TESIS
Oleh
RENY ASWITA SIANTURI
087011105/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan
pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
RENY ASWITA SIANTURI
087011105/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
Nomor Pokok : 087011105 Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Anggota : 1.Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS
2.Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS
Nim : 087011105
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA
GEDUNG ANTARA DINAS PENDAPATAN DAERAH DENGAN PLAZA MEDAN FAIR
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Nama :RENY ASWITA SIANTURI
i
Perjanjian Sewa menyewa gedung Samsat Plaza Medan Fair, dikaji dan ditelaah melalui hubungan hukum antara pemilik dan penyewa menurut sudut pandang hukum perjanjian, sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama mengenai isi dari perjanjian sewa menyewa. Pada umumnya, hubungan hukum antara pemilik dan penyewa, ditetapkan dalam suatu perjanjian sewa menyewa yang dirancang khusus oleh kedua belah pihak dan bukan merupakan suatu perjanjian standar, dimana masing-masing pihak secara timbale balik mempunyai hak dan kewajiban.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini, adalah penelitian deskriptif analitis yang diarahkan untuk mengetahui secara lebih mendalam serta menganalisa pelaksanaan pembayaran pajak yang dilakukan di Samsat Plaza Medan Fair dengan perjanjian sewa menyewa gedung antara Sjafaruddin dengan PT. Anugrah Prima.
Perjanjian akan melindungi proses bisnis para pihak apabila pertama-tama dan terutama perjanjian dibuat secara sah kerena hal ini akan menjadi penentu proses hubungan hukum selanjutnya. Hal ini akan membawa suatu tantangan untuk mencari tahu sah atau validnya suatu kontrak. Dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa gedung, ada ketentuan yang wajib diterima oleh para penyewa dengan Klausula wajib, namun ada kesadaran dari para pihak untuk menghormati perjanjian sebagai undang-undang. Perselisihan yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa, umumnya diselesaikan dengan cara kekeluargaan berdasarkan kesadaran dan pertimbangan akal sehat oleh kedua belah pihak.
Hendaklah para pihak yang akan membuat atau mengadakan suatu perjanjian benar-benar memahami dan mengerti asas-asas dasar suatu perjanjian yang berlaku dalam berkontrak sebelum menandatangani perjanjian sehingga dapat menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
ii
Building Leasing Agreement for Samsat Plaza Medan Fair was studied and analyzed based on the legal relationship between the owner and the tenant according to Law of Agreement regulated in the Indonesian Civil Codes and the existing laws especially those related to the contents of the leasing agreement. In general, the legal relationship between the owner and the tenant of the building is set in a leasing agreement which is especially designed by both parties, not based on the standart agreement requiring each party to have his own right and responsibilities. Whether or not an agreement is made, amended or terminated can only be done based on the agreement oaf both parties. The conclusion is that agreements are valid according to the Indonesian law if they are made by the parties (subjects) who are qualified to do a legal action, they are made for certain object or issue, they are made according to legal clauses, they are made based on good intention, appropriateness, referring to public interest and local custom.
The purpose of this analytical descriptive study was to intensely find out and analyze the implementation of tax payment done in Samsat Plaza Medan Fair related to the building leasing agreement between Sjafaruddin and PT. Anugrah Prima.
The agreement will protect the business process of both parties if the agreement was legally made because this will be a decisive factor for the process of the further legal relationship. This will become a challenge to find out whether or not a contract is valid or legal. In the implementationof building leasing agreement, there are stipulations with compulsory clauses that must be accepted by the tenant, but several of the parties involved respect this agreement was usually settled in a familial approach based on the common sense and wise consideration of both parties.
It is suggested that any party want to make an agreement needs to understand the existing basic principles of an agreement in a contract before signing it to avoid yhe unwanted matters.
iii
dengan judul “TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA
GEDUNG ANTARA DINAS PENDAPATAN DAERAH DENGAN PLAZA
MEDAN FAIR”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan
dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang
mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat
terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN Bapak Prof. Dr. Alvi
Syahrin, SH., MS., dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar., SH., CN., M.Hum, selaku
Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan
arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.
Terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah berkenan
memberi masukan dan arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap
kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini
iv
diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN., selaku Ketua Program
Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH., CN., M.Hum, beserta seluruh
Staf atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan, sehingga dapat
diselesaikan studi pada Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.)
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara serta Bapak dan Ibu Guru Besar serta Dosen
Pengajar pada Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing
penulis sampai kepada tingkat Ketua Program Studi Magister Kenotariatan
v
5. Kepala Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara (Bapak Sjafaruddin,
SH.,MM) dan semua jajaran yang berkecimpung di dalam ke-Samsatan, serta
staf dan seluruh responden dan informan yang telah banyak membantu dalam
hal pengambilan data dan informasi-informasi yang berkenaan dengan
penulisan tesis ini.
Sungguh rasanya suatu kebanggan tersendiri dalam kesempatan ini penulis
juga turut mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Drs.
Marudut Sianturi, SE, Msi, Ibunda Anita Siahaan, SPd, yang telah mengasuh,
mendidik dan membesarkan penulis serta seluruh kakak-kakak dan adik-adikku,
yang telah memberikan doa dan perhatian yang cukup besar selama ini, sehingga
penulis dapat menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Kenotariatan
(M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan
seangkatan penulis, yang telah memberikan sumbangan saran, ide, dan pendapatnya
sehingga membuat warna tersendiri dalam tesis pada Program Studi Magister
vi
Tidak dapat penulis lukiskan rasa terima kasih kepada mereka semua. Hanya
dapat penulis hanturkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk memurahkan
rezeki bagi mereka yang senantiasamelindungi mereka.
Akhirnya dengan penuh kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak atas Tesis ini, yang diharapkan dapat memberikan masukan
yang membangun bagi Penulis untuk masa yang akan datang.
Medan, Februari 2011 Penulis,
vii
Nama : Reny Aswita Sianturi
Tempat/Tgl Lahir : Medan, 27 Juli 1985
Agama : Kristen Protestan
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama Orang Tua : 1. Drs. MARUDUT SIANTURI, SE, MSi
2. ANITA SIAHAAN, SPd
II. KELUARGA
1. DR. Lediana sianturi
2. DR. Lestina mayasari sianturi
3. Dollis roma ito sianturi, SH
4. Rovin arsita sianturi
5. Sri paulina sianturi
III. PENDIDIKAN
1. SD. ST. ANTONIUS VI MEDAN : 1991 - 1997
2. SMP SANTA MARIA MEDAN : 1997 - 2000
3. SMU ST. THOMAS 2 MEDAN : 2000 - 2003
4. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA : 2003 - 2007
viii
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP. ... vii
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR SINGKATAN... x
BAB I PENDAHULUAN... ... 1
A Latar Belakang... 1
B. Perumusan Masalah ... 17
C. Tujuan Penelitian ... 17
D. Manfaat Penelitian ... 18
E. Keaslian Penelitian ... 19
F. Kerangka Teori & Konsepsi ... 19
G. Metode Penelitian ... 26
BAB II PENGATURAN HUBUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA GEDUNG PLAZA MEDAN FAIR OLEH DINAS PENDAPATAN DAERAH... 30
A. Pengertian Perjanjian di Indonesia ... 30
ix
DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA GEDUNG
PLAZA MEDAN FAIR ... 57
A. Masa Berlakunya Perjanjian Sewa Menyewa... 57
B. Pembatalan Perjanjian Sewa Menyewa Gedung Plaza Medan Fair Secara Sepihak Sebelum Jangka waktu Berakhir... 63
C. Resiko Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Gedung ... 72
BAB IV PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA BILA TERJADI WAN PRESTASI ... 76
A. Pengertian Prestasi dan Wanprestasi Dalam Hukum Perjanjian Indonesia... 76
B. Akibat Hukum Jika Terjadi Wanprestasi... 78
C. Ketentuan Mengenai Akta Perjanjian Sewa Menyewa Dalam Bentuk Perlindungan Hukum Yang Seimbang... 87
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 96
A. Kesimpulan ... 96
B. Saran ... 98
DAFTAR PUSTAKA ... 100
x
KEPMEN : Keputusan Menteri
KUH Perdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
MA : Mahkamah Agung
MENKUMHAM : Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia
PK : Perjanjian Kerja
PN : Pengadilan Negeri
PPN : Pajak Pertambahan Nilai
PT : Pengadilan Tinggi
SAMSAT : Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap
SDM : Sumber Daya Manusia
SK : Surat Keputusan
SE : Surat Edaran
UMR : Upah Minimum Regional
i
Perjanjian Sewa menyewa gedung Samsat Plaza Medan Fair, dikaji dan ditelaah melalui hubungan hukum antara pemilik dan penyewa menurut sudut pandang hukum perjanjian, sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama mengenai isi dari perjanjian sewa menyewa. Pada umumnya, hubungan hukum antara pemilik dan penyewa, ditetapkan dalam suatu perjanjian sewa menyewa yang dirancang khusus oleh kedua belah pihak dan bukan merupakan suatu perjanjian standar, dimana masing-masing pihak secara timbale balik mempunyai hak dan kewajiban.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini, adalah penelitian deskriptif analitis yang diarahkan untuk mengetahui secara lebih mendalam serta menganalisa pelaksanaan pembayaran pajak yang dilakukan di Samsat Plaza Medan Fair dengan perjanjian sewa menyewa gedung antara Sjafaruddin dengan PT. Anugrah Prima.
