TESIS
Oleh
LYDIA LIM
107011129/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
LYDIA LIM
107011129/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Nama Mahasiswa : LYDIA LIM
Nomor Pokok : 107011129
Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum
2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
3. Dr. Hasyim Purba, SH, MHum
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : LYDIA LIM
Nim : 107011129
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : ANALISA YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA GEDUNG DIBAWAH TANGAN TERHADAP HAL-HAL YANG TIDAK DIPERJANJIKAN SECARA TEGAS
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Nama :LYDIA LIM
pihak perumusan hubungan kontraktual tersebut diawali dengan proses negoisasi diantara pihak. Melalui negoisasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan. Namun dalam kenyataannya kepentingan penyewa tetap saja terabaikan. Mengenai Permasalahan perjanjian-perjanjian yang dibuat dibawah tangan namun tidak diperjanjikan secara tegas. Dalam keadaan demikian pihak pemilik gedung menggunakan kedudukan untuk membebankan kewajiban yang berat kepada Penyewa, sedangkan ia sedapat mungkin membatasi mengesampingkan tanggung jawabnya. Sehubungan dengan hal tersebut maka timbul permasalahan bagaimana pengaturan dan pelaksanaan perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah, bagaimana kedudukan para pihak dilihat dari hak dan kewajiban yang diatur didalam perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah, bagaimana penyelesaian hukum terhadap masalah perbedaan persepsi antara pihak penyewa dengan yang menyewakan terhadap klausula perjanjian sewa menyewa.
Untuk menjawab permasalahan dilakukan penelitian yang bersifat dekriptif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Sumber data yang diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa didalam perjanjian sewa menyewa merupakan suatu bentuk perjanjian yang bersifat perseorangan dari bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan perjanjian sewa menyewa ini, kepemilikan terhadap rumah sewa tersebut tidaklah beralih kepada penyewa tetapi tetap menjadi hak milik dari orang yang menyewakan. Didalam perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Panca Mitra Karya selaku penyewa dengan pemilik gedung sekolah selaku pihak yang menyewakan menggunakan akta perjanjian dibwah tangan yang dilegalisasi oleh Notaris. Jadi pelaksanaannya, setelah para pihak sepakat tentang isi dan persyaratan yang tercantum didalam perjanjian tersebut, kemudian aktanya ditandatangani dihadapan Notaris selaku Pejabat umum.
Disarankan dalam membuat akta perjanjian sewa menyewa gedung sebaiknya menggunakan akta otentik (notariil) untuk menjamin kepastian hukum bila bersengketa sampai di Pengadilan, pertimbangan lain karena pihak penyewa adalah badan Hukum Yayasan. Sebaiknya juga menambahkan klausula tentang adanya asuransi gedung dan mengenai kewenangan menyewakan kembali fasilitas yang ada, dituangkan dengan jelas untuk menghindari permasalahan dikemudianhari.
concerned. Basically, a contract begins with the differences of interest among the parties; the formula of the contractual relationship begins with the process of negotiation among the parties concerned. They attempt to create the form of a contract to meet what they want through negotiation. But, in reality, the tenant’s right is usually ignored. The problem is that the contract is made underhandedly; in consequence, the owner of the building uses his position to place a burden on the tenant, while he sets his responsibility aside. The problems in the study were as follows: how to regulate and to implement the rental contract between Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya and the owner of the school building, how the position of the parties concerned was, viewed from the right and obligation stipulated in the rental contract between Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya and the owner of the school building, and how the legal solution on the difference in perception between the tenant and the owner of the building on the clauses of the rental contract was.
In order to answer the problems above, it is necessary to perform a research descriptively with judicial normative approach. The data comprised the primary and secondary data. The primary data were gathered by performing interviews, and the secondary data were obtained from the library research. All of them were analyzed qualitatively.
The result of the research showed that the rental contract between Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya as the tenant and the owner of the school building as the person who rented the building was made underhandedly and legalized by a Notary. The implementation was as follows : after the parties concerned agreed about the content and the requirements in the contract, the deed was signed before a Notary as the public official. In this case, the positions of the tenant and the owner of the building were balanced, viewed from their right and obligation. The dispute between the Tenant (Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya) and the Owner of the building were solved by performing reconciliation peacefully without going to the Court.
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis bisa menyelesaikan Tesis
yang berjudul “ANALISA YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA
GEDUNG DIBAWAH TANGAN TERHADAP HAL-HAL YANG TIDAK
DIPERJANJIKAN SECARA TEGAS” sebagai salah syarat untuk memperoleh
Magister Kenotariatan (M.Kn) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Dalam Penulisan Tesis ini Penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuan Penulis. Namun, sebagai manusia biasa, Penulis tidak luput dari
kesalahan dan kekurangan.
Tesis ini dapat diselesaikan atas dukungan dan bantuan dari berbagai pihak
terutama arahan dan bimbingan dari para dosen pembimbing dan penguji. Oleh
karena itu pada kesempatan ini disampaikan penghargaan dan terima kasih kepada
yang terhormat Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, Bapak Prof.
Dr. Runtung, SH, MHum, Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum, selaku
dosen-dosen pembimbing, Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, MHum dan Bapak Dr.
Hasyim Purba, SH, MHum selaku dosen-dosen penguji yang telah banyak
memberikan arahan dan bimbingan mulai dari Proposal Penelitian sampai selesainya
Penulisan Tesis ini. Selanjutnya terimakasih diucapkan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A (K) selaku
diberikan, sehingga dapat diselesaikan studi pada Program Studi Magister
Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
beserta seluruh staf yang memberikan kesempatan dan fasilitas sehingga dapat
diselesaikan studi Program Magister Kenotariatan ( M.Kn) ini.
4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Sekretaris Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Para Pegawai/Karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn)
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu kelancaran
dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan.
6. Bapak Sukiwi Tjong, SE selaku Ketua Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya
Binjai, Ibu Juliana, S.Pd selaku Kepala Sekolah Yayasan Pendidikan Panca Mitra
Karya Binjai, Bapak Sartono Wijaya selaku Pihak Penyewa Gedung serta seluruh
staf dan karyawan Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya Binjai.
7. Kepada semua rekan-rekan seangkatan mahasiswa Magister Kenotariatan (M.Kn)
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang tidak dapat disebut satu persatu
dalam kebersamaannya mulai masa studi sampai pada penulisan dan penyelesaian
Selanjutnya kepada suami tercinta Sukiwi Tjong, SE dan anak-anak tersayang
Suci Lincia dan Elia Natalincia atas doa dan dukungan kalian mulai dari masa
studi sampai penyelesaian Tesis ini yang telah banyak menyita waktu, terimakasih
untuk kalian semua yang tetap memberikan dukungan dan semangat.
Akhir kata kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
terimakasih atas dukungan kepada Penulis dalam penyelesaian Tesis ini. Demikian
semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi Penulis dan Para Pembaca pada umumnya.
Amin.
Medan, Agustus 2012 Penulis
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Lydia Lim
Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 25 Februari 1974
Agama : Kristen Protestan
Anak ke : 1 dari 6 bersaudara
Alamat : Komp.Tasbih Blok.G No.2 Medan Tanjung Sari
II. PEKERJAAN
Kepala Sekolah TK Yayasan Perguruan Kristen Andreas Sunggal.
III. IDENTITAS ORANG TUA
Nama Ayah : Susanto
Pekerjaan : Wiraswasta
Nama Ibu : Ana
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Binjai Km.13,5
IV. RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun 1978-1984 : SD Tri Dharma Sunggal, Tamat dan Berijazah.
Tahun 1984-1987 : SMP Ahmad Yani Binjai, Tamat dan Berijazah.
