BAB II. PENGATURAN HUKUM TERKAIT BARANG BUKTI
A. Pengaturan Hukum Terkait Barang Bukti yang terdapat didalam KUHAP
dan tercapai tujuannya, yaitu tujuan hukum. Dalam penegakan hukum, terdapat tiga unsur penting yang perlu mendapat perhatian yaitu keadilan, kemanfaatan atau hasil guna dan kepastian hukum.27
Barang bukti merupakan suatu hal yang sangat penting perannya terutama di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana mengingat bahwa pengertian hukum acara pidana atau pidana formal adalah kumpulan peraturan-peraturan hukum yang memuat ketentuan-ketentuan mengatur soal-soal sebagai berikut:28
a. Cara bagaimana harus diambil tindakan-tindakan jikalau ada sangkaan, bahwa telah terjadi suatu tindak pidana, cara bagaimana mencari kebenaran tentang tindak pidana apakah yang telah dilakukan
b. Setelah ternyata bahwa ada suatu tindak pidana yang dilakukan, siapa dan cara bagaimana harus mencari, menyelidik dan menyidik orang-orang yang disangka bersalah terhadap tindak pidana itu, cara menangkap, menahan dan memeriksa orang itu.
27 Soedikno Mertokusumo, A. Pitlo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, (Bandung: Citra Aditya, 1993) h. 102
28 R. Soesilo, Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana Menurut KUHAP Bagi Penegak Hukum) (Bogor: Politeia, 1982) h.3
c. Cara bagaimana mengumpulkan barang-barang bukti, memeriksam menggeledah badan dan tempat-tempat lain serta menyita barang-barang itu, untuk membuktikan kesalahan tersangka.
d. Cara bagaimana pemeriksaan dalam sidang pengadilan terhadap terdakwa oleh hakim sampai dapat dijatuhkan pidana.
e. Oleh siapa dan dengan cara bagaimana putusan penjatuhan pidana itu harus dilaksanakan dan sebagainya, atau dengan singkat dapat dikatakan: yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan atau menyelenggarakan hukum pidana materiil, sehingga memperoleh keputusan hakim dan cara bagaimana isi keputusan itu harus dilaksanakan.
Serta menurut Soesilo Yuwono, bawa hukum acara pidana ialah ketentuan-ketentuan hukum yang memuat tentang:29
a. hak dan kewajiban dari mereka yang tersangkut dalam proses pidana;
b. tata cara dari suatu proses pidana:
1. tindakan apa yang dapat dan wajib dilakukan untuk menemukan tindak pidana
2. bagaimana tata caranya menghadapkn orang yang didakwa melakukan tindak pidana ke depan pengadilan;
3. bagaimana tata caranya melakukan pemeriksaan di depan pengadilan terhadap orang yang didakwa melakukan tindak pidana; serta
29 Soesilo Yuwono, Penyelesaian Perkara Pidana Berdasarkan KUHAP (Sistem dan Prosedur) (Bandung: Alumni, 1982) h.5
4. bagaimana tata caranya untuk melaksanakan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap
Selanjutnya, adapun fungsi hukum acara pidana ialah melaksanakan hukum pidana materill, artinya memberikan peraturan cara bagaimana negara dengan menggunakan alat-alatnya dapat mewujudkan wewenang untuk memidana atau membebaskan pidana. Rd. Achmad S. Soema Dipradja mengemukakan bahwa pada pokoknya hukum acara pidana mengatur hal-hal:30
1. Diusutnya kebenaran dari adanya persangkaan dilarangnya undang-undang pidana, oleh alat-alat negara, yang khusus diadakan untuk keperluan tersebut.
2. Diusahakan diusutnya para pelaku dari perbuatan itu.
3. Diikhtiarkan segala daya upaya agar pelaku dari perbuatan tadi dapat ditangkap, jika perlu untuk ditahan.
4. Alat-alat bukti yang telah diperoleh dan terkumpul hasil pengusutan dari kebenaran/persangkaan tadi diserahkan kepada hakim, demikian juga usaha agar tersangka dapat dihadapkan kepada hakim.
