• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN ASURANSI TAKAFUL DI INDONESIA

B. Pengaturan Asuransi Takaful di Indonesia

Dimasa sekarang ini semakin banyak Perusahaan Asuransi berbasis syariah di Indonsia. Dalam perkembangannya asuransi syariah di Indonesiamengalami kemajuan yang sangat pesat khususnya karena di Indonesia didominasi oleh penduduk yang beragama muslim maka permintaan akan asuransi syariah semakin tinggi, apalagi asuransi ini disasarkan pada prinsip syariah.103

102Ibid, hal. 119

103Lihat, “Perkembangan Asuransi Syariah dari Masa keMasa”, April 2016)

41

Peraturan-peraturan yang berhubungan dengan industri asuransi di Indonesia, baru dapat dikutidengan baik sesudah tahun 1965.104

Adapun instansi-instansi yang pernah mempunyai kewenanga menangani industri asuransi sebelum tahun 1965 antara lain :

Sebelum tahun tersebut peraturan-peraturan yang pernah ada agak sulit di telusuri karena industri asuransi ditanganni oleh lebih dari satu departemen/institusi. Karena ditanganni oleh lebih dari satu institusi maka menimbulkan suatu mekansime kerja yang tidak koordinatif sehingga industri asuransi tidak dapat berkembang dengan baik.

105

1. Kementrian Perdagangan, sebagai instansi pendaftar usaha perusahaan asuransi.

2. Kementrian Keuangan, sebagai mengaur usaha perusahaan asuransi jiwa. 3. Kementrian Keuangan c.q. Biro Urusan Moneter II, sebagai instansi moneter

usaha-usaha asuransi yang berkaitan dengan proteksi.

4. Lembaga Alat Pembayran Luar Negeri (LAPLN), sebagai instansi pelaksana peraturan di bidang devisa dan pengawas, mengatur lalu lintas devisa yang berasal dari premi asuransi dalam hubungannya dengan reasuransi luar negeri.

Perubahan-perubahan yang terjadi atas struktur organisasi pemerintahan menyebabkan semua instansi tersebut di atas tidak lagi berfungsi dan oleh karena itu semua peraturan yang pernah dikeluarkan menjadi tidak berlaku lagi, pada tahun 1965 yaitu pada saat dibentuknya Departemen Urusan Perasuransian, terdapat kesatuan pengaturan di bidang industri asuransi.106

104Sri Rejeki Hartono, Op.Cit, hal. 234 105Ibid.

106 Ibid, hal.236.

Tindakan ke arah pengaturan dengan satu wadah tersebut dilandasi antara lain :

42

1. Pengalihan wewenang dari Kementrian Keuangan kepada Departemen Urusan Perasuransian, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. Y.A. 10/12/3./1964 tanggal 5 Oktober 1964.

2. Dibubarkannya Verzekering Kamer107

Ada 2 (dua) pihak yang terlibat dalam asuransi yaitu yang satu disebut penanggung dan pihak lain disebut tertanggung. Penanggung adalah pihak terhadapnya resiko tersebut dialihkan, yang seharusnya dipikul sendiri oleh tertanggung karena menderita suatu kerugian atas suatu peristiwa yang tidak tentu.

, dengan Keputusan Menteri Urusan Perasuransian No. 3/SK/1965, tanggal 13 September 1965.

108

Pihak tertanggung sebagai orang-orang yang berkepentingan mengadakan perjanjian asuransi adalah sebagai pihak yang berkewajiban untuk membayar premi kepada penanggung, sekaligus atau berangsur-angsur, dengan tujuan akan mendapat penggantian atas kerugian yang mungkin akan dideritanya akibat dari suatu peristiwa yang belum tentu akan terjadi.109

Pelaksanaannya, asuransi memiliki dasar ataupun landasan untuk berbuat atau tidak berbuat. Landasan ini merupakan payung hukum bagi asuransi dalam melakukan kegiatannya.110

