• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaturan Patroli Setelah Perang Ahzab

BAB III INTELIJEN NEGARA DALAM KETATANEGARAAN ISLAM

B. Praktik Intelijen Pada Masa Nabi Muhammad Saw

4. Pengaturan Patroli Setelah Perang Ahzab

Perang Khandaq atau perang Ahzab,19 merupakan salah satu fase pemisah dalam peperangan-peperangan yang dilakuan oleh kaum Muslimin, antara perang dengan posisi yang bertahan (defensif) dengan posisi dimana kaum muslimin mengambil posisi sebagai penyerang (ofensif).

18

Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer., h. 133. 19

Disebut dengan nama Ahzab, karena berkumpulnya musuh Islam dari berbagai kalangan, yaitu dari kalangan masarakat Quraisy dan masyarakat Yahudi yang akan menyerang kota Madinah. Berkenaan dengan waktu terjadinya peristiwa tersebut, masih terjadi perbedaan pendapat. Menurut Ibnu Khaldun terjadi pada bulan Syawal, tahun ke-5 H, menurut riwayat Ibnu Umar dan ulama lain mengatakan peristiwa tersebut terjadi pada tahun ke-6, setelah Hijriah; 55 bulan setelah Nabi Hijrah. (Lihat: Syaikh Mahmud Syakir, Ensiklopedi Peperangan Rasullalah Saw., h. 169

Tumpulnya penyerangan pasukan koalisi mengakibatkan tidak tertembusnya benteng pertahanan kaum muslimin. Seiring dengan mundurnya pasukan koalisi, maka menandai berakhirnya kaum musyrikin Quraisy melakukan penyerangan terhadap daerah kaum muslimin serta sebagai titik dimulainya kaum muslimin melakukan peperangan dengan cara menyerang pihak lawan.20

Sekarang yang dihadapi kaum muslimin bukan lagi gangguan keamanan, melainkan perluasan kekuasaan di daerah-daerah. Oleh karena itu, maka perlu membentuk dinas rahasia yang tetap untuk memperoleh segala macam informasi tentang kegiatan berbagai suku yang telah ditundukkan, tetapi masih bermusuhan dengan pemerintah Islam pusat dan mengirim pasukan ekspedisi ke daerah sekeliling untuk menjaga perdamaian dan ketertiban.

Oleh karena itu, Nabi masih mempertahankan kebijakan patrolinya untuk mencapai tujuan kedua ini, dimana beliau lima belas kali mengirim pasukan patroli

sariyah.21 Selain itu, Nabi juga dua kali mengirim pasukan patroli ghazawat22

20

Syaikh Mahmud Syakir, Ensiklopedi Peperangan Rasullalah Saw., h. 176 21

Sariyah al-Qurata, Sariyah Ukhkashah bin Mihsan al-Asadi, Sariyah Dul Qassah, Sariyah bani Thalabah atau Abu Ubaidah al-Jarrah, Sariyah Zaid bin Harithah, Sariyah al-Jamum melawan Bani Sulaim, Sariyah Zaid bin Harits melawan al-Taraf, sariyah zaid bin Haritsah melawan Hismah, Sariyah Wadi al-Qura, Sariyah Umm Qirfah di Wadi al-Qura, Sariyah Abdullah bin Atiq melawan Abu Rafi, Sariyah Abdullah bin Ruwahah melawan Usair Ibn Razim, Sariyah al-Uraniyins, Sariyah Amir bin Umayyah, Sariyah Fadak.

22

Ghazawah Bani Lihyan (6 H), dengan tujuan menghukum penduduk Raji yang telah membunuh 10 pendakwah muslim. Dan Ghazwah al-Ghabah dengan tujuan mengejar Uyinah bin Hist yang telah merampas unta Muhammad dan membunuh putra Abu Dzarr

5) Pakta Pertahanan Hudaibiyah

Pada bulan Zulkaidah tahun ke-6 H, Rasulullah beserta 1400 rombongan menuju Madinah dengan tujuan melakukan umrah. Selain mengenakan baju ihram, Nabi dan sahabat juga membawa binatang qurban, sebagai tanda bahwa mereka datang untuk mengunjungi Ka’bah.

