• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara kandungan klorofil dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat pada beberapa varietas kedelai (Glycine max (L.) Merr.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara kandungan klorofil dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat pada beberapa varietas kedelai (Glycine max (L.) Merr.)"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KANDUNGAN KLOROFIL

DENGAN KETAHANAN BENIH

TERHADAP PENGUSANGAN CEPAT PADA BEBERAPA

VARIETAS KEDELAI (

Glycine max

(L.) Merr.)

ARI WAHYUNI

A24060251

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

ARI WAHYUNI. Hubungan Antara Kandungan Klorofil dengan Ketahanan Benih terhadap Pengusangan Cepat pada Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max (L.) Merr.). (Dibimbing oleh MARYATI SARI dan MOHAMAD RAHMAD SUHARTANTO)

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara kandungan klorofil dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat enam varietas kedelai. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium Biofisika, Institut Pertanian Bogor pada bulan Desember 2009-Mei 2010.

Penelitian dilakukan dalam dua tahap percobaan. Tahap I dilakukan untuk menentukan waktu pengusangan cepat yang tepat dengan metode pengusangan cepat terkontrol (Controlled deterioration) yang paling efektif dalam kisaran waktu 0, 12, 24, 36 dan 48 jam pada suhu 41 oC terhadap benih yang telah dikondisikan pada kadar air 22%, sehingga diketahui variasi vigor ketahanan benih terhadap pengusangan pada enam varietas kedelai dengan dua tingkat kemasakan. Tahap II dilakukan untuk mengetahui hubungan kandungan klorofil benih, ukuran benih dan permeabilitas benih. Selanjutnya berdasarkan dua tahap percobaan tersebut dipelajari hubungan antara kandungan klorofil dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat pada metode terpilih tahap I, ukuran benih dan permeabilitas benih.

(3)

linier. Pengamatan dilakukan terhadap tolok ukur: daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh ( KCT).

Pelaksanaan tahap II disusun dengan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak satu faktor yaitu kombinasi varietas dan tingkat kemasakan yang terdiri atas 12 taraf yakni: Tanggamus, Wilis, Anjasmoro, Cikuray, Detam 1, dan Detam 2, dengan dua tingkat kemasakan seperti pelaksanaan tahap I. Percobaan diulang 4 kali. Pengamatan dilakukan terhadap kandungan klorofil kulit benih, ukuran benih yaitu bobot 100 butir, bobot kering benih dan berat jenis benih, serta permeabilitas benih yaitu daya hantar listrik. Hasil pengujian klorofil dikorelasikan dengan mutu benih setelah dilakukan pengusangan cepat dengan salah satu metode terpilih yang dinilai paling efektif pada pelaksanaan percobaan tahap I, ukuran benih dan permeabilitas benih.

Hasil pelaksanaan tahap I menunjukkan pengusangan selama 48 jam dinilai paling efektif digunakan untuk membedakan tingkat vigor ketahanan benih terhadap pengusangan cepat. Pengusangan cepat terkontrol selama 48 jam menunjukkan adanya variasi ketahanan terhadap pengusangan cepat diantara lot benih yang diuji baik berdasarkan tolok ukur DB, IV maupun KCT. Setelah diusangkan dapat diketahui bahwa lot yang satu mempunyai ketahanan lebih tinggi dibandingkan lot yang lain.

Hasil pelaksanaan tahap II menunjukkan kandungan klorofil pada benih bervariasi. Secara umum benih kedelai berkulit hitam (Cikuray, Detam 1 dan Detam 2) memiliki kandungan klorofil (60-85 nmol cm-2) nyata lebih tinggi dibanding kandungan klorofil benih kedelai berkulit kuning (Wilis, Anjasmoro dan Tanggamus) (6-21 nmol cm-2). Variasi diantara lot benih yang diuji juga dijumpai pada bobot 100 butir benih, bobot kering benih dan daya hantar listrik.

(4)

HUBUNGAN ANTARA KANDUNGAN KLOROFIL

DENGAN KETAHANAN BENIH

TERHADAP PENGUSANGAN CEPAT PADA BEBERAPA

VARIETAS KEDELAI (

Glycine max

(L.) Merr.)

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ARI WAHYUNI A24060251

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul : HUBUNGAN ANTARA KANDUNGAN KLOROFIL

DENGAN KETAHANAN BENIH TERHADAP

PENGUSANGAN CEPAT PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (

Glycine max

(L.) Merr.)

Nama : ARI WAHYUNI NIM : A24060251

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Pembimbing I

Maryati Sari, SP. MSi NIP. 19700918 200003 2 001

Pembimbing II

Dr. Ir. M.R. Suhartanto, MS. NIP. 19630923 198811 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr. NIP. 19611101 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 24 September 1988 di Raja Basa Lama 1 Lampung Timur. Penulis merupakan anak ke dua dari dua bersaudara pasangan Bapak M. Juri dan Ibu Landjar. Tahun 2000 penulis lulus dari SDN 1 Rabala 1, selanjutnya penulis menyelesaikan studi di SLTPN I Way Jepara pada tahun 2003 dan SMAN 1 Way Jepara pada tahun 2006. Tahun 2006 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian pada tahun 2007.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan yang setinggi-tingginya kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam Yang Maha Pengasih dan Penyayang, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Kandungan Klorofil dengan Ketahanan Benih terhadap Pengusangan Cepat pada Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max (L.) Merr.)”.

Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan terdorong oleh keinginan untuk mengetahui hubungan kandungan antara klorofil dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat pada beberapa varietas kedelai (Glycine max (L.) Merr.). Penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Maryati Sari, SP MSi dan Dr. Ir. M.R. Suhartanto, MS. sebagai dosen pembimbing skripsi atas bimbingan dan motivasi yang diberikan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini

2. Dr. Ir. Sandra A. Aziz, MS. sebagai dosen penguji atas saran dan masukannya 3. Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, MSc sebagai dosen pembimbing akademik

atas nasihat dan dukungannya

4. Dr. Akhirudin Maddu, M.Si atas kesempatan yang diberikan untuk menggunakan fasilitas Laboratorium Biofisika Departemen Fisika Fakultas MIPA

5. Keluargaku tercinta ibu, bapak dan kakak atas do’a dan dukungannya

6. Heny Agustin dan Ayip Ridwan Akbar atas semangat, bantuan dan dukungannya

Tidak lupa kepada teman-teman yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu, penulis sampaikan terima kasih atas do’a, bantuan dan persaudaraan yang telah terjalin. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Januari 2011

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Hipotesis ... 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Kedelai ... 3

Vigor Benih, Kemunduran dan Daya Simpan Benih ... 3

Klorofil dalam Benih ... 5

Uji Pengusangan Cepat Terkontrol(Controlled Deterioration) ... 7

BAHAN DAN METODE 9

Tempat dan Waktu ... 9

Bahan dan Alat ... 9

Metode Penelitian ... 9

Pelaksanaan Percobaan ... 11

Pengamatan ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Ketahanan Benih Kedelai terhadap Pengusangan Cepat Terkontrol (Controlled Deterioration) ... 17

Perbedaan Kandungan Klorofil, Ukuran Benih, dan Permeabilitas Benih pada Beberapa Varietas Kedelai ... 24

Hubungan Antara Kandungan Klorofil dengan Tolok Ukur pada Pengusangan Cepat, Ukuran Benih, dan Permeabilitas Benih ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN 29

Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA 30

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Kriteria Panen Kedelai Kuning dan Hitam... 16

2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih, Lama Pengusangan, dan Interaksinya terhadap Daya Berkecambah (DB), Indeks Vigor (IV), dan Kecepatan Tumbuh (KCT) ... 17

3. Pengaruh Ketahanan Lot Benih dan Waktu Pengusangan Cepat

terhadap Tolok Ukur Daya Berkecambah ... 18

4. Pengaruh Ketahanan Lot Benih dan Waktu Pengusangan Cepat terhadap Tolok Ukur Indeks Vigor ... 19

5. Pengaruh Ketahanan Lot Benih dan Waktu Pengusangan Cepat terhadap Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh ... 20

6. Derajat Kemiringan (nilai b dari persamaan y = a + bx) Kurva Kemunduran Benih Kedelai Berdasarkan Tolok Ukur Daya

Berkecambah, Indeks Vigor dan Kecepatan Tumbuh ... 21

7. Rekapitulasi Sidik ragam Kandungan Klorofil, Ukuran Benih, dan

Permeabilitas Benih pada Berbagai Lot Benih Kedelai ... 24

8. Kandungan Klorofil, Ukuran Benih, dan Permeabilitas Benih pada Berbagai Lot Benih Kedelai ... 25

9. Nilai Korelasi Kandungan Klorofil dengan Tolok Ukur pada

(10)

DAFTAR GAMBAR

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Deskripsi Varietas Kedelai ... 34

2. Kadar Air Benih Kedelai ... 37

3. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih dan Waktu Pengusangan terhadap Daya Berkecambah pada Pengusangan Cepat Benih Kedelai 37

4. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih dan Waktu Pengusangan terhadap Indeks Vigor pada Pengusangan Cepat Benih Kedelai... 38

5. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih dan Waktu Pengusangan terhadap Kecepatan Tumbuh pada Pengusangan Cepat Benih Kedelai 38

6. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Kandungan 0 Klorofil pada seed coat Benih Kedelai ... 38

7. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Bobot 100 Butir pada Benih Kedelai ... 39

8. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Bobot Kering Benih pada Benih Kedelai ... 39

9. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Daya Hantar Listrik pada Benih Kedelai ... 39

10. Kadar Air Benih Setelah Pengusangan Cepat Terkontrol ... 40

11. Pengaruh Waktu Pengusangan terhadap Daya Berkecambah pada

Berbagai Lot Benih Kedelai ... 41

12. Persamaan Garis Kurva Kemunduran Benih Kedelai pada Tolok Ukur Daya Berkecambah ... 41

13. Pengaruh Waktu Pengusangan terhadap Indeks Vigor pada

Berbagai Lot Benih Kedelai ... 42

14. Persamaan Garis Kurva Kemunduran Benih Kedelai pada Tolok Ukur Indeks Vigor ... 42

15. Pengaruh Waktu Pengusangan terhadap Kecepatan Tumbuh pada

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai ( Glycine max (L.) Merr.) merupakan tanaman terpenting ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Komoditas ini kaya protein nabati yang diperlukan untuk meningkatkan gizi masyarakat, aman dikonsumsi dan harganya murah (Nurasa, 2007). Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan untuk bahan industri pangan seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco dan makanan kecil. Kedelai mengandung zat isoflavon yang berfungsi sebagai antioksidan sehingga kedelai tidak hanya digunakan sebagai sumber protein, tetapi juga digunakan sebagai bahan pangan fungsional yang dapat mencegah timbulnya penyakit-penyakit degeneratif, seperti jantung koroner dan hipertensi.

