• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: LANDASAN TEORI

F. Social Learning Theory

2. Pengaruh Tayangan Kekerasan

Kekerasan bisa timbul karena adanya motivasi-motivasi serta keinginan dalam diri manusia. Ketika motivasi serta keinginan dalam diri pelaku tidak terpenuhi, maka dia akan mencari jalan untuk itu. Pada saat dialog pun menemui jalan buntu, kekerasan menjadi cara yang paling efektif untuk mengabulkan niat si pelaku. Selain itu, nasution juga mengutip Thomas Hobbes yang percaya, bahwa manusia adalah makhluk yang dikuasai oleh dorongan-dorongan irasional, anarkis, saling iri dan membenci sehingga menjadi jahat, kasar, buas, dan pendek pikir. Dengan kata lain manusia menurut Hobbes adalah Homo Homini Lupus, manusia yang saling memangsa sesamanya.23

Penonton televisi manjadi makhluk sosial yang dinamik, bisa saja terpengaruh oleh rangsangan simbolik secara langsung, tetapi dalam beberapa tindakan sosial segalanya masih diperhitungkan konsep diri dan rangsangan simbolik yang berasal dari lingkungan sosial terdekat.

Antara aspek komersial dan aspek pendidikan cukup sulit dikorelasikan karena salah satu sisi televisi swasta membentuk dana untuk pengoperasiannya. Di lain sisi, televisi sebagai fungsinya untuk penerangan

23

hiburan dan pendidikan harus tetap dijalankan. Begitu banyak siaran mengajukan judul-judul acara kekerasan di mana-mana akan menciptakan perilaku masyarakat yang keras pula.24

Hal yang dikhawatirkan dari tayangan kekerasan di televisi ialah dampak perilaku pemirsa yang negatif serta keluar batas dari realitas sosial karena ingin mengidentifikasikan diri dengan kenyataan tayangan acara media televisi (film, iklan, musik, dan sinetron). Namun pemirsa harus siap menerima dampak acara televisi di tengah-tengah masih rendahnya tingkat pendidikan serta terpusatnya media massa di kota-kota besar.25

Kalau dampak perubah sikap yang diharapkan tidak sesuai bahkan berlawanan (negatif) dari kenyataan yang diinginkan, pihak pengelola dan perencana siaran acara televisi perlu meninjau kembali program atau paket yang disajikan kepada pemirsa.26

Televisi sanggup mengubah sikap penontonnya. Ini disebabkan informasi yang diulang secara terus menerus dan menimbulkan kesan menyenangkan akan sanggup menarik perhatian seseorang. Pada proses selanjutnya timbul dorongan untuk mempraktekkan apa-apa yang telah diperhatikan itu. Menurut Santoso anak-anak lebih rentan meniru apa-apa yang dilihatnya menyenangkan, entah itu baik atau buruk, berbahaya atau tidak.27

24

Tatiek Kartikasari, et al, Pesan-pesan Budaya Film Anak-anak dalam Tayangan Televisi, (Studi Tentang Pengaruh System Modern Terhadap Perilaku Sosial Remaja Cianjur), (Depdikbud; Jakarta: CV. Eka Putra, 1995), h. 58.

25

Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa Sebuah Analisis Isi Media Televisi), (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), cet. ke-1, h. 102.

26

Ibid., h. 103. 27

Dulu adegan kekerasan adalah bumbu sebuah berita tayangan, kini ketika pertelevisian bersaing ketat, kekerasan dan kriminalitas menjadi menu favorit yang dikemas, dijual, dan diberi acara tersendiri. Selama ratingnya tinggi pengelola televisis seakan merasa “sah” menayangkan kekerasan dan kriminal.

