan air berupa pembuatan guludan yang dilengkapi dengan saluran berserasah (mulsa vertikal) sangat nyata menurunkan aliran permukaan dan erosi. Penerapan guludan bersaluran yang diberi serasah tersebut dengan jarak antar guludan 5.5 m dapat menurunkan aliran permukaan 73.6% pada penanaman jagung (Suryana 1993), dan sebesar 89% pada pertanaman kacang tanah (Tobing 1994). Efektivitas guludan dalam menurunkan erosi dapat mencapai 5% pada lereng yang sedang tetapi akan menurun pada lereng yang lebih curam (Sinukaban 1985). Guludan bersaluran dapat dibuat pada tanah dengan lereng sampai 12% (Arsyad 2010).

Hujan yang terjadi secara terus menerus ataupun hujan yang kurang pada musim kemarau berkepanjangan dapat menyebabkan struktur tanah pada teras

gulud menjadi berubah dan cenderung rusak. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk dapat mempertahankan dan memperkuat struktur tanah pada teras gulud sehingga fungsinya sebagai bangunan konservasi tanah dan air pada lahan kebun kelapa sawit dapat berjalan optimal dan berlangsung dalam waktu yang lama. Selain itu tanaman penutup tanah ternyata sangat bermanfaat dalam memperbaiki sifat fisik tanah terutama struktur. Chan et al. (1973) melaporkan bahwa tanaman penutup tanah secara efektif dapat memperbaiki struktur tanah liat sehingga berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman utama. Hasil penelitian di Malaysia menunjukkan bahwa tanaman penutup tanah berpengaruh nyata terhadap perbaikan permeabilitas dan porositas semua jenis tanah di kebun (Chan et al. 1973). Pada tanah bertekstur liat, penggunaan tanaman penutup tanah menurunkan

bulk density dari 1.21 g/cm3 menjadi 1.08 g/cm3 dan permeabilitas meningkat dari 42.7 cm/jam menjadi 145.5 cm/jam untuk Ottochloa sp.dan 114.2 cm/jam untuk

Nephrolepis sp. Pada tanah bertekstur pasir (Serdang), penggunaan tanaman penutup tanah meningkatkan permeabilitas dari 6.6 cm/jam menjadi 45 cm/jam, dan menurunkan bulk densisty dari 1.31 g/cm3 menjadi 1.19 g/cm3. Hasil penelitian Nasution (1984) menunjukkan bahwa konsistensi tanah pada tanaman penutup tanah serelium adalah gembur, agak gembur pada tanaman penutup tanah kacangan campuran dan teguh-sangat teguh pada tanah tanpa tanaman penutup tanah. Tanah dengan sifat yang baik akan meningkatkan serapan air ke dalam tanah lebih tinggi sehingga kadar air tanah (KAT) dapat lebih terjaga terutama pada musim kering dan cenderung akan menekan terjadinya aliran permukaan dan erosi yang tinggi pada musim hujan. Pengaruh tanaman penutup terhadap erosi dan aliran permukaan dapat dibagi ke dalam empat bagian yaitu : (1) intersepsi curah hujan oleh tajuk tanaman, (2) mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak dari air, (3) pengaruh akar dan kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap porositas tanah, dan (4) transpirasi yang menyebabkan keringnya tanah (Arsyad 2010).

Tanaman yang dapat digunakan sebagai tanaman penutup tanah harus memiliki kriteria tertentu sehingga keberadaan tanaman tersebut dapat menimbulkan dampak positif bagi pertumbuhan tanaman utama. Menurut Kartasapoetra (1989), terdapat beberapa syarat penggunaan tumbuhan sebagai tanaman penutup tanah, yaitu: tidak menjadi kompetitor bagi tanaman utama dalam pemanfaatan sumberdaya alam, pertumbuhan cepat, rapat dan rimbun, mampu bersaing dengan gulma, tidak menjadi inang bagi hama dan penyakit yang dapat menyerang tanaman utama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar

N.biserrata dan teras gulud dapat mengurangi aliran permukaan dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi kelapa sawit.

Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Afdeling I (tanpa teras gulud) dan afdeling III (dengan teras gulud) Unit Usaha (UU) Rejosari PT Kebun Nusantara (PTPN) VII, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Afdeling I meliputi blok 296 (tahun tanam 2005), blok 415 (tahun tanam 1996), blok 457 (tahun tanam 2001). Afdeling III meliputi blok 295 (tahun tanam 2005), blok 375 (tahun tanam 1996), blok 377 (tahun tanam 2001).

Analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Tanah Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian mulai dari bulan Agustus 2014 sampai dengan April 2015.

Bahan dan Alat yang Digunakan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: tanaman kelapa sawit (Elais guineensis Jacq.) menghasilkan, pupuk NPK, pupuk organik tankos dan bahan kimia untuk kebutuhan analisis tanah dan daun.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: untuk mengukur produksi kelapa sawit yaitu timbangan, ember, karung; untuk mengukur pertumbuhan tanaman kelapa sawit yaitu pisau, meteran, blanko pengamatan; alat-alat pengukur volume aliran permukaan yaitu 8 petak erosi ukuran 300 m2, bak ukur erosi ukuran 5 m x 1 m x 1 m (bak A) dan bak B bervolume ± 785 L yang dipasang di setiap plot erosi, botol air mineral berukuran 500-600 ml, kertas saring, plastik bening, ombrometer untuk menghitung curah hujan.

Metode Penelitian

Penelitian ini berbentuk percobaan lapangan menggunakan rancangan blok terpisah (split block design) dalam rancangan acak kelompok. Rancangan ini terdiri dari 2 faktor yaitu teras gulud (G) sebagai petak utama, tanaman penutup tanah (T) sebagai anak petak. Faktor perlakuannya adalah :

Petak utama (PU) : teras gulud terdiri dari 2 taraf yaitu, G0 = tanpa teras gulud

G1 = dengan teras gulud

Anak petak (AP) : Tanaman penutup tanah (T) terdiri dari 2 taraf yaitu, T0 = tanpa tanaman penutup tanah

T1 = ditanami tanaman penutup tanah N.biserrata

Model linier yang digunakan (Mattjik dan Sumertajaya 2013) adalah : Yijk =  + k + αi+ δik + j + jk+ (α)ij + ijk

Dimana,

Yijk = nilai pengamatan pada faktor G taraf ke-i, faktor T taraf ke-j, dan blok

ke-k

µ = komponen aditif dari rataan k = pengaruh ulangan pada taraf ke-k αi = pengaruh utama faktor G pada taraf ke-i

δjk = komponen acak dari faktor G yang menyebar normal (0, 2) j = pengaruh utama faktor T pada taraf ke-j

jk = komponen acak dari faktor T yang menyebar normal (0, 2)

(α)ij = pengaruh interaksi dari faktor G pada taraf ke-i dan faktor T pada taraf

ke-j

ijk = pengaruh acak dari interaksi faktor GT yang menyebar normal (0, 2)

Data hasil pengamatan dianalisis dengan uji F pada taraf 5% (analisis ragam), apabila berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Tahapan Pelaksanaan

Penentuan penempatan kombinasi perlakuan. Perlakuan tanpa teras gulud dan tanpa ditanami tanaman penutup tanah (G0T0) ditempatkan pada blok 415 dan

blok 457. Perlakuan tanpa teras gulud dan ditanami tanaman penutup tanah (G0T1)

ditempatkan pada blok 296 dan blok 415. Perlakuan dengan teras gulud dan tanpa ditanami tanaman penutup tanah (G1T0,) ditempatkan pada blok 375 dan 377.

Perlakuan dengan teras gulud dan ditanami tanaman penutup tanah (G1T1)

ditempatkan pada blok 295 dan 375.

Pembuatan teras gulud. Pembuatan teras gulud telah dilakukan pada musim kemarau tahun 2013 (Lampiran 13). Pembuatan teras gulud dilakukan pada afdeling III meliputi blok 295, blok 375, blok 377. Pada afdeling I tidak dibuat teras gulud, yang meliputi blok 296, blok 415, blok 457. Teras gulud dibuat searah kontur diantara tanaman pada setiap interval vertikal 80 cm. Ketinggian, lebar dan kedalaman saluran guludan masing-masing 30 cm (Gambar 7). Sebelum pembangunan teras gulud dilakukan pemetaan topografi selama 2 minggu agar teras gulud dipastikan mengikuti kontur yang ada. Setiap akhir musim hujan dan awal musim kemarau berikutnya dilakukan perawatan teras gulud.