Produksi kedelai tahun 2009 meningkat menjadi 966 496 ton akan tetapi produksi ini masih belum bisa memenuhi kebutuhan konsumsi Indonesia. Konsumsi kedelai di Indonesia telah mencapai 2.2 juta ton (BPS, 2009). Konsumsi ini diperkirakan akan terus meningkat dari tahun ke tahun mengingat beberapa alasan seperti bertambahnya populasi penduduk, peningkatan pendapatan per kapita dan kesadaran masyarakat akan gizi makanan.

Produksi kedelai dalam negeri baru mampu memenuhi kebutuhan sebesar 20-30% saja. Sekitar 70-80% dari kebutuhan kedelai dalam negeri dipenuhi dari impor. Rendahnya produksi kedelai di Indonesia disebabkan oleh buruknya kinerja produksi dan produktivitas kedelai di Indonesia (Nurasa, 2007). Masih banyak petani yang belum menggunakan benih bermutu. Penyediaan benih bermutu terkendala oleh daya simpan benih kedelai yang relatif rendah. Peningkatan daya simpan benih kedelai terus diupayakan. Faktor-faktor yang diduga terkait dengan daya simpan benih masih terus diteliti dan diharapkan dapat menjadi landasan bagi upaya perbaikan daya simpan maupun sebagai tolok ukur yang dapat mencerminkan vigor daya simpan benih.

(14)

benih tetapi kandungannya semakin menurun pada saat pemasakan benih dan mencapai minimum ketika masak fisiologis. Hal tersebut dilaporkan oleh Suhartanto (2002) berdasarkan penelitiannya pada benih tomat.

Deteksi klorofil bahkan telah diaplikasikan di beberapa negara untuk menyeleksi benih meski masih terbatas berkaitan dengan mutu fisiologis berdasarkan tingkat kemasakan benih (Jalink et al., 1998).

Penelitian kandungan klorofil pada benih kedelai ini diuji dengan metode non destruktif pada berbagai varietas dan tingkat kemasakan benih kedelai. Hasilnya akan dikorelasikan dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat yang diharapkan dapat mencerminkan hubungan kandungan klorofil dengan vigor daya simpan benih kedelai. Apabila hipotesis yang diajukan terbukti benar maka pengujian kandungan klorofil secara non destruktif dapat digunakan untuk menyeleksi benih dengan kualitas yang tinggi baik berhubungan dengan tingkat kemasakan maupun perbedaan sifat genetik.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara kandungan klorofil dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat yang dilakukan pada beberapa varietas kedelai.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan adalah :

1. Terdapat perbedaan daya tahan benih terhadap pengusangan cepat pada berberapa varietas dan tingkat kemasakan benih kedelai.

2. Terdapat perbedaan kandungan klorofil pada berbagai varietas dan tingkat kemasakan benih kedelai.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Kedelai

Kedelai merupakan tanaman semusim dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman berkisar antara 10-200 cm dapat bercabang sedikit atau banyak tergantung kultivar dan lingkungan hidup. Daun pertama keluar dari buku sebelah atas. Kotiledon pada kedelai berupa daun tunggal berbentuk sederhana dan letaknya berseberangan. Daun kedelai terdiri dari dua bentuk yaitu stadia kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai daun tunggal dan daun bertangkai tiga (trifoliate leaves) dan letaknya berselang-seling. Batang, polong, dan daun ditumbuhi bulu berwarna abu-abu atau coklat namun terdapat pula tanaman yang tidak berbulu. Bunga kedelai berkelompok dua tergantung tipe tumbuh, kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai.(Hidayat, 1985).

Penelitian terdahulu menemukan bahwa varietas kedelai berbiji sedang atau kecil umumnya memiliki kulit berwarna gelap, tingkat permeabilitas rendah, dan memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap kondisi penyimpanan yang kurang optimal dan tahan terhadap deraan cuaca lapang dibanding varietas yang berbiji besar dan berkulit biji terang (Mugnisyah, 1991). Sukarman dan Raharjo (2000) melaporkan bahwa varietas kedelai berbiji kecil dan kulit berwarna gelap lebih toleran terhadap deraan fisik (suhu 42oC dan kelembaban 100%) dibanding varietas berbiji besar dan berkulit terang. Varietas Cikuray (berbiji sedang, kulit berwarna hitam) dan varietas Tidar (berbiji kecil, kulit berwarna kuning) memiliki daya simpan yang lebih baik dibandingkan dengan varietas Wilis (berbiji sedang, berkulit kuning). Daya tumbuh benih varietas Wilis menurun hingga 60% setelah lima bulan penyimpanan, sedangkan daya berkecambah benih varietas Cikuray dan varietas Tidar masih lebih dari 80% setelah lima bulan penyimpanan.

Vigor Benih, Kemunduran dan Daya Simpan Benih

(16)

dua yaitu vigor kekuatan tumbuh dan vigor daya simpan. Keduanya merupakan parameter viabilitas yang dapat mencerminkan kondisi vigor benih. Menurut Copeland dan Mc Donald (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi vigor benih adalah kondisi lingkungan selama perkembangan benih, kondisi genetik benih, dan lingkungan penyimpanan. Faktor genetik meliputi tingkat kekerasan benih, vigor tanaman induk, daya tahan terhadap kerusakan mekanik, dan komposisi kimia benih. Faktor lingkungan perkembangan benih meliputi kelembaban, kesuburan tanah, dan pemanenan benih. Faktor penyimpanan benih meliputi waktu penyimpanan, dan lingkungan penyimpanan (suhu, kelembaban, dan persediaan oksigen).

Benih memiliki vigor jika benih mampu menumbuhkan tanaman normal, meski kondisi alam tidak optimum atau sub optimum. Benih yang vigor akan menghasilkan produk di atas normal kalau ditumbuhkan pada kondisi optimum. Vigor benih yang mencapai tingkatan maksimum saat benih masak fisiologis harus dipertahankan selama proses pemanenan dan proses pengolahan. Benih yang memiliki vigor yang tinggi pada saat masak fisiologis akan memiliki daya simpan yang panjang (Sadjad et al., 1999).

(17)

Menurut Copeland dan McDonald (2001) gejala kemunduran pada benih dapat dicirikan sebagai berikut: terjadinya perubahan morfologi seperti perubahan warna kulit benih menjadi lebih gelap dan terjadinya nekrosis kotiledon, perubahan ultrastruktural seperti: penggabungan tubuh lemak (lipid bodies) dan plasmalemma, ketidakmampuan benih untuk menahan metabolit seluler yang bocor ketika terjadi imbibisi, kehilangan aktivitas enzim, dan respirasi yang menurun. Menurut Ali et al. (2003) kemunduran benih dapat terjadi ketika benih masih berada di tanaman induk maupun pada saat penyimpanan, laju kemunduran benih dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, suhu dan kelembaban (RH).

Laju kemunduran pada benih dipengaruhi oleh autoxidasi lipid, degradasi struktur fungsi, ribosom tidak mampu berdisosiasi, degradasi dan inaktivasi enzim, pengaktifan/ pembentukan enzim-enzim hidrolitik, degradasi genetik sebagai penyebab utama ketuaan perubahan sifat kromosom (selaras dengan penuaan), habisnya cadangan makanan, kelaparan sel meristematik dan akumulasi senyawa beracun (Copeland dan McDonald, 2001).

Menurut Tatipata (2004) benih kedelai yang disimpan dengan kadar air 8 dan 10% di dalam kantong plastik polietilen dan kantong aluminium foil dapat mempertahankan mutu yang tetap tinggi selama penyimpanan 6 bulan. Kemunduran yang terjadi pada benih kedelai dicerminkan dengan menurunnya kadar fosfolipid, protein membran, fosfor anorganik mitokondria, aktivitas spesifik suksinat dehidrogenase dan sitokrom oksidase serta laju respirasi.

Klorofil dalam Benih

Klorofil merupakan pigmen utama berwarna hijau pada semua makhluk hidup yang mampu melakukan fotosintesis. Menurut Gross (1991), klorofil berwarna hijau karena menyerap secara kuat daerah merah dan biru dari spektrum sinar tampak. Klorofil merupakan ester dan larut pada pelarut organik.

