• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaturan hukum hak kebebasan berpendapat di Malaysia

BAB III UNDANG-UNDANG YANG MENGATUR HAK KEBEBASAN

B. Pengaturan hukum hak kebebasan berpendapat di Malaysia

1. Materi Muatan Hak Kebebasan Menyatakan Pendapat Dalam Perlembagaan Persekutuan.

Sebagai sebuah perbandingan dapat dilihat ketentuan di Malaysia. Pertama, penulis akan menjelaskan hak-hak asasi yang terkandung di dalam Perlembagaan Persekutuan Malaysia117atau Konstitusi Malaysia118. Konstitusi Malaysia119 mengatur mengenai HAM dalam Bab II tentang kebebasan asasi ditemukan 9 pasal HAM. Pelbagai hak disebut, bermula dengan hak kebebasan diri, larangan pengabdian dan kerja paksa, perlindungan dari undang-undang jenayah yang berkuat kuasa

116

Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran Dan Pengaturan Hak Asasi Manusia Di Indonesia, (Jakarta: Penerbit P. T. Alumni, 2006) hlm. 185

117

Perlembagaan Persekutuan Malaysia boleh dikatakan bermula semenjak Tanah Melayu berlindung di bawah naungan kerajaan Inggeris pada akhir abad ke-19. Lihat Mohd Salleh Abbas, Prinsip Perlembagaan Dan Pemerintahan Di Malaysia, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006) Cet. 3,hlm. 11. Lihat juga http://ms. wikipedia. org/wiki/Perlembagaan_Persekutuan,Tanggal 30. 03. 2011. Jam 12:08 Wib.

118

Seterusnya Perlembagaan Persekutuan Malaysia penulis akan menggunakan Konstitusi Malaysia.

119

Konstitusi Malaysia 1957 mengandungi 15 bab dan 183 pasal. Konstitusi Malaysia dapat dilihat,http://ms. wikipedia. org/wiki/Perlembagaan_Persekutuan,tanggal 30. 03. 2011 jam 11:46 WIB.

kebelakangan dan perbicaraan berulang.120 Hak politik hanya diatur dalam pasal 7 sampai pasal 10.121

Selain itu, Konstitusi Malaysia juga menjamin kebebasan beragama. Bab kebebasan beragama juga turut diperkuatkan lagi oleh aturan yang mengistiharkan Islam sebagai agama rasmi persekutuan. 122Hak mengenai pendidikan juga dimasukkan dalam bab kebebasan asasi123. Bab kebebasan asasi ini dikahiri dengan aturan yang menjamin hak terhadap harta124. Aturan ini mengatur mengenai hak seseorang mendapaTimbalan yang mencukupi sekiranya harta mereka diambil oleh pihak berkuasa.

Seterusnya hak kebebasan menyatakan pendapat diatur di dalam Konstitusi Malaysia pada pasal 10 ayat 1. Yang berbunyi “(a) Setiap warga negara adalah berhak

bebas bercakap dan mengeluarkan fikiran, (b) Semua warga negara adalah berhak berhimpun secara aman dan dengan tidak bersenjata”. Ayat 2, 3 dan 4 dari pasal ini dengan jelas menegaskan mengenai pembatasan terhadap aturan pasal 1. Pasal 10 ayat 2 berbunyi, “Parlemen boleh dengan undang-undang mengenakan: Ke atas hak-hak yang diatur oleh kurungan (a) Pasal (1), apa jua sekatan yang difikirkan harus atau penting demi kepentingan keselamatan Persekutuan atau mana-mana negeri bagian, ketemteraman awam untuk melindungi keistimewaan-keistimewaan Parlemen atau

120

Abdul Aziz Bari, Perlembagaan Malaysia, Asas-asas dan Masalah, (Selangor: Percetakan Dewan Bahasa Dan Pustaka, 2001) Cet 1, hlm. 184.

121

Misalnya hak persamaan di hadapan hukum dalam pasal 7 ayat 1 yang berbunyi,“semua orang adalah sama rata di sisi undang-undang dan berhak mendapat perlindungan yang sama rata di sisi undang-undang”.

122

Bab 1 Pasal 3,ayat 1, berbunyi “Agama Islam adalah agama rasmi bagi Persekutuan,setiap agama lain boleh diamalkan dengan aman dan damai di mana-mana negeri bagian”.

