• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Pendekatan Problem Based Learning (PBL) dan Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Siswa Kelas 4 SDN Sidoluhur 02 Jaken Pati Semester 1 Tahun Pela

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Pendekatan Problem Based Learning (PBL) dan Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Siswa Kelas 4 SDN Sidoluhur 02 Jaken Pati Semester 1 Tahun Pela"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran IPS SD

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang dimulai dari sekolah dasar. Dimasa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. IPS merupakan bidang studi utuh dalam pelajaran geografi, ekonomi, sejarah yang tidak terpisah, namun semua disiplin tersebut diajarkan secara terpadu (Wardani Naniek Sulistya, 2012: 7). Selanjutnya Hidayati (2008: 1-8) menjelaskan bahwa bidang studi IPS tidak lagi mengenal adanya pelajaran geografi, ekonomi, sejarah secara terpisah, melainkan semua disiplin tersebut diajarkan secara terpadu. Dalam Permendikbud no.21 tahun 2016 tentang Standar Isi dinyatakan bahwa ruang lingkup materi dalam muatan mata pelajaran IPS terdiri Manusia, tempat, dan lingkungan yang dipelajari dalam pelajaran geografi; Waktu, keberlanjutan, dan perubahan yang dipelajari dalam pelajaran sejarah; Sistem sosial dan budaya yang dipelajari dalam pelajaran sosiologi; Perilaku ekonomi dan kesejahteraan yang dipelajari dalam pelajaran ekonomi.

Pendidikan IPS lebih ditekankan pada bagaimana cara mendidik tentang ilmu-ilmu sosial atau lebih kepada penerapannya (application of knowledge social studies). Ilmu yang dikembangkan melalui pendidikan IPS merupakan hasil seleksi adaptasi dan modifikasi dari hubungan interdisipliner antara disiplin ilmu pendidikan dan disiplin ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan (Supriatna, dkk., 2010: 6). IPS diperlukan sebagai wadah ilmu pengetahuan yang mengharmoniskan laju perkembangan ilmu dan kehidupan dalam dunia pengajaran. Sebab IPS mampu melakukan lompatan-lompatan ilmu secara konsepsional untuk kepentingan praktis kehidupan yang baru, sesuai dengan perkembangan jaman (Wardani Naniek Sulistya, 2012:7).

(2)

dan ekonomi, dan diajarkan secara terpadu tidak terpisah, disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan

Pada tahap SD, siswa diberikan pembelajaran IPS dengan muatan disiplin ilmu geografi, sejarah, sosiologi dan ekonomi sebagai bekal memasuki kehidupan bermasyarakat, sehingga ruang lingkup pembelajaran IPS disajikan melalui Muatan Ilmu

(3)

Tabel 2.1

Muatan Ilmu Pengetahuan Sosial pada SD/MI/SDLB/PAKET A

Tingkat - Wilayah geografis tempat tinggal bangsa

Indonesia. Kelas IV-VI) - Mengenal konsep ruang, waktu,

dan aktifitas manusia dalam

- Norma, lembaga, dan politik dalam kehidupan sosial dan budaya bangsa

(4)

Tujuan Pembelajaran IPS

Tujuan mata pelajaran IPS kelas 4 mencakup empat kompetensi, yaitu (1) kompetensi sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan dan (4) keterampilan. Kompetensi tersebut dicapai melalui proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler (Permendikbud No 24 Tahun 2016 Tentang KI dan KD IPS SD/MI lampiran

10: 2016: 1)

Rumusan Kompetensi Sikap Spiritual yang akan dicapai, yaitu ”Menerima, menghargai dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya”. Adapun rumusan kompetensi sikap sosial, yaitu menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru dan tetangganya serta cinta tanah air”. Kedua kompetensi tersebut dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching), yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan dan kondisi peserta didik. (Salinan Lampiran Permendikbud No 24 Tahun 2016 Tentang KI dan KD IPS SD/MI: 2016: 1)

Berdasarkan tujuan kurikulum pembelajaran IPS di atas, hendaknya pembelajaran IPS yang berlangsung di SD adalah pembelajaran yang mengenalkan siswa dengan konsep-konsep yang ada di lingkungan dan kehidupan masyarakat melalui cara yang mendorong siswa untuk berfikir logis dan kritis untuk menemukan permasalahan sosial yang terjadi serta menemukan solusi dalam permasalahan tersebut yang mendorong munculnya kesadaran dan komitmen terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan yang nantinya akan dijadikan bekal dalam berkomunikasi di dalam kehidupan bermasyarakat.

Kompetensi inti Pengetahuan dan Kompetensi inti Keterampilan yang dirumuskan dalam Permendikbud No 24 Tahun 2016 Tentang KI dan KD (2016: 10) sebagai berikut: 1. Kompetensi inti 3 (Pengetahuan)

KI 3. Memahami pengetahuan faktual dan konseptual dengan cara mengamati, menanya dan mencoba berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya dirumah, disekolah dan ditempat bermain

2. Kompetensi Inti 4 (keterampilan)

(5)

Kompetensi dasar 3 (Pengetahuan) dan Kompetensi dasar 4 (Keterampilan) yang dirumuskan dalam Permendikbud No 24 Tahun 2016 Tentang KI dan KD (2016: 1) untuk mata pelajaran IPS kelas 4 dijelaskan secara rinci melalui tabel 2.2 sebagai berikut:

Tabel 2.2

Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS Kelas 4 Semester 1

KOMPETENSI INTI 3 (PENGETAHUAN) KOMPETENSI INTI 4 (KETERAMPILAN)

3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain.