Tahun 1987-1990 : SMA Methodist Binjai, Tamat dan Berijazah.
Tahun 2004-2008 : S1 Darma Agung Fakultas Hukum.
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI... vii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Keaslian Penelitian ... 10
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 11
1. Kerangka Teori ... 11
2. Konsepsi... 22
G. Metode Penelitian ... 23
1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 23
2. Spesifikasi dan Metode Penelitian ... 24
3. Teknik Pengumpulan Data ... 25
4. Alat Pengumpulan Data ... 25
5. Analisis Data ... 26
BAB II PENGATURAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA ANTARA YAYASAN PENDIDIKAN PANCA MITRA KARYA DENGAN PEMILIK GEDUNG SEKOLAH... 28
A. Pengertian Perjanjian Sewa Menyewa ... 28
B. Kedudukan Yayasan Sebagai Badan Hukum Menurut
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan ... 54
BAB III KEDUDUKAN PARA PIHAK DILIHAT DARI HAK DAN KEWAJIBAN DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA .. 64
A. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Sewa-Menyewa ... 64
B. Hubungan Hukum Antara Pemilik Dengan Pihak Penyewa... 66
C. Klausula-Klausula yang Diatur Didalam Akta Perjanjian Sewa Menyewa, Hak dan Kewajiban Para Pihak ... 67
1. Hak-Hak dan Kewajiban-Kewajiban Pemilik Gedung ... 77
2. Hak-Hak dan Kewajiban-Kewajiban Penyewa ... 80
D. Berakhirnya Perjanjian Sewa Menyewa... 84
BAB IV PENYELESAIAN HUKUM MASALAH PERBEDAAN PERSEPSI ANTARA PIHAK PENYEWA DENGAN YANG MENYEWAKAN TERHADAP KLAUSULA PERJANJIAN SEWA MENYEWA ... 91
A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan ... 91
B. Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan ... 98
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 104
A. Kesimpulan ... 104
B. Saran ... 105
pihak perumusan hubungan kontraktual tersebut diawali dengan proses negoisasi diantara pihak. Melalui negoisasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan. Namun dalam kenyataannya kepentingan penyewa tetap saja terabaikan. Mengenai Permasalahan perjanjian-perjanjian yang dibuat dibawah tangan namun tidak diperjanjikan secara tegas. Dalam keadaan demikian pihak pemilik gedung menggunakan kedudukan untuk membebankan kewajiban yang berat kepada Penyewa, sedangkan ia sedapat mungkin membatasi mengesampingkan tanggung jawabnya. Sehubungan dengan hal tersebut maka timbul permasalahan bagaimana pengaturan dan pelaksanaan perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah, bagaimana kedudukan para pihak dilihat dari hak dan kewajiban yang diatur didalam perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah, bagaimana penyelesaian hukum terhadap masalah perbedaan persepsi antara pihak penyewa dengan yang menyewakan terhadap klausula perjanjian sewa menyewa.
Untuk menjawab permasalahan dilakukan penelitian yang bersifat dekriptif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Sumber data yang diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa didalam perjanjian sewa menyewa merupakan suatu bentuk perjanjian yang bersifat perseorangan dari bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan perjanjian sewa menyewa ini, kepemilikan terhadap rumah sewa tersebut tidaklah beralih kepada penyewa tetapi tetap menjadi hak milik dari orang yang menyewakan. Didalam perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Panca Mitra Karya selaku penyewa dengan pemilik gedung sekolah selaku pihak yang menyewakan menggunakan akta perjanjian dibwah tangan yang dilegalisasi oleh Notaris. Jadi pelaksanaannya, setelah para pihak sepakat tentang isi dan persyaratan yang tercantum didalam perjanjian tersebut, kemudian aktanya ditandatangani dihadapan Notaris selaku Pejabat umum.
Disarankan dalam membuat akta perjanjian sewa menyewa gedung sebaiknya menggunakan akta otentik (notariil) untuk menjamin kepastian hukum bila bersengketa sampai di Pengadilan, pertimbangan lain karena pihak penyewa adalah badan Hukum Yayasan. Sebaiknya juga menambahkan klausula tentang adanya asuransi gedung dan mengenai kewenangan menyewakan kembali fasilitas yang ada, dituangkan dengan jelas untuk menghindari permasalahan dikemudianhari.
concerned. Basically, a contract begins with the differences of interest among the parties; the formula of the contractual relationship begins with the process of negotiation among the parties concerned. They attempt to create the form of a contract to meet what they want through negotiation. But, in reality, the tenant’s right is usually ignored. The problem is that the contract is made underhandedly; in consequence, the owner of the building uses his position to place a burden on the tenant, while he sets his responsibility aside. The problems in the study were as follows: how to regulate and to implement the rental contract between Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya and the owner of the school building, how the position of the parties concerned was, viewed from the right and obligation stipulated in the rental contract between Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya and the owner of the school building, and how the legal solution on the difference in perception between the tenant and the owner of the building on the clauses of the rental contract was.
In order to answer the problems above, it is necessary to perform a research descriptively with judicial normative approach. The data comprised the primary and secondary data. The primary data were gathered by performing interviews, and the secondary data were obtained from the library research. All of them were analyzed qualitatively.
The result of the research showed that the rental contract between Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya as the tenant and the owner of the school building as the person who rented the building was made underhandedly and legalized by a Notary. The implementation was as follows : after the parties concerned agreed about the content and the requirements in the contract, the deed was signed before a Notary as the public official. In this case, the positions of the tenant and the owner of the building were balanced, viewed from their right and obligation. The dispute between the Tenant (Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya) and the Owner of the building were solved by performing reconciliation peacefully without going to the Court.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk mencapai kebutuhan hidup, manusia memerlukan hubungan kerjasama
antara satu dengan yang lainnya, baik hubungan atas suatu kebendaan maupun
hubungan yang lain. Hal ini merupakan suatu peristiwa yang menimbulkan satu
hubungan hukum antara orang-orang yang saling membutuhkan, sehingga timbul
perjanjian. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada
seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu
hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang
dinamakan perikatan.1
Perikatan adalah isi dari perjanjian, yang memiliki sifat terbuka artinya isinya
dapat ditentukan oleh para pihak dengan beberapa syarat yang disetujui oleh kedua
belah pihak yaitu dengan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan,
dan undang-undang, hal ini mengandung makna Buku III KUHP Perdata dapat diikuti
oleh para pihak atau dapat juga para pihak menentukan lain/menyimpanginya dengan
beberapa syarat namun hanya yang bersifat pelengkap saja yang dapat disimpanginya,
karena didalam ketentuan umum ada yang bersifat pelengkap dan pemaksa
(yang bersifat pemaksa, misalnya Pasal 1320 KUHP Perdata).2
1
Subekti,Hukum Perjanjian, ( Jakarta : Intermasa, 2005 ), hlm.1
Tujuan dari segala perjanjian ialah untuk dipenuhi oleh yang berjanji. Kalau
semua orang melaksanakan ajaran yang diketemukan dalam tiap-tiap agama, bahwa
janji harus dipenuhi, maka agaknya tidak perlu ada Hukum Perjanjian. Segala hukum
mengatur tingkah laku orang-orang sebagai anggota masyarakat supaya ada tata tertib
didalamnya dan supaya akhirnya masyarakat pada umumnya menemukan keadaan
selamat dan bahagia. Keadaan selamat dan bahagia ini dengan sendirinya akan ada,
apabila semua janji dalam masyarakat dipenuhi oleh para anggotanya. Maka disinilah
letak keperluan adanya suatu Hukum Perjanjian, yang sebagian besar mengandung
peraturan untuk peristiwa-peristiwa dalam mana orang-orang tidak memenuhi janji.3
Suatu perjanjian adalah semata-mata untuk suatu persetujuan yang diakui oleh
hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok di dalam dunia usaha dan
pemberian kredit, asuransi, pengangkutan barang, pembentukan organisasi usaha dan
termasuk juga menyangkut tenaga kerja.4
Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan hukum
kekayaan/harta benda antara dua atau lebih pihak yang memberi kekuatan hak pada
satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain
untuk memberi prestasi.5 Dari pengertian singkat tersebut dijumpai beberapa unsur
yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain: hubungan hukum
(rechsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang (persoon)
3Wirjono Prodjodikoro,Azas-Azas Hukum Perjanjian,(Bandung : Mandar Maju, 2011), hlm.49.