Namun pihak Quraisy yang mendengar kedatangan Rasulullah, sepakat untuk menghalang-halangi kaum muslimin memasuki Ka`bah. Dengan adanya penolakan dari pihak Quraisy, maka masing-masing kelompok mengirimkan utusannya dan menghasilkan enam butir kesepakatan.23

Setelah pengesahan persetujuan damai, Muhammad Saw dan para sahabatnya membawa binatang ternak dan menyembelihnya serta mencukur rambut. Walapaun beberapa syarat perjanjian perdamaian kelihatannya sangat merugikan kaum muslimin dan banyak para sahabat yang tidak senang bahkan marah atas syarat yang merendahkan Rasulullah, tetapi Rasulullah sangat puas dengan tercapainya perjanjian tersebut untuk mengurangi terbunuhnya kedua belah pihak dan memberikan waktu kepada orang Quraisy untuk berfikir.

23

Isi perjanjian Hudabiah: 1) tidak ada perang selama 10 tahun. 2) Nabi Muhammmad akan kembali tahun ini dengan sahabatnya, akan datang tahun berikutnya untuk mengunjungi Ka`bah, beliau akan tinggal selama tiga hari dengan pedang yang disarungkan. 3) tidak akan ada pencurian dan perilaku yang kurang pantas. 4) siapa pun yang ingin membuat pakta dengan Nabi Muhammad dengan membuat suatu perjanjian dengannya dapat melakukannya. 5) siapa pun yang datang pada Muhammmad tanpa izin pengawasannya akan kembalikan dan siapa pun diantara sahabat Muhammad yang datang pada pihak Quraisy tidak akan di kembalikan. 6) kafilah dagang Quraisy yang sering melewati Madinah tidak akan digangggu. Lihat: Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer., h. 147-148.

Perjanjian Hudaibiyah praktis mengakhiri permusuhan antara orang kafir Quraisy dengan orang Muslim. Walaupun demikian Muhammmad Saw tetap tidak mengurangi kewaspadaannnya terhadap kegiatan, baik terbuka maupun yang tersembunyi, aktual maupun potensial dari pihak musuh. Oleh karena itu, Muhammmad Saw sepenuhnya menyadari sikap musuhnya, dan tidak lalai untuk melanjutkan sistem patrolinya.

C. Perkembangan Intelijen Pasca Nabi Muhammad Saw

Dalam sejarah paradaban manusia, tercatat banyak sekali pejabat negara dalam menjalankan tugas kenegaraannya meninggal karena dibunuh oleh lawan politiknya, pemberontak maupun masyarakat yang kurang puas dengan kebijakan-kebijakan politiknya. Nabi Muhammmad sendiri pun dalam permulaan dakwahnya (periode Makkah).24 Selama kurang lebih 13 tahun tidak luput dari berbagai intimidasi, ancaman teror dan berbagai rencana pembunuhan yang bertubi-tubi oleh orang-orang kafir Quraisy, seperti yang dilakukan Suraqah dan Umar sebelum masuk agama Islam25 .

Setelah meninggalnya Nabi Muhammad Saw, kepemimpinan umat Islam diamanahkan kepada Abu Bakar (632-634 M). Dalam waktu kepemimpinannya yang

24

Debby M Nasution, “Kedudukan Militer Dalam Islam Dan Perananya Pada Masa Rassulullah Saw”, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 2003), cet, II, h. 63

25

Heri Sucipto, Ensiklopedi tokoh Islam: dari Abu Bakr hinggga Nasr dan Qordhawi, (Jakarta: Hikmah, 2003)., h. 40

relatif singkat, ia banyak disibukkan dalam perang Riddah26 . Dengan berbekal informasi yang telah dikumpulkan oleh Intelijen, Khalifah Abu Bakar dapat memadamkan pemberontakan dengan kearifan dan pengampunan, sehingga dapat menyatukan kembali suku-suku di Arabia.27

