• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN

A. Pengertian Perjanjian Sewa Menyewa

1. Pengaturan Perjanjian Sewa Menyewa

Istilah perjanjian di dalam Bab II Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Dinamakan Perjanjian Obligator karena suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak tersebut setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya. Perkataan kontrak merupakan pengertian yang cenderung lebih sempit dari perjanjian, karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan dalam bentuk tertulis.55

Berdasarkan berbagai pendapat mengenai perjanjian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian adalah:

a. Adanya para pihak

Para pihak dalam perjanjian sedikit ada dua orang yang disebut sebagai subyek perjanjian. Yang menjadi subyek perjanjian dapat dilakukan oleh orang maupun badan hukum yang mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum seperti yang ditetapkan oleh undang-undang.

b. Adanya persetujuan antara para pihak

55

Persetujuan tersebut bersifat tetap yang dihasilkan dari suatu perundingan yang pada umumnya membicarakan syarat-syarat yang akan dicapai.

c. Adanya tujuan yang akan dicapai

Tujuan yang akan dicapai dalam perjanjian tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan undang-undang.

d. Adanya prestasi yang akan dilaksanakan

Prestasi adalah suatu hal yang harus dipenuhi oleh para pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian.

e. Adanya bentuk-bentuk tertentu

Bentuk-bentuk tertentu yang dimaksud adalah secara lisan maupun tulisan, sehingga mempunyai kekuatan mengikat dan bukti yang kuat.

f. Adanya syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian

Munir Fuady berpendapat agar suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah pihak, maka kontrak tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yang digolongkan sebagai berikut:

1. Syarat sah yang umum, yaitu :

a. Syarat sah umum berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata terdiri dari 1). Kesepakatan kehendak

2). Wenang buat 3). Perihal tertentu 4). Kuasa yang legal

b. Syarat sah umum di luar Pasal 1338 dan 1339 KUHPerdata yang terdiri dari

1). Syarat itikad baik

2). Syarat sesuai dengan kebiasaan 3). Syarat sesuai dengan kepatutan

4). Syarat sesuai dengan kepentingan umum 2. Syarat sah yang khusus terdiri dari

a. Syarat tertulis untuk perjanjian-perjanjian tertentu b. Syarat akta notaris untuk perjanjian-perjanjian tertentu

c. Syarat Akta pejabat tertentu yang bukan notaris untuk perjanjian- perjanjian tertentu

d. Syarat izin dari yang berwenang.56

Perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif yaitu tidak adanya kesepakatan mereka yang membuat perjanjian dan kecakapan membawa konsekuensi perjanjian yang dibuatnya itu dapat dibatalkan oleh pihak yang merasa dirugikan namun selama yang dirugikan tidak mengajukan gugatan pembatalan maka perjanjian yang dibuat itu tetap berlaku terus. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi yaitu tidak adanya hal tertentu dan sebab yang halal, perjanjian yang dibuat para pihak sejak dibuatnya perjanjian telah batal atau batal demi hukum.

2. Perjanjian Sewa Menyewa Antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dan Pemilik Gedung Sekolah.

Untuk melaksanakan suatu perjanjian, terlebih dahulu harus ditetapkan secara tegas dan cermat apa saja isi perjanjian / apa saja hak dan kewajiban para pihak. Pada dasarnya kontrak berawal dari perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan para pihak perumusan hubungan kontraktual tersebut diawali dengan proses negosiasi diantara

pihak. Melalui negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk

kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan ( kepentingan melalui proses tawar menawar ).57 Dalam tawar menawar tersebut menghasilkan kesepakatan antara kedua belah pihak sebagaimana identitas dua pihak dimuat pada

56Munir Fuady,Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung : Citra aditya Bakti, 2001), hlm. 33.

57Agus Yudha Hernoko,Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersil, (Jakarta : Prenada Media Group, 2010 ), hal.1

kepala perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah yaitu :

a. Pihak-Pihak.