1. Kitab Dalam Undang-Undang Hukum Dagang (“KUHD”) Dasar hukum tersebut diatur dalam :

KUHD ada dua cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan pengaturan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku I Bab 9 Pasal 246-286 KUHD yang berlaku bagi semua jenis

107Verzekering Kamer sebagai pelaksanaan mengatur usaha perusahaan asuransi jiwa

108 Sri Rejeki Hartono, Op.Cit, hal. 237 109 Ibid.

43

asuransi, Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 Pasal287-308 KUHD dan Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal 592-695 KUHD, dengan perincian sebagai berikut :111

a. Buku I Bab 9 : mengatur Asuransi Kerugian pada umumnya

b. Buku II Bab 10 : mengatur Asuransi terhadap bahaya kebakaran, terhadap bahaya yang mengancam hasil pertanian di sawah dan tentang Asuransi Jiwa. c. Buku III Bab 10 ini dibagi atas beberapa bagian yaitu :

1) Bagian Pertama mengatur asuransi terhadap bahaya kebakaran.

2) Bagian Kedua mengatur asuransi terhadap bahaya-bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian di sawah.

3) Bagian Ketiga mengatur asuransi jiwa.

d. Buku II Bab 9 mengatur asuransi terhadap bahaya-bahaya laut dan bahaya - bahaya perbudakan.

e. Buku II Bab 9 ini dibagi atas beberapa bagian yaitu :

1) Bagian Pertama mengatur tentang bentuk dan isi Asuransi.

2) Bagian Kedua mengatur tentang anggaran dari barang-barang yang diasuransikan.

3) Bagian Ketiga mengatur tentang awal dan akhir bahaya.

4) Bagian Keempat mengatur tentang hak dan kewajiban-kewajiban penanggung dan tertanggung,

5) Bagian Kelima mengatur tentang abandonnemen

6) Bagian Keenam mengatur tentang kewajiban-kewajiban dan hak-hak makelar di dalam asuransi laut.

111Ibid, hal.5

44

Pengaturan asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan yang didasarkan pada perjanjian antara tertanggung dan penanggung. Perjanjian tersebut menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan penanggung secarabertimbal balik. Sebagai perjanjian khusus, asuransi dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis asuransi. Pengaturan asuransi dalam KUHD meliputi substansi berikut ini :112

a. Asas-asas asuransi; b. Perjanjian asuransi; c. Unsur-unsur asuransi;

d. Syarat-syarat (klausula) asuransi; e. Jenis-jenis asuransi.

2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 (UU Perasuransian)

KUHD mengutamakan pengaturan asuransi dari segi keperdataan maka UU Perasuransian (Lembaran Negara Nomor 337 Tahun 2014 tanggal 17 Oktober 2014) mengutamakan pengaturan asuransi dari segi bisnis dan publik administrasi, yang jika dilanggar mengakibatkan pengenaan sanksi pidana dan administratif. Pengaturan dari segi bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hukum perasuransian dan perusahaan yang berlaku.

Pengaturan usaha perasuransian dalam UU Perasuransian ini terdiri dari 18 (delapan belas) bab dan 92 (sembilan dua) pasal mempunyai rincian substansi sebagai berikut:113

112Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal.18 113Ibid. hal. 19

45

a. Bidang usaha perasuransian meliputi kegiatan : 1) Usaha asuransi.

2) Usaha penunjang asuransi. b. Jenis usaha perasuransian meliputi :

1) Usaha asuransi terdiri dari asuransi kerugian asuransi jiwa, dan reasuransi. 2) Usaha penunjang asurasi terdiri dari pialang asuransi, pialang reasuransi,

penilai kerugian asuransi, konsultan akturia dan agen asuransi. c. Perusahaan Perasuransian meliputi:

1) Perusahaan Asuransi Kerugian. 2) Perusahaan Asuransi Jiwa. 3) Perusahaan Reasuransi. 4) Perusahaan Pialang Asuransi. 5) Perusahaan Pialang Reasuransi.

6) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi. 7) Perusahaan Konsultan Aktuaria. 8) Perusahaan Agen Asuransi. 9) Perusahaan Asuransi Syariah. 10)Perusahaan Reasuransi Syariah.

d. Bentuk hukum usaha Perasuransian terdiri dari : 1) Koperasi

2) Perseroan Terbatas. 3) Usaha Bersama (multual).

46

1) Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia

2) Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia bersama dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing.

f. Perizinan usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan

g. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian Menteri Keuangan mengenai :

1) Kesehatan keuangan perusahaan asuransi kerugian, perusahaan asuransi jiwa, dan perusahaan reasuransi.

2) Penyelenggaraan usaha perasuransian dan modal usaha

h. Kepailitan dan likuidasi perusahaan asuransi melalui keputusan Pengadilan Niaga.

i. Ketentuan sanksi pidana dan sanksi administratif meliputi :

1) Sanksi pidana karena kejahatan, menjalankan usaha perasuransian tanpa izin, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan kekayaan PerusahaanAsuransi dan Reasuransi, menerima/menadah/membeli kekayaan Perusahaan Asuransi hasil penggelapan, pemalsuan dokumen PerusahaanAsuransi, Reasuransi.

2) Sanksi administratif berupa: ganti kerugian, denda administratif, peringatan, pembatasan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha perusahaan. 3. Undang-Undang Asuransi Sosial

Asuransi sosial di Indonesia pada umumnya meliputi bidang jaminan keselamatan angkutan umum, keselamatan kerja, dan pemeliharaan kesehatan. Perundang-undangan yang mengatur asuransi sosial adalah sebagai berikut:114

47

a. Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Jasa Raharja) :

1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang. Peraturan pelaksanaannya adalah PeraturanPemerintah Nomor 17 Tahun 1965.

2) Undang-Undang 34 Tahuun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Peraturan pelaksanaanya adalah peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1965.

b. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek) :

1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial TenagaKerja (Jamsostek).

2) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1990 tentang PenyelenggaraanAsuransi Sosial Tenaga Kerja (Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 33Tahun 1977).

3) Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 tentang Asuransi SosialAngkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI).

4) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi SosialPegawai Negeri Sipil (ASPNS).

c. Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan (Askes)

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan Kesehatan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Penerima Pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta Keluarganya.

Berlakunya UU Perasuransian dan Perundang-undangan Asuransi Sosial disamping ketentuan Asuransi dalam KUHD, maka dianggap cukup memadai

48

aturan hukum yang mengatur tentang usaha perasuransian baik dari segi keperdataan maupun dari segi publik administratif.115

Menjalankan program asuransi syariah tidak lepas dengan dasar hukum yang menjadi pijakan prigram tersebut. Landasan hukum yang digunakan dalam asuransi syariah, secara umum berdasarkan penafsiran atas ayat-ayat Al-Quran, Hadis, dan pendapat para ulama. Pendirian asuransi syariah di Indonesia didasarkan pada beberapa landasan yaitu Landasan Syariah, Landasan Yuridis, dan Landasan Filosofis.116 Landasan syariah mengandung arti bahwa pendirian asuransi syariah merupakan implementasi dari nilai-nilai di dalam Al-Quran dan Al-Sunnah dan pendapat para ulama yang tertuang dalam karya-karyanya. Di bawah ini akan diuraikan sumber hukum Asuransi Syariah tersebut :117

1. Al-Quran

Secara tekstual dalam Al-Quran tidak satupun ayat menjelaskan mengenai asuransi. Akan tetapi dalam ayat-ayat tertentu terdapat dalil-dalil yang dapat diartikan dengan substansi yang dimaksud dengan asuransi itu sendiri. Ayat-ayat dalam Al-Quran yang berkaitan dengan asuransi adalah sebagai berikut :

a. Perintah Allah untuk menyiapkan hari depan

Q.S al-Hasyr ayat 18: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah keada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