Gambar 7. Penampang samping teras gulud

Pembuatan petak erosi dan penanaman N.biserrata sebagai tanaman penutup tanah. Pembuatan petak percobaan erosi dan aliran permukaan dilakukan pada masing-masing blok percobaan dengan luas ± 300 m2 untuk masing-masing petak percobaan (Lampiran 13). Pembuatan petak percobaan erosi dan aliran permukaan mengikuti garis kontur untuk memudahkan dalam pembuatan bak penampungan. Petak terbuat dari bahan terpal ebonit yang dibenamkan kedalam tanah sedalam  30 cm dan  30 cm di atas permukaan tanah. Aliran permukaan dari petak erosi ditampung oleh bak penampung (bak A) berukuran 5 m x 1 m x 1 m. Pada bagian atas dinding bak A berjarak ± 10 cm dari tepi bak dibuat lubang pembuangan sebanyak 7 buah dengan posisi horizontal dan sama tinggi dengan jarak antar lubang 50 cm, diameter 6 cm. Lubang pembuangan yang di tengah dihubungkan dengan pipa paralon sepanjang 105 cm ke bak B. Fungsi bak B adalah untuk menampung aliran permukaan yang terbuang melalui lubang pembuangan. Bagian atas bak A ditutup dengan kain kasa yang berfungsi untuk menyaring sedimen dari petak erosi dan sebagai penutup untuk menghindari masuknya air hujan secara langsung. Setelah pembuatan petak percobaan, kemudian dilakukan penanaman tanaman penutup tanah sesuai dengan perlakuan. Denah petak erosi dan penanaman tanaman penutup tanah tersaji pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.

Pengukuran KAT. Data KAT di areal petak erosi diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan alat sensor yang ditanam di dalam tanah pada kedalaman 30 cm, 60 cm dan 90 cm yang dihubungkan dengan alat multimeter. Pengukuran dilakukan setiap hari pada waktu yang sama yaitu pagi hari. Penempatan sensor pada lahan dengan teras gulud dan tanpa teras gulud ditunjukkan pada Lampiran 6. Nilai yang terukur merupakan nilai konduktivitas tanah. Nilai konduktivitas tanah memiliki fungsi korelasi tertentu dengan KAT. Fungsi korelasi tersebut didapat dari hasil kaliberasi alat. Kaliberasi alat dilakukan dengan mengambil sampel tanah yang kemudian ditimbang bobotnya lalu dioven selama 24 jam pada suhu 1050C untuk diperoleh bobot kering mutlaknya dan diukur KATnya. Setelah diperoleh KAT dengan sebaran normal maka dapat ditentukan fungsi korelasi antara nilai ketahanan tanah dan KAT.

Pengamatan peubah pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit

dilakukan dilakukan pada 0 bulan setelah perlakuan (BSP), 4 BSP, 8 BSP terhadap beberapa peubah pertumbuhan tanaman. Pengamatan peubah pertumbuhan dan produksi dilakukan bersama dengan peneliti lain. Jumlah pelepah merupakan perhitungan jumlah seluruh pelepah pada saat pengamatan. Cara lain yaitu dengan menghitung jumlah spiral yang dimulai dari daun ke-9 hingga daun yang berada paling bawah, kemudian menggandakannya dengan delapan. Misal: daun ke-9, 17, 25, 33, 41 = 5 spiral. Jumlah pelepah daun pada tanaman : 5 x 8 = 40 pelepah ditambah dengan sisa pelepah yang tidak genap spiralnya. Jumlah anak daun, panjang anak daun, lebar anak daun dan panjang rachis merupakan pengukuran pada daun ke-17. Jumlah anak daun 1 sisi merupakan pengukuran jumlah anak daun pada 1 sisi pelepah dimulai dari duri termuda sampai ke anak daun di ujung pelepah. Luas daun (LD) dihitung dengan menggunakan persamaan LD = 0.55(n x p x l), dimana n = jumlah anak daun, p = panjang anak daun (cm), l = lebar anak daun (cm) , dan angka 0.55 merupakan nilai koreksi untuk pengukuran LD (Corley & Tinker 2003). Indeks luas daun (ILD) = (LD per pohon (m2) x jumlah pohon per

hektar)/10000 m2. Jumlah pelepah sengkleh diperoleh dengan menghitung pelepah yang terkulai dari setiap pohon pada petak erosi.