5. menyerahkan kepada hakim untuk diambil putusan tentang terbukti tidaknya daripada perbuatan yang diisangka dilakukan oleh tersangka dan tindakan atau hukuman apakah yang lalu akan diambil atau dijatuhkan
30 Rd. Achmat S. Soema Dipradja, Pokok-pokok Hukum Acara Pidana (Bandung: Alumni, 1977) h.16
6. Menentukan daya upaya hukum yang dapat digunakan terhadap putusan yang diambil hakim
7. Putusan yang pada akhirnya diambil berupa pidana atau tindakan untuk dilaksanakan.
Maka berdasarkan hal-hal diatas, dapatlah diambil kesimpulan bahwa tiga fungsi pokok hukum acara pidana yaitu:
1. Mencari dan menemukan kebenaran.
2. Pengambilan putusan oleh hakim.
3. Pelaksanaan putusan yang telah diambil.
Selain itu adapun tugas dan fungsi hukum acara pidana menurut alat perlengkapannya yaitu:31
1. Untuk mencari dan menemukan fakta menurut kebenaran.
2. Menerapkan hukum dengan keputusan berdasarkan keadilan 3. Melaksanakan keputusa yang adil.
Mengingat tentang tujuan hukum acara pidana ada pendapat bahwa tujuan hukum pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan. Bahwa setelah putusan pengadilan dijatuhkan dan segala
31 Bambang Poernomo, Pola dasar Teori dan Asas Umum Hukum Acara Pidana (Yogyakarta:
Liberty, 1988) h.29
upaya hukum telah dilakukan dan akhirnya putusan telah mempunyai kekuatan huum yang tetap, maka hukum acara pidana mengatur pula pokok-pokok cara pelaksanaan dan pengawasan dari putusan tersebut. Jadi, apa yang diatur dalam hukum acara pidana adalah cara-cara yang harus ditempuh dalam menegakkan melindungi hak-hak asasi tiap-tiap individu baik yang menjadi korban maupun pelanggar hukum.32
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak menyebutkan secara jelas mengenai apa definisi atau pengertian dari barang bukti. Namun dalam pasal 39 KUHAP disebutkan mengenai apa-apa saja yang dapat disita, yaitu:33
a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
b. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c. benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana;
d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
Barang Bukti dilakukan oleh penyidik dan dapat diperoleh dengan serangkaian cara yang telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Adapun cara-cara dalam memperoleh barang bukti ialah:
32 Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, (Bandung: CV Mandar Maju, 2001) h.1
33 Lihat pasal 39 ayat 1 KUHAP
1. Penyitaan.
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.34 Guna melakukan penyitaan, maka penyidik:35
a. Terlebih dahulu mendapat surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri, tetapi dalam keadaan yang sangat perlu mendesak, harus segera bertindak, dapat tanpa surat izin tersebut dengan kewajiban segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan negeri guna memperoleh persetujuannya. Dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat langsung melakukan penyitaan terhadap benda atau alat yang ternyata atau patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti, terhadap paket atau surat atau, benda yang pengangkutannya atau pengirimannya dilakukan oleh kantor pos dan telekomunikasi dan lain-lain perusahaan pengangkutan apabila barang-barang tersebut bagi tersangka atau berasal daripadanya
b. Berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang dapat disita untuk diserahkan kepadanya, sedangkan terhadap surat atau tulisan
34 Lihat pasal 1 ayat 16 KUHAP
35 Djisman Samosir, Hukum Acara Pidana, (Bandung: Nuansa Aulia, 2018) h.93
hanya terbatas pada surat atau tulisan yang berasal bagi tersangka. Dan penyitaan terhadap surat atau tulisan dari mereka yang berkewajiban merahasiakan sepanjang tidak menyangkut rahasia negara hanyalah atas persetujuan atau atas izin khusus Ketua Pengadilan Negeri
c. Sebelum melakukan penyitaan menunjukkan tanda pengenal kepada orang dari mana benda itu disita
d. Memperhatikan benda yang akan disita kepada orang dari mana benda itu disita atau keluarganya dan dapat minta keterangan tentang barang itu dengan disaksikan oleh Kepala Desa/Ketua Lingkungan dengan dua orang saksi.