115Ibid, hal. 22

116Yadi Janwari, Op.Cit, hal.7

49

b. Perintah Allah untuk saling menolong dan saling bekerja sama untuk saling membantu

Q.S. al-Maidah ayat 2 :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.

c. Perintah Allah untuk melindungi dalam keadaan susah

Q.S. al-Quraisy ayat 4 : “Yang telah memberi mkanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan megamankan mereka dari ketakutan.”

d. Perintah Allah untuk berusaha dan tawakal

Q.S. at-Taghabun ayat 11 : “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah mengetahui segala sesuatu.”

2. Hadis

Ada beberapa contoh-contoh hadis sebagai dasar hukum asuransi syariah : a. “Barang siapa melepaskan dari muslim suatu kesulitan di dunia, Allah

akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

50

b. “Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan mencintai bagaikan tubuh (yang satu; jikalau satu bagaian menderita sakit maka bagian lain akan turut menderita” (HR. Muslim dari Nu’man bin Basyir).

c. “Barang siapa mengurus anak yatim yang memiliki harta, hendaklah ia perniagakan, dan janganlah membiarkannya (tanpa diperniagakan) hingga habis oleh sedekahnya (zakat dan nafakah)” (HR. Tirmizi, Daraquthni, dan Baihaqi dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakenya Abdullah bin ‘Amr bin Ash).

d. “Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”(HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin’Auf)

e. “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.” (Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shawit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan Malik dari Yahya). 3. Pendapat Para Ulama.

Para ahli hukum Islam (fuqaba) menyadari sepenuhnya bahwa status hukum asuransi syariah belum pernah ditetapkan oleh pemikiran hukum Islam di zaman dahuku. Pemikiran mengenai konsep asuransi mulai muncul ketika terjadi akulturasi budaya antar Islam dengan budaya Eropa.118

118 Ibid, hal.43

Akan tetapi bila dicermati lebih dalam, akan ditemukan bahwa asuransi itu di dalamnya terdapat

51

kemaslahata, sehingga para ulama mengadopsi manajemen yang ada dalam asuransi dengan memasukkan prinsip-prinsip syariah.119

a. Kaidah-kaidah fikih tentang muamalah:

Berdasarkan hal tersebut para ulama mengeluarkan fatwa dan rekomendasi melalui Muktamar Ekonomi Islam yang berlangsng pertama kali di Mekkah pada tahun 1976. Kemudian rekomendasi tersebut dikutakan dengan pertemuan Majma Al-Fiqh Al-Islamy di Jeddah pada tanggal 28 Desember !985. para ulama sepakat agar umat Islam di seluruh dunia untuk menggunakan asuransi ta’wun. Para ulama juga telah memberikan ketentuan mengenai asuransi syariah, diantaranya terdapat pada:

Pada dasarnya, semua bentuk mu’amalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Segala mudharat harus dihindarkan sedapat mungkin. Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan.

b. Piagam Madinah

Rasulullah SAW mengundangkan sebuah peraturan yang terdapat dalam piagam madinah yaitu sebuah konstitusi pertama yang memperhatikan keselamatan hidup para tawana yang tinggal di Negara tersebut. Seseorang yang menjadi tawanan perang musuh, maka aqilah120 dari tawanan tersebut akan menyumbangkan tebusan dalam bentuk pembayaran (diyat) kepada musuh, sebagai pesanan yang memungkinkan terbebaskan tawanan tersebut.121

119 Ibid.

120Aqilah adalah Konsep asuransi Islam sejak Jaman Rasulullah SAW 121 Zainuddin Ali, Op.Cit, hal.45.