123

Pasal 12 124

mana-mana Dewan Negeri atau untuk mengelakkan penghinaan terhadap mahkamah,

fitnah, atau perbuatan untuk mengadu domba supaya dilakukan sesuatu kesalahan”. Abdul Aziz Bari125 mengomentari mengenai pembatasan dalam Konstitusi Malaysia ini sebagai hak asasi yang sia-sia. Beliau menambah, dalam laporan Suruhanjaya Ried126 tidak menampakkan kesungguhan dalam melindungi hak-hak yang dianggap asasi. Suruhanjaya ini seolah-olah beranggapan penafsiran terhadap hak-hak ini tidak perlu dirisaukan. Ia juga mengizinkan Parlemen menggangtung atau menghalangi hak-hak tersebut. Sekalipun aturan-aturan mengenai HAM kekal dalam Konsitusi, hak-hak tersebut tetap boleh dibataskan dengan undang-undang.127

Menurutnya lagi, sekalipun sekatan-sekatan tersebut sering dikritik, seperti dikatakan sebelumnya sekatan-sekatan ini diizinkan oleh Konstitusi sendiri, dengan kata lain Konstitusi seolah-olah membiarkan pemerintah yang menguasai Parlemen membuat sekatan sewenang-wenangnya. Contohnya walaupun kita mengakui pihak polisi diberi kuasa untuk mengawal perhimpunan awam, kita mempersoalkan kuasa mutlak mereka untuk melulus atau mencabut izin perhimpunan awam128 tanpa sebab. Kita juga mempersoalkan cara polisi meluluskan izin berkenaan, pihak-pihak lain yang

125

Prof Dr Abdul Aziz Bari merupakan ahli akademik,dosen undang-undang di Universitas Islam Antarabangsa Malaysia, lihat http://ms. wikipedia. org/wiki/Abdul_Aziz_Baric, diakses pada 30 Maret 2011,jam 14: 19 WIB.

126

Suruhanjaya Ried merupakan sebuah suruhanjaya bebas yang berperan merancang Perlembagaan bagi Persekutuan Tanah Melayu sebelum Tanah Melayu memperoleh kemerdekaan daripada Inggris pada Ogustus 1957. Suruhanjaya ini telah dinamakan sempena nama pengerusinya iaitu seorang hakim Mahkamah Rayuan England, Lord William Reid. Lihat di http://ms. wikipedia. org/ wiki/ Suruhanjaya_ Reid, Diunggah pada 30 Maret 2011,jam 14:08 WIB.

127

Abdul Aziz Bari, Perlembagaan Malaysia, Asas-asas dan Masalah, (Selangor: Percetakan Dewan Bahasa Dan Pustaka, 2001) Cet 1, hlm. 185.

128

di anggap pengkritik pemerintah seringkali susah untuk mendapat surat izin berkenaan. Alasan yang sering diberikan kerana keselamatan awam; sesuatu yang dianggap menjadi monopoli pihak berkuasa. Sekatan ini didakwa memberi dampak negatif kepada perkembangan minda dan demokrasi di negara ini.129 Aziz Bari membuat kesimpulan sekatan-sekatan yang diatur pada hakikatnya telah mengurangkan kedudukan Konstitusi sebagai undang-undang tertinggi negara.

Setelah kita melihat aturan yang diundang-undangkan di kedua Negara ini, terdapat perbedaan yang signifikan antara keduanya. Jika dari segi pembentukan aturan di Indonesia dilatarbelakangi oleh pemerintah diktator sejak pimpinan Soekarno sehingga digulingkan oleh mahasiswa pada tahun 1998. Hal ini telah memberi transformasi di dalam pembentukan perundang-undang yang seterusnya. Kelihatan jelas perbedaan undang-undang yang diatur sebelum reformasi dan selepas reformasi. Hak-hak yang diakaui secara universal diratifikasi oleh pemerintah Indonesia.

Kemudian hal yang berbeda yang berlaku di Malaysia, di mana pembentukan undang-undangnya tidak berlaku banyak perubahan semenjak kemerdekaan. Malahan mengambil sikap mempertahankan undang-undang yang telah dibentuk sejak dulu. Hal ini telah mempersempitkan ruang yang sepatutnya dinikmati oleh warga Malaysia. Kita melihat bahwa seharusnya undang-undang perlu mengikut perubahan sosial yang berlaku dalam masyarakat.