(18)

Rendahnya kandungan klorofil pada benih diduga berperan penting menunda kemunduran karena klorofil merupakan sumber utama singlet oksigen (1O2), yang merupakan agen oksidasi yang sangat kuat (Thomshon et al., dalam Suhartanto 2002). Menurut Suhartanto (2002) rendahnya perkecambahan pada benih yang masih hijau atau belum masak diduga disebabkan oleh kemunduran oksidatif oleh radikal bebas yang akhirnya mengarah pada kematian sel benih.

Menurut Wards et al. (1992) kandungan klorofil benih rapeseed (Brassicaa oleraceae) menurun pada saat masak, dan laju penurunan tersebut lebih rendah bila suhu lingkungan rendah. Penelitian pada benih rapeseed menunjukkan penurunan kandungan klorofil pada benih seiring dengan penurunan kadar air benih tersebut. Hasil penelitian Almela et al. (1996) pada cabai varietas Negral menunjukkan bahwa pada saat proses pemasakan buah terjadi perubahan komposisi klorofil. Kandungan klorofil pada buah berwarna hijau dan setengah masak masih tinggi dan pada saat buah mencapai masak fisiologis kandungan klorofil berkurang hanya tinggal sekitar 14%. Berdasarkan penelitian pada benih tomat, Suhartanto (2002) menegaskan bahwa kandungan klorofil menurun seiring dengan bertambahnya tingkat kemasakan benih.

Fluoresen klorofil pada seed coat dapat digunakan sebagai metode untuk menentukan kemasakan dan kualitas benih. Hasil penelitian Jalink et al., (1998) menunjukkan kualitas benih Brassica oleraceae meningkat dengan menurunnya fluoresen klorofil pada seed coat, ditunjukkan dengan persentase daya berkecambah dan jumlah kecambah normal yang tinggi. Selanjutnya Jalink et al.

(1999) melakukan penelitian pada benih tomat dengan metode LIF (Laser Induced Fluorescence) untuk mendeteksi fluoresen dari klorofil. Hasilnya menunjukkan kualitas benih tomat mencapai maksimum ketika fluoresen klorofil minimum.

(19)

Suhartanto (2003) menyimpulkan bahwa klorofil dibutuhkan dalam pembentukan benih, namun sangat tidak diharapkan dalam tahap pemasakan. Kehadiran klorofil dalam tahap pemasakan tampaknya berhubungan erat dengan rendahnya mutu benih, khususnya daya simpan benih. Benih dengan kandungan klorofil tinggi memiliki mutu benih rendah dibanding dengan benih dengan kandungan klorofil rendah. Fluoresen klorofil benih dapat digunakan sebagai indikator masak fisiologis benih.

Berkaitan dengan sifat genetik benih, penelitian Suhartanto (2002) menunjukkan benih-benih tomat yang berasal dari turunan varietas liar memiliki kandungan klorofil dan aktivitas fotosintesis yang lebih tinggi dibanding varietas yang telah dibudidayakan. Hal ini merupakan indikasi bahwa kandungan klorofil dan fungsinya mengalami penurunan selama proses domestikasi.

Uji Pengusangan Cepat Terkontrol (Controlled Deterioration)

Uji pengusangan cepat merupakan salah satu uji vigor daya simpan benih. Uji ini tergolong dalam metode uji vigor benih dengan lingkungan sub optimum, tetapi lingkungan tersebut diberikan sebelum benih dikecambahkan. Uji ini bermanfaat untuk menduga berapa lama lagi benih dapat disimpan sehingga sangat berguna bagi produsen, pedagang atau penyalur benih.

Lingkungan suboptimum yang diberikan kepada benih dianggap sebagai suatu cara simulasi lingkungan yang dapat menyebabkan kemunduran benih dalam penyimpanan yang lazim dalam praktek. Mengingat lingkungan simpan yang lazim adalah dalam suhu kamar dengan komponen lingkungan simpan utama berupa suhu dan kelembaban nisbi atmosfer, maka metode uji pengusangan dipercepat merupakan metode uji simulasi yang lebih sesuai.

Controlled Deterioration merupakan sebuah metode pengujian vigor yang dikeluarkan oleh 1STA (1995) untuk memperkirakan umur fisiologi dari benih.

Controlled Deterioration digunakan untuk mengevaluasi potensial fisiologis benih, khususnya pada tanaman pangan (Hamton dan TeKrony, dalam Silva et al.,

(20)

pengusangan khusus. Pada Accelerated Ageing Test benih didera pada suhu dan RH tinggi, sehingga kadar air benih meningkat selama proses pengusangan. Sedangkan pada uji pengusangan Controlled Deterioration kadar air benih ditingkatkan terlebih dahulu sebelum dilakukan uji pengusangan dan selanjutnya dipertahankan selama periode kemunduran. Controlled Deterioration tidak hanya memungkinkan untuk mengevaluasi potensi penyimpanan tetapi hubungan antara hasil dan munculnya kecambah di lapang juga dapat ditentukan.

Hasil penelitian Ali et al. (2003) pada benih padi (Oryza sativa L.) menunjukkan perbedaan nyata pada daya berkecambah diantara kulltivar yaitu pada kadar air benih 24% dan lama penderaan 48 jam pada Controlled Deterioration. Hasil penelitian Silva et al. (2006) menunjukkan bahwa uji

Controlled Deterioration cukup sensitif untuk mengevaluasi potensi fisiologis pada benih bit gula, informasi ini sesuai dengan hasil kemunculan benih di lapang. Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada kadar air 24% dan lama penderaan 24 jam pada uji pengusangan cepat Controlled Deterioration pada bit gula memberikan informasi yang cukup sesuai dengan daya tumbuh benih di lapang.

Hasil penelitian Mavi dan Demir (2007) menunjukkan kadar air 24% dan lama penderaan 48 jam pada Controlled Deterioration dan lama penderaan selama 120-144 jam pada Accelerated Ageing Test merupakan kondisi yang optimum untuk menguji benih semangka (Citrullus lanatus). Hasil penelitian Mavi dan Demir (2008) pada benih mentimun (Cucumis sativus L.) menunjukkan kondisi kadar air benih 20% dan lama penderaan 96 jam merupakan kondisi yang optimum untuk menguji vigor benih mentimun.

(21)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan mulai Desember 2009 sampai Mei 2010 di kebun percobaan Leuwikopo, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura serta Laboratorium Spektroskopi Departemen Fisika, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih tiga varietas kedelai kuning yaitu Willis, Anjosmoro, dan Tanggamus, tiga varietas kedelai hitam yaitu Cikuray, Detam 1, dan Detam 2 (deskripsi varietas kedelai disajikan pada Lampiran 1), kertas merang, plastik, aluminium foil dan air bebas ion.

Peralatan yang digunakan terdiri atas: spektrofotometer VIS, water bath,

electric conductivity meter, desikator, timbangan digital, cawan kadar air, oven, pengepres kertas, pipet, sealler, refrigerator dan alat pengecambah benih tipe IPB 72-1.

Metode Penelitian

(22)

Model umum rancangan percobaan ini adalah:

Yijk = μ + ρi+ + άj+ (ρ-ά)ij+ βk+ (ά*β)jk + εijk Keterangan:

Yij : respon ulangan ke-i perlakuan lot benih ke j dan perlakuan waktu pengusangan ke k

μ : rataan umum

ρi : pengaruh ulangan ke i

άj : pengaruh perlakuan lot benih ke j

(ρ-ά)ij : galat interaksi antar ulangan ke i dengan perlakuan lot benih ke j βk : pengaruh perlakuan waktu pengusangan ke k

(ά*β)jk : pengaruh interaksi lot benih ke j dan perlakuan waktu pengusangan ke k εijk : galat percobaan

Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap tolok ukur yang diamati. Perbedaan nyata yang terdapat sidik ragam pada taraf α = 5% dilanjutkan uji nilai tengah dengan prosedur DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Tahap kedua adalah menguji kandungan klorofil, ukuran benih (bobot 100 butir, bobot kering benih, dan berat jenis), dan permeabilitas benih (daya hantar listrik). Tahap kedua disusun dengan RKLT faktor tunggal yaitu kombinasi varietas dengan tingkat kemasakan yang terdiri atas 12 taraf. Percobaan diulang 4 kali sehingga terdapat 48 satuan percobaan.

Model umum rancangan percobaan ini adalah: Yij = μ + τi + εij keterangan: Yij : nilai pengamatan

μ : rataan umum

τi : pengaruh lot benih ke-i εij : galat percobaan

(23)

Analisis korelasi dilakukan untuk melihat hubungan antara kandungan klorofil dengan ukuran benih (bobot 100 butir dan bobot kering maksimum), permeabilitas benih (daya hantar listrik) dan vigor ketahanan benih terhadap pengusangan cepat pada waktu pengusangan yang terpilih dari percobaan pertama.

Model analisis korelasi:

r = n i n i n i n i n i n i n i yi yi n xi xi n yi xi xiyi n 1 1 2 2 1 1 2 2

1 1 1

) ( ) ( ) )( ( = b y x s s

Pelaksanaan Percobaan

Produksi Benih

Benih kedelai varietas Tanggamus, Wilis, Anjasmoro dan Cikuray yang diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB.Biogen), Bogor dan benih kedelai varietas Detam 1 dan Detam 2 yang diperoleh dari Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi), Malang diperbanyak di Kebun Percobaan IPB, Leuwikopo, Bogor. Benih ditanam pada lahan seluas 500 m2 yang terbagi menjadi

enam petak dengan masing-masing satu varietas. Setiap petak berukuran 10 m x 5 m dengan jarak antar petak 2 m dan dibatasi plastik sebagai isolasi

(24)

sebanyak tiga kali pada saat berumur dua minggu, pada awal berbunga, dan pada saat menjelang panen.

