• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN PENGGUNAAN ALAT BUKTI

C. Pengaturan Hukum Pidana Dalam Undang-Undang RI

Negara Indonesia telah membuat kebijakan yang berhubungan dengan hukum teknologi informasi (law of information technology) setelah diundangkannya Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada tanggal 21 April 2008 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Produk hukum yang berkaitan dengan ruang siber (cyber space) atau mayantara ini dianggap oleh pemerintah perlu untuk memberikan keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Kritik masyarakat baik

93

Olan Rinto, 2007. Prospek Penanganan Cyber Crime Dalam Kerangka Kerjasama Keamanan Asean, skripsi Universitas Hasanuddin, Makassar. hal 4.

44

dari akademisi, aparat penegak hukum, para bloggers terutama hackers pada saat disahkannya UU ITE adalah hal yang wajar di era demokratisasi seperti saat ini. Karena dalam merumuskan peraturan hukum dewasa ini harus mempertimbangkan secara komprehensif beragam dimensi persoalan. Di sini orang akan mempersoalkan hak-hak warga seperti kebebasan berekspresi, kebebasan media, dan masalah-masalah HAM seperti : persoalan privasi, hak untuk memperoleh informasi, dan sebagainya yang saat ini sangat diperhatikan dalam legislasi positif nasional. Di sinilah relevansi persoalan hak dan kewajiban menjadi penting.

Penanggulangan kejahatan mayantara tidak terlepas dari kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan istilah ”politik kriminal” menurut Sudarto politik kriminal merupakan suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan.94

Oleh karena itu tujuan pembuatan UU ITE tidak terlepas dari tujuan politik kriminal yaitu sebagai upaya untuk kesejahteraan sosial dan untuk perlindungan masyarakat. Evaluasi terhadap kebijakan di dunia mayantara tetap diperlukan sekiranya ada kelemahan kebijakan hukum pidana dalam perundang-undangan tersebut.

Menurut Barda Nawawi Arief, evaluasi atau kajian ulang ini perlu dilakukan, karena ada keterkaitan erat antara kebijakan hukum pidana perundang-undangan dengan kebijakan penegakan hukum dan kebijakan pemberantasan/ penanggulangan kejahatan. Kelemahan kebijakan hukum pidana, akan

94

45

berpengaruh pada kebijakan penegakan hukum pidana dan kebijakan penanggulangan kejahatan.95

Perumusan tindak pidana dalam UU ITE selalu diawali dengan kata-kata ”setiap orang” yang menunjukkan kepada pengertian orang. Namun dalam Pasal 1 sub 21 UU ITE ditegaskan, bahwa yang dimaksud dengan ”orang” adalah orang, perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum. Penegasan dalam pertanggungjawaban pidana terhadap badan hukum juga terdapat dalam penjelasan Pasal 2 UU ITE yang menyatakan badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia merupakan subjek tindak pidana UU ITE. Demikian pula dalam Bab XI tentang Dilihat dari perspektif hukum pidana maka kebijakan hukum pidana harus memperhatikan harmonisasi internal dengan sistem hukum pidana atau aturan pemidanaan umum yang berlaku saat ini. Tidaklah dapat dikatakan terjadi harmonisasi/sinkronisasi apabila kebijakan hukum pidana berada di luar sistem hukum pidana yang berlaku saat ini.

C.1. Subjek Tindak Pidana dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Perumusan tindak pidana dalam UU ITE selalu diawali dengan kata-kata ”setiap orang” yang menunjukkan kepada pengertian orang. Namun dalam Pasal 1 sub 21 UU ITE ditegaskan, bahwa yang dimaksud dengan ”orang” adalah orang, perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum. Penegasan dalam pertanggungjawaban pidana terhadap badan hukum juga

95

Barda Nawawi Arief, 2007 Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 214-215.

46

terdapat dalam penjelasan Pasal 2 UU ITE yang menyatakan badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia merupakan subjek tindak pidana UU ITE. Demikian pula dalam Bab XI tentang ketentuan pidana, dalam Pasal 52 ayat (4) yang mengatur tentang pertanggungjawaban korporasi. Dengan demikian subjek tindak pidana (yang dapat dipidana) menurut UU ITE dapat berupa orang perorangan maupun korporasi.

Pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi mengenai ketentuan terhadap kapan korporasi dikatakan telah melakukan tindak pidana dan siapa yang dapat dipertanggungjawabkan tidak diatur secara jelas dan khusus dalam UU ITE, tetapi Penjelasan Pasal 52 ayat (4) memberikan persyaratan terhadap subjek pertanggungjawaban korporasi untuk dikenakan sanksi pidana adalah yang dilakukan oleh korporasi dan/ atau oleh pengurus dan/ atau staf korporasi.