52 c. Fatwa Sahabat

Praktik sahabat berkenan dengan pembayaran hukuman (ganti rugi) pernah dilaksanakan oleh Umar bin Khattab. Beliau berkata :”orang-orang yang namanya tercantum dalam diwam tersebut berhak menerima bantuan dari satu sama lain dan harus menyumbang untuk pembayaran hukuman (ganti rugi) atas pembunuhan (tidak sengaja) yang dilakukan oleh salah satu seorang anggota masyarakat mereka.”

d. Ijma’

Para sahabat telah melakukan ittifaq (kesepakatan dalam hal ‘aqilahyang dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab). Adanya Ijma’ atau kesepakatan ini tampak dengan tidak adanya sahabat lain yang menentang pelaksanaan ‘aqilah ini. Jadi dapat disimpulkan bahwa telah terdapat ijma’ di kalangan sahabat nabimengenai persoalan ini.

e. Qiyas

Sebagaimana diketahui bahwa konsep asuransi yang dilakukan dewasa ini sama dengan ‘aqilah pada zaman pra Islam yang kemudian diterima oleh Rasulullah SAW menjadi bagian dari hukum Islam. Dengan demikian hukum asuransi itu diqiyaskan dengan demikian hukum asuransi ini diqiyaskan dengan hukum ‘aqilah.

f. Istihsan

Kebaikan dari kebiasaan ‘aqilah di kalangan suku Arab kuno terletak pada kenyataan bahwa sistem ini dapat menggantikan atau menghindari balas dendam berdarah yang berkelanjutan.

53 4. Menurut UU Perasuransian

Dari segi hukum positif Indonesia asuransi syariah berdasarkan pada UU Perasuransian. Undang-undang tersebut berlaku bagi asuransi konvensional dan asuransi syariah. Pedoman untuk menjalankan asuransi syariah terdapat dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (“DSN-MUI”) No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, fatwa tersebut dikeluarkankan karena regulasi yang ada tidak dapat dujadikan pedoman untuk menjalankan kegiatan asuransi syariah.122

DSN-MUI juga telah mengeluarkan fatwa lain yang berkaitan dengan asuransi syariah yaitu Fatwa No. 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Mudharabah Musytarakah pada asuransi syariah dan tentang Tabarru’ pada asuransi dan reasuransi syariah. Selain peraturan di atas masih ada peraturan lain yang berkaitan dengan asuransi syariah. Peraturan tersebut adalah Keputusan Menteri Keuangan (“KMK”) RI No. 426/KMK.06/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asurandi dan Perusahaan Reasuransi, KMK No. 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, KMK No. 422/KMK.06/2003 tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian, Peraturan Menteri No. 18/PMK.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Reasuransi dengan Prinsip Syariah, Perturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No : Per-06/BL/2011 tentang Bentuk dan Susunan Laporan serta Pengumuman Laporan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah, Perturan Ketua

122 Ibid, hal.46.

54

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No : Per-07/BL/2011 tentang Pedoman Perhitungan Jumlah Dana yang diperlukan untuk mengantisipasi risiko kerugian pengelolan dana Tabbaru’ dan perhitungan jumlah dana yang harus disediakan perusahaan untuk mengantisipasi risiko kerugian yang mungkin timbul dalam penyelenggaraan usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah. Dan Keputusan Direktorat Jendral Lembaga Keuangan No. 4499/LK/2000 tentang jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Reasuransi dengan sistem syariah.123

Dalam keputusan-keputusan di atas, telah diberikan defenis mengenai prinsip syariah dalam konteks asuransi syariah. Prinsip-prinsip tersebut adalah mengenai perjanjian yang berdasarkan dengan hukum Islam antara perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi dengan pihak lain. Dalam menerima amanah dengan mengelola dana perserta melalui kegitan investasi atau kegiatan lain yang diselenggarakan sesuai syariah.124

Akibat hukum yang muncul dalam pengaturan asuransi syariah adalah perbedaan dalam klausul asuransi. Artinya adalah pembatasan substansi dalam isi perjanjian. Contoh perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional yang berhubungan dengan pembatasan substansi adalah :

Dokumen terkait