Disampaikan oleh Bam’S YB1KO
III. PENGATURAN AWAL DAN PETUNJUK OPERASI :
Pertengahan 1994 seorang amatir radio dengan callsign ybØko mencoba merakit prototype Z - matcher ini menuruti skema dari artikel Bill Orr, W6SAI yang disebutkan pada tulisan terdahulu, adapun perakitan dilakukan dengan memanfaatkan
komponen bekas, a.l. dari bodolan SPC Transmatch yang pernah di homebrew sebelumnya, Untuk C1 dipakai Kapasitor Variable 150 pF ex Command Set (sisa zaman perang Korea tahun 50-an) yang lantas diparalel (di-padding) dengan kapasitor mica 200pF/2000KV, sedangkan untuk C2 dipakai 2 seksi dari Kapasitor Variable 3-gang dari zaman receiver tabung.
Karena paké komponen jaman baheula yang serba bongsor (gedé), begitu jadi dan dimasukin casing bekas SPC Transmatch, vital statistic (L x T x D)-nya jadi nyaris sama dengan transceiver tua TRIO TS120V yang waktu itu dipakai sehari-hari.
A. Pengaturan Awal :
Dalam melakukan pengaturan awal, perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
1. Untuk pekerjaan pengesetan awal, W6SAI mengatakan bahwa piranti Z-matcher ini bisa mencakup band dari 80 s/d 10m termasuk WARC bands, jadi begitu proses perakitan selesai yang pertama mesti dilakukan adalah meng-check cakupan frekuensi-nya, Kalau misalnya dengan rangkaian yang ada band 80m tidak bisa terjangkau, maka dapat dicoba terlebih dahulu untuk merenggangkan spasi antar lilitan atau menambah jumlah lilitan, atau memparalel masing-masing C dengan kapasitor 100-200 pF seperti yang disampaikan di awal tulisan ini.
2. Sementara itu, untuk proses sebaliknya tentunya harus dilakukan kalau coverage tidak sampai ke 10m, maka lilitan bagian atas L-1 harus sedikit dirapatkan, walaupun nampaknya hanya cakupan di 80-40m lah, yang biasanya lebih diprioritaskan karena kebanyakan di 2 band inilah dipakai berbagai versi compromising antenna. untuk di hi-band (20m keatas) akan lebih mungkin untuk naikin antena yang memang di rancang (dan ditala) khusus untuk masing-masing band, sehingga tidak harus menggunakan Matching unit apapun.
3. Adapun pemakaiannya, untuk mempercepat proses tuning (agar ‘tidak kelamaan mantheng carrier) sebaiknya diperiksa terlebih dahulu mengenai
dipakai (misalnya di 7.068 MHz untuk 40m atau 3.853 Mhz untuk 80m), kemudian putar C1 dan C2 (yang masing-masing semula di set di posisi tengah-tengah atau jam 12:00) bergantian sampai terdengar derau (noise) yang paling keras di receiver. Posisi ini biasanya sudah mendekati posisi resonant dan/atau matched yang dicari.
4. Sementara itu, posisi Switch transceiver harus berada ke posisi TUNE (kalau ada, atau switch ke posisi CW, tapi lantas kurangi DRIVE atau CARRIER sehingga power yang keluar sekedar cukup untuk menggerakkan jarum pada SWR meter (yang tentunya sudah di set pada sensitivity maksimum untuk band yang dipakai), kemudian pelan-pelan putar C2 sambil dipelothoti apakah SWRnya sudah mau turun.
5. Putar lagi C1 pelan-pelan untuk mendapatkan nilai kapasitans yang lebih besar (untuk mengoptimal-kan fungsi filtering dan penekanan frekwensi harmonisa), terus ikuti dengan memainkan C2 kembali, sampai mendapatkan SWR yang lebih rendah, jika tidak bisa mendapatkannya, maka putar posisi C1 ke nilai kapasitas yang lebih kecil dari posisi awal, dan ulangi proses ini sampai ketemu SWR < 1.5 : 1. Ini sih sudah cukup aman untuk kebanyakan HF transceiver, tapi buat yang masih penasaran silah melakukan jeda selama 1 – 2 menit untuk mendinginkan PA dan melakukan pengecekan di receiver, jika ada masalah, maka sebaiknya diulang dan kemudian teruskan proses tuning sampai ketemu posisi SWR 1 : 1.
6. Dari posisi ini Z-matcher mestinya akan mudah untuk dibawa QSY-ing ke atas atau ke bawah, karena hanya dibutuhkan sedikit sentuhan pada C2 untuk re-adjustment, sedangkan untuk C1 sekali posisinya untuk band tertentu sudah ketemu, biasanya ‘nggak perlu dirubah lagi untuk coverage sekitar 200-300 KHz di band tersebut. Catat posisi C1 dan C2 ini sebagai acuan, baru ulangi proses yang sama untuk mencari posisi penyetelan di band lain.