Setelah wafatnya Khalifah Abu Bakar, Umar bin khatab didaulat sebagai Khalifah ke dua umat Islam (634-644). Di bawah kepemimpinan Umar bin Khatab, bidang militer mengalami kemajuan yang signifikan. Dengan komandonya, pasukan Islam melakukan perluasan wilayah, sampai ke Irak, Syria dan Mesir. Selain itu pasukan Islam pun mampu mengalahkan pasukan Persia dalam perang Qadisiyyah (637 M), Perang Yarmuk (369) di Palestina Utara, serta menaklukkan seluruh Syria, Palestina, dan Mesir pada tahun 641.28

Dibalik kesuksesan Umar bin Khatab mengorganisir militer, terutama di peperangan menghadapi musuh Islam, namun khalifah Umar bin Khatab gagal memfungsikan dinas Intelijen untuk mengatisipasi segala kemungkinan yang terjadi di dalam negeri. Hal ini terbukti ketika Umar bin Khattab meninggal ditikam oleh Abu Lu`lu`ah, seorang

26

Perang Riddah adalah perang melawan kemurtadan dan pemberontakan yang dilakukan oleh sebagian besar suku Badui yang tergabung oleh konfederasi Islam. Ini murni bersifat politik dan ekonomis. Setelah wafanya Nabi Saw (632 M), perjanjian mereka hanya berlaku dengan Nabi Muhammad Saw dan tidak dengan penerusnya. Sebagai pembenaran dari pemberontakan itu, para pemimpin pemberontak sering mengaku sebagai Nabi dan mengarang wahyu. (Lihat: Karen Armstrong, Sejarah Islam Singkat, (Yogyakarta: el-Banin Media, 2008), h. 36

27

Karen Armstrong, Ibid., h. 36 28

Majusi, budak Mughirah Ibn Syu’bah, ketika sedang menunaikan shalat Subuh di Masjid pada tahun 13 H.29 Hal ini juga terjadi pada Khalifah Usman Bin Affan, ketika para Intelijen gagal mengantisipasi al-Ghafiri dan Sudan bin Hamran dalam perencanaan pembunuhan terhadap Khalifah Usman.30

Berikutnya, pada zaman tabi’in (pengikut). Dari sekian banyak variasi bentuk intelijen dan militer peninggalan peradaban Islam, adalah munculnya fenomena tentara bayaran sebagai penopang utama sebuah pemerintahan, seperti yang terjadi pada zaman Kekhalifahan Fatimiyah di Mesir.31

Masa pemerintahan dinasti ini berlangsung hampir dua abad lamanya, antara tahun 909 M hingga 1171 M. Nama Fatimiyah yang mereka pakai adalah sebagai ‘klaim’ bahwa penguasa dinasti ini adalah keturunan Nabi Muhammad Saw dari Fatimah.

Mereka terpaksa memakai tentara bayaran ini sebagai intelijen dan militer, agar dapat memusatkan pemerintahannya di Mesir yang merupakan penganut Syiah Ismailiyah. Sebab saat itu pengikut Syiah adalah kelompok minoritas, karena mayoritas penduduk Mesir menganut Islam suni.

Tentara bayaran oleh Kekhalifahan Fatimiyah ini juga dipakai sebagai jalan keluar untuk melanggengkan kekuasaan karena warga Mesir yang memang tidak suka

29

M. Yusuf al-Kandahlawy, Kehidupan Para Sahabat Rasullah Saw, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993), jilid II, h. 27

30

Harapandi dan Mansur, Pendidikan Politik: Arkeologi Genesis Sistem Politik dan Administrasi Pemerintahan Islam Masa Khulafah Al Rasidun , (Jakarta: Pustaka Irfani, 2005), h. 53

31

kepadanya. Selain itu, juga dipakai sebagai alat untuk membasmi berbagai pemberontakan. Adapun tentara bayaran ini adalah resimen kulit hitam atau Zawila yang direkrut dengan cara membeli dari pasar budak yang pada saat itu banyak bermunculan di Afrika, terutama di pusatnya yang berada di dekat Danau Chad.32

Puncak prestasi dari legiun bayaran yang berfungsi sebagai intelijen dalam militer dinasti Fathimiyah ini adalah ketika mereka berhasil menguasai pusat Dinasti Abbbasiyah, di kota Baghdad pada tahun 1058 M. Salah satu hasil rampasan perang yang sempat didapatkan sebagai tanda takluk dari penguasa Baghdad saat itu adalah sebuah jubah peninggalan Nabi Muhammad Saw.33

Berikutnya ada tahun 1300 M, Kekhalifahan Utsmani kian memperluas kekuasaannya ke seantero jagad. Eropa pun berhasil ditaklukkan kerajaan yang awalnya berpusat di barat laut Anatolia itu. Kesuksesan Utsmani menguasai wilayah ini ditopang teknologi militer modern dan tercanggih di zamannya.

Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad II, Kerajaan Utsmani bahkan sudah mulai mengembangkan senjata meriam. Teknologi meriam yang dikembangkan pada era kejayaan Utsmani tersebut terbilang paling mutakhir. Pengembangan teknologi

32

Ketika menaklukan Mesir, seorang Khalifah Fatimiyah, memerintahkan Jauhar Jauhar al- Shaqaly membangun kota baru, yang diberi nama Kairo. Bahkan mantan budak yang juga intelijen ini mendirikan sebuah perguruan tinggi Islam terbesar di dunia, yaitu Al-Azhar di Kairo. Perguruan ini pada berawal dari sebuah masjid yang bernama Al-Azhar yang dibangun pertamakali pada tanggal 24 Jumadil Ula tahun 359 H atau pada bulan April, 970 M. Kegiatan pembangunan ini baru selesai enam tahun kemudian atau tepatnya pada 365 H / 976 M. (Lihat Ruswandi, Ilmu Militer Dalam Peradaban Islam, Harian Republika; Selasa, 08 April 2008).

33

senjata ini dilakukan menyusul terjadinya Perang Salib I. Saat itu umat Islam terutama Turki berperang melawan pasukan tentara Salib (crusader).34

Keberhasilan Turki dalam menguasai hampir sebagian dunia dan menancapkan kekuasaannya di Eropa tidak lain berkat bantuan sederet desainer dan insinyur yang mumpuni di bidang teknologi persenjataan. Beberapa ahli meriam yang termasyhur yang bergabung dalam tim artileri itu antara lain, Saruca Usta dan Muslihiddni Usta. Bahkan tak sedikit pula non-Muslim bergabung dalam kelompok artileri. Artinya secara tidak langsung, orang-orang inilah yang menjadi jasus (mata-mata) khusus dalam bidang militer saat itu. Tentu dengan bergabungnya orang-orang miskin yang tak puas dengan kebijakan Byzantium ini sangat menguntungkan pihak Turki Utsmani karena dengan mudah menyusupkan mereka pada pihak lawan, terutama Eropa untuk menaklukkan Konstantinopel,-ibu kota Byzantium. Dengan demikian pasukan tentara Utsmani mengepung dan menjebol benteng pertahanan musuh.

Pada era Khalifah Mamluk bidang militer itu berkembang pesat. Sedangkan, pada zaman Salahudin, kemajuan bidang militer juga mengalami perkembangan pesat. Mulai dari keberhasilan menaklukkan Yerusalem35 dengan penggunaan panah, mesin-mesin perang saat itu, seperti mangonel (pelempar batu), alat pendobrak, menara-menara pengintai, penempatan pasukan di medan perang, dan cara membuat baju besi. Adanya menara pengintai di sini menunjukkan, intelijen pada saat itu telah digunakan untuk

34

Heri Ruslan, Teknologi Militer Khilafah Ustmani, Harian Republika; Rabu, 12 Maret 2008 35

melihat sejauh mana aktivitas dan kelemahan lawan. Selain berperan sebagai pengintai, intelijen pada saat itu juga memiliki kemampuan taktik perang, organisasi militer, tata cara pengepungan, dan formasi tempur.

Adapun pada masa Sultan Saljuk: Malikiyah juga telah membentuk jasus mata- mata, kurir dengan komposisi etnik dalam pasukan. Selain itu, mereka juga diajarkan kemampuan militeristik perang, seperti taktik menangani sandera, persiapan senjata, dan peralatan untuk berperang.