Bunga betina yang dihitung adalah bunga betina yang sudah terbuka seludangnya, yaitu jika bunga mekar terlihat stigma (kepala putik) tiga buah, terdapat tiga ovule (bakal buah) dan tiga carpelum (daun buah). Apabila stigma masih berwarna kuning merah dan ungu, maka dihitung masuk kategori bunga, tetapi jika sudah berwarna coklat atau hitam, maka dihitung masuk kategori buah (Nasution 2011). Perhitungan bunga betina dan bunga jantan diperlukan untuk mengetahui sex ratio pada tanaman kelapa sawit yang diamati. Berat dan jumlah tandan buah yang dipanen, tandan buah yang dipanen umumnya telah mencapai fraksi 2 dengan jumlah brondolan 25-50% dari berat tandan buah kelapa sawit.

Peubah hidrologi yang diamati meliputi curah hujan, aliran permukaan, kadar air tanah (KAT). Data curah hujan diperoleh dari pengukuran alat penakar hujan (ombrometer) yang dipasang didekat blok 295, 296, 375, 377, 415, 457 selama pengamatan yang dilakukan satu kali pada pagi hari (setiap pukul 07.00 WIB). Alat penakar hujan (ombrometer) diletakkan pada tempat yang terbuka, dimana dalam radius ± 10 m di sekitar alat merupakan areal yang kosong agar hujan yang jatuh tidak terhalang oleh tajuk tanaman (Lampiran 16). Volume air yang tertampung diukur dengan menggunakan gelas ukur. Selanjutnya volume air dalam satuan cm3 dikonversi ke dalam satuan tinggi kolom air (mm) dengan cara membagi dengan

luas penampang masing–masing alat penakar hujan.Curah hujan harian selama satu tahun diperoleh dengan mengumpulkan data primer dari afdeling kebun kelapa sawit. Pengukuran aliran permukaan dilakukan setiap pagi pukul 07.00 pada setiap kejadian hujan yang menimbulkan aliran permukaan selama percobaan pada petak erosi. Volume aliran permukaan (m3/petak erosi) diperoleh dengan persamaan

berikut :

V1 = VA + (n x VB)

dimana :

V1 = volume aliran permukaan pada hujan 1 hari dari luasan plot erosi 300 m2

(dm3 /300m2/sehari hujan).

VA = volume air yang tertampung pada bak A (dm3).

VB = volume air yang tertampung pada bak B (dm3).

n = jumlah lubang pembuangan air dari bak A.

Setelah diperoleh data mengenai volume aliran permukaan pada setiap kejadian hujan selama percobaan (1 tahun) maka hasilnya dijumlahkan dan dilambangkan dengan VTotal.

Hasil dan Pembahasan

Pengaruh Tanaman Penutup Tanah Nephrolepis biserrata dan Teras Gulud terhadap Kadar Air Tanah

Keadaan air tanah di petak erosi pada blok-blok dengan curah hujan rata-rata yang sama dengan adanya perlakuan teras gulud dan penanaman tanaman penutup tanah N.biserrata ditunjukkan pada Gambar 8. Bulan Agustus 2014 dan September 2014 merupakan bulan kering dimana tidak terjadi hujan sama sekali. Petak yang diberi teras gulud dan ditanami tanaman penutup tanah N.biserrata (G1T1) memiliki

KAT yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Perlakuan teras gulud yang dikombinasikan dengan penanaman N.biserrata (G1T1) dapat meningkatkan KAT

dibandingkan hanya perlakuan teras gulud saja (G1T0). KAT pada bulan-bulan

kering dipengaruhi oleh curah hujan pada periode hujan sebelumnya dimana curah hujan yang terjadi pada setiap blok tidak seragam setiap bulannya. Hal ini yang menyebabkan KAT pada perlakuan dengan teras gulud tanpa ditanami N.biserrata

(G1T0) memiliki KAT yang lebih rendah dibandingkan dengan tanpa teras gulud

dan tanpa ditanami N.biserrata (G0T0), tetapi dengan adanya tanaman penutup

tanah KAT pada kedua perlakuan tersebut cenderung meningkat. Hal ini disebabkan petak yang ditanami N.biserrata memiliki KAT yang relatif stabil yang terlihat dari pola KAT pada setiap lapisan (30 cm, 60 cm, 90 cm) sehingga dengan demikian N.biserrata berperan dalam mempertahankan status KAT sampai kedalaman 90 cm terutama pada bulan-bulan kering.