B. Uji coba
Setelah melakukan perakitan dan sekaligus penyetelan piranti Z-matcher, maka dapat dilakukan uji coba, dengan memperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut :
1. Amatir Radio dapat menggunakan 1/4λ 40m Ground Plane (dibikin dari kabel speaker Monster 2x50) yang dikèrèk ke ujung tower dengan 3 radials (yang akhirnya dicopotin sampai tinggal 1 saja), dengan feed point setinggi 4 - 5 mtr di atas tanah.
2. Sesudah beberapa hari dipakai sebagai monobander (dengan coax feeder), kemudian dapat dicoba untuk mengoperasikan sebagai multibander dengan menggantikan coax dengan open wire buatan sendiri, sepanjang 5 meteran ke Tuner.
3. Dengan asumsi pada kondisi instalasi yang sama (ketinggian feed point, ukuran antena dll) dan antena vertikal sebagai low angle radiator maka lebih berani untuk DX-ing daripada menggunakan antena horizontal, hal ini dapat dicontohkan ketika amatir radio ybØk mencoba masuk pada panggilan CQ DX dari Bill, VK6ACY di 3,7985 Mhz pada pagi hari (22:50 UTC) tanggal 20 Agustus 1994, dengan kondisi band yang marginal: QRM dari AM-ers, matahari mulai naik, high noise sebagai sisa-sisa hujan meteor Perseid -- yang waktu itu memang cukup mengacaukan semua ramalan cuaca dan propagasi -- dan juga dengan kondisi yang “almost at the bottom of sun spot cycle”,sekali panggil ternyata bisa masuk dengan MI 5.6/7 dan HIS 5.8/9 report (VK6ACY menggunakan Antena Dipole full size). Lumayan, karena dengan efisiensi dari antena yang cuma 1/8λ di 80m, di ujung antena sono sinyal dari rig/transceiver TenTec SCOUT 555 paling lama hanya bisa keluar sekitar 20- 25 W (dari Po max yang 50 W), kemudian juga dapat di amati masalah Daily ragchewing di 80 dan 40m selama yang digunkan beberapa bulan (sampai Oktober ‘94) dengan call area Ø - 9, 9M2, 9M8 dan DU lands dan occasional DX QSO di band lain, ternyata telah membuktikan bahwa konfigurasi Zmatcher + Multiband GP ini memberikan hasil yang jauh diatas ekspektasi semula, terutama di 80m mengingat panjang elemen yang tibangpas (secukupnya/sesuai kebutuhan) tersebut, dari hasil uji coba tersebut, dari kurun waktu awal penggunaan perangkat tersebut hingga Akhir Oktober ‘94 Ground Plane (yang karena dilepaskan radials-nya sehingga berubah bentuk dan fungsi jadi center-fed-bent-dipole atau L antenna) diganti dengan G5RV, yang gantian di feed lewat coax atau open wire-nya langsung dikonèk ke ATU, kemudian juga pada beberapa kesempatan dibawa WKG PORTABLE dengan berbagai make shift (asal jadi) antenna seperti end-fed random wire dan W3EDP - dengan open wire, coax atau TV feeder sebagai saltran-nya.
4. Adapun konfigurasi Scout 555 + Z-matcher + berjenis antena ini tetap unggul dan ringan saja dipakai hopping from band to band dari 80 s/d 15m (band yang ada di rig yang dipakai), walaupun di lokasi yang sikon sekitarnya tidak terlalu bagus.
I. Pendahuluan :
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat dibendung lagi dan terus berkembang pesat. Pada era globalisasi ini, Indonesia dituntut dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain terutama dalam perkembangan teknologi komunikasi. Bahasa sangatlah penting bagi perkembangan teknologi komunikasi. Bahasa merupakan media penyampaian buah pikiran seseorang agar diketahui dan memperoleh respon dari orang lain.
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi sendiri telah menimbulkan dampak dan pengaruh terhadap budaya pada masyarakat, baik berupa dampak positif maupun dampak negatif. Salah satu aspek kehidupan yang paling terpengaruh dengan perkembangan ini adalah aspek bahasa yang sedikit demi sedikit mengalami pergeser, tanpa adanya Bahasa dalam hal ini adalah bahasa Indonesia, maka
teknologi telekomunikasi dengan berbagai bentuk, khususnya dengan menggunakan pesawat radio pemancar ini, tidak dapat tumbuh dan berkembang.
Selain itu, keberadaan bahasa Indonesia juga terdapat di dalam struktur budaya, ternyata memiliki peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, maka akan cermat pula dalam berpikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran), sementara itu, Bahasa Indonesia juga sebagai bahasa nasional memiliki peran vital pada
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi komunikasi di Indonesia.