Dari hasil wawancara dengan pihak menyewakan pemilik gedung sekolah dengan pihak penyewa Ketua Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya, bahwa pihak pertama bernama Tuan SARTONO WIJAYA, dan pihak kedua TUAN SUKIWI TJONG, dalam hal ini pihak pertama menerangkan menyewakan satu unit bangunan sekolah, lengkap dengan barang-barang inventaris, yang terdiri dari bangku-bangku sekolah, meja guru dan papan tulis yang terdapat dimasing-masing kelas dari sekolah tersebut, demikian berikut saluran-saluran air dan listrik, serta hak-hak atas langganannya, terletak didalam Provinsi Sumatera Utara Kota Binjai, Kecamatan Binjai Kota, Kelurahan Kartini, kepada Pihak Kedua.58

b. Objek Sewa Menyewa.

Dalam perjanjian sewa menyewa ditemui adanya sesuatu yang menjadi objek. Pada dasarnya apa yang menjadi objek sewa menyewa adalah apa yang merupakan objek hukum. Jadi objek sewa menyewa adalah merupakan objek hukum. Yang dimaksud dengan objek hukum (recht subject) adalah : segala sesuatu yang bermanfaat dan dapat dikuasai oleh subjek hukum serta dapat dijadikan objek dalam suatu hubungan hukum.59

58Hasil Wawancar dengan Sartono Wijaya, Pemilik Gedung Sekolah Panca Mitra Karya Binjai Tertanggal 30 Maret 2012.

59Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta : Liberty, 1999), hlm. 68.

Objek perjanjian sewa menyewa tersebut adalah 1(satu) unit bangunan sekolah berikut inventaris yang terdapat didalamnya. Jika pada waktu sewa menyewa ini berakhir, maka pihak kedua diwajibkan menyerahkan kembali apa yang disewanya tersebut dalam kedaan terpelihara baik, tanpa dihuni oleh siapapun serta dalam keadaan kosong, berikut dengan barang-barang inventaris yang berada dan terdapat disekolah tersebut kepada pihak pertama.

Demikian pula halnya dengan yang terjadi dalam perjanjian sewa menyewa ini meliputi segala jenis benda baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak asal tidak dilarang oleh undang-undang dan ketertiban umum.60

Peraturan tentang sewa menyewa, berlaku untuk segala macam sewa menyewa, mengenai semua jenis barang, baik barang bergerak maupun tidak bergerak yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu, karena perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.61

Menurut Pasal 1549 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa semua jenis barang, baik yang tak bergerak, baik yang bergerak dapat disewakan.

c. Uang Sewa.

Selain hak yang dimiliki oleh penyewa untuk menempati gedung yang merupakan objek perjanjian, tentulah ada kewajiban yang harus dan wajib untuk dilakukan yaitu membayar uang sewa sesuai dengan kesepakatan.

60

Qirom S. Meliala,Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya,Loc. Cit. 61R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perjanjian dan Perikatan, (Jakarta : Pradya Paramita, 1987), hlm. 4.

Selanjutnya Pihak Pertama dengan Pihak Kedua atas kesepakatan bersama, dimana uang sewanya boleh dibayar dua tahap yaitu jangka waktu sewa setahun Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dari jumlah uang yang mana sebagian yaitu sebesar Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) telah dibayar dengan tunai pada tanggal 5 agustus 2011 dan sisanya akan dilunasi oleh pihak kedua kepada pihak pertama pada saat berakhirnya sewa menyewa ini yaitu pada tanggal 5 agustus 2012, maka dari itu dijelaskan jangka waktu berakhirnya sewa menyewa selama 1 tahun dari waktu yang telah ditentukan oleh kedua belah pihak.62

Maka dari itu perjanjian sewa menyewa ini berarti kedua belah pihak telah menyetujui isi dan maksud perjanjian, dengan demikian perjanjian tersebut mengikat kedua belah pihak sebagaimana Undang-Undang.

d. Masa Sewa.

Pada prinsipnya, tidak terjadi suatu perjanjian sewa menyewa tanpa adanya batas waktu. Namun demikian tidak diwajibkan untuk semua perjanjian sewa menyewa menyebutkan batas waktunya secara jelas, misalnya “Sewa menyewa dilangsungkan dari tanggal 1 Januari 2009 sampai tanggal 31 Desember 2010 “ dan sebagainya. Ketentuan dalam KUHPerdata dalam hal ini memperhatikan kebiasaan masyarakat tradisional dimana banyak terjadi perjanjian sewa menyewa hanya menentukan jumlah sewa pertahun atau perbulan bahkan sewa menyewa harian seperti misalnya persewaan hotel atau kendaraan.