4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.

KOMPETENSI DASAR 3 (PENGETAHUAN) KOMPETENSI DASAR 4 (KETERAMPILAN)

3.1 Mengidentifikasi karakteristik ruang dan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat dari tingkat kota/kabupaten sampai tingkat provinsi.

4.1 Menyajikan hasil identifikasi karakteristik ruang dan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat dari tingkat kota/ kabupaten sampai tingkat provinsi. 3.2 Mengidentifikasi keragaman sosial,

ekonomi, budaya, etnis, dan agama di provinsi setempat sebagai identitas bangsa Indonesia; serta hubungannya dengan karakteristik ruang.

4.2 Menyajikan hasil identifikasi mengenai keragaman sosial, ekonomi, budaya, etnis, dan provinsi setempat sebagiai identitas bangsa Indonesia; serta hubungannya dengan karakteristik ruang.

3.3 Mengidentifikasi kegiatan ekonomi dan hubungannya dengan berbagai bidang pekerjaan, serta kehidupan sosial dan budaya di lingkungan sekitar sampai provinsi.

4.3 Menyajikan hasil identifikasi kegiatan ekonomi dan hubungannya dengan berbagai bidang pekerjaan, serta kehidupan sosial dan budaya dilingkungan sekitar sampai provinsi.

3.4 Mengidentifikasi kerajaan Hindu/ dan/atau Budha dan/atau Islam di lingkungan daerah setempat, serta pengaruhnya pada kehidupan masyarakat masa kini.

4.4 Menyajikan hasil identifikasi kerajaan Hindu dan/atau Budha dan/atau Islam di lingkungan daerah setempat, serta pengaruhnya pada kehidupan masyarakat masa kini.

Sumber : Permendikbudnomor 24 tahun 2016 tentang Standar Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah Lampiran 10: 2016:1.

Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2016:2). Pembelajaran IPS SD diupayakan dapat terselenggara secara interaktif antara guru dan siswa, memberikan inspiratif bagi

(6)

bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan (Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016:1)

Pelaksanaan pembelajaran IPS SD, dikembangkan mendasarkan pada standar proses. Standar Proses merupakan kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan dasar menengah untuk mencapai kompetensi lulusan. Dalam Permendikbud No 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah pada Bab III menjelaskan bahwa desain pembelajaran yaitu perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu dalam Standar Isi. Perencanaan pembelajaran meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian, dan skenario pembelajaran. Penyusunan Silabus dan RPP disesuaikan pendekatan pembelajaran yang digunakan.

Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap bahan kajian mata pelajaran sedangkan RPP merupakan rencana kegiatan pembelajaran untuk satu pertemuan atau lebih dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyususn RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisian, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Karakteristik pembelajaran mengacu pada sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasikan untuk setiap satuan pendidikan.

Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis)

yang berbeda. Sikap perolehan melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai,

(7)

mencipta”. Karakteristik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific) tematik terpadu (tematik antar mata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk

menghasilkan karya kotekstual (project based learning), baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (problem based learning).

Karakteristik pembelajaran mengacu pada Prinsip Penyusunan RPP. Dalam penyusunan RPP hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip pada Permendikbud No.22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai berikut: 1. Perbedaan individual peserta didik antara lain kemampuan awal, tingkat intelektual, bakat,

potensi, minat,motivasi belajar, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik. 2. Partisipasi peserta didik.

3. Berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat belajar, motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan kemandirian.

4. Pengembangan budaya membaca dan menulis yang dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.

5. Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan dan remidi.

6. Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar.

7. Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.

8. Penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.(Permendikbud No.22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, 2016: 7)

2.1.2 Pendekatan Problem Based Learning (PBL) dan Model Pembelajaran Think Pair

Share (TPS)

Pendekatan Problem Based Learning (PBL) dalam bahasa indonesia diistilahkan pendekatan pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan pembelajaran yang bermula dari sebuah permasalahan yang diberikan oleh guru kepada siswa untuk ditemukan pemecahan masalahnya. Pernyataan tersebut sejalan dengan pengertian PBL

(8)

menantang siswa untuk belajar, bekerja sama dengan kelompok untuk mencari solusi

suatu masalah dalam dunia nyata”. Senada dengan definisi Dutch, Agus N. Cahyo

(2013:283), mendefinisikan bahwa “PBL adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal akusisi dan integrasi

pengetahuan baru”.

Definisi yang berbeda dikemukakan oleh Ngalimun (2014:89) yang menjelaskan bahwa “PBL merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan

kondisi belajar aktif kepada siswa.”

Berdasarkan pendapat para ahli tentang definisi PBL, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan PBL adalah merupakan pendekatan pembelajaran inovatif untuk mengaktifkan belajar siswa dengan menggunakan masalah sebagai titik awal akusisi dan integrasi pengetahuan baru sebagai tantangan siswa untuk belajar, bekerja sama dengan kelompok dalam rangka mencari solusi masalah dalam dunia nyata sebagai integrasi pengetahuan baru.