Pemanenan dilakukan dengan dua kriteria kemasakan yaitu 75-80 dan 82-95 Hari Setelah Tanam (HST) yang diharapkan dapat menghasilkan benih dengan dua tingkat vigor yang berbeda sehingga dapat dilihat hubungan kandungan klorofil dengan vigor benih pada dua tingkat kemasakan.

Pengusangan Cepat

Pengusangan cepat yang digunakan adalah dengan metode Controlled Deterioration (CD), dengan menaikkan kadar air benih kedelai menjadi 22% melalui penambahan air. Benih kedelai sebanyak 80 butir benih untuk setiap satuan percobaan dan air yang telah ditentukan volumenya berdasarkan rumus ISTA (1995) dimasukkan dalam aluminium foil dan ditutup rapat kemudian dibiarkan selama 24 jam pada suhu 5oC. Benih yang telah ditingkatkan kadar airnya kemudian diinkubasikan dalam water-bath pada suhu 41oC selama waktu perlakuan (0, 12, 24, 36 dan 48 jam). Setelah pengusangan cepat selesai, dilakukan pengujian viabilitas benih untuk menunjukkan ketahanannya terhadap pengusangan cepat. Pengujian dilakukan dengan mengecambahkan benih dengan metode UKDdp (Uji Kertas Digulung dalam plastik) pada alat pengecambah benih tipe IPB 72-1.

Perhitungan jumlah air yang ditambahkan diperoleh berdasarkan rumus ISTA (1995) sebagai berikut :

W2 = 100 - A x W1 100 - B

Keterangan : A = Kadar air benih awal berdasarkan bobot basah (%)

B = Kadar air benih yang diinginkan berdasarkan bobot basah (%)

W1 = Berat awal benih yang telah diketahui (g)

(25)

Pengujian Kandungan Klorofil

Metode analisis terhadap kandungan klorofil dilakukan secara non destruktif menggunakan spektrofotometer. Proses pengujian kandungan klorofil dilakukan dengan mengukur nilai absorbansi pada panjang gelombang 646.6 dan 663.6 nm (Gitelson, 2002). Analisis kandungan klorofil dilakukan pada bagian

seed coat. Pengujian dilakukan terhadap 10 butir benih kedelai untuk setiap satuan percobaan.

Keterangan : a = Sumber cahaya LS-1 Tungsten Halogen, b = holder, c = Spektrometer fiber optik USB2000, d = Komputer

Gambar 1. Rangkaian Alat Pengujian Kandungan Klorofil

Pengamatan

Viabilitas benih

Pengamatan viabilitas benih dilakukan pada beberapa tolok ukur yang meliputi daya berkecambah, indeks vigor dan kecepatan tumbuh.

1.0Daya Berkecambah (DB) diukur berdasarkan persentase kecambah normal 000pada hitungan pertama dan kedua pengamatan viabilitas.

(26)

∑ benih yang ditanam Keterangan:

∑ KN I : jumlah kecambah normal pengamatan pertama pada 3 Hari Setelah Tanam (HST)

∑ KN I : jumlah kecambah normal pengamatan kedua (5 HST)

2. Indeks Vigor (IV), diukur berdasarkan persentase kecambah normal pada 000hitungan pertama pengamatan viabilitas.

IV= ∑ KN I x 100% ∑ benih yang ditanam

Keterangan:

∑ KN I : jumlah kecambah normal pengamatan pertama (3 HST)

3. Kecepatan Tumbuh (KCT), pengamatan dilakukan setiap hari dan dihitung 0dengan jumlah tambahan perkecambahan setiap hari atau etmal pada kurun

0waktu perkecambahan dalam kondisi optimum.

KCT= t

d 0

Keterangan:

t : kurun waktu perkecambahan (etmal)

d : tambahan persentase kecambah normal setiap etmal (1 etmal =24 jam)

Kandungan Klorofil

Kandungan klorofil diukur dengan spektrofotometer pada absorbansi dengan = 646.6 nm dan = 663.6 nm, menurut rumus Gitelson (2002) :

Total klorofil (nmol cm-2) = (8.29 x A663.6) + ( 19.54 x A646.6)

Ukuran Benih

Pengamatan ukuran benih dilakukan pada beberapa tolok ukur yang meliputi bobot 100 butir, bobot kering benih, dan berat jenis.

(27)

2. Bobot kering benih (g), pengamatan dilakukan dengan mengambil sampel 0secara acak sebanyak 10 butir benih setiap satuan percobaan. Benih tersebut

0kemudian dioven dengan suhu 60oC selama 3 hari dan ditimbang.

3. Berat jenis (g cm-3) pengamatan dilakukan dengan membagi antara bobot 100 0butir dengan selisih volume aquades sebelum dan sesudah benih dimasukkan

0ke dalam gelas ukur yang berisi aquades.

Permeabilitas Benih

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Benih kedelai dipanen pada dua tingkat kemasakan yang berbeda yaitu tingkat kemasakan 2 dipanen berdasarkan standar masak panen pada deskripsi masing-masing varietas yang berkisar antara 82-95 HST, sedangkan tingkat kemasakan 1 dipanen satu minggu lebih awal yaitu antara 75-80 HST. Hal ini dilakukan untuk melihat kandungan klorofil serta vigor benih kedelai terhadap ketahanan benih setelah pengusangan cepat pada tingkat kemasakan yang berbeda. Berdasarkan waktu panen yang telah ditentukan untuk tingkat kemasakan 1 dan tingkat kemasakan 2, secara visual di lapangan diperoleh kriteria panen kedelai kuning dan hitam seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria Panen Kedelai Kuning dan Hitam

Tingkat Kemasakan 1 Tingkat Kemasakan 2 75-80 HST (Hari Setelah Tanam) 82-95 HST (Hari Setelah Tanam) Kedelai kuning:

Warna kulit polong hijau kekuningan

Warna batang pada hijau kekuningan

Terdapat siluet warna kulit benih

Kedelai hitam:

Warna kulit polong kuning kecoklatan

Warna batang pada tanaman kuningan

Kedelai kuning:

Warna kulit polong hijau kuning penuh

Warna batang pada tanaman kuning keemasan

warna kulit benih kuning

Kedelai hitam:

Warna kulit polong coklat gelap Warna batang pada tanaman kuning kecoklatan

(29)

pengusangan dengan metode Controlled Deterioration tidak terkendala oleh berkembangnya cendawan hingga saat benih dikeluarkan dari proses pengusangan.

Ketahanan Benih Kedelai terhadap Pengusangan Cepat Terkontrol (Controlled Deterioration)

Rekapitulasi sidik ragam (Tabel 2) menunjukkan bahwa interaksi antara lot benih dengan lama pengusangan berpengaruh sangat nyata pada tolok ukur Daya Berkecambah (DB), Indek Vigor (IV), dan Kecepatan Tumbuh (KCT) baik pada faktor tunggal maupun interaksinya.

Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih, Lama Pengusangan, dan Interaksinya terhadap Daya Berkecambah (DB),Indeks Vigor (IV), dan Kecepatan Tumbuh (KCT)

Tolok Ukur L J LxJ KK(%)

DB(%) ** ** ** 17.33

IV (%) ** ** ** 19.90

KCT (% etmal-1) ** ** ** 19.59

Keterangan:

tn = berpengaruh tidak nyata; ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf α= 1%

L = lot benih; J = lama pengusangan; LxJ = interaksi antara lot benih dengan lama pengusangan; KK = koefisien keragaman

Pengaruh perlakuan yang sangat nyata terhadap DB, IV dan KCT ditunjukkan pada Tabel 3, 4 dan 5 yang menunjukkan kemunduran benih selama periode pengusangan cepat.

(30)
[image:30.595.80.512.384.654.2]

pada tingkat kemasakan 2 ditunjukkan dengan nilai daya berkecambah sebesar 93%. Lot benih dengan viabilitas terendah setelah pengusangan 48 jam adalah lot Detam 1 pada tingkat kemasakan 1 dengan nilai daya berkecambah sebesar 34%. Berdasarkan Tabel 3 terlihat jelas bahwa lama pengusangan 48 jam merupakan waktu yang terbaik untuk memperlihatkan perbedaan tingkat vigor diantara lot benih. Nilai DB setelah benih diusangkan selama 48 jam lebih bisa menggambarkan tingkat vigor diantara lot benih kedelai yang diuji dibandingkan nilai DB pada lot benih tanpa pengusangan (0 jam), maupun DB setelah pengusangan 12, 24 dan 36 jam. Hal ini hampir senada dengan hasil analisis Kruse (1999) yang menyatakan perbedaan vigor antar lot benih terlihat semakin jelas dengan semakin lamanya periode penderaan benih berdasarkan asumsi penyebaran normal.