62 Hasil Wawancara dengan Sartono Wijaya, pemilik Gedung Sekolah Panca Mitra Karya Binjai Tertanggal 30 Maret 2012.

Untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diharapkan timbul dikemudian hari dan mencegah penafsiran dan makna ganda, pencantuman “ Batas waktu yang jelas “ sangat diperlukan.

Jangka waktu yang telah ditentukan didalam perjanjian sewa menyewa ini adalah selama 1 (satu) tahun lamanya, terhitung sejak tanggal 5 (lima) Agustus 2011 (dua ribu sebelas) sampai 5 (lima) Agustus 2012. Jika salah satu pihak bermaksud untuk memperpanjang masa jangka waktu sewa menyewa ini, maka kehendaknya itu haruslah diberitahukan dan mendapat persetujuan dari pihak-pihak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sebelum jangka waktu persewaan berakhir, hal ini sesuai dengan ketentuan perjanjian sewa menyewa tersebut.

Jadi meskipun jangka waktu persewaan ini jelas disebutkan, para pihak tidak dapat dengan semena-mena untuk membatalkan perjanjian ini tanpa ada kesepakatan terlebih dahulu dari para pihak begitu juga halnya didalam melakukan perpanjangan jangka waktu sewa, haruslah terlebih dahulu memberitahukan kepada pihak-pihak sebelum jangka waktu perjanjian berakhir.

e. Hak dan Kewajiban.

Dalam perjanjian sewa menyewa tentu ada hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan baik oleh pihak penyewa maupun pihak yang menyewakan. Kewajiban-kewajiban pihak penyewa maupun yang menyewakan telah diatur didalam KUHPerdata, Buku ke III Bab IV bagian kedua dan ketiga.

Dalam Pasal 1550 BW, menentukan tiga macam kewajiban pihak yang menyewakan. Ketiga macam kewajiban tersebut merupakan kewajiban yang harus

dibebankan kepada pihak yang menyewakan, sekalipun hal tersebut tidak ditentukan dalam perjanjian. Ketiga macam kewajiban tersebut adalah :

a. Kewajiban untuk menyerahkan barang yang disewa kepada pihak penyewa; b. Kewajiban pihak yang menyewa untuk memelihara barang yang disewa,

selama waktu yang diperjanjikan sehingga barang yang disewa tersebut tetap dapat dipergunakan, dan dapat dinikmati sesuai dengan hajat yang dimaksud pihak penyewa;

c. Pihak yang menyewakan wajib memberikan ketentraman kepada si penyewa, menikmati barang yang disewa selama perjanjian berlangsung.

Sementara yang merupakan hak bagi pihak yang menyewakan adalah bahwa ia berhak atas harga yang telah disepakati dan menerima hasil pembayaran sewa tersebut.

Sedangkan kewajiban pihak penyewa diatur dalam Pasal 1560, 1561, 1564 dan 1566 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Secara garis besarnya dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Penyewa wajib melunasi uang sewa sesuai dengan jumlah dan waktu yang ditetapkan;

b. Memelihara benda yang disewakan itu sebaik-baiknya dan mempergunakan benda tersebut menurut kegunaannya;

c. Menanggung segala kerusakan yang terjadi selama masa sewa menyewa,

kecuali ia dapat membuktikan bahwa kerusakan itu bukan karena

d. Harus mengembalikan barang yang disewa dalam keadaan seperti menerima barang tersebut.

Dan merupakan hak penyewa adalah bahwa ia berhak untuk menggunakan atau menikmati objek sewa selama masa sewa menyewa berlaku.

Selama itu hak penyewa dimaksud tidak hilang sekalipun objek dialihkan (dijual) kepada pihak ketiga, kecuali terjadinya pelepasan atau pembatalan perjanjian karena suatu sebab. Dalam Hukum Perdata dikenal suatu kaedah yang diatur dalam Pasal 1576 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “ Jual beli tidak memutuskan sewa menyewa “. Pasal ini memberikan kedudukan yang kuat bagi penyewa dalam memanfaatkan objek sewa.