129

Abdul Aziz Bari, Perlembagaan Malaysia,Asas-asas dan Masalah, (Selangor: Percetakan Dewan Bahasa Dan Pustaka, 2001) Cet 1, hlm. 186.

2. Materi Muatan Hak Kebebasan Menyatakan Pendapat dalam Peraturan Perundang-Undangan

Hak kebebasan menyatakan pendapat dalam perundang-undangan di Malaysia tidak ditemukan aturan mengenainya secara khusus seperti UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di muka Umum. Penulis dapati jaminan Konstitusi Malaysia terhadap hak kebebasan menyatakan pendapat menyebar ke pelbagai undang-undang. Antara undang-undang yang terkait, UU Nomor 15 Tahum 1948 tentang Hasutan, UU Nomor 30 Tahun 1971 tentang Kolej dan Universitas, UU Nomor 82 Tahun 1960 Tentang Keselamatan Dalam Negeri, UU Nomor 296 Tahun 1958 tentang Ketenteraman Awam, UU Nomor 301 Tahun 1984 tentang Percetakan dan Penerbitan, dan UU Nomor 344 Tahun 1967 tentang Polisi.

Aturan mengenai mengadakan unjuk rasa diatur di dalam UU Nomor 344 Tahun 1967 Tentang Polisi. UU ini dengan jelas mempertegas bahwa apa jua bentuk unjuk rasa harus memohon surat izin dari polisi tempatan.130 Dengan UU ini polisi mempunyai kuasa absolut untuk meluluskan atau melarang untuk diadakan perhimpunan.

130

Selengkapnya pasal 27 ini menyatakan. “Setiap orang yang bermaksud untuk mengadakan atau mengumpulkan apapun atau rapat atau membentuk prosesi dalam tersebut di atas tempat umum,sebelum harus bersidang,mengumpulkan atau membentuk perakitan tersebut,pertemuan dengan polisi tempatan di mana perakitan tersebut,pertemuan atau prosesi yang akan mengadakan permohonan izin dalam nama itu,dan jika polisi tersebut merasa puas bahwa perakitan,rapat atau prosesi yang tidak mungkin akan merugikan kepentingan keamanan Malaysia atau apapun bagiannya atau untuk membangkitkan gangguan perdamaian,ia mengeluarkan lisensi dalam bentuk seperti yang mungkin ditentukan menetapkan nama dari lisensi dan mendefinisikan kondisi-kondisi di atas mana perakitan tersebut,pertemuan atau prosesi diijinkan: Asalkan polisi tersebut dapat dilakukan setiap saat dalam alasan apapun yang masalah lisensi dalam ayat ini dapat menolak,membatalkan lisensi tersebut”.

Dalam hal ini, banyak ahli akademik maupun ahli politik mengkritik aturan sedemikian. Kerana cenderung disalah gunakan. Abdul Aziz Bari dalam bukunya,

Politik Perlembagaan, mengatakan kuasa-kuasa budibicara yang diletakkan di tangan pihak-pihak pemerintah sering menyulitkan para pengkritik, sedangkan pihak pemerintah sering mendapat laluan mudahlm. Jadi partai-partai yang mempunyai hubungan dengan pemerintah amat mudah diluluskan apa jua permohonan, sedangkan partai-partai yang didukung oleh tokoh-tokoh pihak oposisi sering mendapat kesukaran, baik untuk memohon pendaftaran atau surat izin untuk berhimpun.131

UU ini juga mengatur mengenai permohonan surat izin harus dimohon oleh organisasi yang berdaftar, dan dilakukan oleh sekurang-kurang 3 orang yang bersangkutan.132 Mana-mana pihak yang mengadakan perhimpunan tanpa surat izin dianggap melanggar hukum.133 Hukum pidana yang bakal dikenakan kepada tersangka minimal 6 juta Rupiah dan maksimal 30 juta Rupiah atau dipenjara paling lama satu tahun.134

