• Tidak ada hasil yang ditemukan

RINGKASAN

ARI WAHYUNI. Hubungan Antara Kandungan Klorofil dengan Ketahanan Benih terhadap Pengusangan Cepat pada Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max (L.) Merr.). (Dibimbing oleh MARYATI SARI dan MOHAMAD RAHMAD SUHARTANTO)

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara kandungan klorofil dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat enam varietas kedelai. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium Biofisika, Institut Pertanian Bogor pada bulan Desember 2009-Mei 2010.

Penelitian dilakukan dalam dua tahap percobaan. Tahap I dilakukan untuk menentukan waktu pengusangan cepat yang tepat dengan metode pengusangan cepat terkontrol (Controlled deterioration) yang paling efektif dalam kisaran waktu 0, 12, 24, 36 dan 48 jam pada suhu 41 oC terhadap benih yang telah dikondisikan pada kadar air 22%, sehingga diketahui variasi vigor ketahanan benih terhadap pengusangan pada enam varietas kedelai dengan dua tingkat kemasakan. Tahap II dilakukan untuk mengetahui hubungan kandungan klorofil benih, ukuran benih dan permeabilitas benih. Selanjutnya berdasarkan dua tahap percobaan tersebut dipelajari hubungan antara kandungan klorofil dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat pada metode terpilih tahap I, ukuran benih dan permeabilitas benih.

Pelaksanaan tahap I menggunakan metode Rancangan Split–plot Rancangan Acak Kelompok. Petak utama adalah 12 lot benih yang merupakan kombinasi varietas dan tingkat kemasakan. Varietas yang digunakan terdiri atas Tanggamus, Wilis, Anjasmoro, Cikuray, Detam 1, dan Detam 2 masing-masing dengan dua tingkat kemasakan. Tingkat kemasakan 2 dipanen berdasarkan standar masak panen pada deskripsi masing-masing varietas yang berkisar antara 82-95 Hari Setelah Tanam (HST), sedangkan tingkat kemasakan 1 dipanen satu minggu lebih awal yaitu antara 75-80 Hari Setelah Tanam (HST). Anak petak adalah waktu pengusangan yang terdiri atas 0, 12, 24, 36 dan 48 jam. Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Model rancangan yang digunakan adalah model aditif

linier. Pengamatan dilakukan terhadap tolok ukur: daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh ( KCT).

Pelaksanaan tahap II disusun dengan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak satu faktor yaitu kombinasi varietas dan tingkat kemasakan yang terdiri atas 12 taraf yakni: Tanggamus, Wilis, Anjasmoro, Cikuray, Detam 1, dan Detam 2, dengan dua tingkat kemasakan seperti pelaksanaan tahap I. Percobaan diulang 4 kali. Pengamatan dilakukan terhadap kandungan klorofil kulit benih, ukuran benih yaitu bobot 100 butir, bobot kering benih dan berat jenis benih, serta permeabilitas benih yaitu daya hantar listrik. Hasil pengujian klorofil dikorelasikan dengan mutu benih setelah dilakukan pengusangan cepat dengan salah satu metode terpilih yang dinilai paling efektif pada pelaksanaan percobaan tahap I, ukuran benih dan permeabilitas benih.

Hasil pelaksanaan tahap I menunjukkan pengusangan selama 48 jam dinilai paling efektif digunakan untuk membedakan tingkat vigor ketahanan benih terhadap pengusangan cepat. Pengusangan cepat terkontrol selama 48 jam menunjukkan adanya variasi ketahanan terhadap pengusangan cepat diantara lot benih yang diuji baik berdasarkan tolok ukur DB, IV maupun KCT. Setelah diusangkan dapat diketahui bahwa lot yang satu mempunyai ketahanan lebih tinggi dibandingkan lot yang lain.

Hasil pelaksanaan tahap II menunjukkan kandungan klorofil pada benih bervariasi. Secara umum benih kedelai berkulit hitam (Cikuray, Detam 1 dan Detam 2) memiliki kandungan klorofil (60-85 nmol cm-2) nyata lebih tinggi dibanding kandungan klorofil benih kedelai berkulit kuning (Wilis, Anjasmoro dan Tanggamus) (6-21 nmol cm-2). Variasi diantara lot benih yang diuji juga dijumpai pada bobot 100 butir benih, bobot kering benih dan daya hantar listrik.