3. Kekuatan Hukum Atas Perjanjian Sewa Menyewa Gedung Yang Dibuat Dibawah Tangan.

Dalam asas kebebsan berkontrak dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”), para pihak dalam membuat kontrak bebas untuk membuat suatu perjanjian, apapun isi dan bagaimana bentuknya. Pasal 1338 KUHPerdata berbunyi :

Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan Undang-Undang berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh Undang-Undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Bahwa Surat Perjanjian sewa atau kontrak gedung adalah yang terpenting dalam menjalankan suatu transaksi sewa menyewa. Surat Perjanjian sewa menyewa gedung bisa dibuat “ dibawah tangan “ ataupun “ notariil “ yakni dihadapan Notaris.

Dibawah tangan artinya dibuat para pihak (pemilik dan penyewa sendiri) dan umumnya diikut sertakan 2 (dua) orang saksi, sedangkan dihadapan Notaris artinya dibuat dan dilaksanakan dihadapan Notaris.

Sedangkan pada dasarnya Perjanjian yang dibuat secara tertulis dibedakan menjadi 2 bagian yakni :

1. Perjanjian di bawah tangan.

2. Perjanjian Notariil disebut Akta Notaris.

Menurut bentuknya Akta dapat dibedakan menjadi dua63, yaitu :

a. Akta Autentik adalah Akta yang dibuat oleh atau dihadapkan Pejabat yang berwenang yang memuat tentang adanya peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar adanya hak atau perikatan dan mengikat bagi pembuatannya ataupun bagi pihak ketiga. Berdasarkan inisiatif pembuatannya, Akta Autentik dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Akta Pejabat (Akte Amtelijke ).

Akta yang inisiatif pembuatannya dari pejabat yang bersangkutan

(dibuat oleh pejabat). Contoh Akta Kelahiran. 2. Akta Para Pihak (Acte Partij)

Akta yang inisitif pembuatannya dari para pihak dihadapan Pejabat yang berwenang. Contoh Akta sewa menyewa.

Akta Autentik mempunyai kekuatan yang sempurna dan mengikat, artinya :

63

Sudikno Mertokusumo.Hukum Acara Perdata Indonesia. (Edisi ke-3, Yogyakarta : Liberty.1998) Hal.116.

1. Sempurna : bahwa untuk membuktikan akta itu sempurna/tidak, atau benar/tidak, cukup dibuktikan dengan akta itu sendiri dengan kata lain tidak memerlukan pembuktian dengan alat bukti lainnya.

2. Mengikat : bahwa hakim harus menguji kebenaran isi akta autentik itu sendiri kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

b. Akta dibawah tangan adalah Akta yang pembuatannya dilaksanakan sendiri oleh para pihak atau tidak ada campur tangan dari Pejabat. Akta dibawah tangan ini mempunyai kekuatan pembuktian berdasarkan pengakuan dari pihak-pihak yang membuatnya, artinya kekuatan akta dibawah tangan ini dapat dipersamakan kekuatannya dengan akta autentik bila dalam hal pembuktiannya oleh para pembuat akta dibawah tangan mengakui atau membenarkan apa yang ditandatangani. Dengan demikian maka bila didalam akta autentik tidak perlu persetujuan dari pihak tertentu, namun didalam akta dibawah tangan memerlukan persetujuan dari pihak tertentu. Oleh karena itu , perbedaan antara akta dibawah tangan dengan akta autentik adalah terletak pada ada atau tidaknya campur tangan dari Pejabat yang berwenang.

Perjanjian bawah tangan adalah perjanjian – perjanjian yang hanya dibuat oleh para pihak sendiri, sedangkan Akta Notaris adalah perjanjian yang dibuat dihadapan Notaris.

Perbedaan antara keduanya adalah pada kekuatan hukumnya. Perjanjian yang dibuat dalam Akta Notaris mempunyai kekuatan hukum sempurna, karena dibuat

dalam bentuk Akta Otentik. Yang artinya apa yang tercantum dalam akta tersebut harus dianggap benar adanya sampai ada pihak (biasanya pihak lawan) yang dapat membuktikan bahwa apa yang tercantum dalam akta tersebut tidak benar. Jadi pembuktian sebaliknya terhadap isi akta tersebut dibebankan kepada pihak yang mengklaim bahwa apa yang termuat didalam isi akta tersebut tidak benar.