4
Abdul Kadir Muhammad,Hukum Perjanjian, (Bandung : Citra Aditya Abadi, 1992), hlm. 93.
atau lebih yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang
suatu prestasi.
Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang
membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang
mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan dan ditulis.6
Pasal 1338 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan : “Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.” Ada persetujuan-persetujuan dimana untuk setiap salah satu pihak menimbulkan suatu kewajiban yang berkelanjutan, misalnya : sewa menyewa.7
Sewa menyewa adalah merupakan perjanjian timbal balik yang bagi
masing-masing pihak menimbulkan perikatan terhadap yang lain. Perjanjian timbal balik
seringkali juga disebut perjanjian bilateral atau perjanjian dua pihak. Perjanjian
timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban-kewajiban kepada kedua
belah pihak, dan hak serta kewajiban itu mempunyai hubungan satu dengan lainnya.
Yang dimaksud dengan mempunyai hubungan antara yang satu dengan yang
lain adalah bahwa bilamana dalam perikatan yang muncul dari perjanjian tersebut,
yang satu mempunyai hak, maka pihak yang lain disana berkedudukan sebagai pihak
yang memikul kewajiban.8Sehingga dalam hal ini muncul suatu tanggungjawab dari
masing-masing pihak sehubungan dengan adanya hak dan kewajiban tersebut.
6Subekti,Op Cit, hlm. 1. 7
Kedudukan pihak penyewa dan yang menyewakan diperkuat dengan adanya dasar
hukum yang terdapat di dalam Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Perjanjian sewa menyewa pada dasarnya tergolong dalam jenis perjanjian
untuk memberikan/menyerahkan sesuatu yang diatur dalam Buku III Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Berdasarkan ketentuan Pasal 1548 Kitab Undang-Undang-Undang-Undang
Hukum Perdata, yang dimaksud dengan sewa menyewa adalah :
“Suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk
memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari suatu barang selama suatu
waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut terakhir
itu disanggupi pembayarannya”.9
Hubungan yang terlihat didalam perjanjian sewa menyewa, yang menyewakan
memberi hak pemakaian saja kepada penyewa dan bukan hak milik. Perjanjian sewa
menyewa tidak memberikan suatu hak kebendaan, tetapi hanya memberi suatu hak
perseorangan, terhadap yang menyewakan ada hak “persoonlijk” terhadap pemilik,
akan tetapi hak orang yang menyewakan ini mengenai suatu benda, yaitu suatu
barang yang disewakan.10
Dari penjelasan maka ada satu Bentuk Perjanjin Sewa - Menyewa yang
dibuat secara bawah tangan yakni :
9Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : Intermasa, 2002), hlm. 123.
SURAT PERJANJIAN SEWA MENYEWA
Kami yang bertanda tangan dibawah ini : ... I. TUAN SARTONO WIJAYA, lahir di Binjai, pada 03 (tiga) Pebruari 1960
(seribu sembilan ratus enam puluh), Warga Negara Indonesia, Wiraswasta, bertempat tinggal di Binjai, Jalan Muhammad Husni Thamrim No.41, Kelurahan Pekan Binjai, Kecamatan Binjai Kota, Pemegang Nomor Induk Kependudukan (NIK) 1275020302600001;...
-Untuk selanjutnya disebut : ...
... Pihak Pertama Yang Menyewakan ...
II. TUAN SUKIWI TJONG, lahir di Stabat, pada tanggal 18 (delapan belas) April 1966 (seribu sembilan ratus enam puluh enam), Warga Negara Indonesia, wiraswasta, bertempat tinggal di Kabupaten Langkat, Jalan Wonosari Perdamaian, Kelurahan Perdamaian, Kecamatan Stabat, Pemegang Nomor Induk Kependudukan(NIK) 02.0204.180466.0001, untuk sementara berada di Binjai; ...
-dalam hal ini bertindak dalam kedudukan/jabatan, sebagai Ketua, dari dan dengan demikian, bertindak untuk dan atas nama serta guna menanggung kepentingan “ YAYASAN PANCA KARYA MITRA “, berkedudukan di Binjai, yang didirikan berdasarkan akte, tertanggal 22 (dua puluh dua) Agustus 2008 (dua ribu delapan) nomor 146, dibuat dihadapan ZONARITA, Sarjana Hukum, Notaris di Binjai, yang untuk tindakan hukum ini berhak berdasarkan ketentuan termaktub dalam Pasal 13 anggaran dasar Yayasan tersebut; ...
-untuk selanjutnya disebut : ...
... Pihak Kedua Penyewa ...
-Kedua belah pihak bersama-sama menerangkan dengan ini terlebih dahulu :
-Pihak Pertama, menerangkan dengan ini telah menyewakan kepada
“ YAYASAN PANCA MITRA KARYA “ berkedudukan di Binjai, selanjutnya dibawah ini disebut pihak kedua, yang menerangkan telah menerima persewaan dari pihak pertama, yaitu atas : ...
-Satu unit bangunan sekolah, lengkap dengan barang-barang inventaris, yang terdiri dari bangku-bangku sekolah, meja guru dan papan tulis yang terdapat di masing-masing kelas dari sekolah tersebut, demikian berikut saluran-saluran air dan listrik, serta hak-hak atas langganannya, terletak didalam Provinsi Sumatera Utara, Kota Binjai, Kecamatan Binjai Kota, Kelurahan Kartini ...
Perjanjian sewa-menyewa gedung antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra
Karya dengan pemilik gedung telah memauat Asas Konsensualisme, asas ini dapat
“Persetujuan yang dibuat secara sah “ dan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata
erat hubungannya dengan ketentuan Pasal 1320 KHUPerdata tentang syarat sahnya
perjanjian yang pertama yaitu sepakat dari para pihak yang mengikatkan diri,
perjanjian ini terbentuk dan terjadi dengan tercapainya kata sepakat dari antara dua
pihak.
Dalam perjanjian sewa menyewa selalu terdapat 2 (dua) belah pihak yang
selalu mengikatkan diri untuk berprestasi satu sama lain. Pihak inilah yang menjadi
subjek sewa menyewa. Subjek sewa menyewa merupakan subjek hukum dimana
subjek hukum ini ada 2 (dua) yaitu : orang pribadi dan badan hukum.
Subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban. Menurut R. Suroso
subjek hukum adalah :11
“Sesuatu yang menurut hukum berhak/berwenang untuk melakukan perbuatan
hukum atau siapa yang mempunyai hak dan cakap bertindak dalam hukum,
sesuatu pendukung hak (rechtsbevoedgheid) dan merupakan sesuatu yang menurut
hukum mempunyai hak dan kewajiban”.
Hak dan kewajiban dapat timbul dari adanya suatu perjanjian yang dibuat para
pihak ataupun yang telah ditentukan oleh undang-undang. Suatu perjanjian yang
dibuat oleh para pihak akan menimbulkan suatu perikatan yang mana perikatan
merupakan isi dari suatu perjanjian, jadi perikatan yang telah dilaksanakan para pihak
dalam suatu perjanjian memberikan tuntutan pemenuhan hak dan kewajiban terhadap
pelaksanaan isi dari perjanjian khususnya perjanjian sewa menyewa ini.
11
Jadi, dalam peranjian sewa menyewa ini, kewajiban pihak yang satu adalah
menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban
pihak yang lain ini adalah membayar harga sewa. Jadi barang diserahkan tidak untuk
dimiliki seperti halnya dalam jual beli, tetapi hanya untuk dipakai dan dinikmati
kegunaannya.12
Sering kali dalam perjanjian sewa-menyewa terjadi permasalahan jika salah
satu pihak wanprestasi, adanya ketidak seimbangan antara hak dan kewajiban
masing-masing pihak, adanya masalah yang timbul karena adanya hal-hal yang tidak
diperjanjikan secara tegas dalam klausula perjanjian dan lain-lain. Menyangkut
permasalahan-permasalahan yang bisa terjadi maka perlu adanya pengaturan yang
lebih jelas dan terperinci antara kedua belah pihak yang sepakat untuk mengadakan
perikatan. Perjanjian dalam kitab undang-undang Hukum Perdata telah diatur dalam
Buku III tentang perikatan Bab Kedua, bagian kesatu sampai dengan keempat.
Dan tentang sewa-menyewa dalam Buku III Bab Tujuh bagian kesatu sampai dengan
keempat.
Begitu juga halnya yang terjadi dalam perjanjian sewa menyewa antara
Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah,
yang dimiliki oleh orang (personal), dimana pada saat dilakukan para penelitian dan
mewawancarai pihak pengurus yayasan maupun pihak pemilik gedung, mereka
menyatakan isi dari perjanjian tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak.
Namun demikian terkait dengan perjanjian ini, ada diatur didalamnya hak dan
kewajiban masing-masing pihak yaitu mengenai jangka waktu pembayaran,
tenggang waktu sewa dan lain-lain, tetapi walaupun sudah diatur secara terperinci
tidak tertutup kemungkinan dalam perjanjian sewa-menyewa ini akan timbul potensi
permasalahan diantara para pihak, misalnya terkait dengan kewenangan pihak
penyewa untuk menyewakan beberapa fasilitas yang ada kepada pihak ketiga.
Kemudian tenggang waktu pembayaran dan besarnya yang harus dibayar,
salah satunya yang pernah muncul masalah yang terjadi terkait dengan uang sewa
mengalami keterlambatan pembayaran yang dilakukan oleh pihak penyewa, sehingga
dalam hal ini pihak yang menyewakan merasa dirugikan oleh pihak penyewa.
Untuk menghindari hal-hal yang merugikan baik pihak penyewa maupun yang
menyewakan maka perlu diatur lebih jelas hak dan kewajiban dari masing-masing
pihak di dalam perjanjian sewa-menyewa tersebut, dan sanksi-sanksi yang harus
dilakukan bila salah satu pihak melanggar atau tidak menepati perjanjian tersebut.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan
judul “Analisa Yuridis Perjanjian Sewa Menyewa Gedung Dibawah Tangan
Terhadap Hal-Hal yang Tidak Diperjanjikan secara Tegas ”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka ada beberapa hal yang menjadi pokok
permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana pengaturan dan pelaksanaan perjanjian sewa menyewa antara
2. Bagaimanakah kedudukan para pihak dilihat dari hak dan kewajiban yang diatur
didalam perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra
Karya dengan Pemilik Gedung Sekolah ?
3. Bagaimana penyelesaian Hukum terhadap masalah perbedaan persepsi antara
pihak penyewa dengan yang menyewakan terhadap klausula perjanjian
sewa menyewa ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaturan dan pelaksanaan perjanjian sewa menyewa antara
Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah.
2. Untuk mengetahui kedudukan para pihak dilihat dari hak dan kewajiban yang
diatur didalam perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra
Karya dengan pemilik gedung sekolah.
3. Untuk mengetahui penyelesaian hukum terhadap masalah perbedaan persepsi
antara pihak penyewa dengan menyewakan terhadap klausula perjanjian sewa
menyewa ?
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis, yaitu :
Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberi manfaat dalam bidang ilmu
pengetahuan hukum khususnya bidang keperdataan terutama yang berhubungan
dengan perjanjian.
2. Secara Praktis
Diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi bagi para pihak yaitu
yang menyewakan dan penyewa yang melakukan perjanjian sewa menyewa dan
juga bagi masyarakat yang akan melakukan perjanjian sewa menyewa.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan,
baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada, maupun sedang dilakukan,
khususnya pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, pembahasan
mengenai analisa yuridis perjanjian sewa menyewa gedung dibawah tangan terhadap
hal-hal yang tidak diperjanjikan secara tegas (Studi kasus di Yayasan Panca Mitra
Karya), belum pernah dilakukan.
Pernah ada penelitian sebelumnya terkait dengan Perjanjian sewa-menyewa
rumah yang dilakukan oleh :
1. Mahmud Khaiyath, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan,
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2003, dengan judul
“Pembatalan Perjanjian Sewa Menyewa Rumah secara Sepihak Menurut Hukum
Perjanjian (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Kelas I-A Medan),
dengan beberapa permasalahan yang diteliti yaitu : Faktor- faktor apa sajakah
bagaimanakah pembatalan perjanjian sewa menyewa rumah secara sepihak
sebelum jangka waktu sewa berakhir dan bagaimanakah akibat hukum terhadap
pihak yang melakukan wanprestasi.
2. Rika Fitri, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan,
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2008, dengan judul
“Analisa Yuridis Terhadap Akta Sewa Menyewa Rumah yang Dibuat Dihadapan
Notaris (Studi Kantor Notaris Kota Medan)”, dengan beberapa permasalahan
yang diteliti yaitu : bagaimanakah pengaturan klausul akta sewa menyewa yang
dibuat di hadapan notaris, bagaimana pengaturan mengenai pengosongan dalam
akta sewa menyewa rumah, dan perlindungan apakah yang diberikan dalam
perjanjian sewa menyewa terhadap penyewa dan yang menyewakan.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
“Perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi,
aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori”.13 Teori
berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gajala spesifik atau proses
tertentu terjadi dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta
yang dapat menunjukkan ketidakbenaran.14
13
Menurut Soerjono Soekanto, teori15 adalah “suatu sistim yang berisikan
proposisi-proposisi yang telah diuji kebenarannya untuk menjelaskan aneka macam
gejala sosial yang dihadapinya dan memberikan pengarahan pada aktifitas penelitian
yang dijalankan serta memberikan taraf pemahaman tertentu”.