Berikutnya adalah masa perkembangan intelijen dalam negara Islam pasca runtuhnya Turki Utsmani pada 24 Oktober 1924. Berakhirnya kekuasaan Utsmani, membawa dampak yang luar biasa dalam sejarah dunia Islam. Karena banyak dari berbagai negara yang tergabung dalam kekhalifahan, akhirnya keluar dan memilih menjadi nation state (Negara bangsa).

Begitu juga dengan berbagai Negara di Timur Tengah. Berdasarkan alasan-alasan politik dan suku bangsa Timur Tengah mencakup Negara-negara Afrika, seperti Libya, kefanatikan agama dan rasial menjadi salah satu penyebab revolusi yang saling susul menyusul. Begitu juga yang terjadi di Iran, Irak, Al-Geria, Kuwait, Maroko, Tunisia dan negara-negara lain juga melaksanakan metode yang sama dan untuk alasan yang sama, walapun dalam skala yang lebih kecil.36

36

Pada Perang Dunia II meletuslah dua elemen kekuatan yang sama-sama berselingkuh dengan Reza Pahlavi: Inggris dan Jerman. Reza Pahlavi kebingungan menentukan pilihan. Para ahli strategi menyarankannya agar bersikap netral dan Inggris punmarah. Dibantu Rusia, pasukan Inggris menginvasi Iran pada 1941 dan mencopot paksa mahkota Reza Pahlevi. Selanjutnya Inggris mengangkat Muhammad Reza Pahlevi untuk melanjutkan kekuasaan sang bapak. Muhammad Reza Pahlavi menunjukkan ketaatan yang lebih tulus.37

Saat Muhammad Reza Syah berbangga karena Iran dijuluki sebagai The Bridge of

Victory oleh Pasukan Sekutu, Khomeini mempublikasikan hasil-hasil kuliahnya tentang

pelbagai isu polemis berjudul Kasyf al-Asrar (Kunci Pembuka Rahasia). Dalam buku ini, dia membidik Barat, terutama Inggris dan AS, sebagai penyebab penderitaan Iran secara khusus dan dunia Muslim secara umum. Dia juga menceritakan kelahiran Israel dan bahaya jangka panjangnya bagi keamanan Timur Tengah.

Awal 1950, sejumlah intelektual nasionalis menuntut hengkangnya pasukan asing dari tanah Iran. Di hadapan Parlemen (yang sejak Era Qajar diberi nama Majlis), Dr. Mohammad Mossadeq, mengajukan mosi tidak percaya terhadap kekuasaan Muhammad Reza Pahlavi.

Tahun 1951, Badan Intelijen Inggris menggamit Amerika Serikat, dan meyakinkan Presiden Eisenhower bahwa Mossadeq beraliansi dengan Partai Komunis Tudeh di Iran.

37

Ayatullah al-Uzhma Sayyid Ali Huseini Khamenei, Pemimpin Revolusi Islam Iran, http://www.al-shia.org/html/id/olama/index.php?n=2. Artikel diakses pada tanggal 15 Januari 2009.

Eisenhower menyetujui operasi intelijen di bawah CIA untuk menggulingkan Mossadeq dan memulihkan kekuasaan Muhammad Reza Syah Pahlavi yang pro-Barat.

Operasi Intelijen ini bertumpu pada mobilisasi sebanyak mungkin demonstran anti- Mossadeq. Ibukota Tehran rusuh. Penjarahan terjadi di mana-mana. Ribuan pemuda pro dan anti-Mossadeq mati di jalanan. AS dan Inggris menyogok militer untuk berpihak pada Syah. Pasukan pro-Syah menyerbu dan membombardir kediaman Sang Perdana Menteri. Mossadeq menyerah pada 19 Agustus 1953.

Mohammad Reza Pahlavi kembali berkuasa dengan jiwa yang lebih otokratis dan membabi buta dalam melaksanakan sekularisasi yang diikuti dengan personalisasi negara. Di bawah bendera Sazman-I Ittila’at va Amniyat-i Kesyvar (Badan Intelijen dan Keamanan Negara, yang belakangan lebih tenar dengan nama singkatannya, SAVAK), Syah mengikis habis semua suara sumbang tentang dirinya. Di setiap sudut Iran, ada telinga dan mata SAVAK yang siap memperhatikan, melaporkan dan menindak si tertuduh tanpa pengadilan dalam bentuk apapun.