Perjanjian akan melindungi proses bisnis para pihak apabila pertama-tama dan terutama perjanjian dibuat secara sah kerena hal ini akan menjadi penentu proses hubungan hukum selanjutnya. Hal ini akan membawa suatu tantangan untuk mencari tahu sah atau validnya suatu kontrak. Dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa gedung, ada ketentuan yang wajib diterima oleh para penyewa dengan Klausula wajib, namun ada kesadaran dari para pihak untuk menghormati perjanjian sebagai undang-undang. Perselisihan yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa, umumnya diselesaikan dengan cara kekeluargaan berdasarkan kesadaran dan pertimbangan akal sehat oleh kedua belah pihak.
Hendaklah para pihak yang akan membuat atau mengadakan suatu perjanjian benar-benar memahami dan mengerti asas-asas dasar suatu perjanjian yang berlaku dalam berkontrak sebelum menandatangani perjanjian sehingga dapat menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
ii
Building Leasing Agreement for Samsat Plaza Medan Fair was studied and analyzed based on the legal relationship between the owner and the tenant according to Law of Agreement regulated in the Indonesian Civil Codes and the existing laws especially those related to the contents of the leasing agreement. In general, the legal relationship between the owner and the tenant of the building is set in a leasing agreement which is especially designed by both parties, not based on the standart agreement requiring each party to have his own right and responsibilities. Whether or not an agreement is made, amended or terminated can only be done based on the agreement oaf both parties. The conclusion is that agreements are valid according to the Indonesian law if they are made by the parties (subjects) who are qualified to do a legal action, they are made for certain object or issue, they are made according to legal clauses, they are made based on good intention, appropriateness, referring to public interest and local custom.
The purpose of this analytical descriptive study was to intensely find out and analyze the implementation of tax payment done in Samsat Plaza Medan Fair related to the building leasing agreement between Sjafaruddin and PT. Anugrah Prima.
The agreement will protect the business process of both parties if the agreement was legally made because this will be a decisive factor for the process of the further legal relationship. This will become a challenge to find out whether or not a contract is valid or legal. In the implementationof building leasing agreement, there are stipulations with compulsory clauses that must be accepted by the tenant, but several of the parties involved respect this agreement was usually settled in a familial approach based on the common sense and wise consideration of both parties.
It is suggested that any party want to make an agreement needs to understand the existing basic principles of an agreement in a contract before signing it to avoid yhe unwanted matters.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemakmuran dan kesejahteraan adalah dambaan setiap umat manusia. Guna
mencapai kemakmuraan dan kesejahteraan tersebut tidak terlepas dari usaha-usaha
yang dilakukannya.
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, secara sadar atau tidak,
sesungguhnya manusia telah melakukan suatu perjanjian, yaitu suatu hubungan yang
menimbulkan suatu peristiwa atau akibat hukum dengan pihak lain, dan hal itu dapat
menyangkut berbagai macam aspek kehidupan dalam masyarakat, baik dalam bentuk
lisan maupun dengan bentuk tulisan, seperti perjanjian sewa-menyewa, perjanjian jual
beli maupun jual beli, misalnya, terhadap: tanah, gedung, rumah, apartemen,
kondominium, toko, ruangan, kenderaan bermotor seperti mobil dan sepeda motor,
perabot rumah tangga, dan lain sebagainya yang sebagaian besar dilakukan secara
lisan.
Perjanjian yang dimaksud dalam tulisan ini, adalah perjanjian menurut Pasal
1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku Ketiga Bab Kedua yaitu “ suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih”. Sedangkan pengertian menurut kamus Blacks Law Dictionary,
perjanjian adalah: “An agreement between two or more parties creating obligations
persetujuan antara dua pihak atau lebih yang menimbulkan kewajiban-kewajiban
yang dapat ditegakkan atau sebaliknya diakui secara hukum).
Seiring dengan perkembangan hidup umat manusia yang penekanannya pada
hak-hak asasi manusia, merupakan karakteristik indivualisme yang pada abad ke
XVII mulai berkembang. Hak-hak manusia yang alamiah dan bersifat mutlak yang
tidak dapat diasingkan dan juga dikenal sebagai nilai-nilai politik yang merupakan
hak-hak yang tiap-tiap orang memberikannya kepada orang lain.1
Latar belakang perkembangan hak asasi manusia, terinspirasi oleh asas-asas
Renaissance, yaitu: kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Semangat etika
Renaissance, hak-hak dasar sosial harus menjamin bahwa setiap orang dengan cara
yang serupa dapat menggunakan kebebasannya. Cara pandang yang modern dari
Renaissancetentang manusia dan masyarakat, adalah peran sentral otonomi individu
untuk sebanyak mungkin menentukan hidupnya sendiri.
Semua pergaulan hidup manusia memperlihatkan, bahwa suasana kehidupan
menyebabkan terbentuknya kebiasaan-kebiasaan, namun sebuah jalan panjang yang
memisahkan kebiasaan, dalam arti yang umum dari kebiasaan hukum. Dalam arti
yang umum, bahwa kebiasaan tersebut tidak lain adalah suatu perbuatan maupun
penahanan diri, berbuat sesuatu secara teratur oleh individu atau sekelompok
manusia.
1 Budiono, Herlien, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Aditya Bakti,
Pada bentuk-bentuk pergaulan hidup manusia yang paling primitif sekalipun
dapat dikemukakan dengan pasti, bahwa kebiasaan tersebut bersifat ritual dan sakral.2
Pada otonomi individu terletak pertanggung-jawabannya untuk membentuk
hidupnya sendiri sesuai dengan keyakinannya.3 Gagasan otonomi individualisme
tersebut dapat kita lihat dalam bunyi Pasal 570 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, menyatakan :
“Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan cara apapun juga, asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain, kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang dengan pembayaran ganti rugi”.
Semangat otonomi individualisme yang berkembang pada abad modern ini,
mendorong setiap orang untuk berbuat dan melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri
maupun untuk orang lain, seperti untuk pemenuhan akan sandang, pangan dan papan
(kebutuhan primer).