Seterusnya UU yang mengatur hal yang berkaitan aturan moral, diatur di dalam UU Nomor 15 Tahun 1948 Tentang Hasutan. UU ini mengatur mengenai kebebasan berpendapat dihadkan kepada kata-kata yang tidak menjadi fitnahlm. Kata-kata yang tidak menjadi hasutan (menghuru-harakan stabilitas politik). Kata-kata yang tidak

131

Abdul Aziz Bari, Politik Perlembagaan, Suatu Perbincangan Tentang Isu-isu Semasa Dari Sudut Perlembagaan Dan Undang-undang, (Kuala Lumpur: Institiut Kajian Dasar (IKD), 2005), Cet 1, hlm. 200. 132 Pasal 27 ayat 2 133 Pasal 27 134 Pasal 27 Ayat 8

mencerca pengadilan atau kata-kata yang melanggar hak keutamaan Parlemen dan Dewan Negeri.135 Sesiapa yang menyebut, menulis, mencetak, menjual atau menyiarkan perkataan yang mempunyai maksud hasutan adalah dianggap melakukan kesalahan yang boleh dihukum lima tahun penjara atau denda sebanyak RM 5000. 00.136

UU Nomor 82 Tahun 1960 Tentang Keselamatan Dalam Negeri sering dikaitkan dengan “penahanan tanpa bicara”137

terhadap seseorang yang dianggap perbuatannya, kelakuan, atau gerak-gerinya berbahaya kepada keselamatan negeri dan ketenteraman awam.138 Pasal 149 Konstitusi Malaysia telah mengizinkan Parlemen meluluskan undang-undang untuk menghalangi perbuatan-perbuatan yang menimbulkan huru-hara dalam negeri, atau perbuatan yang hendak mengkudeta pemerintah dengan tidak melalui undang-undang. Di bawah pasal 149 inilah UU Nomor 82 Tahun 1960 tentang Keselamatan Dalam Negeri diluluskan oleh Parlemen.139

Oleh kerana kuasa menahan orang tanpa bicara itu mungkin boleh disalahgunakan, maka pasal 151 Konstitusi Malaysia telah menetapkan beberapa syarat untuk mengesahkan undang-undang tentang penahanan ini. Syarat-syarat ini ialah seperti yang berikut: (a) Orang yang ditahan hendaklah dinyatakan sebab-sebab dia ditahan dan berhak mengemukakan alasan-alasan menentang penahanan tersebut. Dan dia berhak

135

Mohd Salleh Abbas, Prinsip Perlembagaan Dan Pemerintahan Di Malaysia, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006) Cet. 3,hlm. 301.

136

Pasal 3,UU Nomor 15 Tahun 1948 Tentang Hasutan. 137

Penahanan tanpa dibicarakan di pengadilan 138

Pasal 8 UU Nomor 82 Tahun 1960 tentang Keselamatan Dalam Negeri 139

Mohd Salleh Abbas, Prinsip Perlembagaan Dan Pemerintahan Di Malaysia, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006) Cet. 3, hlm. 297.

mengemukakan kenyataan tentang penahanannya, melainkan kenyataan yang dianggap membahayakan kepentingan negara; (b) Orang tersebut tidak boleh ditahan lebih daripada tiga bulan, melainkan penahanannya itu telah disyorkan kepada Yang di-Pertuang Agong140 oleh satu badan penasihat tentang hal ini. Sebelum syor dibuat, badan penasihat tersebut telah mempertimbangkan alasan-alasan yang dikemukakan oleh warganegara yang ditahan tersebut.

Bentuk lain kebebasan menyatakan pendapat adalah mengenai pers. Pers di Malaysia diatur dalam UU Nomor 301 Tahun 1984 tentang Penerbitan dan Percetakan.141 Perkara yang diatur dalam UU ini antara lain, siapa saja yang hendak membuka dan menggunakan mesin pencetak, dia hendaklah mendapatkan terlebih dahulu izin daripada Menteri Hal Ehwal Dalam Negeri,142 manakala jika ia hendak mencetak atau menerbitkan Koran, ia hendaklah mendapatkan surat izin terlebih dahulu daripada menteri tersebut.143 Dan jika koran yang diterbitkan tanpa surat izin daripada menteri berkaitan, koran tersebut tidak boleh dijual dan disiarkan kepada orang awam.144 Sekiranya pemberitaan koran tersebut mengandungi laporan-laporan yang tidak benar, maka menteri berkaitan berhak meminta kepada yang berkaitan memperbaiki laporan