e. Membuat berita acara penyitaan, setelah dibacakan diberi tanggal, kemudian ditandatangani oleh penyidik, orang yang bersangkutan atau keluarganya dan atau kepala desa/kepala lingkungan dengan dua orang saksi dan dalam hal orang dari mana benda itu disita atau keluarganya tidak mau membubuhkan tanda tangannya hal itu dicatat dalam berita acara dengan menyebutkan alasannya kemudian penyidik harus menyampaikan turunan dari berita acara itu kepada atasannya, orang dari mana benda itu disita atau keluarganya dan kepala desa.36
f. Membungkus benda sitaan, dan sebelumnya dicatat terlebih dahulu berat dan jumlah menurut jenis masing-masing, ciri maupun sifat khas, tempat, hari dan tanggal penyitaan, identitas dari mana benda itu disita dan hal-hal lain
36 Lihat Pasal 129 ayat 2, 3, 4 KUHAP
yang dianggap perlu dan kemudian diberi lak dan cap jabatan yang ditandatangani penyidik, dan apabila benda yang disita itu dibungkus, maka penyidik memberi catatan sebagaimana maksud dalam Pasal 130 ayat 1 KUHAP yang menyatakan bahwa benda sitaan sebelum dibungkus, dicatat berat dan atau jumlah menurut masing-masing, ciri maupun sifat khas, tempat, hari, dan tanggal penyitaan, identitas orang dari mana benda itu disita dan lain-lainnya yang kemudian diberi hak dan cap jabatan dan ditandatangani penyidik, yang ditulis daam label yang ditempelkan atau yang dikaitkan pada benda tersebut.37
Selain dengan Pasal 1 ayat 16 KUHAP tersebut secara tegas disebut bahwa barang-barang yang disita itu adalah untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan, tanpa menjelaskan apakah barang yang disita itu diperoleh dari kejahatan atau dipakai melakukan kejahatan. Akan tetapi kalau kita perhatikan Pasal 39 KUHP kita dapat mengetahui barang-barang yang disita itu ada penjelasannya, yaitu:38
a. Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan dapat dirampas
b. Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang.
37 Djisman Samosir, Op.Cit h. 95
38 Lihat Pasal 39 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
c. Perampasan dapat dilakukan kepada orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita.
Adapun mengenai macam sifat barang-barang yang dapat disita ialah sebagai berikut:
a. Barang-barang yang menjadi sasaran perbuatan yang melanggar hukum pidana seperti barang-barang yang dicuri atau yang digelapkan atau yang dapat secara penipuan.
b. Barang-barang yang tercipta sebagai buah dari perbuatan yang melanggar hukum pidana, seperti yang logam atau uang kertas yang dibikin oleh terdakwa dengan maksud untuk mengedarkannya sebagai uang tulen atau suatu tulisan palsu.
c. Barang-barang yang dipakai sebagai alat untuk melakukan perbuatan yang melanggar hukum pidana, seperti suatu pisau atau senjata api atau tongkat yang dipakai untuk membunuh atau menganiaya orang, suatu batang besi yang dibakai untuk membuat lubang di dinding suatu rumah dalam mana kemudian dilakukan pencurian perkakas-perkakas yang dipakai untuk membikin uang palsu.
d. Barang-barang yang pada umumnya dapat menjadi tanda bukti ke arah memberatkan atau meringankan kesalahan terdakwa, seperti suatu pakaian yang dipakai oleh penjahat pada waktu melakukan perbuatan yang
melanggar hukum pidana, atau suatu barang yang terlihat ada tanda pernah dipegang oleh penjahat dengan jarinya.39
Jika benda sitaan itu lekas rusak atau membahayakan sehingga tidak mungkin untuk disimpan di pengadilan memberikan putusan yang tetap atau apabila biaya penyimpanan benda sitaan itu terlalu tinggi maka dengan persetujuan dari tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan berupa:
a. Bila perkara masih ada di tangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat dilelang atau diamankan oleh penyidik atau penuntut umum dengan disaksikan tersangka atau kuasanya
b. Apabila perkara sudah ada di tangan pengadilan, makan benda tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.40 Adapun mengenai uang hasil dari pelelangan tersebut dipakai sebagai barang bukti.41 Dan mengenai benda-benda yang disita, apakah akan dikembalikan atau dimusnahkan, diatur dalam Pasal 46 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang pada pokoknya menyebutkan bahwa benda yang disita dikembalikan kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali
39 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, (Bandung: Sumur Bandung, 1970) h. 40
40 Djusman Samosir, Op.Cit. h. 97
41 Lihat Pasal 45 KUHAP
hakim memutuskan benda tersebut dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi.42
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat 16 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana bahwa yang berhak melakukan penyitaan itu adalah penyidik (polisi), sedangkan dalam HIR (Herzien Inlandsch Reglement) hak untuk melakukan penyitaan tidak hanya terbatas pada kewenangan polisi, melainkan juga merupakan kewenangan dari penuntut umum sebagaimana dapat kita abca pada Pasal 64 ayat 1 HIR yang pada pokoknya menyatakan bahwa jika melihat keadaan perbuatan yang dapat dihukum itu, keterangannya boleh jadi akan dapat diperoleh dari berbagai surat dan barang-barang yang ada pada si tertuduh, maka pegawai penuntut umum hendaklah dengan segera pergi ke rumah si tertuduh untuk mencari sekalian yang dapat dipakai uuntuk mencari kebenaran. Selanjutnya di dalam Pasal 64 ayat 2 HIR yang pada pokoknya menyatakan bahwa, tentang itu hendaklah membuat proses verbal dan merampas barang-barang yang dapat dicarinya itu yang mana-mana yang dapat dipakai untuk jadi bukti.43
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berwenang melakukan penyitaan itu hanyalah penyidik (polisi) sedangkan yang berwenang melakukan penyitaan menurut HIR adalah Polisi dan Penuntut Umum.