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,
tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan
penulis dibidang hukum.16 Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan
cara-cara untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil penelitian
dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu.17 Kata lain dari
kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis,
mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau
pegangan teoritis dalam penelitian.18
Sehubungan dengan itu dalam meneliti tentang analisa yuridis perjanjian
sewa menyewa gedung dibawah tangan terhadap hal-hal yang tidak diperjanjikan
secara tegas, teori hukum yang digunakan sebagai pisau analisis adalah teori
perjanjian tentang kebebasan berkontrak.
Pendekatan berdasarkan hukum terhadap asas kebebasan berkontrak sebagai
suatu kebebasan manusia yang fundamental juga dikemukakan oleh Thomas Hobbes.
“Kontrak menurut Hobbes adalah metode dimana hak-hak fundamental dari manusia
15Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta : UI Press, 2008), hlm.6. 16
dapat dialihkan, sebagaimana halnya dengan hukum alam yang menekankan tentang
perlunya ada kebebasan bagi manusia, maka hal itu berlaku juga berkaitan dengan
kontrak-kontrak”.19
Thomas Hobbes berpendapat bahwa alam telah membuat manusia sama,
yaitu sama dalam panca indranya dan sama dalam pikirannya, sekali pun dapat
dijumpai bahwa kadang-kadang ada manusia yang lebih kuat raganya dari manusia
yang lain. Dari kesamaan ini timbul kesamaan harapan untuk memperoleh
tujuan-tujuan akhirnya. “Apabila ada dua manusia yang menginginkan hal yang
sama, yang untuk hal tersebut tidak mungkin dapat dinikmati bersama oleh mereka,
maka mereka akan saling bermusuhan. Untuk mencapai apa yang diinginkan oleh
mereka itu, mereka akan berusaha untuk menghancurkan atau menaklukkan
yang lain”.20
Setelah memahami pemikiran Thomas Hobbes tersebut, maka apabila
perkembangan dari berfungsinya asas kebebasan berkontrak dalam
pembuatan-pembuatan kontrak ternyata telah menimbulkan penindasan oleh pihak yang satu
terhadap pihak yang lain, sebagaimana hal yang demikian itu, menurut teori Thomas
Hobbes pasti akan terjadi apabila manusia dibiarkan bebas tanpa kendali oleh suatu
yang berkuasa dan berwenang, “maka seandainya Thomas Hobbes masih hidup dan
sempat menyaksikan akses dari bekerjanya asas kebebasan berkontrak yang demikian
19
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993), hlm. 20.
itu, Ia akan menganjurkan agar negara campur tangan”. Ia akan mengemukakan
pendapat bahwa karena manusia mempunyai ketakutan akan mati, berkeinginan
untuk memperoleh sesuatu hal demi untuk dapat menikmati hidup secara leluasa dan
mempunyai harapan untuk memperoleh hal-hal tersebut, maka nalar yang
dipunyainya, yang cenderung mencari kedamaian, “sehingga akan berupaya untuk
menemukan jalan ke arah yang dapat menghindarkan bentrokan dengan sesamanya
dalam pembuatan suatu perjanjian”.21
Jadi didalam perjanjian sewa menyewa ini menganut azas kebebasan
berkontrak, dimana para pihak menurut kehendak bebasnya masing-masing dapat
membuat perjanjian dan setiap orang bebas mengikat diri dengan siapapun yang ia
kehendaki. Pihak-pihak juga dapat bebas menentukan cakupan isi serta persyaratan
dari suatu perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian tersebut tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa,
baik ketertiban umum ataupun kesusilaan.
Istilah “kontrak” atau “perjanjian” dalam sistim hukum nasional memiliki
pengertian yang sama, seperti halnya di Belanda tidak dibedakan atara pengertian
“contract” dan “overeenkomst”.
Perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur dalam
Buku III tentang Perikatan, Bab Kedua, Bagian Kesatu sampai dengan Bagian
Keempat. Kata Perikatan mempunyai pengertian yang lebih luas daripada kata
“Perjanjian”. Dimana kata Perikatan dapat diartikan sebagai “suatu hubungan hukum
antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut
sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi
tuntutan itu”.22Sedangkan perjanjian dapat diartikan “sebagai suatu peristiwa dimana
seorang berjanji kepada seorang lainnya atau dimana dua orang itu saling berjanji
untuk melaksanakan sesuatu hal”.23
Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata :
“ Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih ”.
Berdasarkan pengertian diatas dapat diartikan hubungan antara perikatan
dengan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan,
sebab perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan selain
undang-undang. Jadi Perikatan merupakan suatu pengertian yang abstrak,
sedangkan Perjanjian adalah suatu peristiwa hukum yang kongkrit.24
Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi
perjanjian yang terdapat didalam ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata adalah tidak lengkap dan pula terlalu luas. Karena hanya mengenai perjanjian
sepihak saja, tetapi mencakup sampai kepada lapangan hukum keluarga, seperti janji
kawin yang merupakan perjanjian juga, namun memiliki sifat yang berbeda dengan
22
Subekti,Op Cit, hlm.1. 23Ibid.
perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku Ke-III
kriterianya dapat dinilai secara materiil atau uang.25
Dari pengertian perjanjian yang telah dikemukakan diatas, agar suatu
perjanjian mempunyai kekuatan maka harus dipenuhi syarat sahnya perjanjian
sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, yaitu :
a. Syarat Subyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian dapat
dibatalkan yang meliputi :
1). Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2). Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
b. Syarat Obyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian tersebut menjadi
batal demi hukum yang meliputi :
1). Suatu hal (obyek) tertentu.
2). Sebab yang halal.
Kesepakatan diantara para pihak diatur dalam Pasal 1321-1328 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata dan kecakapan dalam rangka tindakan pribadi orang
perorangan diatur dalam Pasal 1329-1331 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Syarat tersebut merupakan syarat subyektif yaitu syarat mengenai subyek hukum atau
orangnya. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut dapat
dibatalkan. Sedangkan syarat obyektif diatur dalam Pasal 1332-1334 Kitab
undang Hukum Perdata mengenai keharusan adanya suatu obyek dalam perjanjian
dan Pasal 1335-1337 mengatur mengenai kewajiban adanya suatu causa yang halal
dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak . Syarat tersebut merupakan
syarat obyektif, apabila tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum.
Secara garis besar KUH Perdata mengklasifikasikan jenis‐jenis perjanjian
adalah26:
a. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang membebani hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Sedangkan perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan kepada pihak lainnya, misalnya hibah.
b. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak membebani
Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan kepada satu pihak saja. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan kedua prestasi tersebut ada hubungannya menurut hukum.
c. Perjanjian bernama dan tidak bernama
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian‐perjanjian khusus, karena jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa. Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas, misalnya perjanjian kerjasama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan.
d. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan
haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang
membebankan kewajiban pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan dari perjanjian obligatoir dan perjanjian kebendaannya jatuh bersamaan.
e. Perjanjian konsensual dan perjanjian real
Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada perjanjian kehendak antara pihak‐pihak. Sedangkan perjanjian real adalah perjanjian di samping ada perjanjian kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barang yang diperjanjikan.
Suatu perjanjian dalam pelaksanaannya ada kemungkinan tidak sesuai dengan
yang diperjanjikan atau mungkin tidak dapat dilaksanakan karena adanya
hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan-hambatan tersebut dapat
terjadi berupa wanprestasi dan keadaan memaksa (force majeur)27.
Wanprestasi menurut Abdul Kadir Muhamad mempunyai arti tidak memenuhi
kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena
perjanjian28. Sedangkan menurut J. Satrio, wanprestasi mempunyai arti bahwa
“debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan
kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepdanya, maka dikatakan bahwa debitur
wanprestasi “29.