Karakteristik PBL menurut Rusman (2012: 232), berorientasi pada permasalahan yang menjadi titik awal dalam pembelajaran. Permasalahan yang diangkat merupakan permasalahan yang ada di lingkungan siswa untuk kemudian dipecahkan berdasarkan pengetahuan serta pengalaman siswa yang didukung oleh fakta yang ada. Permasalahan tersebut menantang pengetahuan, sikap, dan kompetensi yang dimiliki oleh siswa. Bagaimana siswa berusaha menyelesaikan masalah berdasarkan ketiga hal yang dimiliki masing-masing siswa tersebut untuk kemudian disatukan pemikirannya dan dipecahkan secara kelompok. Dalam prosesnya, pemecahan masalah melibatkan berbagai sumber belajar yang nantinya diakhiri dengan evaluasi dari informasi yang sudah didapat dari berbagai sumber belajar tersebut agar diperoleh solusi pemecahan masalah yang paling tepat.

Kelebihan dari penerapan PBL diungkapkan Wina Sanjaya (2006: 218) sebagai berikut ini.

1. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran. 2. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk

menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.

(9)

5. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu, juga dapat mendorong untuk melakukan sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.

6. Melalui pemecahan masalah bisa diperlihatkan bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berfikir dan sesuatu yang dimengerti oleh siswa bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku saja.

7. Pemecahan masalah dipandang lebih mengasikkan dan disukai siswa.

8. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuaan siswa untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan pengetahuan baru.

9. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah mereka miliki dalam dunia nyata.

10.Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

Kelemahan dari penerapan PBL diungkapkan oleh Wina Sanjaya (2006:218) sebagai berikut ini.

1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan sehingga masalah yang dipelajari sulit dipecahkan maka siswa akan merasa enggan untuk mencoba .

2. Keberhasilan pembelajaran ini membutuhkan banyak waktu.

3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka siswa tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

Langkah-langkah Pendekatan PBL dan Model Pembelajaran TPS

Langkah-langkah penting dalam melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan PBL, dikemukakan oleh Riyanto (2009: 288) ada 5 tahap yaitu:

1. Guru mempersiapkan dan melempar masalah kepada siswa.

2. Membentuk kelompok kecil, dalam masing-masing kelompok siswa mendiskusikan masalah tersebut dengan memanfaatkan dan merefleksikan pengetahuan/keterampilan yang mereka miliki. Siswa juga membuat rumusan masalah dan membuat hipotesis.

3. Siswa mencari (hunting) informasi dan data yang berhubungan dengan masalah yang sudah dirumuskan.

4. Siswa berkumpul dalam kelompok untuk melaporkan data apa yang sudah diperoleh dan mendiskusikan dalam kelompok berdasarkan data-data yang diperoleh tersebut. Langkah ini diulang-ulang sampai memperoleh solusi.

5. Kegiatan diskusi penutup sebagai kegiatan akhir, apabila proses sudah memperoleh solusi yang tepat.

Sejalan dengan langkah-langkah yang dikemukakan oleh Riyanto, John Dewey dalam Sanjaya (2008: 217) mengemukakan langkah-langkah PBL adalah:

1. Merumuskan masalah, yaitu siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.

2. Menganalisis masalah, yaitu langkah langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.

3. Hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan sesuai dengan pengetahuan yang dimillikinya.

(10)

5. Pengujian hipotesis, mengambil atau merumuskan kesimpulan dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.

6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

Langkah-langkah PBL lainnya, dikemukakan oleh Sugiyanto (2010: 159-160) sebagai berikut:

1. Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik, yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah, mendiskusikan rubrik asesmen yang akan digunakan dalam menilai kegiatan/ hasil karya siswa.

2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

3. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai laporan, resum, media fisik, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan teman.

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan siswa dan proses-proses yang digunakan.

Berdasarkan pendapat ke tiga ahli tentang langkah PBL, maka langkah-langkah PBL dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Menyimak penjelasan tujuan pembelajaran dari Guru 2. Siswa menerima masalah dari Guru.

3. Membentuk kelompok kecil.

4. Mendiskusikan masalah dalam kelompok kecil. 5. Membuat rumusan masalah.

6. Menganalisis masalah. 7. Membuat hipotesis. 8. Mengumpulkan informasi 9. Melaporkan data yang diperoleh 10.Pengujian hipotesis

11.Mendiskusikan solusi.

12.Merumuskan kesimpulan dan rekomendasi pemecahan masalah 13.menyajikan hasil karya

(11)

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk berfikir, berdiskusi dengan pasangannya dan hasil diskusi di share kan kepada teman-teman di kelas (Wardani Naniek Sulistya: 2016: 81). Ini berarti dalam pelaksanaan pembelajaran dimulai dengan siswa berfikir sendiri, kemudian pendapatnya diskusikan dengan pendapat teman secara berpasangan, yang hasilnya dishare ke teman

yang lebih banyak lagi.

Sejalan dengan Wardani Naniek Sulistya, Trianto (2010: 81) mendefinisikan bahwa TPS adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Model pembelajaran TPS mendorong siswa untuk berkomunikasi dengan teman.

Thobroni dan Mustofa (2011: 297) menyatakan bahwa TPS adalah alternatif terhadap metode tradisional yang diterapkan di kelas, seperti ceramah, tanya jawab satu arah, guru terhadap siswa merupakan suatu cara yang efektif untuk mengganti suasana pola diskusi kelas.