Berbagai macam urusan tersebut timbul karena dalam menjalani kehidupan
lahiriah didunia ini, kita akan selalu berhadapan dengan segala macam keperluan
hidup bendawi yang dapat dikatakan selalu “meliputi dan menyelimuti “ hampir
keseluruhan liku kehidupan jasmani kita.
2Gilissen, John & Gorle, Frits,Sejarah Hukum Suatu Pengantar, Refika Aditama, Bandung,
2005, hal.23-24
Adapun berbagai macam keperluan kehidupan tersebut, pada garis besarnya
dapat kita bagi dan kita bedakan macamnya menurut tingkatan kepentingannya yaitu:
a. Keperluan primer, yaitu keperluan yang terasa sangat penting bagi orang yang
bersangkutan sehingga baginya keperluan ini haruslah dipenuhi paling dulu atau
paling pertama, seperti keperluan akan papan, sandang dan pangan seperti yang
telah dijelaskan diatas.
b. Keperluan sekunder, yaitu keperluan yang bagi orang yang bersangkutan terasa
sebagai keperluan yang harus dipenuhi setelah terpenuhinya keperluan primer,
seperti keperluan akan perabot rumah tangga, pesawat telpon, televisi dan
transportasi.
c. Keperluan Tertier, yaitu keperluan yang bagi orang yang bersangkutan terasa
sebagai keperluan yang baru dapat dipenuhi bilamana orang tersebut telah
berhasil memenuhi keperluan-keperluan primer dan sekundernya, seperti
keperluan akan rumah peristirahatan, rumah tambahan, tempat usaha
tambahan/tempat perkantoran.4
Guna memenuhi akan kebutuhan-kebutuhan hidup tersebut, manusia selalu
berusaha dengan segala cara demi tercapainya tujuan itu, sehingga secara sadar atau
tidak sadar sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa mereka telah
melakukan perikatan berupa kontrak atau perjanjian antara pihak yang satu dengan
pihak lainnya.
4 A.Ridwan Halim,Sendi-Sendi Hukum Hak Milik, Kondominium, Rumah Susun dan
Perjanjian yang timbul diantara mereka, ada yang bentuk tertulis dan ada yang
tidak tertulis (lisan), namun diterima sebagai norma yang harus ditaati, akan tetapi
perjanjian yang dimaksudkan dalam penulisan ini, adalah suatu perjanjian yang
bersifat komersial atau bersifat bisnis dalam pengertian sederhana, yaitu suatu
hubungan hukum untuk melakukan transaksi bisnis antara dua pihak atau lebih pelaku
usahayang dapat menimbulkan akibat hukum.
Menurut sifat dan akibat hukum yang dikehendaki oleh pihak- pihak,
perjanjian dapat dibedakan menjadi 5 (lima) macam yaitu:5
a. Perjanjian yang letaknya dalam lapangan hukum keluarga (defamilie
rechtelijke overeenkomst);
b. Perjanjian yang letaknya dalam lapangan hukum benda (dezakelijke
overeenkomst);
c. Perjanjian yang letaknya dalam lapangan hukum acara (deprocess rechtelijke
overeenkomst atau bewijsovereenkomst);
d. Perjanjian yang letaknya dalam lapangan hukum tata usaha (de publiek
rechtelijke overeenkomst);
e. Perjanjian yang letaknya dalam lapangan hukum harta kekayaan (obligatoiere
overeenkomst).
5 Inengah Juliana, Kontrak Manajemen Hotel Jaringan Internasional, Citra Aditya Bakti,
Berdasarkan kelima jenis lapangan hukum tersebut diatas, maka yang menjadi
bahan ulasan dalam penulisan ini adalah lapangan hukum harta kekayaan (de
obligatoiere overeenkomst) dan lapangan hukum benda (de zakelijke overeenkomst)
atau lebih dikenal dengan sebutan perjanjian komersial (perjanjian bisnis), yang
khusus dibuat oleh para pelaku usaha yang satu dengan pelaku usaha lainnya.
Tujuannya adalah untuk menjadi pedoman bagi dirinya sendiri dan bagi pihak lain
dalam mengadakan hubungan bisnis.
Melakukan suatu hubungan bisnis, para pihak seharusnya membuat suatu
perjanjian yang diformulasikan dengan cara tertulis dan sangat mendetail, namun
adakalanya dalam melakukan hubungan bisnis tertentu tidak selalu membuat
perjanjian dalam bentuk tertulis, hal tersebut dapat terjadi, karena pada umumnya
para pihak sudah saling kenal dan saling percaya, dan karena tidak terbiasa membuat
secara detail mengenai isi dari perjanjian, yang terpenting persyaratannya jelas,
terang, tunai dan nyata terpenuhi.
Pada umumnya membuat atau perancangan suatu perjanjian bisnis, biasanya
selalu disiapkan fakta dan dasar hukum yang mengatur ataupun tidak diatur sesuai
dengan yang ada dalam peraturan perundang-undangan, dengan transaksi bisnis yang
disepakati oleh para pihak.
Setiap perjanjian bisnis yang dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan
transaksi bisnis, mengandung unsur-unsur dari masing-masing pihak, seperti
misalnya kontrak produk sharing, kontrak supply, ekspor-impor, perjanjian jual-beli,
rumah, toko termasuk ruang-ruang perkantoran, dan hampir sebagian besar hubungan
bisnis diantara para pelaku usaha selalu merancang suatu kontrak atau perjanjian
secara tertulis, yang dengan sungguh-sungguh dipersiapkan untuk mengantisifasi
perkembangan dan resiko yang mungkin akan terjadi, sebagai akibat dari persaingan
usaha dan situasi serta kondisi politik, ekonomi, dan sosial budaya dalam suatu
bangsa dan Negara.
Para pelaku usaha sangat tergantung pada kedinamisan kontrak atau perjanjian
bisnis yang telah dipersiapkan, di rancang dan yang ditandangani, sehingga sesuai
dengan ketentuan dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
menyatakan bahwa:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Bahwa yang melakukan perjanjian bisnis tersebut, adalah mereka yang telah
sepakat untuk suatu hal tertentu, dan yang dimaksud mereka disini tentunya adalah
manusia dengan sesamanya, sehinga dengan demikian manusia itu tidak dapat hidup
sendiri, melainkan harus hidup berdampingan dengan orang lain, dan sudah pasti
membutuhkan pertolongan, serta hidup dalam masyarakat dengan berbagai macam
profesi atau pekerjaan, dimana profesi yang satu dengan yang lainnya saling
melengkapi.
Manusia juga disebut mahkluk sosial, yang artinya bahwa manusia saling
berhubungan dan atau berinteraksi dengan orang lain, kelompok dan lingkungannya
Aristoteles, yang mengatakan bahwa “ manusia adalahzoon politicon” artinya bahwa
manusia adalah makhluk yang pada dasarnya selalu ingin bergaul dan ingin
berkumpul dengan sesamanya. Jadi manusia itu adalah makhluk yang suka
bermasyarakat karena sifatnya yang ingin bergaul satu dengan yang lainnya maka
manusia itu juga disebut makhluk social.6
Selain Aristoteles, ada lagi seorang tokoh filsafat yang bernama Jean Jacques
Rousseau, yang memperkenalkan “Teori Kontrak Sosial”. Menurutnya, manusia pada
awalnya hidup dalam kebebasan, tetapi ia melihat kondisi saat itu bahwa kebebasan
itu telah hilang oleh perkembangan budaya dan ilmu. Ia menganjurkan agar manusia
kembali (romanstisme) kepada kehidupannya yang asli. Manusia yang demikian,
melalui kontrak sosial, menyerahkan kebebasannya (termasuk harta bendanya)
kepada masyarakat secara keseluruhannya, sehingga tercipta masyarakat kolektif.