Dari dua pengertian di atas, maka secara umum wanprestasi berarti
pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut
selayaknya. Misalnya seorang disebutkan dalam keadaan wanprestasi maka dia dalam
melakukan pelaksanaan prestasi perjanjian telah terlambat dari jadwal waktu yang
ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut yang sepatutnya.
Seseorang dikatakan telah melakukan wanprestasi baik karena lalai maupun
karena kesengajaan, apabila30:
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan.
27
J. Satrio,Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya,(Bandung : Alumni, 1999), hlm.83
28
Abdul Kadir Muhamad,Op Cit, hlm.20.
29
J. Satrio,Op Cit, hlm.122
b. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sebagaimana yang
diperjanjikan.
c. Melakukan apa yang sudah diperjanjikan tetapi sudah terlambat.
d. Melakukan suatu yang oleh perjanjian tidak boleh dilakukan.
Untuk menentukan dan menyatakan apakah seseorang melakukan
wanprestasi, tidaklah mudah karena seringkali tidak diperjanjikan dengan tepat kapan
suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang telah diperjanjikan. Sebelum
dinyatakan wanprestasi, seorang debitur harus lebih dahulu ditagih atau diberi teguran
atau somasi, sebagaimana ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata yang menyebutkan :
“Si berhutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan akta sejenis
itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan,
bahwa si berhutang akan terus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang
ditentukan.” Apabila si berutang tidak melakukan apa yang dijanjikannya,
maka dikatakan ia “ Wanprestasi “ bila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak
boleh dilakukannya.
Sebagai akibat terjadinya wanprestasi maka debitur harus :
a. Mengganti kerugian.
b. Benda yang dijadikan obyek dari perikatan sejak saat tidak dipenuhinya
kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur.
c. Jika perikatan itu timbul dari perjanjian yang timbal balik, kreditur dapat
Pernyataan lalai ada yang diperlukan dan ada yang tidak diperlukan
mengingat adanya bentuk wanprestasi.
a. Apabila debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali maka pernyataan lalai tidak diperlukan, kreditur langsung minta ganti kerugian.
b. Dalam hal debitur terlambat memenuhi prestasi maka pernyataan lalai diperlukan, karena debitur dianggap masih dapat berprestasi.
c. Kalau debitur keliru dalam memenuhi prestasi, Hoge Raad berpendapat pernyataan lalai perlu, tetapi Meijers berpendapat lain apabila karena kekeliruan debitur kemudian terjadi pemutusan perjanjian yang positif (positive contrackbreuk), pernyataan lalai tidak perlu.31
Keadaan memaksa (force majeur) adalah suatu keadaan tidak terduga,
tidak disengaja dan tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh debitur, dimana debitur
tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur dan dengan terpaksa peraturan
hukum juga tidak diindahkan sebagaimana mestinya, hal ini disebabkan adanya
kejadian yang berada diluar kekuasaan dan keberadaan ini dapat dijadikan alasan
untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian.
Keadaan memaksa berdasarkan Pasal 1244 KUHPerdata adalah :
a. Tidak memenuhi prestasi.
b. Ada sebab yang terletak diluar kesalahan debitur.
c. Faktor penyebab itu tidak terduga sebelumnya dan tidak dapat dipertanggung
jawabkan kepada debitur.
Pihak yang harus membuktikan adanya force majeur adalah pihak debitur
yang tidak dapat berprestasi dan yang harus dibuktikan adalah :
a. Bahwa debitur tidak mempunyai kesalahan atas timbulnya halangan prestasi.
b. Tidak memiliki pilihan.
c. Halangan itu tidak dapat diduga sebelumnya.
d. Debitur tidak menanggung resiko baik menurut ketentuan undang-undang
maupun perjanjian.
Ciri-Ciri dari Force Majeur adalah :
a. Suatu hal yang tidak terduga (Pasal 1244 KUHPerdata).
b. Keadaan memaksa (Pasal 1245 KHUPerdata).
c. Diluar salahnya si berutang (Pasal 1444 KHUPerdata).
Dengan demikian debitur dibebaskan dari kewajiban untuk membayar ganti
rugi akibat tidak terlaksananya kewajiban yang ditentukan dalam perjanjian karena
sesuatu kejadian atau keadaan yang terjadi setelah perjanjian yang dibuat yang berada
diluar daya atau menghindari atau kemampuan debitur untuk dapat menghentikan,
menghindari atau mengendalikan kejadian atau keadaan yang menyebabkan tidak
mungkin dilaksanakannya kewajiban tersebut.
Dengan kejadian atau keadaan itu tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada
debitur ( Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata )32. Force Majeur dikenal juga dengan
istilah-istilah lain yaituovermachtatau keadaan memaksa33.
32
Overmacht adalah suatu keadaan memaksa yaitu suatu keadaan diluar kekuasaan pihak debitur, yang menjadi dasar hukum untuk “memaafkan” kesalahan pihak debitur. Jadi suatuovermacht
mengandung dua unsur yaitu keadaan diluar kekuasaannya pihak debitur dan bersifat memaksa dan keadaan yang tidak dapat diketahui pada waktu perjanjian dibuat, sehingga pihak debitur akan luput dari perhukuman untuk menanggung resiko suatu perjanjian. Dengan kata lainovermachtmerintangi pihak debitur untuk memenuhi prestasi, Djohari Santoso dan Achmad Ali,Hukum Perjanjian Indonesi,
(Yogyakarta, Pustaka Fak.Hukum Universitas Islam Indonesia 1989), hal.63.
33
2. Konsepsi
Konsep berasal dari Bahasa Latin,conceptusyang memiliki arti sebagai suatu
kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan pertimbangan.34
Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori konsepsi yang
diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang
konkrit yang disebut denganoperational definition35.Pentingnya definisi operasional
tersebut adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua
(dubius), dari suatu istilah yang dipakai.36 Oleh karena itu untuk menjawab
permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar,
agar diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan,
sebagai berikut :
a. Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara
dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hukum pada satu pihak
untuk memperoleh prestasi sekaligus mewajibkan para pihak lain untuk
menunaikan prestasi.37
disengaja, peristiwa itu tidak dapat dikendalikan (dikuasai) oleh debitur, peristiwa itu berkaitan dengan obyek dan atau cara pemenuhan kontrak/perjanjian, peristiwa itu menyebabkan debitur tidak dapat atau terhalang memenuhi kewajiba, Janus Sidabalok, Penghantar Hukum Ekonomi, (Medan Bina Media, 2000), hal.96.
34Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin,Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hlm. 122.
35Sutan Remy Sjahdeini,Op. Cit.,hlm. 10.
36Tan Kamelo, “Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara”,Disertasi, Medan, PPs-USU, 2002, hlm. 35.
b. Perjanjian sewa menyewa itu sendiri adalah suatu perjanjian dengan mana
pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang
lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan
dengan pembayaran suatu harga oleh pihak tertentu yang disanggupi
pembayarannya.
c. Wanprestasi adalah tidak dipenuhinya janji, baik karena disengaja maupun
tidak disengaja atau sama sekali tidak memenuhi prestasi, prestasi yang
dilakukan tidak sempurna, terlambat memenuhi prestasi dan melakukan apa
yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.38
d. Yayasan adalah suatu badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang
dipisahkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.39
e. Perjanjian dibawah tangan adalah perjanjian yang dibuat serta ditanda tangani
oleh para pihak yang bersepakat tanpa campur tangan Pejabat Umum.