Berdasarkan pendapat ke tiga para ahli tentang definisi TPS, maka model pembelajaran TPS adalah pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk menjadi suasana pola diskusi kelas, dengan mempengaruhi pola interaksi siswa yang melibatkan peserta didik untuk berfikir, berdiskusi dengan pasangannya dan hasil diskusi di share kan kepada teman-teman di kelas.

Langkah-langkah Model Pembelajaran TPS

Struktur pembelajaran TPS memiliki langkah-langkah yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi peserta didik waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Adapun langkah-langkah pembelajaran TPS adalah sebagai berikut:

1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai.

2. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru (think). 3. Siswa diminta berpasangan (Pairing) dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan

mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.

4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya Sharing (berbagi).

5. Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa.

6. Guru memberi kesimpulan.

(12)

Sejalan dengan langkah-langkah yang dikemukakan oleh Wardani Nanik Sulistya, Trianto (2007: 61-62) mengemukakan langkah-langkah TPS adalah sebagai berikut: 1. Langkah Thinking (berfikir)

Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berfikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berfikir.

2. Langkah Pairing (berpasangan)

Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi.Biasanya guru member waktu 4-5 menit untuk berpasangan.

3. Langkah Sharing (berbagi)

Guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan.

Langkah-langkah TPS lainnya, dikemukakan oleh Agus Suprijono (2010: 91) sebagai berikut:

1. Thinking

Pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh siswa. Guru memberikan kesempatan kepada mereka memikirkan jawabannya.

2. Pairing

Pada tahap ini guru meminta siswa berpasang-pasangan. Beri kesempatan kepada pasangan-pasangan itu berdiskusi. Diharapkan diskusi dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkan melalui bertukar pikir dengan pasangannya.

3. Sharing

Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi Tanya jawab yang mendorong pada pemerolehan pengetahuan secara terkait. Siswa mampu menemukan sendiri pengetahuan yang dipelajari.

Langkah-langkah yang dikemukakan oleh ketiga ahli tersebut, maka langkah-langkah TPS dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Siswa menyimak kompetensi yang akan dicapai

2. Siswa diminta untuk berfikir (think).tentang masalah yang disampaikan guru

3. Siswa diminta berpasangan (Pairing) dengan teman sebelahnya dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.

4. Mengikuti pleno kecil diskusi

(13)

Langkah-langkah pendekatan PBL dan model TPS dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Menyimak penjelasan tujuan pembelajaran dari Guru.

2. Siswa berfikir tentang masalah yang disampaikan guru (think). 3. Membentuk kelompok kecil secara berpasangan (Pairing).

4. Mendiskusikan rumusan masalah dengan pasangannya 5. Menganalisis masalah.

6. Membuat hipotesa. 7. Mengumpulkan informasi.

8. Diskusi kelompok untuk Sharing (berbagi) informasi. 9. Pengujian hipotesa.

10.Mendiskusikan solusi.

11.Merumuskan kesimpulan dan rekomendasi pemecahan masalah. 12.menyajikan hasil karya.

13.Merefleksi proses pemecahan masalah.

2.1.3 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan suatu target yang ingin dicapai oleh peserta didik. Wardani Nanik Sulistya dan Slameto (2012: 54) menyatakan bahwa hasil belajar harus diidentifikasi melalui informasi pengukuran penguasaan materi dan aspek perilaku baik melalui teknik tes maupun non tes. Penguasaan materi yang dimaksud adalah derajat pencapaian kompetensi hasil belajar yang mendasarkan pada kompetensi dasar seperti yang dikehendaki dalam standar proses dan dinyatakan dalam aspek perilaku yang terbagi dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor.

Sejalan dengan Wardani Nanik Sulistya dan Slameto, Darmansyah (2006: 13) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah penelitian terhadap kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk angka.

(14)

Hasil belajar menurut ke tiga para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah angka yang diperoleh dari identifikasi penelitian informasi verbal hasil pengukuran kemampuan penguasaan materi, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, sikap dan aspek perilaku baik melalui teknik tes maupun non tes.

Pencapaian kompetensi hasil belajar yang dikehendaki dalam standar proses,

dinyatakan dalam aspek perilaku terbagi dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Ke tiga ranah tersebut dinamakan taksonomi tujuan belajar (Wardani Naniek Sulistya, dkk: 2014: 111). Taksonomi tujuan belajar domain kognitif (Benyamin S. Bloom,1956) yang disempurnakan oleh Krathwol adalah:

1. Menghafal (Remember): menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang. Mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah tingkatannya.

2. Memahami (Understand): mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran peserta didik.

3. Mengaplikasikan (Aply): mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: menjalankan dan mengimplementasikan.

4. Menganalisis (Analyze): menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis: menguraikan, mengorganisir, dan menemukan pesan tersirat.

5. Mengevaluasi (Evaluate): membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini: memeriksa dan mengritik.

6. Membuat (create): menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu: membuat, merencanakan, dan memproduksi (Wardani Naniek Sulistya, dkk: 2012: 111).

Rumusan tujuan belajar domain afektif dari David Krathwohl adalah:

1. Menerima kemampuan murid melihat fenomena atau stimuli: aktivitas, klas, texbook, musik; usaha menimbulkan, memelihara dan mengarahkan perhatian murid. Menerima kemampuan melihat fenomena merupakan sikap tingkat terendah.

2. Menjawab partisipasi aktif dari murid. Tidak sekedar melihat fenomena, tetapi mereaksinya termasuk di sini interes mencari dan menyenangi sesuatu.