140

Yang di-Pertuang Agong merupakan ketua Negara Malaysia. Jabatan ini diwujudkan mengikut Konstitusi Malaysia. Dalam menjalankan kuasa eksekutif,beliau terlebih dahulu meinta nasihat Perdana Menteri dan kabinet. Antaranya mengenai perlantikan dan pelucutan jabatan jemaah menteri dan merasmikan Dewan Parlemen. Lihat lanjut, Mahdi Shuid, Suzani Osman, dan Sazlina Othman, Teks Pra-U STPM, Sejarah Malaysia, (Selangor: Pearson Malaysia Sdn. Bhd, 2009) Cet 1, hlm. 262.

141

Sebelumnya pers di Malaysia diatur dalan UU Nomor 12 Tahun 1948 tentang Pencetak Surat Khabar.

142

Pasal 3,UU tersebut. 143

Pasal 5,UU tersebut. 144

yang salah tersebut.145 Setiap surat izin yang dikeluarkan akan tamat tempoh pada 31 Disember setiap tahun, maka setiap tahun surat izin tersebut harus diperbahurui jika masih tetap ingin beroperasi. Melainkan jika sudah dibatalkan sebelum sampai tanggal tersebut.

Bekas ketua Hakim Negara, Mohd Salleh Abbas146 mengomentari aturan ini bahwa, dengan jelas pemerintah mempunyai kuasa absolut untuk menutup mana-mana koran. Akhirnya pemerintah berjaya menghalangi apa jua desakan masyarakat awam. Walaubagaimanapun, beliau juga menegaskan bahwa tidak semestinya UU ini harus ditiadakan, bahkan penting supaya pemerintah dapat mengawal penerbitan koran secara haram yang mungkin akan menghuru-harakan stabilitas politik di Malaysia.147

Berbeda pula dengan pakar undang-undang Malaysia, Prof. Abdul Aziz Bari mengatakan bahwa aturan yang mengharuskan kepada pemilik koran memohon surat izin untuk menerbitkan koran seperti yang diundang-undangkan menunjukkan Malaysia tidak ada kebebasan pers. Beliau juga menambah, tidak semestinya undang-undang ini tidak bagus, akan tetapi apa yang beliau bimbangkan ialah UU ini cenderung kepada penyelewengan.148

Pada tahun 1971 satu undang-undang telah dikeluarkan oleh parlemen Malaysia

145

Pasal 13 146

Beliau dipecat dari jawatannya kerana beberapa kasus yang diputuskannya menyinggung pimpinan pemerintahlm. Lihat lanjut di http://ms.wikipedia.org/wiki/Krisis_ Perlembagaan _Malaysia 1988, Diunduh pada 28 Januari 2011,jam 17:30 WIB.

147

Mohd Salleh Abbas, Prinsip Perlembagaan Dan Pemerintahan Di Malaysia, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006) Cet. 3, hlm. 302.

148

Abdul Aziz Bari, Politik Perlembagaan,Suatu Perbincangan Tentang Isu-isu Semasa Dari Sudut Perlembagaan Dan Undang-undang, (Kuala Lumpur: Institiut Kajian Dasar (IKD), 2005), Cet 1, hlm. 203.

yaitu UU Nomor 30 Tahun 1971 tentang Kolej dan Universitas, yang merupakan UU ke- 30 dari 655 semua UU yang telah disahkan oleh parlemen hingga 5 April 2008.149 UU ini mengatur berbagai hal yang berhubungan dengan universitas dan kolej Universitas, seperti mengatur mengenai pembentukan, struktur organisasi Universitas dan Kolej universitas, etika dan disiplin mahasiswa. Akan tetapi ada beberapa pasal dalam UU ini mengatur mengenai larangan bagi mahasiswa untuk ikut berpolitik, yaitu misalnya dalam pasal 15 dan 16. Kedua pasal ini menyebutkan antara lain bahwa mahasiswa atau suatu organisasi perkumpulan mahasiswa tidak boleh mengadakan hubungan dan dukungan terhadap partai politik.