Tabel 3. Pengaruh Ketahanan Lot Benih dan Waktu Pengusangan Cepat terhadap Tolok Ukur Daya Berkecambah

Lot Tingkat Kemasakan

Varietas

Daya Berkecambah (%)

Waktu Pengusangan (Jam)

0 12 24 36 48 1 W 79Ac 84Aa 78Aa-c 73Aab 50Bcd

A 88Aa-c 77ABab 76Aba-c 51Bcd 52Bcd T 85Aa-c 83Aab 82Aab 84Aab 68Abc C 90Aa-c 77Abab 72Bbc 69Ba-c 67Bbc D1 79Ac 59Abc 52BCd 31Cd 34Cd D2 87Aa-c 84Aa 78Aa-c 77Aab 66Ac 2 W 99Aa 79ABab 85ABab 75ABab 61Bc A 87Aa-c 87Aa 61Bcd 62Bc 64Bc T 97Aa 93Aa 93Aa 83Aab 93Aa C 81Ac 84Aa 93Aa 86Aa 88Aab D1 85Aa-c 67ABbc 44Bd 51Bcd 47Bcd D2 94Aab 80ABab 72BCbc 76ABCab 59Cc NT-NR 20 34 49 55 59

Keterangan:

(31)

Indeks vigor merupakan nilai yang menunjukkan banyaknya jumlah kecambah normal pada hitungan pertama dalam pengujian viabilitas. Nilai indeks vigor yang tinggi mengindikasikan vigor benih tinggi. Penurunan viabilitas cukup signifikan juga terlihat pada tolok ukur indeks vigor benih. Penurunan terjadi pada sebagian besar lot benih ketika diusangkan selama 48 jam dibandingkan kontrol (lama pengusangan 0 jam) (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh Ketahanan Lot Benih dan Waktu Pengusangan Cepat terhadap Tolok Ukur Indeks Vigor

Lot Tingkat Kemasakan

Varietas

Indeks Vigor (%)

Waktu Pengusangan (Jam)

0 12 24 36 48 1 W 58Ab-d 73Aab 62Aab 51Aa-c 16Bc-e

A 59Ab-d 39ABd-f 55Aab 19Bde 17Bc-e T 70Aa-c 69Aa-c 79Aa 71Aa 48Bb C 48Acd 27ABf 39Ab-d 30ABc-e 15Bc-e D1 46Ad 24Bf 24Bcd 12BCe 6Ce D2 71Aa-c 55Ab-d 43Ab-d 46Abc 36Abc 2 W 90Aa 62Aa-c 65ABab 46BCbc 25Cc-e A 66Ab-d 79Aa 41Bb-d 40Bb-d 27Bb-e T 90Aa 73ABab 84 Bab 62ABab 70ABa C 45Ad 50Ac-e 51Aa-c 43Abc 32Ab-d D1 44Ad 33ABf 21Abd 13Be 11Bde D2 73Aab 50ABc-e 41ABb-d 45ABbc 22Bc-e NT-NR 46 55 63 50 64

Keterangan:

Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dan Angka yang diikuti oleh huruf besar yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α= 5%, W= Willlis;A = Anjasmoro;T= Tanggamus;C= Cikuray; D1= Detam 1 dan D2 = Detam 2; NT-NR= selisih nilai tertinggi dengan nilai terendah

(32)

Penurunan IV bervariasi antar lot benih. Penurunan IV pada benih yang kurang vigor berlangsung lebih cepat, sedangkan pada benih yang lebih vigor laju penurunan IV berlangsung lebih lambat.

[image:32.595.85.521.284.549.2]

Kecepatan tumbuh digunakan untuk mengetahui kekuatan tumbuh benih di lapangan atau disebut juga vigor kekuatan tumbuh. Tabel 5 menunjukkan bahwa variasi kecepatan tumbuh benih semakin besar dengan bertambahnya waktu pengusangan, sebagaimana terjadi pada tolok ukur DB dan IV.

Tabel 5. Pengaruh Ketahanan Lot Benih dan Waktu Pengusangan Cepat terhadap Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh

Keterangan:

Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dan Angka yang diikuti oleh huruf besar yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α= 5%, W= Willlis;A = Anjasmoro;T= Tanggamus;C= Cikuray; D1= Detam 1 dan D2 = Detam 2; NT-NR= selisih nilai tertinggi dengan nilai terendah

Variasi kecepatan tumbuh benih setelah diusangkan selama 48 jam berkisar antara 8.75-29.03% etmal-1. Lot benih dengan kecepatan tumbuh tertinggi ditunjukkan oleh Tanggamus pada tingkat kemasakan 2 dengan nilai KCT sebesar 29.03% etmal-1, sedangkan nilai KCT terendah adalah pada lot Detam 1 pada tingkat kemasakan 1 dengan nilai KCT sebesar 8.75% etmal-1.

Pada pengusangan 0 jam (kontrol) nilai NT-NR tolok ukur DB, IV dan KCT berturut-turut adalah 20%, 46% dan 12% etmal-1 (Tabel 3, 4 dan 5). Pada

Lot Tingkat Kemasakan

Varietas

Kecepatan Tumbuh (% etmal-1)

Waktu Pengusangan (Jam)

0 12 24 36 48 1 W 23.82Aa-c 27.04Aab 23.97Aa-d 22.82Ab-d 13.48Bd-f

(33)

pengusangan 12 jam nilai NT-NR tolok ukur DB, IV dan KCT meningkat masing-masing menjadi 34%, 55% dan 12.38% etmal-1. Selisih nilai NT-NR tolok ukur DB, IV dan KCT secara umum semakin meningkat dengan bertambahnya waktu pengusangan menunjukkan bahwa laju kemunduran berbeda atau bervariasi antar lot benih. Selisih nilai NT-NR pada tolok ukur DB dan IV yang terbesar diperoleh pada pengusangan 48 jam dibandingkan pengusangan 0, 12, 24 maupun 36 jam (Tabel 3 dan 4 ). Selisih nilai NT-NR tolok ukur KCT pada pengusangan 48 jam juga sangat besar (20.28% etmal-1) hanya sedikit lebih rendah dibandingkan pada pengusangan 36 jam (20.51% etmal-1) (Tabel 5). Berdasarkan ketiga tolok ukur viabilitas yang digunakan (DB, IV dan KCT) maka pengusangan 48 jam dinilai paling tepat untuk membedakan vigor ketahanan benih kedelai terhadap pengusangan cepat karena semakin besar selisih nilai NT-NR berarti semakin jelas perbedaan antara lot yang memiliki vigor tinggi dan vigor rendah.

Laju kemunduran pada benih bervigor tinggi berlangsung lebih lambat dibanding benih bervigor rendah. Pada penelitian ini laju kemunduran benih bervariasi diantara lot benih yang diuji berdasarkan tolok ukur DB, IV dan KCT.

Tabel 6. Derajat Kemiringan (nilai b dari persamaan y = a + bx) Kurva Kemunduran Benih Kedelai Berdasarkan Tolok Ukur Daya Berkecambah, Indeks Vigor dan Kecepatan Tumbuh

Tolok Ukur

Tingkat Kemasakan Varietas DB IV KCT

1

Wilis -0.575 -0.883 -0.207 Anjasmoro -0.816 -0.866 -0.275 Tanggamus -0.275 -0.350 -0.081 Cikuray -0.450 -0.525 -0.157 Detam 1 -0.983 -0.766 -0.302 Detam 2 -0.408 -0.658 -0.161

2

(34)

Berdasarkan regresi linier kurva kemunduran benih, diperoleh nilai derajat kemiringan seperti pada Tabel 6 yang menunjukkan bahwa semakin besar nilai derajat kemiringan kurva maka benih semakin cepat mengalami kemunduran. Pada Tabel 6 terlihat bahwa pada tolok ukur DB varietas Tanggamus dan Cikuray pada tingkat kemasakan 2 memiliki laju kemunduran yang lebih lambat dibanding varietas lainnya dengan nilai derajat kemiringan sebesar -0.150 (Tanggamus) dan 0.133 (Cikuray). Sedangkan varietas Anjasmoro dan Detam 1 pada tingkat kemasakan 1 memiliki laju kemunduran benih yang berlangsung lebih cepat dibanding varietas lain dengan nilai derajat kemiringan sebesar -0.816 (Anjasmoro) dan -0.983 (Detam 1). Kurva laju kemunduran benih dan persamaan garis kurva kemunduran benih berdasarkan nilai DB dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12.

Pada tolok ukur IV juga terlihat bahwa varietas Cikuray pada tingkat kemasakan 2 memiliki laju kemunduran yang berlangsung lebih lambat dibanding varietas lain dengan nilai kemiringan sebesar -0.275. Sedangkan varietas Wilis pada tingkat kemasakan 2 memiliki laju kemunduran yang berlangsung lebih cepat dibanding varietas lain dengan nilai kemiringan sebesar -1.216 Kurva laju kemunduran benih dan persamaan garis kurva kemunduran benih berdasarkan nilai IV dapat dilihat pada Lampiran 13 dan 14.

Laju kemunduran Varietas Tanggamus dan Cikuray pada tingkat kemasakan 2 pada tolok ukur KCT berlangsung lebih lambat dibanding Varietas lain dengan nilai derajat kemiringan -0.039 (Tanggamus) dan -0.010 (Cikuray). Sedangkan varietas Anjasmoro dan Detam 1 pada tingkat kemasakan 1 memiliki laju kemunduran benih yang berlangsung lebih cepat dibanding varietas lain dengan nilai derajat kemiringan sebesar -0.275 (Anjasmoro) dan -0.302 (Detam 1). Kurva laju kemunduran benih dan persamaan garis kurva kemunduran benih berdasarkan nilai KCT dapat dilihat pada Lampiran 15 dan 16.

(35)

yang berlangsung lebih lambat dibanding varietas lain, sedangkan lot benih yang memiliki ketahanan yang rendah terhadap pengusangan cepat adalah lot Anjasmoro dan Detam 1 pada tingkat kemasakan 1 ditunjukkan dengan laju kemunduran yang berlangsung lebih cepat dibanding varietas lain.

Laju kemunduran benih berbeda diantara lot benih kedelai yang diuji. Pada benih tanpa pengusangan nilai DB tidak berbeda nyata kecuali pada Detam 1 tingkat kemasakan 1 dan Cikuray tingkat kemasakan 2 sehingga perbedaan laju kemunduran diantara lot benih kedelai diduga disebabkan oleh kombinasi perbedaan vigor awal dan genotip dari benih. Berdasarkan penelitian pada berbagai kultivar padi, Ali et al. (2003) juga menunjukkan perbedaan daya berkecambah setelah pengusangan dengan Controlled Deterioration diduga disebabkan oleh vigor awal benih dan vigor dari masing-masing kultivar padi.