3. Menilai: kemampuan meletakkan nilai terhadap obyek, fenomena atau tingkah laku. Penilaian dari hal sederhana sampai yang kompeks. Penilaian berdasarkan internalisasi, juga sikap dan apresiasi.

4. Organisasi: menyatukan nilai-nilai yang berbeda, memecahkan pertentangan, pembangunan sistem nilai yang konsisten. Tekanan pada perbandingan hubungan dan sintesa nilai-nilai. Meliputi juga konsep nilai filsafat hidup.

(15)

Rumusan tujuan belajar domain psikomotor dari Norman E. Grounlund dan R.W. de Maclay, ds adalah:

1. Persepsi: menunjukkan kepada proses kesadaran akan adanya perubahan setelah keaktifan: melihat, mendengar, menyentuh, merasakan, membau, serta gerak dari urat syaraf kita. 2. Kesiapan: menunjuk langkah lanjut setelah adanya persepsi; kemampuan dalam membedakan,

memilih, menggunakan neoromuscolar yang tepat dalam membuat respon.

3. Response terpimpin: dengan persepsi dan kesiapan di atas, mengembangkan kemampuan dalam aktifitas mencatat dan membuat laporan.

4. Mekanisme: penggunaan sejumlah skill dalam aktifitas yang kompleks meliputi persepsi, kesiapan dan respon.

5. Respons yang kompleks menggunakan sikap dan pengalaman persepsi, kesiapan, respon, mekanisme, penggunaan perencanaan tes, dan pengembangan model.

Dalam pembelajaran terdapat perubahan paradigma. Perubahan paradigma itu adalah adanya perubahan filsafat pendidikan dari paradigma lama yang menekankan pada behaviouristik ke paradigma baru yang menekankan pada konstruktivistik, yang menuntut dosen untuk mendesain perkuliahan dengan merubah kurikulum dari kurikulum berbasis isi (content based curriculum) ke kurikulum berbasis kompetensi (competency based curriculum). Adanya perubahan paradigma lama yang menekankan pada perilaku (behaviouristic) yang berpola teaching-testing ke paradigma baru yang menekankan pada proses (constructivistic) yang berpola learning-continous improvement, yang tentu saja akan berimplikasi terhadap penilaian yang dilakukan, membawa konsekuensi pada desain pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam belajar (Wardani Naniek Sulistya: 2016: 79).

Penilaian pembelajaran merupakan bagian dari proses pembelajaran yang wajib ada dan dilakukan oleh guru. Hasil belajar yang diperoleh terkait dengan istilah pengukuran, asesmen dan evaluasi. Secara sederhana, pengukuran diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda (Wardani Naniek Sulistya, dkk: 2014: 48). Alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran disebut instrumen. Pengukuran berbeda dengan asesmen dan penilaian.

Asesmen adalah proses pengambilan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik (Wardani Naniek Sulistya, dkk: 2014: 51). Sejalan dengan pengertian asesmen, dalam Permendikbud No 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan, menyebut dengan istilah penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik (Permendikbud No. 23, 2016: 2).

(16)

atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM, atau batas keberhasilan, dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok, atau berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan Norma/ Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR) (Wardani Naniek Sulistya, dkk: 2014: 52).

Dalam pendekatan PAP kelulusan seseorang ditentukan oleh kriteria tertentu, yang dalam pembelajaran selalu mengacu pada tujuan/KD dan indikator. PAP selalu digunakan dalam sistem belajar tuntas, misalnya seseorang dikatakan telah menguasai satu kompetensi dasar, bila peserta didik telah mampu menjawab dengan betul 80% dari seluruh butir soal yang disusun dari satu kompetensi dasar tersebut. Dalam pendekatan PAN kelulusan seseorang ditentukan oleh kedudukan seseorang dalam kelompok itu (Wardani Naniek Sulistya, dkk., 2014: 124)

Tujuan penilaian hasil belajar oleh peserta didik bertujuan untuk memantau dan mengevaluasi proses, kemajuan, belajar, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan untuk menilai pencapaian Standar Kompetensi Lulusan untuk menilai semua mata pelajaran. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu (Permendikbud_Th 2016_No 23 Tentang Standar Penilaian Pendidikan 2016: pasal 4)

Penilaian hasil belajar dilakukan pada setiap satu pembelajaran selesai, atau dengan kata lain penilaian dilakukan setelah terlaksananya langka-langkah pembelajaran dalam satu RPP disebut penilaian formatif.

Wardani Nanik Sulistya dan Slameto (2012: 6), membagi 5 jenis evaluasi yaitu: 1. Evaluasi formatif, yaitu sebuah evaluasi atau pengambilan penilaian yang dilakukan pada

setiap akhir pokok-pokok pembelajaran untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta didik. 2. Evaluasi sumatif, yaitu pengambilan penilaian yang dilakukan pada setiap akhir program

pembelajaran atau dalam satu semester seperti ulangan umum,ujian, dan ujian nasional. 3. Evaluasi diagnostik, yaitu proses penilaian yang dilakukan untuk melihat dan mencari

kelemahan dan penyebab peserta didik kurang berhasil dalam pembelajaran tersebut. 4. Evaluasi penempatan (placement, yaitu proses penilaian yang digunakan untuk

mengelompokkan dan menempatkan peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan.