AS gencar menekan rezim Shah Pahlevi untuk memberlakukan perubahan di semua bidang sesuai kemauan Washington. Imam Khomeini menangkap sinyal bahaya besar di balik perombakan gaya AS ini. Langkah-langkah rezim Pahlevi hanya akan membuka jalan bagi AS dan Israel untuk menguasai Iran. Imam Khomeini gencar mengingatkan semua pihak untuk menyadari bahaya dari langkah-langkah Shah. Rezim melakukan pembalasan atas gerakan Imam dengan sebuah tindakan yang brutal.

Tentara dan dinas keamanan (SAVAK) tanggal 22 Maret tahun 1963, bertepatan dengan peringatan Shahadah Imam Ja’far Shadiq (as), dikerahkan untuk menyerang madrasah Feiziyah di Qom, tempat Imam Khomeini mengajar. Banyak pelajar agama yang gugur Shahid dalam peristiwa itu.

Sejak saat itu, bagi Khomeini, rezim yang berkuasa telah melangkah terlalu jauh dari pakem yang selama ini berkalu bagi raja-raja Iran. Khomeini dan murid-muridnya tak bisa lagi membiarkan sikap keterlaluan ini.

Khomeini juga menyebutkan adanya konspirasi besar untuk mengubur semangat Islam, persis sebagaimana yang dihadapi Imam Husein di hari Asyura. Syah telah bekerjasama dengan kekuatan AS dan Israel untuk memberangus semua jejak Islam. Dia mengancam Syah agar tidak bermain-main dengan kemuliaan Islam. Dia membongkar pesan SAVAK yang umum diketahui telah dilatih oleh agen-agen MOSSAD dan CIA supaya para mullah tidak bebicara tentang tiga hal: Syah, Israel dan bahaya terhadap Islam

Inilah babak baru perlawanan Khomeini yang dikenal dengan Gerakan 15 Khordad. Ceramah panjang Khomeini yang berisi bahan-bahan baru seputar konspirasi internasional yang belum pernah didengar khalayak sebelumnya ini telah mengalir ke segenap urat hadirin. Ribuan salinan rekaman ceramah ini disebar ke semua penjuru Iran pada malam itu juga.

Keesokan harinya, Syah meminta kepala SAVAK, Mayjen Hasan Pakravan, untuk mengambil tindakan tegas dan keras. SAVAK akhirnya menjebloskan Khomeini di penjara Qasr selama 19 hari. Tapi dia bukan sendirian. Ayatullah Hasan Thabathaba`i Qomi dan Muhammad Taqi Falsafi, orator ulung asal Tehran, juga digiring ke rumah tahanan.

Dengan menahan Khomeini, rezim Syah sebenarnya meresmikan dirinya sebagai pemimpin oposisi dari kalangan agamawan. Pagi hari tanggal 11 Februari 1979, dengan kaburnya Bakhtiar ke luar negeri, kekuasaan Shah Pahlevi berakhir. Sebagai gantinya berdiri pemerintahan baru dengan sistem Republik Islam.

Sejak kemenangan revolusi Islam hingga 2 Juni 1989 (hari wafat Imam Khomeini) terjadi banyak peristiwa penting di Iran yang menunjukkan betapa Amerika Serikat (AS) memusuhi pemerintahan Islam ini. Kelompok pemberontak sayap kanan atau kiri di Iran yang berusaha menumbangkan pemerintahan Islam didukung secara penuh, baik secara politik maupun finansial, oleh Barat dan Timur.

Berbagai makar dan tipu daya dalam skala besar dilakukan oleh adidaya Barat dan Timur untuk menggulung pemerintahan Islam di Iran. Namun di bawah kepemimpinan Imam Khomeini, semua tipu daya itu dapat digagalkan dan pemerintahan Islam di Iran tetap berdiri kokoh hingga sekarang.