Penurunan viabilitas dan vigor pada lot benih ini disebabkan oleh adanya deraan suhu dan kadar air yang tinggi sehingga menyebabkan kemunduran benih. Kadar air dan suhu ruang simpan yang tinggi dapat meningkatkan respirasi. Menurut Justice dan Bass (2002), pada suhu dan kadar air yang tinggi, benih cepat sekali mengalami kehilangan viabilitas. Kemunduran benih meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar air dalam benih. Menurut kaidah Harrington (1972), jika kadar air meningkat 1% maka daya simpannya menjadi setengah daya simpan sebelumnya. Hasil penelitian Wafiroh (2010) menunjukkan bahwa benih wijen telah kehilangan vigornya pada tingkat kadar air 20, 22, 24 dan 26% ketika lama penderaan 48 jam dan 72 jam.

(36)

diduga yang mengakibatkan sebagian besar benih yang diusangkan mengalami penurunan viabilitas secara signifikan dalam waktu 48 jam.

Perbedaan Kandungan Klorofil, Ukuran Benih, dan Permeabilitas Benih pada Beberapa Varietas Kedelai

Viabilitas dan vigor benih dapat dideteksi dengan mengukur perubahan-perubahan secara biokimiawi dan fisik yang terjadi pada benih. Sampai saat ini telah banyak indikator biokimiawi yang diteliti untuk mendeteksi viabilitas dan vigor benih, diantaranya adalah kandungan karotenoid (Davidek et al., 1990), klorofil benih (Jalink et al., 1998; Aquila et al., 2002; Suhartanto, 2002) dan kadar fosfolipid, protein membran, suksinat dehigrodenase (Tatipata et al., 2004). Secara fisik viabilitas dan vigor benih dapat dideteksi dengan pengujian Bobot Kering Benih dan Bobot 1000 butir (Sadjad, 1999), warna benih (Purwanti, 2004) dan permeabilitas benih melalui uji daya hantar listrik (Panobianco, 2007). Pengujian tersebut dilakukan pada benih yang tidak diusangkan.

Rekapitulasi sidik ragam menunjukan bahwa lot benih berpengaruh sangat nyata pada pada tolok ukur kandungan klorofil, bobot 100 butir dan bobok kering benih berpengaruh nyata pada tolok ukur daya hantar listrik (DHL), namun tidak berpengaruh nyata pada tolok ukur berat jenis.

Tabel 7. Rekapitulasi Sidik ragam Kandungan Klorofil, Ukuran Benih, dan Permeabilitas Benih pada Berbagai Lot Benih Kedelai

Tolok Ukur Perlakuan

L KK

Klorofil ** 19.26

Ukuran Benih

Bobot 100 Butir ** 3.95

Bobot Kering Benih ** 5.33

Berat Jenis tn 7.46

Permeabilitas Benih

DHL * 27.01

Keterangan:

(37)

Tabel 8. Kandungan Klorofil, Ukuran Benih, dan Permeabilitas Benih pada Berbagai Lot Benih Kedelai

Lot

Tingkat Kemasakan

Varietas

Klorofil (nmol cm-2)

Ukuran Benih Permeabilitas Benih Bobot 100 Butir (g) Bobot Kering 10 Butir Benih (g) DHL ( mhos cm-1

g-1)

1 W 20.69 d 8.76 bc 0.830c 118.55abc A 7.78 de 11.71 a 1.087a 143.36a T 20.10 d 8.31 c 0.765c 119.58abc C 76.06 ab 9.13 b 0.835c 78.24c D1 66.52 bc 12.23 a 1.022a 92.02bc D2 60.07 c 9.20 b 0.860c 99.58abc 2 W 15.69 de 9.05 b 0.787c 110.48abc A 6.21 e 12.13 a 1.095a 134.43ab T 18.45 de 8.31 c 0.772c 98.39abc C 84.92 a 8.97 b 0.827c 72.35c D1 68.24 bc 11.74 a 0.985ab 138.83ab D2 67.61 bc 9.11 b 0.875bc 101.41abc Keterangan:

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α= 5%; W= Wilis; A= Anjasmoro; T= Tanggamus; C= Cikuray; D1= Detam 1; D2= Detam 2.

[image:37.595.110.510.125.391.2]
(38)

dibanding benih kedelai dengan fluoresen klorofil tinggi, sedangkan persentase kecambah yang mati dan abnormal meningkat dengan semakin meningkatnya fluoresen klorofil pada benih kedelai.

Fluoresen klorofil dapat digunakan untuk menentukan kemasakan dan kualitas pada benih Brassica oleracea (Jalink et al., 1998). Pada benih tomat kandungan klorofil dapat pula digunakan sebagai penciri masak fisiologis benih atau secara tidak langsung merupakan penciri mutu benih (Suhartanto, 2002). Menurut Suhartanto (2003) klorofil menurun seiring dengan pertambahan tingkat kemasakan hingga tercapai minimum. Pada percobaan ini, kedelai dengan varietas yang sama pada tingkat kemasakan 1 dan 2 tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata kandungan klorofil (Tabel 8), menunjukkan bahwa pada periode tersebut benih berada pada fase masak fisiologis. Tabel 8 juga menunjukkan tidak ada perbedaan nyata bobot kering benih antara tingkat kemasakan 1 dan 2 pada masing-masing varietas, demikian pula bobot 100 butir dan nilai DHL. Hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa baik pada tingkat kemasakan 1 maupun 2 benih berada pada fase masak fisiologis.

Kandungan klorofil baik pada tingkat kemasakan 1 maupun 2 menunjukkan adanya perbedaan antar varietas. Benih kedelai hitam yaitu varietas Cikuray, Detam 1, serta Detam 2 memiliki kandungan klorofil yang nyata lebih tinggi, baik pada tingkat kemasakan 1 maupun 2 dibandingkan benih kedelai kuning yaitu Tanggamus, Wilis, serta Anjasmoro (Tabel 8). Secara umum pada saat masak fisiologis benih kedelai hitam (Cikuray, Detam 1 dan Detam 2) memiliki kandungan klorofil cukup tinggi (60-85 nmol cm-2), sedangkan benih kedelai kuning (Wilis, Anjasmoro dan Tanggamus) memiliki kandungan klorofil yang rendah (6-21 nmol cm-2). Perbedaan kandungan klorofil ini diduga disebabkan oleh adanya perbedaan genetik. Pengaruh faktor genetik terhadap kandungan klorofil telah dikemukakan oleh Suhartanto (2002). Menurut Suhartanto (2002) benih-benih tomat yang berasal dari turunan varietas liar memiliki kandungan klorofil yang lebih tinggi dibanding varietas yang telah dibudidayakan.

(39)

dengan nilai terendah pada varietas Cikuray tingkat kemasakan 2 (72.35 mhos

cm-1 g-1) dan tingkat kemasakan 2 (78.24 mhos cm-1 g-1). Tolok ukur DHL merupakan tolok ukur untuk menduga Vigor daya simpan (VDS). Tabel 7 menunjukkan bahwa kedelai yang berkulit terang (kedelai kuning) cenderung memiliki daya hantar listrik lebih tinggi dibanding kedelai berkulit gelap (kedelai hitam). Menurut Sadjad (1994), adanya peningkatan DHL menandakan telah terjadi kebocoran elektrolit. Dengan semakin tinggi nilai DHL benih, berarti semakin besar kebocoran elektrolit yang menunjukkan semakin tinggi tingkat kemunduran benih, dan sebaliknya, dengan semakin rendah nilai DHL benih berarti semakin rendah tingkat kebocoran elektrolit yang menunjukkan semakin rendah tingkat kemunduran benih.

Adanya hubungan antara perbedaan genetik kedelai hitam dan kedelai kuning dengan vigor dan nilai DHL telah dipelajari oleh Panobianco (2007). Perbedaan genetik kedelai hitam dan kedelai kuning dengan vigor dan lignin kulit benih telah dipelajari oleh Marwanto (2003), tetapi hubungannya dengan kandungan klorofil masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Hubungan Antara Kandungan Klorofil dengan Tolok Ukur pada Pengusangan Cepat, Ukuran Benih, dan Permeabilitas Benih

(40)

Tabel 9. Nilai Korelasi Kandungan Klorofil dengan Tolok Ukur pada Pengusangan Cepat, Ukuran Benih, dan Permeabilitas Benih

Tolok Ukur Koefisien Korelasi(r)

Ketahanan Benih Setelah Pengusangan Cepat Pada J 48 jam

DB (%) 0.647tn

IV (%) 0.746tn

KCT (% etmal-1) -0.750

tn

Ukuran Benih

Bobot 100 Butir(g) -0.537tn

Bobot Kering Benih (g) -0.828* Permeabilitas Benih

DHL ( mhos cm-1 g-1) 0.074tn Keterangan:

tn = berpengaruh tidak nyata, * = berpengaruh nyata, taraf 5%

Menurut Suhartanto (2002), indikator bobot kering benih dan kandungan klorofil, keduanya dapat menjadi penciri masak fisiologis. Bobot kering benih mencapai maksimum saat benih masak fisiologis. Suhartanto (2003) menjelaskan bahwa saat benih tomat mencapai masak fisiologis, maka kadar klorofil benih minimal.