Dalam masyarakat demikian, tidak ada individu yang lebih tinggi dari manusia yang
lain.7
Oleh karena manusia berada dan hidup dalam masyarakat, serta hidup saling
berdampingan dengan kelompok masyarakat lainnya. Dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya, sudah sepatutnya manusia tersebut menjalin hubungan atau kerjasama
antara yang satu dengan yang lainnya, baik antara perorangan, kelompok, maupun
antara masyarakat, bangsa dan antar Negara.
6JB Daliyo,Pengantar Ilmu Hukum, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal.12
7 Darji, Darmodiharjo, & Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa Dan Bagaimana
Apabila kita perhatikan rumusan dari perjanjian tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa perjanjian tersebut memiliki unsur-unsur sebagai berikut :8
a. Ada pihak-pihak sedikintya dua orang
Pihak-pihak dalam perjanjian disebut sebagai subjek perjanjian. Subjek
perjanjian dapat berupa orang-orang atau perseroangan dan berupa badan hukum.
Subjek perjanjian haruslah mampu atau berwenang untuk melakukan perbuatan
hukum seperti yang ditetapkan dalam undang-undang. Subjek hukum dapat juga
berkedudukan pasif atau sebagai debitur dan berkedudukan aktif atau sebagai
kreditur.
b. Adanya persetujuan antara pihak-pihak
Persetujuan yang dimaksud disini adalah bersifat tetap dalam arti bukan baru
mulai berunding. Perundingan tersebut hanya merupakan tahap atau tindakan
pendahuluan untuk menunju suatu persetujuan.
Dengan disetujuinya oleh masing-masing pihak tentang syarat dan objek dari
perjanjian itu, maka timbullah persetujuan dan persetujuan itu merupakansalah satu
syarat sahnya perjanjian.
c. Adanya tujuan yang hendak dicapai.
Tujuan mengadakan perjanjian adalah guna memenuhi kebutuhan para pihak
dan kebutuhan tersebut hanya dapat dipenuhi jika mereka mengadakan perjanjian
dengan pihak lain. Adapun tujuan dari perjanjian itu sendiri haruslah memenuhi
syarat dari kebebasan berkontrak yaitu:
1) tidak dilarang undang-undang,
2) tidak bertentangan dengan kesusilaan dan
3) tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
d. Adanya prestasi yang akan dilaksanakan.
Bilamana telah ada persetujuan, maka dengan sendirinya akan timbul suatu
kewajiban untuk melaksanakannya. Pelaksanaan yang dimaksud disini tentu saja
dapat berwujud suatu prestasi yang meliputi:
1. memberi sesuatu
2. berbuat sesuatu dan
3. tidak berbuat sesuatu.
Hal itu sesuai dengan yang dimaksud dalam Pasal 1234 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata mengenai isi perikatan yaitu: “Tiap-tiap perikatan adalah
untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”.
e. Adanya bentuk tertentu baik lisan maupun tertulis.
Dalam suatu perjanjian bentuk itu sangat penting, karena ada ketentuan
undang-undang bahwa hanya dengan bentuk tertentu, maka suatu perjanjian
mempunyai kekuatan mengikat dan merupakan sebagai bukti.
Mengenai syarat tertentu ini sebenarnya sebagai isi dari perjanjian, karena
dengan syarat-syarat itulah dapat di ketahui hak dan kewajiban dari para pihak.
Biasanya syarat ini dapat kita bedakan antara syarat pokok dan syarat tambahan.
Diundangkannya Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 3 Tahun
2001, pemungutan pajak dan retribusi di daerah serta penyelenggaraan peningkatan
pengawasan perpajakan telah dapat berperan sebagai salah satu sektor penting dan
strategis dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan
pertahanan dan keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan
pemerintahan, memperkukuh persatuan dan kesatuan dalam kerangka wawasan
nusantara, serta memantapkan ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar
bangsa.
Pemungutan Pajak Kendaraan Berrmotor selama ini merupakan pelayanan
yang eksklusif oleh Pemerintah melalui Samsat Plaza Medan Fair. Dikatakan
eksklusif karena pada dasarnya Samsat Corner tersebut memberikan pelayanan prima
sebagaimana diharapkan masyarakat dalam pengurusan STNK (Surat Tanda Nomor
Kendaraan), Pembayaran PKB/BBN-KB (Pajak Kendaraan Bermotor/Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor).
Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hidup orang banyak,
dikuasai oleh negara. Sejalan dengan itu, Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbanngan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah. Di Indonesia,
pemungutan pajak kendaraan bermotor termasuk cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Merujuk pada
ketentuan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, bahwa cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan menguasai hidup orang banyak, dikuasai oleh
negara, maka pemungutan pajak kendaraan bermotor dikuasai oleh negara dan
pembinaanya dilakukan oleh pemerintah (Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004).
Sehubungan dengan arah dan kebijakan pembangunan nasional, maka Samsat
Plaza Medan Fair berusaha memanfaatkan dana masyarakat dalam penyelenggaraan
dan pemungutan pajak kendaraan bermotor dengan mengadakan kerjasama yang
saling menguntungkan.
Penyelenggaraan pemungutan pajak kendaraan bermotor memperhatikan
dengan sungguh-sungguh asas pembangunan nasional dengan mengutamakan asas
manfaat, asas adil dan merata, asas kepastian hukum dan asas kepercayaan pada diri
sendiri, serta memperhatikan pula asas keamanan, kemitraan dan etika.Asas manfaat
berarti bahwa pemungutan pajak kendaraan bermotor khususnya penyelenggaraan
pemungutan pada Samsat Plaza Medan Fair akan lebih berdaya guna, baik sebagai
infrastruktur pembangunan, sarana penyelenggara pemerintah, sarana perhubungan,
maupun sebagai komoditas ekonomi yang dapat lebih meningkatkan kesejahteraan
masyarakat lahir batin. Asas adil dan merata adalah bahwa pemungutan pajak
perlakuan yang sama kepada semua pihak yang memenuhi syarat dan hasil-hasilnya
dinikmati oleh masyarakat secara adil dan merata. Asas kepastian hukum berarti
bahwa pemungutan pajak kendaraan bermotor, harus didasarkan kepada peraturan
perundang-undangan yang menjamin kepastian hukum, dan memberikan
perlindungan hukum baik bagi para wajib pajak, maupun kepada penyelenggara
pemungutan pajak kendaraan bermotor tersebut.Asas kepercayaan pada diri sendiri,
dilaksanakan dengan memenfaatkan secara maksimal potensi sumber daya nasional
serta penguasaan kemajuan teknologi, sehingga dapat meningkatkan kemandirian dan
mengurangi ketergantungan sebagai suatu bangsa dalam menghadapi persaingan
global. Asas kemitraan mengandung makna bahwa penyelenggaraan pemungutan
pajak pada Samsat Sun Plaza harus dapat mengembangkan iklim yang harmonis,
timbal balik, dan sinergi. Asas keamanan dimaksudkan agar penyelenggaraan
pemungutan pajak selalu memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan,
pembangunan, dan pengoperasiannya. Asas etika dimaksudkan agar dalam
penyelenggaraan pemungutan pajak senantiasa dilandasi oleh semangat
profesionalisme, kejujuran, kesusilaan, dan keterbukaan.
Dalam kegiatan pelayanan di bidang pemungutan pajak kendaran bermotor,
pihak Samsat Plaza Medan Fair menggunakan berbagai sarana yang dibutuhkan
masyarakat. Ditengah-tengah kehidupan di zaman modern saat ini sarana yang
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setiap pelayanan dilakukan secara
Seiring dan sejalan dengan kehidupan modern pelaksanaan pelayanan
pemungutan pajak kendaraan bermotor dapat terjadi dalam berbagai bentuk
kontrak-kontrak atau perjanjian-perjanjian, antara Dinas Pendapatan Daerah dengan PT.
ANUGRAH PRIMA sebagai pemilik gedung Plaza Medan Fair.