Sedangkan dalam perjanjian dibawah tangan, maka para pihak akan saling beradu argument dan beradu bukti untuk membuktikan manakah yang benar dan semua akan tergantung pada penilaian Hakim. Sehingga dari sini dapat disimpulkan bahwa Akta Notaris memang lebih memiliki kekuatan pembuktian yang lebih kuat dari pada hanya sekedar perjanjian dibawah tangan.

Perbedaan terbesar antara Akta Otentik dan Akta yang dibuat dibawah tangan ialah :64

a. Akta Otentik mempunyai tanggal yang pasti (perhatikan bunyi psl.1 P.J.N yang menyatakan “menjamin kepastian tanggalnya dan seterusnya ), sedangkan mengenai dari tanggal dari akta yang dibuat dibawah tangan tidak selalu demikian;

b. Grosse dari akta otentik dalam beberapa hal mempunyai kekuatan eksekutorial seperti putusan hakim, sedangkan akta yang dibuat dibawah tangan tidak pernah mempunyai kekuatan eksekutorial;

64

G.H.S. Lumban Tobing,Peraturan Jabatan Notaris,(Jakarta : PT.Gelora Aksara Pratama, 1983, hlm.54

c. Kemungkinan akan hilangnya akta yang dibuat dibawah tangan lebih besar dibandingkan dengan akta otentik.

Perjanjian sewa-menyewa antara Yayasan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah merupakan perjanjian kontraktual yang dilakukan dibawah tangan yang dilegalisasi oleh Notaris dan sah secara hukum menurut KUHPerdata, sepanjang memenuhi syarat sah Pasal 1320 KUHPerdata. Perjanjian sewa-menyewa ini dibuat dibawah tangan dan dilegalisasi oleh Notaris didasari oleh efesiensi waktu, biaya, itikad baik dari para pihak dan saling adanya kepercayaan. Sebagaimana hasil wawancara Penulis dengan kedua belah pihak baik Ketua Yayasan maupun Pemilik gedung sekolah bahwa perjanjian sewa-menyewa ini dilengkapi dengan surat pendukung seperti : KTP, Surat Tanah, Akta Pendirian Yayasan dan sejauh ini belumpernah terjadi wanprestasi pada pihak penyewa.65

Pengertian dari Akta dibwah tangan adalah akta yang dibuat sendiri oleh pihak-pihak yang berkepentingan tanpa bantuan Pejabat Umum.66

Menurut Pasal 1 Stb 1867 No.29, Pasal 286 RBg daan Pasal 1878 KUHPerdata, Surat-Surat, Daftar, Catatan mengenai rumah tangga dan Surat-Surat lainnya yang dibuat tanpa bantuan seorang Pejabat Umum yang berwenang, termasuk kedalam bentuk akta dibawah tangan. Akta dibawah tangan hanya mempunyai kekuatan pembuktian materiil saja, sehingga untuk mempunyai kekuatan

65

Hasil Wawancara dengan Sukiwi Tjong, Ketua Yayasan Panca Mitra Karya Binjai dan Tuan Sartono Wijaya Pemilik Gedung Sekolah, pada Tanggal 15 April 2012.

66

Riduan Syahrani,Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan, (Jakarta : Pustaka Kartini, 1977), hlm.62

pembuktian yang sempurna harus diakui oleh kedua pihak yang membuatnya atau dikuatkan lagi dengan alat bukti lainnya.

Akta dibawan tangan tidak mempunyai daya bukti lahir karena selain tidak dibuat dihadapan ataupun oleh Pejabat-Pejabat yang berwenang maka tanggal dibuatnya akta dibawah tangan itupun dapat dibuat sesuka hati yang membuatnya.

Undang-Undang beranggapan bahwa tiap-tiap orang yang menandatangani suatu akta dibawah tangan, telah menyadari dan mengetahui bukan saja isi akta, tetapi akibat dari penandatanganannya. Tetapi sebaliknya, bagi para ahli warisnya ataupun orang yang memperoleh hak dari padanya, tidaklah demikian halnya.