[image:40.595.104.496.123.290.2]
(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara kandungan klorofil dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat yang ditunjukkan oleh tolok ukur Daya Berkecambah, Indeks Vigor dan Kecepatan Tumbuh. Kandungan klorofil berkorelasi dengan bobot kering benih, diperoleh indikasi bahwa benih kedelai yang bobot keringnya rendah (berukuran kecil) memiliki kandungan klorofil yang tinggi atau sebaliknya. Varietas Cikuray dan Tanggamus memiliki ketahanan terhadap pengusangan cepat yang tinggi. Kedelai hitam cenderung memiliki kandungan klorofil lebih tinggi dibandingkan kedelai kuning.

Saran

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M.G., R. E. L. Naylor and S. Matthews. 2003. The effect ot ageing (using controlled deterioration) on the germination at 21 oc as an indicator of physiological quality of seed lots af fourteen Bangladeshi rice (Oryza sativa L.) cultivars. Pakistan Journal of Biological Science 6 (10): 910-917p.

Almela, L., F. Lopez, J.A. Candela, C. Egea and M.D. Aleazar. 1996. Change in pigments, chlorophylase activity, and chloroplast ultrastructure in ripening pepper for paprika. J. Agric. Food. Chem. 44(7): 1704-1711p.

Cicero, S.M., R. Van der Schoor and H. Jalink. 2009. Use of chlorophyll fluorescence sorting to improve soybean seed quality. Revista Brasileira de Sementes 31(4): 145-151p.

Copeland. L.O. and M.B. Mc. Donald. 2001. Principles of Seed Science and Technology. Fourth Edition. Kluwer Academic Publishers. London. 467p.

Davidek, J., J. Velisek, and Jan Pokorny. 1990. Cemeical Changes During Food Processing. Elsevier. Amsterdam.

Gross, J. 1991. Pigments in Vegetable, Chlorophills and Carotenoids. Van Nostrand Reinhold, New York.

Gitelson, A.A., Y. Zur, B. Olga, Chiv Kunova and M. N. Merzlyak. 2002. Assecing carotenoid content in plant leaves with reflectance spectroscopy. Photo Chemistry and Photo Biology 75 (3): 272-281p.

Harrington, J. F. 1972. Seed storage and longevity. P 145-254 In T. T kozlowsky (Ed.) Seed Biologi III. Academic Press. New York.

Hidayat, O.O. 1985. Morfologi Tanaman Kedelai, hal 73-84. Dalam S. Somaatmadja, M. Ismanadji, Sumarno, M. Syam. O. Manurung dan Yuswadi, (eds) Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan Bogor. Bogor.

ISTA. 1995. Controlled deterioration test, p. 70-80. In: J. G. Hamton, D. M. Tekrony (Eds.), Handbook of Vigour Test Method. Zurich. International Seed Testing Association.

(43)

______., R. Van der Schoor, A. Frandas and J.B. Bino. 1998. Chlorophyll fluorescence of the testa Brassica oleraceae seeds as an indicator of seed maturity and seed quality. 8 : 437-443p. Sci agric., 55: 88-93p.

______., R. Van der Schoor, Y.E. Birnbaum and J.B. Bino. 1999. Seed chlorophyll content as an indicator for seed maturity and seed quality. Acta Horticulturae 505: 219-227p.

Justice, O. and L. N Bass. 2002. Prinsip dan praktek penyimpanan benih. Terjemahan dari: principles and practices of seed storage. Penerjemah: Rennie Roesli. PT Raja grafindo persada. Jakarta.

Kruse, M. 1991. Application of normal distribution for testing the potential of controlled deterioration test. Crop Sci. 39: 1125-1129p.

Kuswanto, H. 1996. Dasar-dasar Teknologi, Produksi dan Sertifikasi Benih. ANDI. Yogyakarta. 192 hal.

Marwanto. 2004. Soybean seed coat characteristics and its quality losses during incubator aging and storage. Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 6(2): 57-65. Mavi K., 2010. The relationship between seed coat color and seed quality in

watermelon Crimson sweet. Hort.Sci. 37: 62–69p.

______. and I. Demir. 2007. Controlled deterioration and accelerated ageing test to predict seedling emergence of watermelon under stressfull condition and seed longevity. Seed Sci. and Tech. 35 (2): 445-459p.

Merzlyak M. N., A. A. Gitelson, O. B. Chivkunova, A. E. Solovchenko, and S. I. Pogosyan. 2003. Application of Reflectance Spectroscopy for Analysisof Higher Plant Pigments. Plant Physiology. 50(5): 704–710. Mugnisyah. W.Q. 1991. Strategi Teknologi Produksi Benih Kedelai untuk

Mengatasi Deraan Cuaca Lapang. Makalah Penunjang Seminar Nasional Teknologi Benih III. Univ. Padjadjaran Bandung. 10 hal.

Nurasa, T. 2007. Revitalisasi benih dalam meningkatkan pendapatan petani kedelai di Jawa Timur. J. Akta Agrosia. 1( 2):164-171.

Purwanti, S. 2004. Kajian Suhu Ruang Simpan Benih terhadap Kualitas Benih Kedelai Hitam Dan Kedelai Kuning. J. Ilmu Pertanian 11(1):22-31.

Sadjad, S. 1980. Panduan Pembinaan Mutu Benih Tanaman Kehutanan di Indonesia. Disertasi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 301 hal.

______. 1994. Kunatifikasi Metabolisme Benih. Grasindo. Jakarta. 145 hal.

______., E. Muniarti, dan S. Illyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif. Grasindo. Jakarta. 185 hal.

(44)

Suhartanto, M. R. 2002. Chlorophyll in tomato seeds: marker for seed performance. Dissertation. Wageningen University, The Netherlands.

______. 2003. Fluoresen klorofil benih : parameter baru dalam penentuan mutu benih. Bul. Agron. 31(1):26-30.

Sukarman dan M. Rahardjo. 2000. Karakter Fisik, Kimia dan Fisiologis Benih Beberapa Varietas Kedelai. Buletin Plasma Nutfah 6(2):31-36.

Tatipata, A., P. Yudono, A. Purwantoro, dan W. Mangoendidjojo. 2004. Kajian aspek fisiologi dan biokimia deteriorasi benih kedelai dalam penyimpanan. J. Ilmu Pertanian 11(2):76-87.

Viera, R.D. , D.M. Tekrony , D.B. Egli and M. Rucker. 2001. Electrical conductivity of Soybean seeds after storage in several environments. Seed Science and Technology.

(45)
(46)

Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kedelai

Varietas Cikuray

Cikuray merupakan hasil seleksi keturunan persilangan kedelai no 630 dan no 1343 orba

Warna hipokotil : ungu Warna daun : hijau muda Warna biji : hitam Warna bulu : coklat Warna kulit polong masak : coklat tua

Tipe tumbuh : semi determinate Tinggi tanaman : 60-65 cm

Umur berbunga : 35 hari Umur polong masak : 82-85 hari Kandungan protein : 35% Bobot 100 biji : 10 gram Kandungan lemak : 17% Produktivitas : 1.7 ton/ha

Varietas Detam 2

Nomor galur : 9837/W-D-5-211

Asal : seleksi persilangan galur introduksi 9837 dengan 0000000000000000000000000wilis

Tipe Tumbuh : determinit Warna hipokotil : ungu Warna epikotil : hijau Warna bunga : ungu Warna bulu : coklat tua Warna kulit polong : coklat muda Warna kulit biji : hitam

Warna hilum : coklat Warna kotiledon : kuning Bentuk daun : lonjong Bentuk biji : lonjong Kecerahan kulit biji : kusam Umur bunga : 34 hari Umur masak : 82 hari Tinggi tanaman : 57 cm Berat 100 biji : 13.54 gram Potensi hasil : 2.96 ton/ha Hasil biji : 2.46 ton/ha

Protein : 45.58 % bk

(47)

Varietas Detam 1

Nomor galur : 9837/K-D-8-185

Asal : seleksi persilangan galur introduksi 9837 dengan Kawi

Tipe tumbuh : determinit Warna hipokotil : ungu Warna epikotil : hijau Warna bunga : ungu Warna daun : hijau tua Warna bulu : coklat muda Warna kulit polong : coklat tua Warna kulit biji : hitam Warna hilum : putih Warna kotiledon : kuning Bentuk daun : agak bulat Bentuk biji : agak bulat Kecerahan kulit biji : mengkilap Umur bunga : 35 hari Umur masak : 82 hari Tinggi tanaman : 58 cm Berat 100 biji : 14.84 gram Potensi hasil : 3.45 ton/ha Hasil biji : 2.51 ton/ha

Protein : 45.36 % bk

Lemak : 33.06 % bk

Varietas Wilis

Wilis merupakan hasil seleksi keturunan persilangan orba dengan no 1682 Warna hipokotil : ungu

Warna epikotil : ungu Warna daun : hijau Warna biji : kuning

Bentuk biji : oval, agak pipih Warna bulu : coklat tua Warna kulit polong masak : coklat tua

Tipe tumbuh : semi determinate Tinggi tanaman : 60cm

(48)

Varietas Anjasmoro

Anjasmoro merupakan hasil seleksi massa dari populasi galur murni MANSURIA Galur : Mansuria 395-49-4

Warna hipokotil : ungu Warna epikotil : ungu Warna daun : hijau Warna biji : kuning Warna bulu : putih Warna bunga : ungu

Warna kulit polong masak : coklat muda Warna kulit biji : kuning

Warna hilum : kuning kecoklatan Tipe tumbuh : semi determinate Bentuk daun : oval