Adanya teras gulud berpengaruh terhadap KAT terutama pada Oktober 2014, Desember 2014, Januari 2015, April 2015 dimana sudah mulai terjadi hujan pada bulan-bulan tersebut. Petakan yang diberi teras gulud menghasilkan KAT yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak diberi teras gulud, hal ini disebabkan adanya sebagian air hujan yang tertahan oleh teras gulud sehingga dapat meresap lebih lama ke dalam tanah yang pada akhirnya akan mempengaruhi KAT. Keadaan ini terlihat pada perlakuan tanpa teras gulud, tidak ditanami N.biserrata (G0T0) dan

dengan teras gulud, tidak ditanami N.biserrata (G1T0). Penanaman N.biserrata

tergambar dari pola KAT pada setiap perlakuan di kedalaman tanah 30 cm, 60 cm, 90 cm terutama pada bulan April 2015 dimana curah hujan yang terjadi pada seluruh blok sama.

Gambar 8 Kadar air tanah (KAT) pada perlakuan dengan teras gulud (G1) dan tanpa

teras gulud (G0) dan dengan tanaman penutup tanah (T1) dan tanpa

penutup tanah N.biserrata (T0) bulan Agustus 2014, September 2014,

Oktober 2014, Desember 2014, Januari 2015, April 2015.

Pada bulan Oktober 2014, Desember 2014 dan Januari 2015 curah hujan yang terjadi tidak sama di setiap blok sehingga grafik KAT yang ditunjukkan pada Gambar 8 merupakan KAT di blok-blok yang memiliki curah hujan yang sama yaitu blok 375 dan blok 415 dimana jumlah curah hujan pada bulan Oktober,

50.8 59.0 48.9 61.5 50.9 61.4 46.5 58.9 49.2 65.3 42.0 59.8 0 10 20 30 40 50 60 70 G0T0 G0T1 G1T0 G1T1 K A T ( %v /v ) Perlakuan Agustus 2014 30 cm 60 cm 90 cm 36.5 46.0 31.3 52.3 47.7 48.9 38.5 49.0 53.6 47.1 41.2 55.7 0 10 20 30 40 50 60 G0T0 G0T1 G1T0 G1T1 K A T ( %v /v ) Perlakuan September 2014 30 cm 60 cm 90 cm 19.2 38.4 22.88 72.0 32.1 51.7 41.3 49.8 36.8 53.4 44.9 53.3 0 10 20 30 40 50 60 70 80 G0T0 G0T1 G1T0 G1T1 K A T ( %v /v ) Perlakuan Oktober 2014 30 cm 60 cm 90 cm 48.5 40.5 61.3 56.0 57.3 57.1 58.1 54.0 56.9 62.1 59.5 59.8 0 10 20 30 40 50 60 70 G0T0 G0T1 G1T0 G1T1 K A T ( %v /v ) Perlakuan Desember 2014 30 cm 60 cm 90 cm 57.7 52.3 62.9 63.1 60.5 55.7 57.8 51.4 53.4 63.8 65.8 63.3 0 10 20 30 40 50 60 70 G0T0 G0T1 G1T0 G1T1 K A T (%v /v ) Perlakuan Januari 2015 30 cm 60 cm 90 cm 55.4 61.8 68.2 70.0 56.0 62.3 68.4 69.4 55.3 61.8 67.7 68.4 0 10 20 30 40 50 60 70 G0T0 G0T1 G1T0 G1T1 K A T ( %v /v ) Perlakuan April 2015 30 cm 60 cm 90 cm

Desember dan Januari berturut- turut sebesar 48.8 mm, 278.9 mm, 263.6 mm. Pada bulan Oktober petak dengan teras gulud dan tanpa teras gulud yang ditanami

N.biserrata memiliki KAT lebih tinggi dibandingkan petak yang tidak ditanami

N.biserrata pada kedalaman tanah 30 cm, 60 cm dan 90 cm. Pada bulan Desember 2014 dan Januari 2015, penanaman N.biserrata pada petak perlakuan dengan dan tanpa teras gulud menghasilkan KAT lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa ditanami N.biserrata terutama pada kedalaman tanah 90 cm, sedangkan pada kedalaman tanah 30 cm dan 60 cm cenderung turun. Hal ini dipengaruhi oleh sifat tanah terutama pada kedua lapisan tanah tersebut, selain itu curah hujan yang terjadi mempengaruhi keadaan ini dimana dengan semakin meningkatnya curah hujan, air yang masuk ke dalam tanah cenderung masuk lebih dalam ke dalam tanahsehingga akan mempengaruhi KAT. Pada bulan dengan curah hujan yang lebih tinggi, KAT cenderung lebih dipengaruhi oleh curah hujan yang terjadi sedangkan pada bulan- bulan kering dan bulan dengan curah hujan yang rendah, KAT cenderung dipengaruhi oleh kemampuan tanah dalam menyimpan air.