5. Evaluasi seleksi, yaitu penilaian yang ditujukan untuk memilih atau menentukan seseorang yang dapat pada suatu kedudukan atau posisi tertentu.

(17)

23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian Pendidikan. Prinsip penilaian hasil belajar adalah:

1. sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur; 2. objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi

subjektifitas penilaian;

3. adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena kebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender;

4. terpadu, berarti penilaian merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran;

5. terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan;

6. menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau dan menilai perkembangan kemampuan peserta didik;

7. sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku;

8. beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan; dan

9. akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi mekanis, prsedur, teknik, maupun hasil. (Permenikbud no 23, 2016: 12-13)

Penilaian yang dilakukan pendidik untuk mencapai kompetensi peserta didik dan telah ditentukan dalam KI dan KD. Ukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkatan ketercapaian kompetensi adalah indikator. Alat ukur atau instrumen yang dipergunakan untuk mencapai indikator berupa butir soal. Kualitas butir soal dapat diketahui melalui tingkat kesukaran butir soal, validitas dan reliabilitas butir soal. Dari hasil tes dapat diketahui seberapa besar kompetensi yang dimiliki siswa, sehingga disinilah peran evaluasi, yakni tindak lanjut dari skor tes yang diperoleh untuk menentukan siswa untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya, atau remedial. Pada prinsipnya semua siswa dilayani sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada KI dan KD. Hal ini berarti bahwa semua indikator harus dibuatkan butir soalnya, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar apa saja yang sudah atau belum dikuasai siswa. Hal ini dijadikan dasar menentukan keputusan, melanjutkan ke jenjang berikutnya, atau remedial.

(18)

mengukur penguasaan pengetahuan peserta didik. Penilaian keterampilan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengukur kemampuan peserta didik menerapkan pengetahuan dalam melakukan tugas tertentu.

Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan dalam bentuk ulangan, pengamatan, penugasan perseorangan atau kelompok, dan/atau bentuk lain yang

diperlukan (Permendikbud No 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan, 2016: 5).

Teknik pengukuran terdiri dari 2 yaitu tes dan non tes. Suryanto Adi, dkk., 2009 dalam Wardani Naniek Sulistya (2012, 2.5) mendefinisikan tes, adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar. Instrumen tes dapat berbentuk tes tertulis, tes lisan, dan penugasan.

Teknik non tes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah. Instrumen non-tes dapat berbentuk observasi/pengamatan praktik, produk, proyek, portofolio, unjuk kerja, laporan ujian praktik, dan portofolio.

Tes Dilihat dari jawaban peserta didik yang dituntut dalam menjawab atau memecahkan persoalan yang dihadapinya, maka tes hasil belajar dapat dibagi menjadi 3 jenis yakni tes lisan (oral test), tes tertulis (written test), dan tes tindakan atau perbuatan (performance test) (Wardani NS dan Slameto: 2012:11). Arifin Zaenal (2009: 165) mengemukakan teknis tes memiliki beberapa bagian yaitu:

1. Tes bentuk uraian

Bentuk uraian dapat digunakan untuk mengukur kegiatan-kegiatan belajar yang sulit diukur oleh bentuk objektif. Disebut bentuk uraian karena, menuntut peserta didik untuk menguraikan, mengorganisasikan, dan menyatakan jawaban dengan kata-katanya sendiri dalam bentuk teknik dan gaya yang berbeda satu dengan yang lainnya.

2. Tes bentuk objektif

Tes ini jawabannya benar atau salah dan skornya antara 1 atau 0 disebut tes objektif karena penilaiannya objektif.Tes objektif terdiri dari atas beberapa bentuk yaitu benar-salah, pilihan ganda, menjodohkan dan melengkapi atau jawaban singkat.

3. Tes lisan

Tes menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan pertanyaan atau perintah yang diberikan. 4. Tes perbuatan

(19)

Teknik nontes sangat penting dalam mengases peserta didik pada ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik nontes, beberapa di antaranya seperti observasi/pengamatan produk, proyek, portofolio, unjuk kerja, laporan ujian praktik, dan portofolio unjuk kerja (performance), penugasan (proyek), secara singkat dibahas pada uraian berikut ini.

Observasi untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. Unjuk kerja adalah suatu pengukuran yang dilakukan melalui pengamatan aktivitas peserta didik dalam melakukan sesuatu yang berupa tingkah laku atau interaksinya seperti berbicara, berpidato, membaca puisi, dan berdiskusi; kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah dalam kelompok; partisipasi peserta didik dalam diskusi; ketrampilan menari; ketrampilan memainkan alat musik; kemampuan berolah raga; ketrampilan menggunakan peralatan laboratorium; bernyanyi, dan ketrampilan mengoperasikan suatu alat. Laporan adalah penilaian yang berbentuk laporan atas tugas atau pekerjaan yang diberikan seperti laporan diskusi. Portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik oleh peserta didik, pekerjaan-pekerjaan yang sedang dilakukan, beberapa contoh tes yang telah selesai dilakukan, berbagai keterangan yang diperoleh peserta didik, keselarasan antara pembelajaran dan tujuan spesifik yang telah dirumuskan, contoh-contoh hasil pekerjaannya sehari-hari, evaluasi diri terhadap perkembangan pembelajaran dan hasil observasi guru.