Dengan adanya UU ini telah timbul berbagai masalah yang melibatkan hak mahasiswa terutamanya dalam hak kebebasan berpendapat. UU ini bertujuan untuk mengontrol gerakan mahasiswa terutama dalam politik, membendung faham kesukuan serta membungkam potensi mahasiswa sebagai pengkritik pemerintah. UU ini mendapat banyak tentangan dari dosen-dosen dan mahasiswa yang merasakan hal itu, karena ini merupakan satu upaya pemerintah untuk menyekat aktivitas mahasiswa dalam politik luar kampus.150

Ini menunjukkan adanya pengekangan dan diskriminasi terhadap hak berpendapat mahasiswa, sehingga gerak-gerik mahasiswa dibatasi. Padahal mahasiswa adalah generasi muda yang dianggap memiliki kemampuan intelektual yang tinggi, kekuatan

149

http://www.agc.gov.my/agc/oth/listTLawbm_1.htm. Diakses pada tanggal 26 Juni pukul 15.30 WIB.

150

Riduan Mohamad Nor, Potret Perjuangan Mahasiswa dalam Cerminan Dekat, (Kuala Lumpur: Jundi Resourcer, 2007) Cet 1, hlm. 29.

semangat, cita-cita, dan idealisme serta mempu-nyai sikap kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah, sehingga mahasiswa diharapkan akan mampu memberikan perubahan untuk kemajuan bangsa.

Kita dapat melihat di berbagai negara bahwa adanya gerakan-gerakan yang bersifat radikal dan reformis kebanyakan dilakukan oleh para mahasiswa atau generasi muda. Misalnya reformasi yang terjadi di Indonesia tahun 1998 tidak lepas dari gerakan mahasiswa. Oleh karenanya ada suatu istilah yang sering digunakan dan ditujukan kepada mahasiswa bahwa mereka adalah sebagai agent of change.151

Ini terbukti dari sejarah perkembangan pergerakan mahasiswa di Malaysia, bahwa dalam dekade tahun 60-an gerakan mahasiswa di Malaysia telah mengalami zaman keemasannya, karena mereka dipuji dan dihormati bahkan suara mereka didengar oleh semua pihak. Akan tetapi setelah adanya UU ini, pada tahun 70-an gerakan mahasiswa tidak lagi bebas sehingga pada tahun 1974 terjadi peristiwa Baling yang mengakibatkan adanya penangkapan terhadap para aktivis mahasiswa.152 Bermula dari sini sehingga sekarang mahasiswa di Malaysia tidak lagi kelihatan „taringnya‟, karena mereka tidak memiliki kebebasan untuk bersuara terutama untuk mengkritik kebijakan pemerintah. Hal ini sebenarnya bukan berarti mahasiswa tidak mempunyai keberanian dan kemampuan untuk melakukan hal itu melainkan ini disebabkan karena adanya peraturan yang mengekang mahasiswa.

151

Mohd Harun Esa, Hak-hak Politik Mahasiswa dalam Akta Universiti dan Kolej Universiti (Perspektif Hukum Islam), Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008, hlm. 4.

152

C. Implementasi Hak Kebebasan Berpendapat di Indonesia dan Malaysia.

Secara umum, setelah sepuluh tahun ‟Reformasi‟ digulirkan di Indonesia, apakah Indonesia sudah mengalami kemajuan?. Terutama, apakah Indonesia telah membuat banyak catatan yang mengesankan di bidang hak-hak asasi manusia?. Pernyataan ini terasa sangat mendesak kerana ada semacam kecemasan pada saat ini bahwa reformasi itu mengalami kemandekan, banyak orang malah mengatakan reformasi telah gagal, dan Indonesia mengalami kemunduran.