42 Ibid. Pasal 46 ayat 2 KUHAP
43 Lihat Pasal 64 Herzien Inlandsch Reglement (HIR)
Menurut Djisman Samosir perbedaan tersebut merupakan konsekuensi logis dari kewenangan untuk melakukan tugas penyidikan yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Tugas penyidikan itu hanyalah dilakukan oleh penyidik (polisi) sedangkan penuntut umum tidak mempunyai kewenangan melakukan penyidikan, kecuali danlam tindak pidana korupsi.
Selain itu tugas penyidikan itu sangat erat hubungannya dengan masalah penyitaan. Hanya penyidik yang berwenang melakukan penyidikan, sehingga tugas penyitaan otomatis menjadi tugas dari penyidik (polisi).44
2. Penggeledahan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana membedakan 2 (dua) jenis penggeledahan, yakni:45
a. Penggeledahan Badan
Yang dimaksud dengan penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan/atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita
b. Penggeledahan Rumah
Yang dimaksud dengan penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat terututp lainnya untuk
44 Djisman Samosir, Op.Cit. h.98
45 Lihat Pasal 32 KUHAP
melakukan tindakan pemeriksaan dan/atau penyitaan dan/atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Dari kedua definisi tersebut sangat jelas bahwa tujuan penggeledahan itu adalah untuk kepentingan penyidikan, sehingga sesuatu perkara itu semakin jelas dengan ditemukannya sesuatu barang bukti melalui suatu penggeledahan karena pentingnya penggeledahan itu dalam usaha menemukan bukti-bukti, maka dapat dimengerti kalau para penyidik perkara pidana dalam usahanya mencari bukti-bukti sering memasuki kediaman atau tempat tinggal sesorang tanpa izin terlebih dahulu, dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak.
Penggeledahan yang dilakukan penyidik itu terhadap rumah di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana disyaratkan harus ada izin ketua pengadilan negeri setempat.46 Dan diperbolehkan tanpa izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat jika dalam keadaan yang sangat mendesak dengan syarat harus segera melaporkannya kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat.47 Yang dimaksud dengan kata „segera‟ adalah waktu yang wajar pada kesempatan yang pertama apabila situasi dan kondisi sudah memungkinkan, dan terhadap permohonan persetujuan tersebut Ketua Pengadilan Negeri tidak boleh menolak.48 Hal ini dimaksudkan agar para penyidik tidak
46 Ibid. Pasal 31 ayat 1 KUHAP.
47 Ibid. Pasal 34 KUHAP
48 Mahkamah Agung RI, Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Umum dan Pidana Khusus, Buku II Edisi 2007 (Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2008) h.53
menyalahgunakan kekuasaannya dan juga guna menjamin hak asasi seseorang atas rumah kediamannya.
Lebih lanjut mengenai dalam hal keadaan terdesak, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana melalui Pasal 34 ayat 1 mengatur bahwa dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 33 ayat 5 yang pada pokoknya menyebutkan bahwa dalam waktu dua hari harus dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan kepada yang berkepentingan, penyidik dapat melakukan penggeledahan:
a. Pada halaman rumah tersangkah bertempat tinggal, berdiam atau yang ada diatasnya.
b. Pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada.
c. Di tempat tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya.
d. Di tempat penginapan dan tempat umum lainnya.49
Selanjutnya di dalam penjelasan pasal terebut dicantumkan tentang pengertian dari kata “dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak” yaitu bilamana ditempat yang akan digeledah diduga keras terdapat tersangka atau terdakwa yang patut dikhawatirkan segera melarikan diri atau mengulangi tindak pidana atau benda yang dapat disita dikhawatirkan segera dimusnahkan atau
49 Lihat Pasal 34 ayat 1 KUHAP
dipindahkan sedangkan surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri tidak mungkin diperoleh dengan cara yang layak dan dalam waktu yang singkat.