Sampai saat ini SAVAK masih difungsikan oleh rezim pemerintahan Ahmadinejad sebagai contra spionase dan berfungsi sebagai pengamanan (security) yang dikenal

security pasif (negatif) dan security aktif (Positif). Security pasif (negatif) berarti melindungi diri terhadap kegiatan Intelijen pihak lawan. Baik dalam kegiatan operasi Intelijen terbuka maupun operasi Intelijen tertutup (klandestin) secara depensif. Sekuritas pasif mempunyai unsur sebagai berikut:38 a) Concleament (menyembunyikan laporan sumber). b). Klasifikasi (tingkat kerahasiaan laporan). c). Kepercayaan atas sumber. d). Komponen-komponen evaluasi. e). Perubahan dalam penilaian kepercayaan dan f). Karakter baket (informasi). Adapun security aktif (positif) adalah sikap melindungi diri terhadap kegiatan Intelijen pihak lawan dengan melakukan operasi intelijen secara opensif (terbuka atau tertutup).

38

Jono Hatmodjo, Intelijen Sebagai Ilmu (Intelligence as a Science), (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 3

BAB IV

INTELIJEN NEGARA DALAM KETATANEGARAAN INDONESIA DAN KETATANEGARAAN ISLAM

A. Hukum Aktivitas Intelijen (Tajassus)

Menurut Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, aktivitas Intelijen dalam hukum Islam bisa haram, jaiz, dan wajib, ditinjau dari siapa yang menjadi target dari aktivitas Intelijen.85 Menurutnya aktivitas tajassus yang ditujukan kepada kaum muslimin adalah haram. Pendapat tersebut didasarkan kepada Firman Allah Swt QS. Al-Hujuraat (49):12

! "#$

%& '

()& *+

,-./

012 3

()& *+

4565./

78

9::: ;

78

< 6

> ?*412@3

A412 3

B

C< D E

5*F H E

I E

7J*FK

%>LL+

MNO% E

P 6N

H Q R1)S!L?LK

B

*/T

B

TI./

4V W L

YZ MW[

(\]^

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang (tajassus) dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”. (QS. Al-Hujurat [49]: 12)” Sebagian mufassirin, seperti Abu Raja’ dan al-Hasan, membacanya dengan

“tahassasuu” (dengan ha’ bukan dengan jim). Al-Akhfash menyatakan, bahwa makna

keduanya (tajassasuu dan tahassasuu) tidaklah berbeda jauh. Sebab, tahassasuu bermakna al-bahtsu ‘ammaa yaktumu ‘anka (membahas/meneliti apa-apa yang tersembunyi bagi kamu). Ada pula yang mengartikan, bahwa tahassasuu, adalah apa yang bisa dijangkau oleh sebagian indera manusia. Sedangkan tajassasuu adalah memata-matai sesuatu. Ada pula yang menyatakan, kalau tajassasuu itu adalah aktivitas mata-mata yang

85

Taqiyyuddin al-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islaamiyyah, juz II, ed.III, (Beirut: Dar al-Ummah, 1994), h. 212

dilakukan oleh orang lain, atau dengan utusan, sedangkan tahassasuu, aktivitas mata-mata yang dilakukan oleh dirinya sendiri.

Sedangkan Imam Qurthubi, mengartikan firman Allah, di atas dengan, “Ambillah hal-hal yang nampak, dan janganlah kalian membuka aurat kaum muslimin. Yakni, janganlah seorang diantara kalian meneliti aurat saudaranya, sehingga ia mengetahui auratnya, setelah Allah SWT menutupnya (auratnya)”. Pendapat Imam Qurthubi juga di kuatkan dengan hadist Nabi Saw: “Janganlah kalian saling memata-matai, janganlah kalian saling menyelidik, janganlah kalian saling berlebih-lebihan, janganlah kalian saling berbuat kerusakan”. (HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah).86

! " # $ " %

# & '

( ) "

*+ , & # &-.

/0

2

3

# $ 4 506

7

)

8 #

& 6

!8 &

) 9 " # &(

: ; 4"

.

3

) <=ﻥ?" @ ! & ! A !5 ! 6

4 '.6 C

7

# &( !8 ? ﺙ /0 & ?.

& : ; 4" ) 9 "

) &6

ﻥ D

8E ) . 8

F

“Allah berfirman: Hai orang-orang yang membenarkan Allah dan Rasul-Nya, janganlah kalian buruk

Dokumen terkait