Jadi hasil belajar merupakan besarnya angka yang diperoleh dari pengukuran sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diukur melalui proses belajar dan hasil pembelajaran berdasarkan KKM.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

(20)

Penelitian yang telah dilakukan Sri Sukaptiyah dengan judul Peningkatan Hasil Belajar PKn Melalui Model Problem Based Learning pada siswa kelas VI SD Negeri 1 Mongkrong, Wonosegoro. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar PKn melalui metode Problem Based Learning pada siswa kelas VI SD Negeri Mongkrong, Wonosegoro semester 1 tahun pelajaran 2014/2015. Kelebihan dari penelitan ini adalah

dapat meningkatkan persentase hasil belajar PKn berdasarkan ketuntasan belajar siswa setelah dilakukan perbaikan pembelajaran dengan tindakan berupa pendekatan PBL yaitu ketuntasan belajar siswa dicapai siswa dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan, yaitu dari 8 siswa (72,7%) yang mendapat nilai tuntas menjadi 11 siswa (100%). Terjadi peningkatan sebanyak 3 siswa (27,3%) dan nilai rata-rata kelas dari 77,8 menjadi 83, 5 meningkat sebesar 5,7. Namun masih ada kekuranganya yaitu penelitian tidak melakukan penilaian terhadap keterampilan dan sikap siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan PBL. Solusinya adalah dalam penelitian ini harus melakukan penilaian hasil belajar melalui ranah afektif, konitif, dan psikomotorik yang berupa tes dan lembar observasi.

(21)

dengan model PBL tidak dilakukan pengukuran. Oleh karena itu perlu dilakukan penilaian dari aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik.

Penelitian yang ditulis oleh Sri Giarti yang berjudul Peningkatan Keterampilan Proses Pemecahan Masalah dan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model PBL Terintegrasi Penilaian Autetik Pada Siswa Kelas VI SDN 2 Bengle, Wonosegoro Tahun

Pelajaran 2014/2015. Kelebihan dari hasil penelitian menunjukkan temuan bahwa model PBL terintegrasi penilaian autentik dapat: a) meningkatkan keterampilan proses pemecahan masalah matematika siswa kelas VI SDN 2 Bengle, Wonosegoro Boyolali. Persentase kenaikan keterampilan pemecahan masalah matematika sebesar 28,54% untuk siklus 1 dan 35, 46% untuk siklus 2. b) meningkatkan persentase jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar minimal (KKM) berikut: pada kondisi awal, presentase pencapaian KKM sebesar 30,77%(4 siswa), pada siklus 1 persentase meningkat menjadi 53,84%(7 siswa), dan pada siklus 2 persentase jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat menjadi 84,61%(11 siswa). Kekurangan penelitian ini yaitu penelitian tidak melakukan penilaian terhadap aspek afektif akan tetapi hanya melakukan penilaian dalam aspek kognitif dan psikomotorik. Akan lebih meningkat lagi jika menggunakan penilaian ketiga aspek yaitu aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif.

(22)

Tabel 2.3

Rekapitulasi Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Nama Tahun

Sri Sukaptiyah 2014 PTK Model PBL Hasil belajar PKn

2014 PTK Model PBL Keterampila

n dan Hasil Dari beberapa hasil penelitian di atas, nampak terdapat peningkatan hasil belajar IPA siswa,

setelah menggunakan pendekatan PBL.

2.3 Kerangka Berfikir

Pembelajaran yang telah berlangsung adalah pembelajaran konvensional.

(23)

belajar IPS belum mencapai optimal. Hasil belajar hanya mendasarkan hasil tes yang merupakan aspek kognitif.

Pembelajaran dapat mencapai optimal apabila ada desain pembelajaran dan pengukuran hasil belajar yang utuh meliputi aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan. Oleh karena itu, pembelajaran IPS didesain dengan menggunakan pendekatan

pembelajaran PBL dan model pembelajaran TPS, dengan pengukuran aspek kognitif dan aspek ketrampilan.

Model pembelajaran IPS dengan pendekatan PBL dan model TPS merupakan pendekatan pembelajaran IPS inovatif dan kooperatif yang dirancang untuk menciptakan suasana diskusi kelas dengan mempengaruhi pola interaksi siswa yang melibatkan keaktifan siswa, untuk belajar berfikir memecahkan masalah nyata, berdiskusi dengan pasangannya, bekerja sama dan berkelompok agar dapat mengintegrasikan pengetahuan baru kemudian hasil diskusi di share kan ke teman-teman sekelas.

Kompetensi yang akan dicapai dalam pendekatan PBL dan model TPS adalah KD 3.1 Mengidentifikasi karakteristik ruang dan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat dari tingkat kota/kabupaten sampai provinsi; KD 4.1 Menyajikan hasil identifikasi karakteristik ruang dan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat dari tingkat kota/kabupaten sampai tingkat provinsi; KD 3.2 Mengidentifikasi keragaman sosial, ekonomi, budaya, etnis, dan agama diprovinsi setempat sebagai identitas bangsa Indonesia; serta hubungannya dengan karakteristik ruang dan KD 4.2 Menyajikan hasil identifikasi mengenal keragaman sosial, ekonomi, budaya, etnis, dan agama di provinsi setempat sebagai identitas bangsa Indonesia; serta hubungannya dengan karakteristik ruang.