G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka jenis penelitian
hukum dengan pendekatan deskriptif analisis, maksudnya dari penelitian ini
diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan
38Ahmadi Miru,Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak,(Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2010), hlm. 74.
yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh
akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan.40
2. Spesifikasi dan Metode Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka sifat penelitian ini
adalahdeskriptif yuridis, yaitu suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum
yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang
lain.41
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif atau yuridis normatif, yakni penelitian hukum yang meletakkan hukum
sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah
mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan,
perjanjian serta doktrin (ajaran)42.
Penelitian hukum normatif selalu mengambil isu dari hukum sebagai sistem
norma yang digunakan untuk memberikan “justifikasi” preskriptif tentang suatu
peristiwa hukum, sehingga penelitian hukum normatif menjadikan sistem norma
sebagai pusat kajiannya. Sistem norma dalam arti yang sederhana adalah sistem
kaidah atau aturan, sehingga penelitian hukum normatif adalah penelitian yang
mempunyai objek kajian tentang kaidah atau aturan hukum sebagai suatu bangunan
sistem yang terkait dengan suatu peristiwa hukum.
40Sunaryati Hartono,Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20,(Bandung : Alumni, 1994), hlm.101.
41Bambang Sunggono,Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2001), hlm. 38.
42Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad,Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Jadi penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan argumentasi
hukum tentang perjanjian sewa menyewa antara yayasan selaku penyewa dengan
pemilik gedung sekolah selaku yang menyewakan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian kepustakaan
(library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan
kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tertier.43
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, antara lain :
1). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
2). Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28
Tahun 2004 tentang Yayasan.
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti : hasil-hasil penelitian dan karya
ilmiah dari kalangan hukum, yang terkait dengan masalah penelitian.
c. Bahan tertier adalah bahan pendukung diluar bidang hukum seperti kamus
ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan masalah penelitian.
4. Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara :
a. Studi Dokumen yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan
kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, berupa dokumen-dokumen
maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang tekait dengan
perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya
dengan pemilik gedung sekolah.
b. Wawancara (interview) adalah sekumpulan pertanyaan (tersusun dan bebas)
yang diajukan dalam situasi atau keadaan tatap muka atau langsung
berhadapan dan catatan lapangan diperlukan untuk menginventarisir hal-hal
baru yang terdapat dilapangan yang ada kaitannya dengan daftar pertanyaan
yang sudah dipersiapkan, antara lain dengan :
1). Pengurus Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya.
2). Pemilik Gedung Sekolah.
3). Notaris Kotamadya Binjai.
5. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
kualitatif, yaitu data yang diperoleh disusun secara sistematis kemudian dianalisis
secara kualitatif agar dapat diperoleh kejelasan masalah yang akan dibahas.
Pengertian analisis disini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan
penginterpretasian secara logis dan sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara
berfikir deduktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan penelitian ilmiah.
yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan
permasalahan yang diteliti.44 Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan
yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini
secara deduktif.
BAB II
PENGATURAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA ANTARA YAYASAN PENDIDIKAN PANCA MITRA KARYA DENGAN
PEMILIK GEDUNG SEKOLAH
A. Pengertian Perjanjian Sewa Menyewa
Perjanjian sewa menyewa adalah sebagai salah satu bentuk perjanjian yang
diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan merupakan perjanjian
timbal balik yang selalu mengacu kepada asas konsensualitas atau berdasarkan
kesepakatan para pihak dan merupakan salah satu jenis perjanjian yang sering terjadi
dalam kehidupan di masyarakat.45
Perjanjian sewa menyewa pada dasarnya tergolong dalam jenis perjanjian
untuk memberikan/menyerahkan sesuatu yang diatur dalam Buku III Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600).
Berdasarkan ketentuan Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
yang dimaksud dengan sewa menyewa adalah :
“Suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk
memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari suatu barang selama suatu
waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut terakhir
itu disanggupi pembayarannya”.
Dari defenisi Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat dilihat
bahwa ada 3 (tiga) unsur yang melekat, yaitu:
45
a. Suatu persetujuan antara pihak yang menyewakan (pada umumnya pemilik
barang) dengan pihak penyewa.
b. Pihak yang menyewakan menyerahkan sesuatu barang kepada sipenyewa untuk
sepenuhnya dinikmati.
c. Penikmatan berlangsung untuk suatu jangka waktu tertentu dengan pembayaran
sejumlah harga sewa yang tertentu pula.
Untuk menunjukkan bahwa itu merupakan perjanjian sewa menyewa,
maka penyewa yang diserahi barang yang dipakai, diwajibkan membayar harga sewa
atau uang sewa kepada pemilik barang.
Pada hakekatnya sewa menyewa tidak dimaksud berlangsung terus menerus,
melainkan pada saat tertentu pemakaian dari barang tersebut akan berakhir dan
barang akan dikembalikan lagi kepada pemilik semula, mengingat hak milik atas
barang tersebut tetap berada dalam tangan pemilik semula.
Adapun unsur “waktu tertentu” di dalam definisi yang diberikan dalam
undang-undang dalam Pasal 1548 KUH Perdata tersebut tidak memberikan
penjelasan mengenai sifat mutlaknya atau tidak adanya batas waktu, tetapi ada
beberapa pasal lain dalam KUH Perdata yang menyinggung tentang waktu sewa :
Pasal 1570 KUHPerdata.
“Jika sewa dibuat dengan tulisan maka sewa itu berakhir demi hukum, apabila
waktu yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya sesuatu
pemberhentian untuk itu.”
“Jika sewa tidak dibuat dengan tulisan maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain hendak menghentikan sewanya, dengan mengindahkan tenggang-tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat.”
Dari dua pasal tersebut, tampak bahwa di dalam perjanjian sewa menyewa
batas waktu merupakan hal yang penting, dan meskipun dalam Pasal 1548 KUH
Perdata tidak secara tegas dicantumkan adanya batas waktu tetapi undang-undang
memerintahkan untuk memperhatikan kebiasaan setempat atau mengindahkan
tenggang waktu yang diharuskan berdasarkan kebiasaan setempat.
Perjanjian sewa menyewa termasuk dalam perjanjian bernama. Perjanjian ini
adalah suatu perjanjian konsensuil, artinya perjanjian ini sudah sah dan mengikat
pada detik tercapainya kesepakatan mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang
dan harga. Peraturan tentang sewa menyewa ini berlaku untuk segala macam sewa
menyewa, mengenai semua jenis barang, baik barang bergerak maupun tidak
bergerak, yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu,
karena waktu tertentu bukan syarat mutlak untuk perjanjian sewa menyewa.46
Menurut Subekti perjanjian sewa menyewa adalah :
“Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari sesuatu barang, selama waktu
tertentu dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak terakhir disanggupi
pembayarannya”.47
Adapun pengertian perjanjian sewa menyewa menurut M. Yahya Harahap
adalah sebagai berikut :
“Perjanjian sewa menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan
dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan atau pemilik menyerahkan barang
yang hendak disewa kepada penyewa untuk dinikmati sepenuhnya ”.48
Sedangkan menurut kamus hukum, sewa menyewa adalah suatu persetujuan
dimana pihak yang satu menyanggupi dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan
kepada pihak yang lain agar pihak ini dapat menikmatinya untuk suatu jangka waktu
tertentu dan atas penerimaan sejumlah uang tertentu pula, yang mana pihak yang
belakangan ini sanggup membayarnya. Sedangkan menurut kamus besar
Bahasa Indonesia sewa adalah pemakaian sesuatu dengan membayar uang.