C.2. Perbuatan yang dilarang dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Dalam UUITE ini disebutkan dalam BAB VII tentang perbuatan yang dilarang yang terdapat dalam pasal 27 sampai dengan pasal 37. Tetapi di dalam prakteknya, pasal demi pasal ini dianggap rancu oleh masyarakat. Karena pasal-pasal ini tidak menerangkan dengan pasti maksud dari penjelasan pasal tersebut.

Pasal 27

1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik

47

dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian.

3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik.

4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

Pada ayat 1, dilarang untuk mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya suatu data (dalam hal ini data tersebut berbentuk informasi elektronik dan dokumen elektronik) yang memuat unsur-unsur asusila, definisinya pada pasal 1 UU ITE, yaitu :

1. Informasi Elektronik : merupakan satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail),

telegram, teleks, telecopy, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

48

2. Dokumen Elektronik : setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan, dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, dan sejenisnya yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk, tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi, yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.96

Sebenarnya pada ayat 1 ini terlihat jelas upaya negara untuk melindungi warga negaranya. Warga negara dapat terlindung dari suatu perbuatan yang menjadikan mereka sebagai korban yang misalnya mengedit suatu foto warga negara yang tidak tahu apa-apa menjadi foto seorang yang sedang melakukan tindakan asusila maupun melindungi warga negara dari suatu informasi elektronik yang mengandung tindakan asusila. Pada ayat 2, di sini juga terlihat upaya negara untuk melindungi warga negaranya dari bahaya tindakan penjudian online yang makin marak pada masa sekarang ini (karena teknologi semakin berkembang) serta untuk menekan laju perjudian online yang telah berkembang. Pada ayat 3, di sinilah mulai terjadi permasalahan. Pada ayat ini disebutkan tidak boleh mendistribusikan atau mentransmisikan data suatu informasi elektronik dan dokumen elektronik yang mengandung unsur pencemaran nama baik. Bagaimana kita tahu jika kita telah melakukan pencemaran nama baik, karena pencemaran

96

Lihat http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/11/mengenai-pasal-27-uu-ite/ Di akses pada tanggal 26 Juni 2012.

49

nama baik adalah salah satu hal yang diambil berdasar sudut pandang tertentu, Pada pasal 23 ayat 3 ini, sebenarnya sangat berhubungan dengan blogger dan orang yang seringkali mengikuti mailing list karena mereka biasanya memberitahukan suatu informasi dengan tujuan agar user/reader yang lain dapat mengambil suatu keputusan berdasarkan informasi yang diberikan oleh orang/blogger yang memposting informasi tersebut. Namun, ada kalanya informasi yang diberikan blogger (yang sebenarnya berharga untuk reader) dianggap sebagai salah satu cara untuk mencemarkan nama baik seseorang/organisasi tertentu. Mereka kadangkala menganggap hal ini sebagai pencemaran nama agar nama baik yang telah mereka bangun tidak cepat jatuh (meskipun kita tidak tahu, apakah ternyata informasi yang diberikan blogger

kepada reader sebenarnya adalah hal yang sebenarnya terjadi (sesuai fakta) atau tidak). Ayat ini juga dapat dipakai oleh seseorang/organisasi nakal karena tidak suka terhadap suatu orang/organisasi tertentu yang terus bersuara terhadap mereka dapat mereka kenakan ayat ini dengan alasan pencemaran nama baik. Pasal 27 ayat 3 ini terus menuai kontroversi, sehingga banyak orang yang menginginkan agar pasal ini mendapat judicial review.

Pasal 28

1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu

50

dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pasal ini didasari oleh adanya First Additional Protocol to the Convention on Cyber crime concerning the criminalization of acts of racist and xenophobic nature committed through computer system (2006), yang pada esensinya menghendaki jangan sampai ada penyebaran informasi yang bersifat menyebarkan rasa kebencian (hatred) ataupun permusuhan berdasarkan SARA melalui sistem komputer dan/atau internet.97

Pasal 29 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi

Pasal 30

1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun. 2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses

Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

97

Lihat http://wiki.harisonly.web.id/doku.php?id=cc_uuite di akses pada tanggal 26 Juni 2012.

51 Pasal 31

1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam surat Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.

2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.

3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah intersepsi secara tidak sah terhadap komputer, sistem, dan jaringan operasional komputer, hukuman: Setiap orang yang melanggar ketentuan pasal 31 UU ITE, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling Rp 800 juta (Pasal 47 UU ITE).98

98

Lihat http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id= 103&Itemid=103 diakses pada tanggal 26 Juni 2012.

52 Pasal 32

1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.