Sampai saat ini banyak orang-orang melakukan kontrak-kontrak atau
perjanjian-perjanjian dengan bermacam-macam bentuk. Karena banyaknya bentuk
kontrak-kontrak ini dikhawatirkan akan terjadi ketidakpastian hukum. Untuk itu,
demi terciptanya kepastian hukum perlu diadakan pengaturan tentang
kontrak-kontrak tersebut dalam peraturan perundang-undangan.
Sebenarnya tidak ada pengertian yang secara defenitif mengatur kontrak,
tetapi banyak para sarjana hukum berpendapat bahwa kontrak adalah perjanjian, atau
persetujuan, antara lain :
Sudikno Mertokusumo, dalam pengarahannya sewaktu memberikan materi
kuliah tentang Teori Hukum, dihadapan mahasiswa Pasca Sarjana KPK UGM/USU
beliau mengatakan bahwa kontrak itu adalah persetujuan atau perjanjian.
Yang paling jelas kita lihat pada Buku III bab II BW; dimana R. Subekti,
memberikan terjemahan dengan jelas bahwa kontrak itu adalah persetujuan, seperti
ungkapan dibawah ini :
”Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau persetujuan”.
Apakah persetujuan itu? Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan suatu
persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatka
Kontrak sebenarnya adalah sama dengan perjanjian ataupun persetujuan, hanya saja kata kontrak ini dipakai terutama dalam akta-akta persetujuan atau perjanjian yang bersifat Internasional. Karena pada waktu mengadakan pembaharuan hukum kontrak harus diselenggarakan dengan syarat-syarat dan kebutuhan lalu lintas perdagangan Internasional.9
Akan tetapi Wirjono Prodjodikoro, di dalam tulisannya, tetap memakai istilah
perjanjian dalam suatu persetujuan mengenai dua pihak dan pihak-pihak ini bisa saja
antara orang Indonesia dengan Warga Negara Asing.
Perjanjian selalu mengenai dua pihak, satu pihak yang dibebani untuk keperluan siapa
perjanjian itu harus dilaksanakan (Creditur), dan pihak yang dibebani untuk
memenuhi suatu perjanjian (Debitur). Jika kedua pihak ini masing-masing tunduk
pada peraturan hukum yang berbeda satu sama lain, harus juga diadakan juga pilihan
diantara dua hukum tadi.10
Untuk itulah kiranya dirasa perlu diuraikan hal kontrak. Dalam menguraikan
pengertian kontrak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dipandang perlu
untuk dikemukakan, karena penggunaan istilah-istilah oleh penulis-penulis Hukum
Perdata, khususnya Hukum Perjanjian, untuk menterjemahkan ”Verbintenissen”dan
”Overeenkomsten”, tidak seragam.
Subekti dan Tjitrosudibio, dalam terjemahan KUH Perdata, menterjemahkan
Overeenkomst dengan persetujuan dan Verbintenis diterjemahkan dengan istilah
9Sudarto Gautama,Indonesia dan Konvensi-konvensi Hukum Perdata Internasional, Alumni
Bandung, Tahun 1983, hal. 138.
10 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata Internasional, Cetakan VI, Bale,
ikatan dan di dalam bukunya ini juga mereka mengatakan kontrak itu adalah
persetujuan.11
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata ini memberikan kesempatan yang luas untuk
membuat perjanjian baik perjanjian yang sudah ada peraturannya dalam KUH
Perdata, misalnya jual beli, sewa-menyewa dan lain-lain, maupun bentuk perjanjian
yang tidak atau belum ada peraturannya dalam KUH Perdata.
Kebebasan ini meliputi antara lain menentukan hak dan kewajiban para pihak
yang terikat, bagaimana cara melaksanakan isi perjanjian, bentuk perjanjian apakah
lisan atau tertulis, kecuali untuk beberapa jenis perjanjian undang-undang
menentukan harus dibuat secara tertulis seperti perjanjian perdamaian dan hibah.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa kebebasan berkontrak ini, meliputi kebebasan
untuk membuat jenis perjanjian baru dan kebebasan menentukan isi perjanjian.
Kerjasama Dinas Pendapatan Daerah dengan Pemilik gedung Plaza Medan
Fair yaitu PT. Anugrah Prima adalah kontrak kontrak tentang sewa-menyewa gedung
bangunan yang dibuat dalam suatu perjanjian atau kontrak kerjasama secara tertulis.
Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, yang mengatakan “suatu persetujuan adalah
suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain ataulebih”.
Mariam Darus Badrulzaman, menyatakan :
Para sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapata bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap, dan
11Subekti dan Tjitrosudibio,Terjemahan Burgerlijk Wetboek, Kitab Undang-Undang Hukum
pula terlalu luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihka saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencaku perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang merupakan perjanjianjuga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III. Perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III kriterianya dapat dilihat secara materiil,dengan kata lain dinilai dengan uang.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi pokok
permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah hubungan hukum para pihak dalam Perjanjian Sewa–menyewa
gedung yang dilakukan Penyewa (Sjafaruddin, SH,MM selaku Kepala Dinas
Pendapatan Daerah) dengan PT. Anugrah Prima sebagai Pemilik gedung Plaza
Medan Fair?
2. Apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan Perjanjian Sewa-menyewa
gedung yang dilakukan Penyewa (Sjafaruddin, SH,MM selaku Kepala Dinas
Pendapatan Daerah) dengan PT. Anugrah Prima sebagai Pemilik gedung Plaza
Medan Fair?
3. Bagaimanakah penyelesaian sengketa bila terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan
Perjanjian Sewa-menyewa gedung yang dilakukan Penyewa (Sjafaruddin,
SH,MM selaku Kepala Dinas Pendapatan Daerah) dengan PT. Anugrah Prima
sebagai Pemilik gedung Plaza Medan Fair?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka yang menjadi pokok tujuan
1. Untuk mengetahui hubungan para pihak dalam kontrak kerjasama yang dilakukan
oleh Penyewa (Dinas Pendapatan Daerah) dengan PT. Anugrah Prima sebagai
Pemilik gedung Plaza Medan Fair.
2. Untuk mengetahui yang menjadi kendala dalam pelaksanan kontrak kerjasama
antara Penyewa (Dinas Pendapatan Daerah) dengan PT. Anugrah Prima sebagai
Pemilik gedung Plaza Medan Fair.
3. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa bila terjadi wanprestasi dalam
pelaksanaan Perjanjian Sewa-menyewa gedung yang dilakukan Penyewa (Dinas
Pendapatan Daerah) dengan PT. Anugrah Prima sebagai Pemilik gedung Plaza
Medan Fair.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi secara teoritis dan
praktis.Mengacu pada latar belakang dan permasalahn di atas, maka penelitian ini
dapat bermanfaat antara lain :
1. Secara Teoritis
a. Sebagai bahan informasi bagi akademis maupun sebagai bahan pertimbangan
hukum bagi para pihak yang hendak melaksanakan penelitian lanjutan.
b. Memberikan informasi mengenai sistem kerjasama Dinas Pendapatan Daerah
dan PT. Anugrah Prima sebagai pemilik gedung Plaza Medan Fair dalam hal
sewa-menyewa gedung.
a. Memberikan masukan masukan kepada Dinas Pendapatan Daerah dan
masyarakat luas serta instansi terkait lainnya dengan memberikan suatu
kontribusi dalam pembuatan kontrak perjanjian kerjasama.
b. Mencari solusi untuk mengatasi permasalahan dan meminimalisasi persoalan
bilamana timbul dalam pelaksanaan kerjasama tersebut.
