• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ASPEK HUKUM PENGIRIMAN TEBU DARI KEBUN KE

C. Pengaturan Hukum Terhadap Pengiriman Tebu

Peraturan hukum pengangkutan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang jasa pengangkutan. Istilah peraturan hukum (rule of law) dalam definisi ini meliputi semua ketentuan :

a. Undang-undang pengangkutan; b. Perjanjian pengangkutan;

c. Konvensi internasional tentang pengangkutan; dan

d. Kebiasaan dalam pengangkutan kereta api, darat, perairan, dan penerbangan.78

78

58

Pengiriman tebu dari kebun ke pabrik merupakan bagian dari pengangkutan yang dilakukan di darat. Dalam pengangkutan darat terdapat beberapa aturan hukum, yaitu :

1. Aturan dalam KUH Perdata dan KUH Dagang, yaitu dalam Pasal 1601 KUH Perdata dan Pasal 90 – Pasal 98 KUHD. Dalam Pasal 1601 KUH Perdata, terdapat perjanjian yang bersifat sementara atau pelayanan berkala. Hal ini sesuai dengan hubungan kerja antara pengirim dengan pengangkut yang tidak bersifat tetap melainkan hanya kadang kala saja, yaitu kalau pengirim membutuhkan pengangkutan untuk mengirim barang. Ketentuan mengenai pengangkutan darat yang terdapat dalam KUHD, khususnya pada Pasal 90 KUHD menyebutkan hal-hal yang perlu dimuat dalam suatu perjanjian pengangkutan, yaitu :

“Surat muatan merupakan perjanjian antara pengirim atau ekspeditur dan pengangkut atau juragan kapal, dan meliputi selain apa yang mungkin menjadi persetujuan antara pihak-pihak bersangkutan, seperti misalnya jangka waktu penyelenggaraan pengangkutannya dan penggantian kerugian dalam hal kelambatan, juga meliputi :

1. Nama dan berat atau ukuran barang-barang yang harus diangkut beserta merek-mereknya dan bilangannya;

2. Nama yang dikirimi barang-barang itu;

3. Nama dan tempat tinggal pengangkut atau juragan kapal; 4. Jumlah upah pengangkutan;

5. Tanggal penandatanganan;

6. Penandatanganan pengirim atau ekspeditur.

Surat muatan harus dicatat dalam daftar harian oleh ekspeditur.”

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 (LNRI Tahun 2009 No. 96) tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Selain Undang-undang tersebut, terdapat juga beberapa peraturan pelaksana, yaitu :

a) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan b) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan

Kendaraan Bermotor di Jalan

c) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan

d) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaran dan Pengemudi

e) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan

Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 menggantikan Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ketentuan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 memuat XXII Bab dan 326 Pasal yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan UU No. 14 Tahun 1992 yang hanya memuat XVI Bab dan 74 Pasal.79

Menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2009, kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel. Kendaraan bermotor umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk pengangkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran. Pengangkutan darat dengan kendaraan umum diadakan denngan perjanjian antara perusahaan pengangkutan umum dan penumpang atau pemilik barang.

Pengangkutan orang dengan kendaran bermotor umum wajib dilengkapi dengan dokumen meliputi tiket penumpang umum untuk angkutan dalam trayek,

79

60

tanda pengenal bagasi, dan manifes. Pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor umum wajib dilengkapi dengan dokumen yang meliputi surat perjanjian pengangkutan dan surat muatan barang (Pasal 166 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009).

3. Pengangkutan di darat dengan kereta api, diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (LNRI Tahun 2007 No. 65) tentang Perkereta Apian.

Pengangkutan darat dengan kereta api diadakan berdasarkan perjanjian antara badan penyelenggara pengangkutan dan penumpang atau pemilik barang. Karcis penumpang dan surat pengangkutan barang merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan antara pengangkut dan penumpang atau pengirim.80

Peraturan hukum mengenai pengangkutan tersebut harus memperhatikan asas-asas hukum pengangkutan yang menjadi landasan filosofis yang dibagi menjadi dua, yaitu asas hukum publik dan asas hukum perdata, sebagai berikut:

1) Asas Hukum Publik

Asas hukum publik adalah landasa undang-undang yang lebih mengutamakan kepentingan umum atau kepentingan masyarakat banyak yang dirumuskan dengan istilah atau kata-kata: manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, keserasian, keselarasan, kepentingan umum, keterpaduan, tegaknya hukum, kemandirian, keterbukaan dan anti monopoli, berwawasan lingkungan hidup, kedaulatan negara, kebangsaan, dan kenusantaraan, serta keselamatan penumpang dan cargo.