Jadi dari pengertian diatas, jelas bahwa pihak yang terlibat dalam perjanjian
sewa-menyewa adalah pihak yang menyewakan dan pihak penyewa. Pihak yang
menyewakan adalah orang atau badan hukum yang menyewakan barang atau benda
kepada pihak penyewa, sedangkan pihak penyewa adalah orang atau badan hukum
yang menyewakan barang atau benda dari pihak yang menyewakan.49Sewa meyewa
sama halnya dengan jual beli dan perjanjian-perjanjian lain pada umumnya adalah
suatu perjanjian konsensual.
Perjanjian sewa menyewa harus disesuaikan dengan syarat sahnya perjanjian
dalam Pasal 1320 KUHPerdata, serta tiga unsur pokok yang harus ada dalam
perjanjian sewa menyewa tersebut, yaitu :50
48
M. Yahya Harahap,Op Cit, hlm.220.
49
Salim. H.S,Hukum Kontrak, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2010 ), hlm.59.
a. Unsur Essensialia, adalah bagian perjanjian yang harus selalu ada didalam
suatu perjanjian, bagian yang mutlak, dimana tanpa adanya bagian
tersebutperjanjian tidak mungkin ada. Unsur-unsur pokok perjanjian
sewa menyewa adalah barang dan harga.
b. Unsur Naturalia, adalah bagian perjanjian yang oleh Undang-Undang diatur,
tetapi oleh para pihak dapat diganti, sehingga bagian tersebut oleh
Undang-Undang diatur dengan hukum yang sifatnya mengatur atau menambah.
c. Unsur Aksidentalia, adalah bagian perjanjian yang ditambahkan oleh para
pihak. Undang-Undang sendiri tidak mengatur tentang hal tersebut, jadi
hal yang diinginkan tersebut juga tidak mengikat para pihak karena memang
tidak ada dalam Undang-Undang, bila tidak dimuat, berarti tidak mengikat.
KlausulaAksidentaliayang berbentuk berdasarkan unsurAksidentaliasebagai
salah satu unsur pokok dari suatu perjanjian, mempunyai peranan yang penting dalam
perjanjian sewa menyewa, karena dengan adanya klausula Aksidentalia yang dibuat
dan disepakati sendiri oleh para pihak dapat melengkapi ketentuan-ketentuan yang
belum diatur dalam peraturan perundang-undangan, peraturan Pemerintah maupun
Hukum kebiasaan. Sehingga dapat terangkum dalam suatu perjanjian yang mengikat
dan berlaku layaknya Undang-Undang bagi para pihak yang membuat dan
menyepakati (facta surt servanda). Dengan demikian, perlindungan hukum bagi para
pihak terutama pemilik atau pihak yang menyewakan akan lebih terjamin.51
51
Jika diperhatikan sewa menyewa ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang
bersifat perseorangan dari bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan
perjanjian sewa menyewa ini, kepemilikan terhadap rumah sewa tersebut tidaklah
beralih kepada penyewa tapi tetap menjadi hak milik dari orang yang menyewakan.52
R. Subekti menyatakan bahwa jika ada suatu perjanjian sewa menyewa rumah yang belum habis masa sewanya. Oleh pemilik rumah atau yang menyewakan melakukan tindakan hukum menjual rumah yang disewakan tersebut, maka pihak penyewa tidak berhak melakukan penuntutan ganti rugi. Namun sebaliknya, bila diperjanjikan secara tegas, maka pihak penyewa dapat melakukan tuntutan hukum ganti rugi kepada pihak penyewa.53
Sewa menyewa berbeda dengan jual beli dan pemakaian. Adapun perbedaan
pokok antara jual beli dengan sewa menyewa :
1). Pada sewa menyewa, hak menikmati barang yang diserahkan kepada penyewa, hanya terbatas pada suatu jangka waktu tertentu saja, sesuai dengan lamanya jangka waktu yang ditentukan didalam perjanjian. Pada jual beli, disamping hak pembeli untuk menikmati sepenuhnya tanpa jangka batas waktu tertentu, sekaligus terhadap barang yang dibeli tadi terjadi penyerahan hak milik kepada pembeli.
2). Tujuan pembayaran sejumlah uang dalam sewa menyewa, hanya sebagai imbalan atas hak penikmatan benda yang disewa. Sedangkan pada jual beli, tujuan pembayaran harga barang oleh pembeli tiada lain untuk pemilikan barang yang dibeli.54
Sedangkan perbedaan persewaan dengan pemakaian terletak pada masalah
prestasi, yaitu :
1). Pada sewa menyewa, untuk penggunaan penikmatan yang diberikan kepada
si penyewa, si peenyewa tersebut harus menyerahkan kontraprestasi berupa
sejumlah uang sewa.
52
Qirom S. Meliala,Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, (Yogyakarta : Liberty, 1985), hlm.78.
53
R Subekti,Op. Ci.,hlm. 1.
54
2). Sedangkan pada pemakaian, si pemakai tidak dibebani dengan suatu
kontraprestasi. Pemakai diberi hak oleh pemilik untuk memakai dan menikmati
barang secara cuma-cuma.
1. Pengaturan Perjanjian Sewa Menyewa
Istilah perjanjian di dalam Bab II Buku III Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu persetujuan adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih. Dinamakan Perjanjian Obligator karena suatu perjanjian juga
dinamakan persetujuan, karena dua pihak tersebut setuju untuk melakukan sesuatu.
Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah
sama artinya. Perkataan kontrak merupakan pengertian yang cenderung lebih sempit
dari perjanjian, karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan dalam bentuk
tertulis.55
Berdasarkan berbagai pendapat mengenai perjanjian diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa perjanjian adalah:
a. Adanya para pihak
Para pihak dalam perjanjian sedikit ada dua orang yang disebut sebagai
subyek perjanjian. Yang menjadi subyek perjanjian dapat dilakukan oleh
orang maupun badan hukum yang mempunyai wewenang untuk melakukan
perbuatan hukum seperti yang ditetapkan oleh undang-undang.
b. Adanya persetujuan antara para pihak
55
Persetujuan tersebut bersifat tetap yang dihasilkan dari suatu perundingan
yang pada umumnya membicarakan syarat-syarat yang akan dicapai.
c. Adanya tujuan yang akan dicapai
Tujuan yang akan dicapai dalam perjanjian tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan dan undang-undang.
d. Adanya prestasi yang akan dilaksanakan
Prestasi adalah suatu hal yang harus dipenuhi oleh para pihak sesuai dengan
syarat-syarat perjanjian.
e. Adanya bentuk-bentuk tertentu
Bentuk-bentuk tertentu yang dimaksud adalah secara lisan maupun tulisan,
sehingga mempunyai kekuatan mengikat dan bukti yang kuat.
f. Adanya syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian
Munir Fuady berpendapat agar suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah
sehingga mengikat kedua belah pihak, maka kontrak tersebut haruslah memenuhi
syarat-syarat tertentu yang digolongkan sebagai berikut:
1. Syarat sah yang umum, yaitu :
a. Syarat sah umum berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata terdiri dari 1). Kesepakatan kehendak
2). Wenang buat 3). Perihal tertentu 4). Kuasa yang legal
b. Syarat sah umum di luar Pasal 1338 dan 1339 KUHPerdata yang terdiri dari
1). Syarat itikad baik
2). Syarat sesuai dengan kebiasaan 3). Syarat sesuai dengan kepatutan