Tidak terdapat korelasi nyata antara kandungan klorofil dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat baik pada tolok ukur DB, IV, maupun KCT. Korelasi nyata hanya terjadi antara kandungan klorofil dengan bobot kering benih yang menunjukkan korelasi nyata dan negatif (r = -0.828*), artinya di akhir periode masak fisiologis, diperoleh indikasi bahwa benih kedelai yang bobot keringnya rendah (berukuran kecil) memiliki kandungan klorofil yang tinggi atau sebaliknya.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai ( Glycine max (L.) Merr.) merupakan tanaman terpenting ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Komoditas ini kaya protein nabati yang diperlukan untuk meningkatkan gizi masyarakat, aman dikonsumsi dan harganya murah (Nurasa, 2007). Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan untuk bahan industri pangan seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco dan makanan kecil. Kedelai mengandung zat isoflavon yang berfungsi sebagai antioksidan sehingga kedelai tidak hanya digunakan sebagai sumber protein, tetapi juga digunakan sebagai bahan pangan fungsional yang dapat mencegah timbulnya penyakit-penyakit degeneratif, seperti jantung koroner dan hipertensi.

Produksi kedelai tahun 2009 meningkat menjadi 966 496 ton akan tetapi produksi ini masih belum bisa memenuhi kebutuhan konsumsi Indonesia. Konsumsi kedelai di Indonesia telah mencapai 2.2 juta ton (BPS, 2009). Konsumsi ini diperkirakan akan terus meningkat dari tahun ke tahun mengingat beberapa alasan seperti bertambahnya populasi penduduk, peningkatan pendapatan per kapita dan kesadaran masyarakat akan gizi makanan.

Produksi kedelai dalam negeri baru mampu memenuhi kebutuhan sebesar 20-30% saja. Sekitar 70-80% dari kebutuhan kedelai dalam negeri dipenuhi dari impor. Rendahnya produksi kedelai di Indonesia disebabkan oleh buruknya kinerja produksi dan produktivitas kedelai di Indonesia (Nurasa, 2007). Masih banyak petani yang belum menggunakan benih bermutu. Penyediaan benih bermutu terkendala oleh daya simpan benih kedelai yang relatif rendah. Peningkatan daya simpan benih kedelai terus diupayakan. Faktor-faktor yang diduga terkait dengan daya simpan benih masih terus diteliti dan diharapkan dapat menjadi landasan bagi upaya perbaikan daya simpan maupun sebagai tolok ukur yang dapat mencerminkan vigor daya simpan benih.

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kandungan klorofil dengan viabilitas benih (Jalink et al., 1998; Aquila et al., 2002; Suhartanto, 2002). Adanya klorofil sangat penting untuk proses pembentukan

benih tetapi kandungannya semakin menurun pada saat pemasakan benih dan mencapai minimum ketika masak fisiologis. Hal tersebut dilaporkan oleh Suhartanto (2002) berdasarkan penelitiannya pada benih tomat.

Deteksi klorofil bahkan telah diaplikasikan di beberapa negara untuk menyeleksi benih meski masih terbatas berkaitan dengan mutu fisiologis berdasarkan tingkat kemasakan benih (Jalink et al., 1998).

Penelitian kandungan klorofil pada benih kedelai ini diuji dengan metode non destruktif pada berbagai varietas dan tingkat kemasakan benih kedelai. Hasilnya akan dikorelasikan dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat yang diharapkan dapat mencerminkan hubungan kandungan klorofil dengan vigor daya simpan benih kedelai. Apabila hipotesis yang diajukan terbukti benar maka pengujian kandungan klorofil secara non destruktif dapat digunakan untuk menyeleksi benih dengan kualitas yang tinggi baik berhubungan dengan tingkat kemasakan maupun perbedaan sifat genetik.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara kandungan klorofil dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat yang dilakukan pada beberapa varietas kedelai.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan adalah :

1. Terdapat perbedaan daya tahan benih terhadap pengusangan cepat pada berberapa varietas dan tingkat kemasakan benih kedelai.

2. Terdapat perbedaan kandungan klorofil pada berbagai varietas dan tingkat kemasakan benih kedelai.

3. Terdapat hubungan antara kandungan klorofil dengan daya tahan benih terhadap pengusangan cepat.

Dokumen terkait