Pelaksanaan implementasi pendekatan PBL dan model TPS menggunakan langkah-langkah yang sudah disederhanakan sebagai berikut:

1. Berfikir (think) tentang karakteristik ruang dan pemanfaatan SDA 2. Mengidentifikasi karakteristik ruang dan pemanfaatan SDA

3. Mendiskusikan rumusan masalah SDA dan pemanfaatannya dengan pasangannya (Pairing).

4. Mengumpulkan informasi SDA dan pemanfaatan.

(24)

6. Menyajikan laporan hasil identifikasi SDA dan solusi SDA

Hasil belajar IPS dengan pendekatan PBL dan model pembelajaran TPS adalah besarnya angka yang diperoleh dari pengukuran sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diukur melalui proses pembelajaran dan hasil pembelajaran berdasarkan KKM.

Sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai meliputi keterampilan dan pengetahuan, maka hasil belajar IPS dengan pendekatan PBL dan model pembelajaran TPS adalah besarnya angka yang diperoleh dari pengukuran pengetahuan (analisis) dan keterampilan (menyajikan laporan).

Pengukuran terhadap hasil belajar dilakukan dengan menggunakan teknik tes dan non tes. Instrumen teknik tes adalah butir soal, dan instrumen observasi adalah lembar observasi yang dilengkapi dengan rubrik pengukuran psikomotor.

(25)

Pembelajaran Konvensional

KD 3.1 Mengidentifikasi karakteristik ruang dan pemanfaatan SDA untuk kesejahteraan masyarakat dari tingkat kota/kabupaten sampai tingkat provinsi dan KD 4.1 Menyajikan hasil identifikasi karakteristik ruang dan pemanfaatan SDA untuk kesejahteraan masyarakat dari tingkat kota/kabupaten sampai tingkat provinsi.

Pendekatan PBL dan model TPS

1. Berfikir karakteristik ruang dan pemanfaatan SDA

2. Mengidentifikasi karakteristik ruang dan pemanfaatan SDA

3. Mendiskusikan rumusan masalah SDA dan pemanfaatannya dengan pasangannya (Pairing).

5. Diskusi kelompok sharing identifikasi SDA dan solusi SDA

6. Menyajikan laporan hasil identifikasi SDA dan solusi SDA

Hasil belajar belum optimal

Pengukuran

Butir Soal

Rubrik Penilaian Keterampilan: Laporan

Skor Kognitif

Skor Psikomotori Hasil belajar

4. Mengumpulkan informasi SDA dan pemanfaatannya.

(26)

2.4 Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan yang dirumuskan adalah:

1. Peningkatan hasil belajar IPS dengan KD 3.1 Mengidentifikasi karakteristik ruang dan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat dari tingkat kota/kabupaten sampai tingkat provinsi diduga dapat diupayakan melalui pendekatan

PBL dan model pembelajaran TPS siswa kelas 4 SDN Sidoluhur 02 Jaken Pati semester 1 tahun pelajaran 2016/2017.

2. Peningkatan hasil belajar IPS dengan KD 4.1 menyajikan hasil identifikasi karakteristik ruang dan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat dari tingkat kota/kabupaten sampai tingkat provinsi diduga dapat diupayakan melalui pendekatan PBL dan model pembelajaran TPS siswa kelas 4 SDN Sidoluhur 02 Jaken Pati semester 1 tahun pelajaran 2016/2017.

3. Peningkatan hasil belajar IPS dengan KD 3.2 mengidentifikasi keragaman sosial, ekonomi, budaya, etnis dan agama diprovinsi setempat sebagai identitas bangsa Indonesia; serta hubungannya dengan karakteristik ruang diduga dapat diupayakan melalui pendekatan PBL dan model pembelajaran TPS siswa kelas 4 SDN Sidoluhur 02 Jaken Pati semester 1 tahun pelajaran 2016/2017.

Gambar

Tabel 2.1 Muatan Ilmu Pengetahuan Sosial pada SD/MI/SDLB/PAKET A
Tabel 2.2 Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS Kelas 4 Semester 1
Tabel 2.3   Rekapitulasi Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Gambar 2.1 Skema Peningkatan Hasil Belajar IPS melalui Pendekatan PBL dan Model TPS

Referensi

Dokumen terkait

Berbeda dengan sekresi asam organik oleh akar ke larutan hara, peningkatan konsentrasi Al tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap akumulasi asam organik dalam

Dengan memahami kepuasan konsumen atas kualitas pelayanan yang diterimanya berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan kepada perusahaan penyedia jasa

Sejauh ini program tersebut telah menggunakan banyak indikator kinerja berbasis pada output (hasil) untuk mengevaluasi program, tetapi tidak pernah menggunakan sebuah indeks

Berdasarkan tabel hasil analisis tingkat likuiditas di atas dapat diketahui kondisi keuangan dalam keadaan sehat, namun untuk memenuhi permintaan para debitor dengan aset bank

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi mem banggakan diri.”( QS. Nasihat Lukman kali ini adalah ahlak dan sopan santun dalam

Guru dituntut tidak hanya mengetahui teori-teori tentang demokrasi dan menciptakan pembelajaran hanya sebagai sebuah transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi

Secara umum, wisatawan menyatakan bahwa Pantai Oesina memiliki kondisi sumberdaya alam (kondisi pantai, pasir dan pemandangan) sangat baik sehingga menarik untuk

dalam judul ini kompas.com seolah olah memberikan berita positif tentang program ibadah berhadiah tetapi ada penonjolan kalimat kutipan yang kontra terhadap