Sekalipun demikian, jaminan perlindungan dan pemajuan hak asasi khususnya hak sipil dan politik mengalami kemajuan berarti dalam tataran normatif dan institusional. Terdapat berbagai produk hukum yang dimaksudkan untuk memberikan penghormatan dan perlindungan hak ini. Norma-norma umum hak asasi manusia dapat ditemukan di samping pada Amandemen UUD 1945, Tap MPR tentang hak asasi manusia. UU HAM dan pengadilan HAM, dan seterusnya ratifikasi enam instrument pokok hak asasi internasional. Menyangkut kebebasan berekspresi cukup terjamin pada UU tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat, UU Pers, dan terakhir UU Kebebasan. Memperoleh Informasi Publik Yang memperkuat hak untuk mengawasi keputusan publik.153

Melihat kepada implementasi hak kebebasan berpendapat di Indonesia, penulis mulakan dari pemerintahan rezim Soeharto, atau dinamakan pemerintahan Orde Baru (ORBA). Pada awal Orde Baru ada harapan besar bahwa akan dimulai suatu proses

153

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2008, Penegakan Hak Asasi Manusia dalam 10 Tahun Reformasi, (Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2008) Cet 1, hlm. 45.

demokratisasi. Banyak kaum cediakawan menggelar berbagai seminar untuk mendiskusikan masa depan Indonesia dan hak asasi. Akan tetapi euphoria demokrasi tidak berlangsung lama, kerana sudah beberapa tahun golongan militer berangsur-ansur mengambil alih pimpinan.

Dalam usaha mewujudkan stabilitas politik untuk menunjang ekonomi, pemenuhan berbagai berbagai hak politik, antara lain, kebebasan mengutarakan pendapat, banyak diabaikan dan dilanggar. Pengekangan terhadap pers dilakukan. Antara lain dengan dibuat aturan bahwa setiap penerbitan harus mempunyai Surat Izin Terbit (SIT) dan Surat Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Terjadi pembredelan terhadap

Sinar Harapan (1984) dan majalah Tempo, Detik, dan Editor (1994). Konflik di Aceh dihadapkan dengan kekerasan militer melalui Daerah Operasi Militer (DOM). 154 Banyak kasus kekerasan terjadi, antara lain Peristiwa Tanjung Priuk (1984) Peristiwa Trisakti. Akhirnya Presiden Soeharto dijatuhkan oleh para mahasiwa pada bulan Mei tahun 1998, dan Masa Reformasi dimulai.155

Setelah memasuki masa Reformasi, hak mengutarakan pendapat sangat berhasil. Berbagai kalangan masyarakat mengadakan seminar-seminar di mana pemerintah

154

Pemberlakukan DOM di Aceh pada tahun 1989 hingga tahun 1998 juga berdampak kepada ribuah rakyat Aceh menderita. Tercatat dari data yang dikeluarkan oleh Komnas HAM 20. 000 anak kehilangan orang tua dan 3000 perempuan kehilangan suami. Sepanjang tahun 1991-1998 tercatat oleh LBH Aceh terdapat 40 perempuan menjadi korban kekerasan dengan rincian 11 orang diperkosa, 26 orang dilecehkan secara seksual dan disiksa,sisanya meninggal. Hingga Juli 1998 masih terdapar 2. 168 kasus pelanggaran HAM yang belum terungkat diantaranya 179 kasus penganiyaan, 296 orang tewas, 594 orang hilang. Lihat lanjut http://anggara. org/2008/04/29/pernyataan-sikap-bersama-UU-ite-mengancam-kemerdekaan-berpendapat-dan-kebebasan-berekspresi-di-indonesia/. Diunduh pada 14/02/2011, jam 18:05 WIB.

155

dengan bebas dikritik, begitu juga dengan media massa dalam talk-show-nya dan berbagai LSM. Demonstrasi-demonstrasi melanda masyarakat, di antaranya ada yang berakhir dengan kekerasan. Lewat berbagai demostrasi, baik Presiden Habibie maupun Presiden Abdurrahman Wahid terpaksa meletakkan jabatan masing-masing pada tahun 1999 dan tahun 2001. Dan Megawati Soekarnoputeri pun tidak luput dari arus demonstrasi ini.156

Tahun-tahun pertama Reformasi ditandai oleh konflik horizontal, antara lain di Ambon, Poso, dan Kalimantan, di mana pelanggaran hak asasi manusia oleh kelompok-kelompok masyarakat sendiri. Aparat penegak hukum nampaknya tidak mampu atau tidak bersedia menangani berbagai sengketa ini. Mungkin juga ada rasa enggan kerana tuntutan masyarakat agar semua pelanggaran hak asasi menimbulkan keraguan di kalangan prajuit dan polisi di lapangan mengenai tindakan mana yang dibolehkan, dan

Dokumen terkait