2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak. 3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang

mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya

Pasal ini merupakan kejahatan penyalahgunaan data (Data inference)

adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang dimana orang atau kelompok tersebut mengubah atau menyalahgunakan data yang sudah ada menjadi berbeda.99

Pasal 33

Hukuman setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 32 UU ITE, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 hingga 10 tahun dan/atau denda antara Rp miliar hingga Rp 5 miliar (Pasal 48 UU ITE).

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik

99

Lihat http://novaaaal.blogspot.com/2010/11/penyalahgunaan-data.html diakses pada tanggal 26 Juni 2012.

53

dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya Hukuman setiap orang yang melanggar ketentuan pasal 33 UU ITE, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda Rp10 miliar rupiah. (Pasal 49 UU ITE).

Pasal 34

1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:

a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;

b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.

2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.

Pasal ini disebut kejahatan penyalahgunaan alat Hukuman setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 34 UU ITE, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda Rp 10 miliar (Pasal 50 UU ITE).

54 Pasal 35

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

Pasal ini merupakan kejahatan perbuatan memanipulasi data sehingga menjadi data otentik. Hukuman setiap orang yang melanggar ketentuan pasal 35 UU ITE, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda hingga Rp 12 miliar (Pasal 51 UU ITE)

Pasal 36

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.

Pasal 37

Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.

C.3. Perumusan Sanksi Pidana dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Sanksi pidana dalam UU ITE dirumuskan secara kumulatif, dimana pidana penjara diakumulasikan dengan pidana denda. Ketentuan pidana dalam UU ITE

55

tertulis dalam Bab XI Pasal 45 sampai dengan Pasal 52, dengan rumusan sebagai berikut:

Pasal 45:

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29

dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 46 :

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

56 Pasal 47:

- Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 48:

(1) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(2) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(3) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 49:

- Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 50:

- Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

57 Pasal 51:

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Pasal 52:

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok.

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.

58

(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.

Perumusan tindak pidana kedua subjek hukum yang diatur dalam satu pasal yang sama dengan satu ancaman pidana yang sama dalam UU ITE hendaknya dipisahkan karena pada hakikatnya subjek hukum ”orang” dan ”korporasi” berbeda baik dalam hal pertanggungjawaban pidana maupun terhadap ancaman pidana yang dikenakan.

Perumusan secara kumulatif dapat menimbulkan masalah karena dengan perumusan kumulatif kaku. Sanksi pidana dalam UU ITE adalah antara pidana penjara dan denda yang cukup besar, tetapi tidak ada dalam redaksi pasal-pasal dalam UU ITE yang mengatur apabila denda tidak dibayar. Ini berarti, berlaku ketentuan umum dalam KUHP (Pasal 30), bahwa maksimum pidana kurungan pengganti adalah 6 (enam) bulan atau dapat menjadi maksimum 8 (delapan) bulan apabila ada pemberatan.

Apabila mengacu kepada Pasal 30 KUHP maka adanya ancaman pidana denda yang sangat besar dalam UU ITE yaitu antara Rp.600.000.000,00- (enam ratus juta rupiah) hingga Rp.12.000.000.000,00- (dua belas miliar rupiah), tidak akan efektif, karena kalau tidak dibayar hanya terkena pidana kurungan maksimal 8 (delapan) bulan. Bagi terdakwa, ancaman pidana kurungan pengganti denda itu mungkin tidak mempunyai pengaruh apa-apa, karena apabila denda itu dibayar, ia pun akan tetap terkena pidana penjara (karena diancamkan secara kumulatif). Oleh karena itu, kemungkinan besar ia tidak akan membayar dendanya

59

C.4. Aturan Pemidanaan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Aturan pemidanaan terhadap penyertaan, percobaan, permufakatan jahat, perbarengan, pengulangan dan alasan peringanan tidak diatur dalam UU ITE, Karena tidak diaturnya penyertaan, percobaan dan peringanan tindak pidana berarti dalam hal ini berlaku ketentuan umum yakni Bab I sampai dengan Bab VIII dalam KUHP.

Sebagaimana dimaklumi, aturan pemidanaan dalam KUHP tidak hanya ditujukan pada orang yang melakukan tindak pidana, tetapi juga terhadap mereka yang melakukan perbuatan dalam bentuk “percobaan”, “permufakatan jahat”, “penyertaan”, “perbarengan” , dan “pengulangan” . Hanya saja di dalam KUHP, “permufakatan jahat” tidak diatur dalam Aturan Umum Buku I, tetapi di dalam Aturan Khusus (Buku II atau Buku III). Pasal 52 UU ITE membuat aturan dimungkinkannya pidana tambahan dijatuhkan sebagai sanksi yang berdiri sendiri, yaitu:

Pasal 52:

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok.

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.

60

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.

Dokumen terkait