Menurut berbagai studi, tayangan televisi terbukti mempunyai pengaruh kuat, dengan melihat lebih percaya apa yang tampak di televisi dianggap sebagai realitas bermakna. Gebner dalam Growing up Television, juga Porter dalam media on Violence menuturkan tayangan kekerasan di televisi memiliki efek segera atau jangka pendek dan jangka panjang.28

Pada dasarnya komunikasi digunakan untuk menciptakan atau meningkatkan aktifitas hubungan antara manusia atau kelompok, dari hubungan yang ada tersebut lahirlah suatu pengaruh yang dapat dinilai dari aspek jenis komunikasi yang ada. Jenis komunikasi itu sendiri terdiri dari:

1) Komunikasi Verbal mencakup aspek-aspek berupa ;

a. Vocabulary (perbendaharaan kata-kata). Komunikasi tidak akan efektif bila pesan disampaikan dengan kata-kata yang tidak dimengerti, karena itu olah kata menjadi penting dalam berkomunikasi.

b. Racing (kecepatan). Komunikasi akan lebih efektif dan sukses bila kecepatan bicara dapat diatur dengan baik, tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.

28

Henry Subiyakto, “Kekerasan di TV dan Aturan KPI”, (www.kompas.com: Jum’at, 4 Juni 2004).

c. Intonasi suara: akan mempengaruhi arti pesan secara dramatik sehingga pesan akan menjadi lain artinya bila diucapkan dengan intonasi suara yang berbeda. Intonasi suara yang tidak proposional merupakan hambatan dalam berkomunikasi.

d. Humor: dapat meningkatkan kehidupan yang bahagia. Dugan (1989), memberikan catatan bahwa dengan tertawa dapat membantu menghilangkan stress dan nyeri. Tertawa mempunyai hubungan fisik dan psikis dan harus diingat bahwa humor adalah merupakan satu- satunya selingan dalam berkomunikasi.

e. Singkat dan jelas. Komunikasi akan efektif bila disampaikan secara singkat dan jelas, langsung pada pokok permasalahannya sehingga lebih mudah dimengerti.

f. Timing (waktu yang tepat) adalah hal kritis yang perlu diperhatikan karena berkomunikasi akan berarti bila seseorang bersedia untuk berkomunikasi, artinya dapat menyediakan waktu untuk mendengar atau memperhatikan apa yang disampaikan.

2) Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non verbal adalah penyampaian pesan tanpa kata-kata dan komunikasi non verbal memberikan arti pada komunikasi verbal.

Yang termasuk komunikasi non verbal :

a. Ekspresi wajah

Wajah merupakan sumber yang kaya dengan komunikasi, karena ekspresi wajah cerminan suasana emosi seseorang.

b. Kontak mata, merupakan sinyal alamiah untuk berkomunikasi. Dengan mengadakan kontak mata selama berinterakasi atau tanya jawab berarti orang tersebut terlibat dan menghargai lawan bicaranya dengan kemauan untuk memperhatikan bukan sekedar mendengarkan. Melalui kontak mata juga memberikan kesempatan pada orang lain untuk mengobservasi yang lainnya

c. Sentuhan adalah bentuk komunikasi personal mengingat sentuhan lebih bersifat spontan dari pada komunikasi verbal. Beberapa pesan seperti perhatian yang sungguh-sungguh, dukungan emosional, kasih sayang atau simpati dapat dilakukan melalui sentuhan.

d. Postur tubuh dan gaya berjalan. Cara seseorang berjalan, duduk, berdiri dan bergerak memperlihatkan ekspresi dirinya. Postur tubuh dan gaya berjalan merefleksikan emosi, konsep diri, dan tingkat kesehatannya.

e. Sound (Suara). Rintihan, menarik nafas panjang, tangisan juga salah satu ungkapan perasaan dan pikiran seseorang yang dapat dijadikan komunikasi. Bila dikombinasikan dengan semua bentuk komunikasi non verbal lainnya sampai desis atau suara dapat menjadi pesan yang sangat jelas.

f. Gerak isyarat, adalah yang dapat mempertegas pembicaraan . Menggunakan isyarat sebagai bagian total dari komunikasi seperti mengetuk-ngetukan kaki atau mengerakkan tangan selama berbicara

menunjukkan seseorang dalam keadaan stress bingung atau sebagai upaya untuk menghilangkan stress.

Dokumen terkait