Ukuran daun : lebar Perkecambahan : 76-78% Tinggi tanaman : 64-68 cm Jumlah cabang : 2.9-5.6 Jumlah buku batang utama : 12.9-14.8 Umur berbunga : 35.7 – 39.4 hari Umur polong masak : 82.5 – 92.5 hari Kandungan protein : 41.78% - 42.05% Bobot 100 biji : 14.8 gram – 15.3 gram Kandungan lemak : 17.12%- 18.6%

Produktivitas : 2.03-2.25 ton/ha

Varietas Tanggamus

Tangamus merupakan persilangan tunggal antara kerinci dengan no 3911 Warna hipokotil : ungu

(49)

Lampiran 2.Kadar Air Benih Kedelai

Genotipe dan Tingkat Kemasakan KA(%)

Tanggamus 1 9.0

Tanggamus 2 10.2

Wilis 1 9.85

Wilis 2 10.94

Anjasmoro 1 9.5

Anjasmoro 2 10.0

Cikuray 1 9.8

Cikuray 2 11.02

Detam1-1 10.2

Detam1-2 9.94

Detam2-1 10.96

Detam2-2 10.1

Lampiran 3. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih dan Waktu Pengusangan terhadap Daya Berkecambah pada Pengusangan Cepat Benih Kedelai

Sumber Keragaman

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F hitung Pr>F

Lot (L) 11 27221.6000 2474.69091 18.67 0.0001**

Kelompok 3 1822.1333 607.3878 3.66

0.0139*

Galat a 33 4374.6667 132.5656 0.80

Waktu Pengusangan (J) 4 18361.7333 4590.4333 27.69 0.0001**

L x J 44 12227.0667 277.8878 1.68 0.01**

Galat b 144 23875.2000 165.8000

Total 239 87882.4000

(50)

Lampiran 4. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih dan Waktu Pengusangan 00000000000terhadap Indeks Vigor pada Pengusangan Cepat Benih Kedelai

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F

hitung Pr>F Lot (L) 11 357.3232 32.4848 15.70 0.0001** Kelompok 3 97.7474 32.5824 19.49 0.0001**

Galat a 33 68.2709 2.0688 1.24

Waktu Pengusangan (J) 4 267.9073 66.9768 40.05 0.0001** L x K 44 110.2353 2.5053 1.50 0.003**

Galat b 144 240.7885 1.6721

Total 239 1142.2828

KK = 19.90

Lampiran 5. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih dan Waktu Pengusangan 00000000000terhadap Kecepatan Tumbuh pada Pengusangan Cepat Benih 00000000000Kedelai Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F

hitung Pr>F Lot (L) 11 3771.1297 342.8299 20.13 0.0001** Kelompok 3 341.0083 113.6694 6.68 0.0012** Galat a 33 561.8862 17.0268 0.91

Waktu Pengusangan (J) 4 2077.1018 519.2754 27.62 0.0001** L x K 44 1448.9593 32.9308 1.75 0.0007** Galat b 144 2707.4314 18.8016

Total 239 10907.5169

KK=19.59

Lampiran 6. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Kandungan 00000000000Klorofil pada seed coat Benih Kedelai

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F

hitung Pr>F Lot (L) 11 39602.7508 3600.2501 53.26 0.0001** Ulangan 3 89.2331 29.7444 0.44 0.7259tn

Galat 33 2230.8867 67.6026

Total 47 41922.8700

(51)

Lampiran 7. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Bobot 100 Butir 0000000000 pada Benih Kedelai

Sumber Keragaman

Derajat

Bebas Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F

hitung Pr>F Lot (L) 11 106.0183 9.63800 63.05 0.0001** Ulangan 3 1.0247 0.34160 2.23 0.1032tn

Galat 33 4.8915 0.15280

Total 47 111.9346

KK=3.39

Lampiran 8. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Bobot Kering 0000000000 Benih pada Benih Kedelai

Sumber Keragaman

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F

hitung Pr>F Lot (L) 11 0.6355 0.0577 25.38 0.0001**

Ulangan 3 0.0073 0.0024 1.08 0.3772tn

Galat 33 0.0751 0.0022

Total 47 0.7179

KK= 5.32

Lampiran 9. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Daya Hantar 00000000000 Listrik pada Benih Kedelai

Sumber Keragaman

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F hitung Pr>F Lot (L) 11 23036.8306 2094.2573 2.42 0.0247* Ulangan 3 1601.3270 533.7756 0.62 0.6093tn Galat 33 28574.2393 865.8860

Total 47 53212.3969

(52)

Lampiran 10. Kadar Air Setelah Pengusangan Cepat Terkontrol

Lot Tingkat Kemasakan

Varietas

Kadar Air (%)

Waktu Pengusangan (Jam)

0 12 24 36 48

1 W 22.1 32.0 25.61 27.50 24.35

A 22.3 26.0 24.50 26.97 33.00 T 22.3 27.0 24.73 23.89 25.03 C 22.2 24.0 23.33 26.27 28.00 D1 22.7 20.6 22.29 21.73 22.76 D2 22.7 20.6 22.29 21.73 22.76

2 W 22.0 29.0 19.49 23.24 22.63

(53)

Lampiran 11. Pengaruh Waktu Pengusangan terhadap Daya Berkecambah pada Berbagai Lot Benih Kedelai

Keterangan : = Wilis; = Tanggamus; = Cikuray; = Detam 1; = Detam 2;

*

= Anjasmoro tingkat kemasakan 1; + = Anjasmoro tingkat kemasakan 2

Simbol tertutup = tingkat kemasakan 1 dan simbol terbuka= tingkat kemasakan 2

Lampiran 12. Persamaan Garis Kurva Kemunduran Benih Kedelai pada Tolok Ukur Daya Berkecambah

Tolok Ukur

Tingkat Kemasakan Varietas DB

1

Wilis y = -0.575x + 86.6 Anjasmoro y = -0.816x + 88.4 Tanggamus y = -0.275x + 87.0 Cikuray y = -0.450x + 85.8 Detam 1 y = -0.983x + 74.6 Detam 2 y = -0.408x + 88.2

2

(54)

Lampiran 13. Pengaruh Waktu Pengusangan terhadap Indeks Vigor pada Berbagai Lot Benih Kedelai

Keterangan : = Wilis; = Tanggamus; = Cikuray; = Detam 1; = Detam 2;

*

= Anjasmoro tingkat kemasakan 1; + = Anjasmoro tingkat kemasakan 2

Simbol tertutup = tingkat kemasakan 1 dan simbol terbuka= tingkat kemasakan 2

Lampiran 14. Persamaan Garis Kurva Kemunduran Benih Kedelai pada Tolok Ukur Indeks Vigor

Tolok Ukur

Tingkat Kemasakan Varietas IV

1

Wilis y = -0.883x + 73.2 Anjasmoro y = -0.866x + 58.6 Tanggamus y = -0.350x + 75.8 Cikuray y = -0.525x + 44.4 Detam 1 y = -0.766x + 40.8 Detam 2 y = -0.658x + 66.0

2

(55)

Lampiran 15. Pengaruh Waktu Pengusangan terhadap Kecepatan Tumbuh pada Berbagai Lot Benih Kedelai

Keterangan : = Wilis; = Tanggamus; = Cikuray; = Detam 1; = Detam 2;

*

= Anjasmoro tingkat kemasakan 1; + = Anjasmoro tingkat kemasakan 2

Simbol tertutup = tingkat kemasakan 1 dan simbol terbuka= tingkat kemasakan 2

Lampiran 16. Persamaan Garis Kurva Kemunduran Benih Kedelai pada Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh

Tolok Ukur

Tingkat Kemasakan Varietas KCT

1

Wilis y = -0.207x + 27.20 Anjasmoro y = -0.275x + 26.62 Tanggamus y = -0.081x + 28.51 Cikuray y = -0.157x + 24.74 Detam 1 y = -0.302x + 21.51 Detam 2 y = -0.161x + 27.29

2

(56)

HUBUNGAN ANTARA KANDUNGAN KLOROFIL

DENGAN KETAHANAN BENIH

TERHADAP PENGUSANGAN CEPAT PADA BEBERAPA

VARIETAS KEDELAI (

Glycine max

(L.) Merr.)

ARI WAHYUNI

A24060251

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(57)

Gambar

Gambar 1. Rangkaian Alat Pengujian Kandungan Klorofil
Tabel 1. Kriteria Panen Kedelai Kuning dan Hitam
Tabel 3. Pengaruh Ketahanan Lot Benih dan Waktu  Pengusangan Cepat terhadap Tolok Ukur Daya Berkecambah
Tabel 5. Pengaruh Ketahanan Lot Benih dan Waktu  Pengusangan Cepat terhadap Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh
+7

Referensi

Dokumen terkait

The effective interest rate is the rate that exactly discounts estimated future cash receipts or payments (including all fees and points paid or received that form

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ PENGARUH

Sedangkan dari 32 sampel kontrol, sebanyak 20 orang (62,5%) yang melakukan kebiasaan menggantung pakaian kotor.Uji statistik dengan menggunakan Chi-square, diperoleh hasil p

Protokol TCP (Transmission Control Protocol) dan IP (Internet Protocol) yaitu protokol yang mengatur komunikasi data dalam proses tukar-menukar data dari satu komputer

Abstract We examined behaviour management problems as predictors of psychotropic medication, use of psychiatric consultation and in-patient admission in a group of 66 adults

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, serta atas petunjuk dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Analisis Pengaruh Kupon

Sebagai bagian dari Kurikulum 2013 yang menekankan pentingnya keseimbangan kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan, kemampuan berbahasa Inggris yang dituntut dibentuk

Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum kita melakukan penelitian sebenarnya atau dengan kata lain sebelum kita terjun untuk mengum- pulkan data di