2) Asas Hukum Perdata

80

Asas-asas hukum perdata adalah landasan undang-undang yang lebih mengutamakan kepentingan pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan, yang dirumuskan dengan :

a) Asas perjanjian, mengandung makna bahwa setiap pengangkutan diadakan dengan perjanjian antara pihak perusahaan pengangkutan dengan penumpang atau pemilik barang.

b) Asas koordinatif, mengandung makna bahwa pihak-pihak dalam pengangkutan mempunyai kedudukan setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain.

c) Asas campuran, mengandung makna bahwa pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari penumpang atau pemilik barang kepada pengangkut.

d) Asas retensi, mengandung makna bahwa pengangkut tidak menggunakan hak retensi (hak menahan barang). Pengangkut hanya mempunyai kewajiban menyimpan baranng atas biaya pemiliknya.

e) Asas pembuktian dengan dokumen, mengandung makna bahwa setiap pengangkutan selalu dibuktikan dengan dokumen pengangkutan. Kecuali jika ada kebiasaan yang sudah berlaku umum.81

Selain aturan hukum yang bersifat umum tersebut, terdapat juga aturan khusus yang mengatur tentang pengangkutan, khususnya dalam perjanjian pengiriman tebu dari kebun ke pabrik. Aturan hukum tersebut dituangkan dalam bentuk Surat Perjanjian Pekerjaan Pemborong (SPPP) Panggul/Muat, Menumpuk/Mengumpul Tebu, dan Angkut Tebu TG. 2013/2014 DP. IV Kapveld G,H dan DP. V Kapveld I ± 27.182,82 Ton (Tenaga Kerja Lokal) Semester I Tahun 2014 Nomor SUTB/SPPP/X/45/SMT-I/2014.

Surat Perjanjian Pekerjaan Pemborong (SPPP) tersebut memuat beberapa ketentuan mengenai pengiriman tebu dari kebun ke pabrik. Para pihak telah sepakat dan mengikatkan diri, kemudian ketentuan-ketentuan dalam perjanjian tersebut menjadi aturan hukum bagi kedua belah pihak. Maka para pihak harus memenuhi tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan yang telah ada dan akan dikenakan sanksi apabila melakukan pelanggaran terhadap ketentuan tersebut.

81

62

Surat perjanjian tersebut memuat 21 (dua puluh satu) pasal yang menjadi aturan hukum dalam pengiriman tebu, pasal-pasal tersebut terdiri atas :

1. Pasal 1 tentang Dasar Perjanjian;

2. Pasal 2 tentang Jenis Dan Lokasi Pekerjaan; 3. Pasal 3 tentang Jangka Waktu;

4. Pasal 4 tentang Tata Tertib Panggul/Muat; 5. Pasal 5 tentang Syarat-Syarat Angkut Tebu;

6. Pasal 6 tentang Surat/Bon Pengantar Angkut Tebu; 7. Pasal 7 tentang Pengawasan;

8. Pasal 8 tetntang Target Harian; 9. Pasal 9 tentang Tarif;

10.Pasal 10 tentang Syarat-Syarat Pembayaran;

11.Pasal 11 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN 10%) Untuk Panggul/Muat dan Angkut Tebu;

12.Pasal 12 tentang Pajak Penghasilan;

13.Pasal 13 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK); 14.Pasal 14 tentang Ketentuan Denda Dan Sanksi;

15.Pasal 15 tentang Pengalihan Tugas Kepada Pihak Ketiga; 16.Pasal 16 tentang Pembatalan/Pemutusan Surat Perjanjian; 17.Pasal 17 tentang Resiko;

18.Pasal 18 tentang Keselamatan Dan Kesejahteraan Pekerja; 19.Pasal 19 tentang Perselisihan;

20.Pasal 20 tentang Force Majeure; dan 21.Pasal 21 tentang Penutup.

Sesuai dengan ketentuan dalam pasal-pasal dalam perjanjian tersebut, maka pihak pertama telah setuju untuk menyerahkan pekerjaan pengiriman tebu dari kebun ke pabrik kepada pihak kedua dengan memberikan upah atau ongkos angkut atas pekerjaan tersebut. Pembayaran ongkos angkut akan disesuaikan dengan Surat Pengantar Barang (SPB) dan lembar hasil penimbangan tebu. Dengan demikian maka target harian angkut tebu yang telah ditetapkan pihak pertama harus dapat dicapai oleh pihak kedua, apabila target tersebut tidak terpenuhi maka pihak kedua akan dikenakan sanksi denda.

Dokumen terkait