E. Keaslian Penulisan
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti dan tenaga
administrasi di Sekretariat Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara bahwa tidak terdapat tesis yang menganalisa topik yang
terkait dengan “Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa ”. Oleh karena
itu, penelitian ini adalah “asli”, karena sesuai dengan asas-asas keilmuan, yakni :
jujur, rasional, objektif, dan terbuka/transparan. Sehingga penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan dan
dan kritikan, serta saran-saran yang bersifat membangun.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi,12 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya
12 J.J.J. M. Wuisman, dalam M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, FE UI,
pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.13 Kerangka teori
adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu
kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan
teoretis.14
Dengan lahirnya beberapa peraturan hukum positif di luar KUHPerdata
sebagai konsekuensi dari asas-asas hukum yang terdapat dalam lapangan hukum
kekayaan dan hukum perikatan inilah yang akan dibahas dalam penelitian ini dengan
aliran hukum positif yang analitis dari Jhon Austin, yang mengartikan :
Hukum itu sebagai a command of the lawgiver (perintah dari pembentuk undang-undang atau penguasa), yaitu suatu perintah mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan, hukum dianggap sebagai suatu system yang logis, tetap, dan bersifat tertutup (closed logical
system). Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan keadilan tidak
didasarkan pada penilaian baik-buruk.15
Selain menggunakan teori positivisme hukum dari Jhon Austin dalam
menganalisis tesis ini, juga cenderung digunakan teori sistem yang dikemukakan
Mariam Darus Badrulzaman, bahwa sistem adalah kumpulan asas-asas hukum yang
terpadu, yang merupakan landasan di atas mana dibangun tertib hukum.16 Hal yang
sama juga dikemukakan Sunaryati hartono, bahwa sistem adalah sesuatu yang terdiri
suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.
13Ibid, hal. 16.
14M. Solly Lubis, op. cit,hal. 80.
15Lihat Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi,Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung,
2002, hal. 55.
16Mariam Darus Badrulzaman,Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, BAndung,
dari sejumlah unsur atau komponen yang selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait
satu sama lain oleh satu atau beberapa asas.17
Jadi, dalam sistem hukum terdapat sejumlah asas-asas hukum yang menjadi
dasar dalam pembentukan norma hukum dalam suatu perundang-undangan.
Dengan demikian, pembentukan hukum dalam bentuk hukum positif harus
berorientasi pada asas-asas hukum sebagai jantung peraturan hukum tersebut.18Oleh
sebab itu, pemahaman akan asas hukum tersebut sangatlah penting dalam
menganalisis kontrak kerjasama Samsat Mall Sun Plaza dengan PT. Bank Sumut
dalam hal sewa-menyewa bangunan.
Dengan teori system hukum tersebut maka analisa masalah yang diajukan
adalah lebih berfokus pada sistem hukum positif khususnya mengenai substantive
hukum, yakni dalam ketentuan peraturan perundang-undangan tentang kontrak
kerjasama sewa-menyewa.
Istilah kontrak dalam terminologi sehari-hari nampaknya sangat popular,
istilah-istilah seperti kontrak sewa-menyewa, kontrak jual beli, kontrak kerja, hamper
tidak perlu klarifikasi bagi kaum awam dan seringkali bertolak dari pandangan bahwa
yang dimaksud dengan kontrak sebuah dokumen tertulis.19 Kontrak adalah kata
17C.F.G. Sunaryati Hartono, PolitikHukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni,
Bandung, 1991, hal. 56.
18Lihat, Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986, hal. 15, menyatakan bahwa
disebut demikian karena dua hal yakni, pertama, asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, artinya peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Kedua, sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum atau merupakan ratio legis dari peraturan hukum.
19Soedjono Dirdjosisworo, Kontrak Bisnis (Menurut Sistem Civil Law, Common Law, dan
bahasa Belanda yang berasal dari kata Latin “Contractus”, dari bahasa Latin
dijabarkan menjadi “Contract” (Perancis), “Contract” (Inggris) dan “Kontrakt”
(Jerman).20
Kontrak yang berasal dari bahasa Inggris “contract”, adalah :
Agreement between two or more persons which treaties an obligation to do or not to do a particular thing. Its essentials are competent, subject matters, a legal concideration, mutuality of agreement, and mutuality of obligation …… the writing which contains the agreement of parties, with the terms and conditions, and which serves as a proof the obligations.21
Jadi, kontrak adalah suatu perjanjian (tertulis) di antara dua atau lebih orang
(pihak) yang menciptakan (hak) dan kewajiban untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu hal khusus.
Suatu kontrak dari definisi di atas “memiliki unsur-unsur, yaitu “pihak-pihak
yang kompeten, pokok yang disetujui, pertimbangan hukum, perjanjian timbalbalik,
serta hak dan kewajiban timbal balik.”22
Menurut Munir Fuady, “banyak defenisi tentang kontrak telah diberikan, dan
masing-masing bergantung kepada bagian-bagian mana dari kontrak tersebut yang
dianggap sangat penting dan bagian tersebutlah yang ditonjolkan dalam defenisis
tersebut”.23
Istilah kontrak dalam bahasa Indonesia sebenarnya sudah ada, dan bukan
merupakan istilah asing. Misalnya dalam hukum kita sudah lama dikenal istilah
20Ibid, hal. 65.
21J. Satrio,Hukum Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 33. 22Ibid,hal. 36.
23 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang, Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya,
“kebebasan berkontrak” bukan kebebasan “berperjanjian”, “berperhutangan” atau
“berperikatan”.24
Pembuat KUHPerdata menyamakan istilah “kontrak dengan perjanjian, dan
bahkan juga dengan persetujuan.25Menurut Salim HS, definisi perjanjian dalam Pasal
1313 KUHPerdata adalah tidak jelas, karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian
tidak tampak asas konsensualisme dan bersifat dualisme.26
Ketidakjelasan definisi di atas disebabkan dalam rumusan tersebut hanya
disebutkan perbuatan saja, sehingga yang bukan perbuatan hukumpun disebut dengan
perjanjian.
Dengan adanya berbagai kelemahan dari definisi di atas, menurut Salim H.S.,
hukum kontrak adalah “keseluruhan dari kaidah hukum yang mengatur hubungan
hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan
akibat hukum”.27 Lebih lanjut dikemukakan Salim H.S., ada satu hal yang kurang
yaitu : bahwa para pihak dalam kontrak semata-mata hanya orang perorangan, akan
tetapi dalam praktekya, bukan hanya orang per orang yang membuat kontrak,
termasuk juga badan hukum yang merupakan subjek hukum.28
Samsat Plaza Medan Fair merupakan tempat bagi masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan prima, mewujudkan komitmennya dalam mendukung kinerja
ke-Samsatan sebagai hak dasar mereka. Untuk itu sudah seharusnya Samsat Plaza
24Ibid,hal. 2.
25J. Satrio, op. cit, hal. 19.
26 Salim, H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, 2004, hal 15.
27Ibid,hal. 15.
Medan Fair harus terus-menerus dan konsisten melakukan inovasi dalam rangka
peningkatan pelayanan.
Kontrak kerjasama sewa menyewa gedung Samsat Plaza Medan Fair dengan
PT. Anugrah Prima dibuat secara tertulis, yang isinya telah dituangkan dalam bentuk
perjanjian. Dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut berarti telah terjadi
hubungan hukum antara Penyewa (Sjafaruddin selaku Kepala Dinas Pendapatan)
dengan Pemilik Gedung (PT. Anugrah Prima). Dengan demikian, masing-masing
pihak telah mengikatkan diri di dalamnya.
Pengertian perjanjian sewa menyewa secara umum dapat ditemui pada pasal
1548 KUHPerdata yang mengatakan bahwa : “Sewa-menyewa ialah suatu
persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan
kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu
dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu
disanggupi pembayarannya”. Kita perhatikan lagi, yang dapat menjadi objek
sewa-menyewa yaitu barang, dan dalam pasal 1548 ayat 2 KUHPerdata ditegaskan bahwa,
“semua jenis barang baik yang tak bergerak, baik bergerak dapat disewakan.