Suatu Akta dibawah tangan berdaya bukti formil, jika yang bertanda tangan pada Akta itu menerangkan bahwa benar apa yang tertulis didalam Akta sesuai dengan apa yang diterangkannya. Adapun daya bukti materil yang juga ada pada akta dibawah tangan, lingkungannya juga terbatas dan tidak ada perbedaannya dengan Akta Otentik. Dengan demikian dapat diketahui bahwa perbedaan yang pokok antara Akta Notari dengan Akta yang dibawah tangan adalah cara pembuatannya atau cara terjadinya akta tersebut. Apabila Akta Notaris, cara pembuatannya / terjadinya Akta tersebut dilakukan oleh atau dihadapan Pegawai Umum dalam hal ini Notaris, maka untuk Akta dibawah tangan cara pembuatannya / terjadinya tidak dilakukan oleh atau dihadapan Pegawai Umum, tetapi cukup pihak yang berkepentingan saja.

Dalam isi perjanjian sewa-meyewa antara pihak Yayasan selaku penyewa dengan Pemilik Gedung Sekolah selaku pihak yang menyewakan mengatur tentang hak dan kewajiban para pihak, objek perjanjian, harga sewa dan cara pembayarannya,

jangka waktu sewa-menyewa, dan hal-hal lain yang sesuai dengan perjanjian sewa-menyewa pada umumnya.

Menurut sudut pandang hukum, perjanjian standar tersebut adalah sah asalkan sudah memenuhi ketentuan Pasal 1320 KHUPerdata sebagaimana disebutkan diatas. Apabila para pihak telah menandatangani perjanjian secara hukum dianggap sudah menyetujui atau menyepakati isinya. Dengan demikian dalam perjanjian standar, tanda tangan merupakan tanda kesepakatan.

Perjanjian sewa-menyewa yang dibuat pada akta tertulis dibawah tangan berfungsi sebagi alat bukti sah dan dapat dipergunakan untuk melakukan tuntutan apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi. Namun apabila disangkal oleh para pihak, maka pihak yang tidak menyangkal harus membuktikan kebenaran mengenai apa yang tertulis pada akta dibawah tangan tersebut. Hal ini tentu merupakan salah satu resiko dari suatu Akta dibawah tangan. Dalam perjanjian sewa-menyewa antara Yayasan dengan Pemilik Gedung Sekolah ini, Surat Perjanjian sewa-menyewa dibuat dibawah tangan dan dilegalisasi oleh Notaris, menurut kedua belah pihak karena adanya itikad baik, efesiensi waktu (jangka waktu sewa) dan para pihak berpendapat perjanjian yang mereka buat secara bawah tangan dilegalisasi oleh Notaris sudah sah dan mengikat antara para pihak dan juga sebagai bukti yang kuat.

Legalisasi dalam pengertian sebenarnya adalah membuktikan bahwa dokumen yang dibuat oleh para pihak itu memang benar-benar ditanda tangani oleh para pihak yang membuatnya. Oleh karena itu diperlukan kesaksian seorang Pejabat Umum yang diberikan wewenang untuk itu yang dalam hal ini adalah Notaris untuk menyaksikan

penandatanganan tersebut pada tanggal yang sama dengan waktu penandatanganan itu. Dengan demikian legalisasi itu adalah melegalize dikumen yang dimaksud dihadapan Notaris dengan membuktikan kebenaran tandatangan penandatanganan dan tanggalnya.

Ada kalanya yang dibuat dibwah tangan itu, para pihak kurang puas kalau tidak dicapkan di Notaris. Notaris dalam hal ini dapat saja membubuhkan cap pada Akta-Akta dibawah tangan itu. Sebelum membubuhkan cap Notaris, diberi nomor dan tanggal, nomor mana yang harus dicatat dalam buku(Daftar Akta), kemudian diberikan kata-kata dan ditandatangani oleh Notaris.

Untuk keperluan legalisasi itu, maka para penandatanganan Akta itu harus datang menghadap Notaris, tidak boleh ditandatangani sebelumnya di rumah. Kemudian Notaris memeriksa tanda kenal, yaitu KTP atau tanda pengenal lainnya. Pengertian kenal itu lain dengan pengertian sehari-hari, yakni Notaris harus mengerti benar sesuai dengan kartu kenalnya, dia memang orangnya, yang bertempat tinggal di alamat kartu itu, gambarnya cocok. Sesudah diperiksa cocok, kemudian Notaris

Dokumen terkait