Lokasi penelitian yaitu Rejosari, Lampung Selatan merupakan daerah dengan curah hujan yang tinggi berkisar 1500-2100 mm/tahun tapi tidak merata sepanjang tahun dan didukung oleh kondisi tanah dengan solum tanah yang relatif dangkal yaitu kurang dari 1 meter yang menyebabkan KAT pada daerah ini relatif rendah terutama pada lapisan solum tanahnya.

Tabel 8 dan Tabel 9 menyajikan mengenai pengaruh teras gulud dan tanaman penutup tanah N.biserrata terhadap KAT rata-rata harian pada petak erosi di kebun kelapa sawit PTPN VII Rejosari, Lampung Selatan bulan Agustus 2014 dan September 2014. Bulan Agustus dan September merupakan bulan kering dimana tidak ada hujan pada kedua bulan tersebut. Pada bulan Agustus aplikasi teras gulud baik pada petak dengan maupun tanpa tanaman penutup tanah berpengaruh nyata terhadap KAT rata-rata harian. Pengaruh teras gulud terjadi pada September dimana aplikasi teras gulud pada petak yang ditanami N.biserrata menghasilkan KAT rata- rata harian lebih tinggi dibandingkan petak tanpa teras gulud terutama di kedalaman tanah (0-30) cm dan (60-90) cm (Tabel 9). Hal ini disebabkan air tertahan di sekitar perakaran N. biserrata dan didukung adanya teras gulud yang berperan menahan air sehingga air memiliki waktu lebih lama meresap ke dalam tanah yang akhirnya mempengaruhi KAT di daerah kedalaman tanah tersebut.

Pada kedalaman tanah (30-60) cm, perlakuan tanpa teras gulud dan tanpa tanaman penutup tanah (G0T0) menghasilkan KAT rata-rata harian yang lebih tinggi

daripada perlakuan dengan teras gulud dan tanpa penutup tanah (G1T0). Hal ini

disebabkan beberapa faktor diantaranya keadaan teras gulud, sifat tanah petakan yang memungkinkan air tanah tidak tersimpan terutama pada bulan kering. Pengaruh teras gulud akan tampak dengan adanya tanaman penutup tanah dimana petak dengan teras gulud dengan tanaman penutup tanah (G1T1) menghasilkan KAT

rata-rata harian lebih tinggi daripada petak tanpa teras gulud dengan tanaman penutup tanah (G0T1) sampai kedalaman tanah 90 cm.

Pada bulan Agustus pengaruh N.biserrata pada petak tanpa teras gulud (G0)

nyata meningkatkan KAT rata-rata harian pada kedalaman (0-30) cm, (30-60) cm dan (60-90) cm, sedangkan pada bulan September pengaruhnya hanya sampai kedalaman tanah (0-30) cm. Hal ini disebabkan terjadinya bulan kering berturut- turut yang mengakibatkan tidak mencukupinya jumlah air yang dapat meresap lebih jauh ke dalam tanah tetapi hanya sampai kedalaman 30 cm. Pada perlakuan dengan

teras gulud (G1), pengaruh N.biserrata nyata meningkatkan KAT rata-rata harian

pada bulan Agustus dan September baik pada kedalaman (0-30) cm, (30-60) cm maupun (60-90) cm. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan teras gulud yang dikombinasikan dengan penanaman N.biserrata lebih baik dalam meningkatkan KAT rata-rata harian dibandingkan dengan perlakuan tanpa teras gulud terutama pada bulan-bulan kering sehingga metode konservasi ini efektif dalam menjaga status air tanah pada musim kering. Pada bulan kering penanaman N.biserrata

meningkatkan KAT rata-rata harian pada petak dengan teras gulud berturut-turut untuk kedalaman (0-30) cm, (30-60) cm, (60-90) cm sebesar 47.9%, 27%, 38.9%.

Tabel 8 Pengaruh teras gulud dan tanaman penutup tanah N.biserrata terhadap kadar air tanah (KAT) rata-rata harian pada petak erosi dengan

kedalaman tanah yang berbeda di Kebun Kelapa Sawit Tahun Tanam 1996, 2001, 2005 PTPN VII Rejosari, Lampung Selatan bulan Agustus

Dokumen terkait