Unsur yang ada dalam pasal 1548 KUHPerdata di atas yaitu persetujuan,
pihak-pihak barang dan pembayaran. Persetujuan terjadi bila ada kata sepakat.
Pihak-pihak adalah pemilik barang yang disewakan dan penyewa. Barang yang dimaksud
barang secara umum baik benda bergerak maupun benda tetap. Harga ialah nilai yang
ada materi ekonomis yang disepakati pihak-pihak dan pembayaran adalah merupakan
Jadi, adanya kemauan untuk saling mengikatkan diri dalam suatu kontrak,
membangkitkan kepercayaan bahwa kontrak itu dipenuhi. Namun, harus diingat
bahwa asas kepercayaan ini merupakan “nilai etis yang bersumber pada moral”.
Manusia terhormat akan memelihara janjinya. Para pihak di dalam suatu kontrak
saling percaya bahwa di belakang hari masing-masing akan memenuhi perikatan
tersebut. Asas ini memberikan arah terhadap pihak sehingga mereka itu mengikatkan
dirinya.29
2. Konsepsi
Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan
sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang
disebut denganoperational definition.30Pentingnya definisi operasional adalah untuk
menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu
istilah yang dipakai.31 Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam
penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional
diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu :
a. Tinjauan adalah hasil pandangan untuk menerapkan ketentuan hukum dalam
praktek seperti halnya tinjuan hukum kontrak kerjasama.
29Mariam Darus B.Pembaharuan Hukum Perikatan……,op. cit.,hal. 4.
30 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi
Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal.10.
31 Tan Kamello, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia; Suatu Tinjauan Putusan
b. Hukum perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih
saling mengikatkan diri untuk melakukan suatu hal dalam lapangan dan harta
kekayaan.
Perjanjian; adalah suatu janji atau seperangkat janji-janji dan akibat pengingkaran
atau pelanggaran atasnya hukum memberikan pemulihan atau menetapkan
kewajiban bagi yang ingkar janji disertai sanksi untuk pelaksanaannya.
c. Kerjasama adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa orang atau
pihak untuk melakukan tujuan bersama.
d. Samsat Plaza Medan fair (Dinas Pendapatan Daerah) adalah usaha perencanaan /
program dan kebijaksanaan teknis dibidang Pendapatan dalam menyelenggarakan
pembinaan program pajak berupa pajak kendaraan bermotor.
e. Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya yang terikat pada
suatu kepentingan yang mereka anggap bersama.
G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Penelitian tesis ini merupakan penelitian yang menggunakan penelitian
deskriptif analitis yang diarahkan untuk mengetahui secara lebih mendalam serta
menganalisa pelaksanaan pembayaran pajak dengan perjanjian kerjasama antara
Syafaruddin (selaku Kepala Dinas Pendapatan) dengan PT. Anugrah Prima dalam
Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan metode
penulisan dengan pendekatan yuridis normatif, karena pendekatan ini merupakan
penelitian kepustakaan atau penelitian dokumen yang ditujukan atau dilakukan hanya
pada peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti
atau dengan perkataan lain melihat hukum dari aspek normatif.32
Selain itu dalam penelitian ini juga dilakuka pendekatan deskriptif analisis,
karena pendekatan yang digunakan adalah untuk menggambarkan, menelaah dan
menjelaskan peraturan perundang-undangan yang berlaku kemudian menghubungkan
dengan keadaan atau fenomena dalam praktek, yang memerlukan evaluasi terhadap
substansi perpajakan.
2. Sumber Data
Pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan data dasar yang
dalam ilmu penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Dengan demikian, data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan perpajakan dan perbankan antara
lain : Keputusan Gubsu Nomor 060.254.K/Tahun 2002 tentang tugas, fungsi
dan tata kerja Dinas Pendapatan serta organisasi dan tata kerja Unit Pelaksana
Teknis pada Dinas Pendapatan provinsi, Surat Kepala Dinas Pendapatan
Provinsi Sumatera Utara Nomor 060/4148/Penda/2003 tanggal 10 Juni 2003
perihal standar pelaporan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dan
peraturan-peraturan lainnya yang berhubungan.
b. Bahan hukum sekunder, seperti buku-buku teks yang ditulis oleh para ahli
hukum, jurnal-jurnal hukum, pandapat para sarjana hukum dan hasil
simposium yang berkaitan dengan hukum.
c. Bahan hukum tersier, seperti bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti
kamus hukum, ensiklopedia hukum, surat kabar dan majalah yang memuat
tentang topik yang relevan dalam penulisan tesis ini.33
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipergunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan 2 (dua) metode yakni :
a. Penelitian Kepustakaan(Library Research).
Studi dokumen yaitu dilakukan dengan menginventarisir berbagai bahan
hukum baik bahan hukum primer, sekunder dan tertier melalui penelusuran
kepustakaan(library research).
b. Penelitian Lapangan(Field Research).
Data atau materi pokok dalam penelitian ini diperoleh langsung dari para
responden melalui penelitian lapangan(field research)dengan melakukan wawancara
33Johny Ibrahim,Teori dan Penelitian Hukum Normatif,Surabaya, Bayu Media Publishing,
kepada informan dalam upaya mengetahui penerapan kebijakan pemungutan pajak
kendaraan bermotor yang berwawasan dilingkungan Samsat Mall Sun Plaza.
Adapun informan tersebut adalah Kepala Dinas Pendapatan dan seluruh staf
yang berkecimpung dalam ke- Samsatan Plaza Medan fair.
4. Analisis Data
Analisis Data dalam penelitian tesis ini dilakukan dalam rangkaian aktivitas
yang dimulai dari pengumpulan data sampai dengan penarikan kesimpulan. Metode
analisis dilakukan dengan metode analisis kualitatif yang difokuskan pada kedalaman
analisis antar konsep yang dipergunakan atau ditemukan dalam penelitian.
Secara umum rangkaian kegiatan analisis dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Menginvertarisasi dan memilah bahan hukum yang relevan dengan topik
penelitian.
b. Menemukan norma-norma hukum atau asas-asas hukum dalam
konsep-konsep hukum yang terdapat dalam bahan baku yang dipergunakan.
c. Mensistematidasikan konsep-konsep hukum dalam kategori yang lebih umum.
d. Menganalisis dan mendeskripsikan hubungan antara kategori-kategori yang
diperoleh dalam penelitian.
BAB II
PENGATURAN HUBUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA GEDUNG PLAZA MEDAN FAIR OLEH DINAS PENDAPATAN DAERAH
A. Pengertian Perjanjian di Indonesia
Sumber hukum Perjanjian di Indonesia yang berbentuk perundang-undangan
adalah KUH Perdata, khususnya buku III. Bagian-bagian Buku IIIyang berkaitan
dengan
Kontrak adalah sebagai berikut :
1. Pengaturan tentang perikatan perdata. Pengaturan ini merupakan pengaturan pada
umumnya, yakni yang berlaku baik untuk perikatan yang berasal dari kontrak
maupun yang berlaku karena undang-undang.
2. Pengaturan tentang perikatan yang timbul dari kontrak. Pengaturan perikatan
yang timbul dari kontrak ini menurut KUH Perdata diatur dalam Bab II Buku III.
3. Pengaturan tentang hapusnya perikatan. Pengaturan ini terdapat dalam Bab IV
Buku III.
4. Pengaturan tentang kontrak-kontrak tertentu. Pengaturan ini terdapat dalam Bab
V sampai dengan Bab XVIII Buku III.
Perjanjian yang diatur di dalam KUH Perdata adalah sebagai berikut :
perjanjian jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, perjanjian kerja, persskutuan
perdata, perkumpulan, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, bunga tetap dan abadi,
KUH Perdata dikenal perjanjian lainnya, seperti kontrak joint venture, kontrak
production sharing, leasing, franchise, kontrak karya, beli sewa, kontrak rahim, dan
lain sebagainya. Secara keseluruhan yang dijadikan sumber-sumber hukum dalam
merancang suatu kontrak atau perjanjian di Indonesia adalah :34
1. KUH Perdata, yang terdiri dari Buku III Pasal 1233 sampai dengan Pasal
1864.
2. Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
3. Pasal 5 sampai dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fiducia mengatur tentang pembebanan Jaminan Fiducia.
4. Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Secara umum, Perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau
lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”. Suatu perjanjian akan
melahirkan perikatan pada pihak-pihak yang membuatnya seperti dinyatakan dalam
Pasal 1233 KUHPerdata bahwa “tiap-tip perikatan dilshirkan, baik karena perjanjian
maupun karena undang-undang”.
Meskipun bunyi Pasal 1313 KUHPerdata di atas tidak dinyatakan bahwa
suatu perikatan lahir karena perjanjian atau undang-undang tetapi pasal tersebut
34H. Salim, Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih,Perancangan Kontrak dan Memorandum Of
bermaksud menyatakan bahwa diluar perjanjian karena hal-hal yang ditetapkan
undang-undang tidak akan ada perikatan.35
Perikatan melahirkan hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta
kekayaan, karena setiap perjanjian akan selalu melahirkan perikatan maka perjanjian
juga akan melahirkan hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan bagi
pihak-pihak yang membuat perjanjian.
Dengan membuat perjanjian, pihak yang mengadakan perjanjian secara
“sukarela” mengikatkan diri untuk menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu guna kepentingan dan keuntungan dari pihak terhadap siapa ia telah
berjanji atau mengikatkan diri dengan jaminan atau tanggungan berupa harta
kekayaan yang dimiliki dan akan dimiliki oleh pihak yang membuat perjanjian atau
yang telah mengikatkan diri tersebut. Dengan sifat sukarela, perjanjian harus lahir
dari kehendak dan harus dilaksanakan sesuai dengan maksud dari pihak yang
membuat perjanjian.
Pernyataan sukarela menunjukkan pada kita semua bahwa perikatan yang
bersumber dari perjanjian tidak mungkin terjadi tanpa dikehendaki oleh para pihak
yang terlibat atau membuat perjanjian tersebut. Ini berbeda dari perikatan yang lahir
dari undang-undang, yang menerbitkan kewajiban bagi salah satu pihak dalam
perikatan tersebut, meskipun sesungguhnya para pihak tidak menghendakinya.
35 Muljadi, Kartini dan Gunawan, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Cetakan Kedua,
Selanjutnya pernyatan “dalam lapangan harta kekayaan”, dimaksud untuk
membatasi bahwa perjanjian yang dimaksudkan di sini adalah perjanjian yang
berkaitan dengan harta kekayaan.
“Segala kebendaan milik debitur, baikyang bergerak maupun yang tidak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru ada dikemudian hari,
menjadi tanggungan segala perikatannya perseorangan”.36
Seperti yang dikemukakan pada bab sebelumnya, Pasal 1548 KUHPerdata
merumuskan bahwa sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan
dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan pembayaran suatu harga, yang
oleh pihak tersebut belakangan ini disanggupi pembayarannya.
M. Yahya Harahap mengemukakan bahwa, “sewa menyewa adalah
persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang
menyewakan atau pemilik menyerahkan barang barang yang hendak disewa kepada
penyewa untuk dinikmati sepenuhnya (volledige genot)”.37
Sewa menyewa ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang bersifat
perseorangan bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan perjanjian
sewa menyewa ini kepemilikan terhadap objek sewa tersebut tidaklah beralih kepada
penyewa tetapi tetap menjadi hak milik dari yang menyewakan. Sewa menyewa tidak
memindahkan hak milik dari si yang menyewakan kepada si penyewa. Karena selama
36Ibid, hal. 2-3.
berlangsungnya masa persewaan pihak yang menyewakan harus melindungi pihak
penyewa dari segala gangguan dan tuntutan pihak ketiga atas benda atau barang yang
disewanyaagar pihak penyewa dapat menikmati barang yang disewanya dengan bebas
selama masa sewa berlangsung.38
Pasal 1576 KUHPerdata menyebutkan, “dengan dijual barang yang disewa,
suatu persewaan yang dibuat sebelumnya, tidaklah diputuskan kecuali apabila ini
telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang”. Berdasarkan pasal tersebut
bahwa apabila objek yang disewakan itu dijual oleh pemilik sebelum habis masa
sewanya dan hal ini tidak pernah dibicarakan sebelumnya oleh si penyewa, maka
perjanjian sewa menyewa itu tetap berlangsung dan tidak dapat berakhir.
R. Subekti menyatakan, “jika ada suatu perjanjian yang demikian, si penyewa
tidak berhak menuntut suatu ganti rugi apabila tidak ada suatu janji tegas, tetapi jika
ada suatu janji tersebut belakangan ini, ia tidak diwajibkan mengosongkan barang
yang disewa selama ganti rugi terutang belum dilunasi.39
Pihak yang menyewakan harus melindungi pihak penyewa dari gangguan
serta tuntutan dari pihak ketiga selama pihak-pihak penyewa menikmati barang yang
disewa atau selama jangka waktu persewaan berlangsung, dan dalam hal ini
merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pihak yang
menyewakan.40
38Ibid.
B. Syarat-Syarat Perjanjian Sewa Menyewa Yang Bersumber Dalam Hukum Perdata Indonesia.
Ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata tentang perikatan, khususnya yang
berkaitan dengan kontrak/perjanjian berlaku terhadap :41
1. Kontrak bernama (kontrak khusus), contaoh : jual beli, sewa menyewa, hibah,
pinjam pakai, perdamaian, tukar menukar, dan lain-lain.
2. Kontrak tidak bernama (kontrak umum), contoh : leasing, beli sewa, joint
venture, franchise.
Dalam melakukan kontrak tentunya tidak lepas dari apa yang disebut sebagai
asas-asas kontrak. Tentunya dalam tinjauan yuridis ini adalah sesuai denganKUH
Perdata.
1. Asas-asas Perjanjian dalam KUH Perdata.
a. Hukum Kontrak / Perjanian bersifat mengatur.42
Sebagaimana kita ketahui, hukum dibagi 2 yaitu :
1. Hukum memaksa (dwingend recht)
2. Hukum mengatur (aanvullen recht)
Maka hukum kontrak / perjanjian pada prinsipnya tergolong dalam hukum
mengatur. Artinya bahwa hukum tersebut baru akan berlaku sepanjang para pihak
tidak mengaturnya lain. Jika para pihak mengaturnya secara lain dari apa yang diatur
dalam perjanjian maka yang berlaku adalah apa yang diatur sendiri oleh para pihak
tersebut. Kecuali undang-undang menentukan lain.
b. Asas Kebebasan Berkontrak.
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1)
KUH Perdata, yang berbunyi:
”Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya ”.
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan untuk :43
1) Membuat atau tidak membuat perjanjian;
2) Memilih dengan pihak siapa ia ingin membuat perjanjian;
3) Memilih kausa perjanjian yang akan dibuatnya;
4) Menentukan objek perjanjian;
5) Menentukan bentuk suatu perjanjian dan;
6) Menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat
opsional (aanvullen, optional).
Asas kebebasan berkontrak ini sifatnya universal, artinya berlaku juga dalam
berbagai sistem hukum perjanjian yang memiliki ruang lingkup yang sama.44
Sebagai satu kesatuan yang utuh maka penerapan asas ini sebagaimana
tersimpul dalam substansi Pasal 1338 KUH Perdata ayat (1) harus dikaitkan
dengan kerangka pemahaman pasal-pasal atau ketentuan lain yaitu :45
1) Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian.
43J. Satrio,Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya,Alumni, Bandung, 1993, hal. 36. 44 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi
Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 47.