Misalnya saja seorang tukang copet yang sedang melakukan tindakannya di dalam sebuah bus yang sedang berjalan apabila penyidik terlebih dahulu harus meminta izin dari Ketua Pengadilan negeri, untuk melakukan penggeledahan terhadap tukang copet tersebut kita dapat membayangkan, usaha apa kiranya yang dapat dilakukan tukang copet tersebut untuk menutupi kesalahannya dengan jalan menghilangkan benda yang dicopetnya itu.
Oleh karena kejadian-kejadian semacam itu tidak jarang terjadi dewasa ini, maka tindakan penyidik untuk melakukan penggeledahan tanpa surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri merupakan upaya yang sungguh-sungguh baik dan dapat membantu kelancaran dari tugas penyidik.
Penyidik di dalam melaksanakan tugas penggeledahan itu kecuali dalam hal tertangkap tangan tidak diperkenankan memasuki:50
a. Ruang dimana sedang berlangsung sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, atau Dewan Perwakilan Daerah.
b. Tempat di mana sedang berlangsung ibadah atau upacara keagamaan.
c. Ruang di mana sedang berlangsung sidang pengadilan.
Setelah penyidik melakukan penyitaan ataupun penggeledahan terhadap rumah maupun badan, jika terdapat suatu barang yang menurut penyidik perlu untuk disita
50 Djisman Samosir, Op.Cit. h.92
maka barang tersebut akan diambil oleh penyidik dan menjadi sepenuhnya tanggungjawab Polisi sebagai penyidik.
Berdasarkan Pasal 44 KUHAP benda sitaan disimpan dalam Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara atau disingkat Rupbasan. Rupbasan adalah satu-satunya tempat penyimpanan segala macam benda sitaan yang diperlukan sebagai barang bukti dalam proses-proses peradilan termasuk barang yang dinyatakan dirampas berdasarkan putusan hakim dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun juga. Penyimpanan benda sitaan tersebut dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang dipergunakan oleh siapapun.
Gagasan dasar tentang amanah undang-undang untuk membentuk lembaga baru seperti Rupbasan adalah untuk tetap terpeliharanya benda yang disita dalam satu kesatuan unit. Kebijakan ini akan memudahkan dalam pemeliharaan danada pejabat tertentu yang bertanggung jawab secara fisik terhadap benda sitaan tersebut. Sehingga dengan pengelolaan dan pemeliharaan oleh Rupbasan kondisi atau keadaan benda sitaan tetap utuh dan sama seperti pada saat benda itu disita. Keutuhan benda sitaan sangat diperlukan bukan hanya untuk keperluan pembuktian saat pada proses peradilan, sehingga para saksi tetap dengan mudah mengenali benda sitaan tersebut sama seperti pada saat dlakukan tindak pidana atau ketika benda itu disita untuk dijadikan sebagai barang bukti, melainkan juga dimaksudkan untuk melindungi hak
milik tersangka dan terutama sekali hak milik pihak yang menjadi korban tindak pidana maupun pihak lain yang terkait dengan tindak pidana.51
Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) adalah satu-satunya tempat penyimpanan segala macam jenis benda sitaan. Secara struktural dan fungsional, berada dibawah lingkungan Departemen Kehakiman yang akan menjadi pusat penyimpanan segala barang sitaan dari seluruh instansi.
Tugas Kepala Rupbasan yaitu memimpin, membimbing, membina, mengendalikan dan mengarahkan seluruh kegiatan dan sumbersumber Rupbasan dalam mencapai tujuan tugas dan tanggung jawab. Menyimpan benda sitaan negara, mengkoordinasikan, memimpin dan mengawasi proses penerimaan, penyimpanan.
Keamanan dan tata tertib pengelolaan benda sitaan negara dan barang rampasan negara serta bidang fasilitas Rupbasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Adapun tugasnya ialah sebagai berikut:52
a. Menyusun rencana kerja yang bersifat menyeluruh dan sterategis kegiatankegiatan Rubasan baik jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang agar pelaksanaan tugas berjalan dengan baik dan lancar sesuai tugas dan tanggung jawabnya dan tujuan-tujuan organisasi.
51 Joelman Subadi, Tesis: Pengelolaan Barang Sitaan Negara Oleh RUBASAN, (Jakarta:
Universitas Indonesia, 2011) h. 40.
52 Sandy Wuwungan, Pertanggungjawaban Polisi Terhadap Barang Bukti Hasil Sitaan, Lex Crimen Vol. IV No.5 Juli 2015 h. 160
b. Mengkoordinasikan semua kegiatankegiatan satuan tugas yang ada dibawahnya.
c. Mengatur, membimbing, membina, para pejabat bawahan dan semua
c. Mengatur, membimbing, membina, para pejabat bawahan dan semua